Anda di halaman 1dari 2

Ahdhianto, E., Marsigit, Haryanto, & Nurfauzi, Y. (2020).

Improving fifth-grade
students' mathematical problem-solving and critical thinking skills using problem-
based learning. Universal Journal of Educational Research, 8(5), 2012-2021.
doi:10.13189/ujer.2020.080539

Oleh Adrianus I Wayan Ilia Yuda Sukmana (NIM. 2239051005)

Problem solving dan keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan esensial


dalam pembelajaran matermatika pada pebelajaran abad 21. Keterampilan pemecahan
masalah sangat dibutuhkan bagi siswa agar kelak mereka mampu memecahkan masalah
kehidupan sehari-hari sedangkan keterampilan berpikir kritis dimaknai sebagai
pemikiran reflektif yang berfokus pada pemutusan terkait apa yang harus dilakukan atau
proses penilaian yang diarahkan pada tujuan akhir untuk sampai pada solusi logis dan
rasional akan permasalahan tertentu.
Adapun yang menjadi pemasalahan utama dalam penelitian ini adalah
melemahnya keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa
khususnya pada pembelajaran matematika. Beberapa penyebab rendahnya keterampilan
pemecahan masalah salah satunya yaitu siswa lebih ditekankan pada penyelesaian tugas
terstruktur saja. Di sisi lain, keterampilan berpikir kritis yang lemah dikarenakan oleh
kurangnya strategi pembelajaran yang menstimulasi keterampilan berpikir kitis siswa.
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah A quasi-experimental
non-equivalent control group design. Sample penelitian ini siswa kelas V SD (usia 11-
12 tahun di SD Ganungkidul, Nganjuk, Indonesia sebanyak 78 (31 laki-laki dan 47
perempuan). Semua siswa secara acak dibagi menjadi kelompok eksperimen (n = 39; 17
laki-laki dan 22 perempuan) dan kelompok kontrol (n = 39; 14 laki-laki dan 25
perempuan). Siswa kelompok eksperimen diajar dengan model PBL dan kelompok
kontrol diajar dengan model pembelajaran konvensional. Kemampuan Poblem solving
siswa diukur dengan menggunakan instumen Problem Solving-skills Test (PSST) dan
Keterampilan berpikir kritis diukur dengan menggunakan Critical Thinking Skill Test
(CTST). Data dianalisis dengan menggunakan statistik inferensial. Pengaruh model
pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah dan berpikir
kritis siswa dianalisis dengan Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) satu arah.
Kemudian, analisis varians (ANOVA) digunakan untuk menentukan perbedaan skor
rata-rata antar kelompok dalam post-test dengan bantuan SPSS.
Hasil uji MANOVA menunjukkan siswa yang belajar dengan menggunakan
PBL memperoleh nilai postes yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional. Dengan kata lain PBL efektif digunakan untuk
mengkatalisis pembelajaran matematika di sekolah dasar. Temuan ini dikaitkan dengan
dampak dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah yang berpusat pada siswa
dirancang untuk meningkatkan keterlibatan aktif siswa dan partisipasi aktif mereka
selama pembelajaran. Selain itu, tugas dan masalah yang disajikan berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Darling-Hammond et al. [1] setuju bahwa lingkungan
belajar yang memungkinkan guru untuk membuat hubungan antara situasi baru dan
dunia sehari-hari siswa diyakini dapat mempromosikan keterampilan pemecahan
masalah.
Secara terpisah, hasil ANOVA juga menunjukkan bahwa siswa yang diajar
dengan menggunakan PBL memperoleh skor yang lebih tinggi pada kemampuan
pemecahan masalah matematis dibandingkan siswa yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa
mungkin karena guru selalu menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan
melalui diskusi kelompok. Dalam lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, siswa
selalu diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan yang relevan dengan materi
pembelajaran dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata mereka.
Sedangkan hasil ANOVA berikutnya menunjukkan bahwa siswa ang belaja
denga PBL memiliki keterampilan berpikir kritis lebih baik daripada siswa yang diajar
dengan pendekatan yang berpusat pada guru. Ini dikarenakan model pembelajaran PBL
dapat meningkatkan interaksi teman sebaya untuk membangun kemampuan berpikir
kritis mereka. Selain itu, siswa cenderung mendefinisikan masalah dan
mempertimbangkan solusi alternatif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Implikasi hasil penelitian yaitu dalam merancang pembelajaran PBL,
desainer/peneliti pelu benar-benar merancang seting relevansi pembelajaran dan
permasalahan yang ada di sekitar siswa sehingga siswa mampu benar-benar telibat
secara aktif untuk memecahkan masalah yang disajikan dalam pembelajaran.

==============================================================
Komentar:
Artikel ini dikaji karena memiliki kebaharuan dari segi pedagogis yakni
penerapan model PBL. Meskipun PBL adalah model pembelajaran yang ada relatif lama
dan menekankan pada pemecahan permasalahan kontekstual dilingkungan siswa,
namun kenyataannya masih banyak dijumpai dalam pengimplementasiannya, masalah
yang diajukan dalam pembelajaan beorientasi pada permasalahan tekstual yang ada
pada buku paket. Artikel ini memberikan infomasi dan penegasan bagaimana masalah
yang semestinya diajukan dalam pembelajaran sehingga siswa mampu terstimulasi
untuk melakukan problem solving dan berpikir kritis
Kaitannya dengan gagasan proposal disertasi adalah penggunaan Model PBL
sebagai variabel bebas dalam rancangan disertasi. Ada beberapa poin penting dalam
atikel ini yang menginspirasi dalam pengembangan dan penyempurnaan rancangan
disertasi yaitu 1) Pentingnya permasalahan kontekstual yang perlu dirancang dalam
PBL sehingga mampu menstimulasi kemunculan keterampilan berpikir kritis siswa; 2)
Pertimbangan dalam merancang pembelajaan yang menyenangkan sehingga mampu
membangkinkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai