Anda di halaman 1dari 7

PEMBARUAN HUKUM PERDATA-PENDEKATAN TEMATIK

M. NATSIR ASNAWI, S.HI., MH.- UII PRESS

BAB I
IMPLEMENTASI HUKUM PERKAWINAN DAN KEWARISAN DI PERADILAN
AGAMA

A. PENDAHULUAN

Dalam tata hukum indonesia, hukum perkawinan dan hukum kewarisan termasuk
dalam kelompok hukum perdata. Hukum perdata pada dasarnya merupakn hukum
yang mengatur hubungan antara individu maupun badan hukum. Hubugan hukum
(rechtsbetrekking) yang mencakup hak (kepentingan, right) serta kewajiban (plicht)
yang melekat di dalamnya.
Hukum perkawinan merupakan bagian dari hukum perdata yang mengatur
tentang ihwal perkawinan di indonesia, adapun beberapa literatur dan tampak dalam
penerapannya di indonesia, hukum keluarga diidentikan dengan hukum perkawinan.
Namun dalam konsep umum, hukum keluarga lebih luas cakupannya.
Hukum kewarisan dalam tradisi hukum Indonesia merupakan bagian hukum
perdata yang mengatur tentang pewarisan, yaitu perpindahan harta-harta pewaris
kepada ahli waris yang berhak.

B. PENGATURAN HUKUM PERKAWINAN DAN KEWARISAN DI


INDONESIA DAN IMPLEMENTASINYA DI PERADILAN AGAMA

1. HUKUM PERKAWINAN

Perundang-undangan yang mengatur tentang hukum perkawinan di Indonesia


antara lain
a. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentag Perkawinan
b. UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama yang telah diubah dengan
UU Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 50 Tahun 2009
c. PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan
d. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam
e. Permenag Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah
Dari berbagai ketentuan tersebut, dapat dijelaskan pokok-pokok
dibidang hukum perkawinan yang menjadi kewenangan Peradilan Agama, yaitu:
a. Izin beristri lebih dari seorang atau lebih dikenal dengan izin poligami adalah
permohonan dari pemohon keapada pengadilan setelah melengkapi
persyaratan yang ditentukan hal itu
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan izin poloigami 1.
Adanya persetujua dari isteri/isteri-isteri, 2. Adanya kepastian bahwa suami
mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak
mereka, 3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-
isteri dan anaka-anak mereka.
b. Izin kawin, yaitu permohonan izin perkawinan bagi calon mempelai yang
belum mencapai usia 21 tahun dan tidak mendapat izin dari orang tuanya
c. Dispensi kawin ketika calon mempeai wanita dan pria belum memenuhi batas
minimal umur dalam pengajuan kawin berdasarkan pasal 7 ayat 1 UU 1/1974
maka orang tua dapat mengajukan permohonan kawin kepada pengadilan
agama
d. Pencegahan perkawinan adalah permohonan dari Orang tua dan dari garis
keturunan atas atau kebawah kepengadilan untuk mencegah
perkawinandengan alasan terdapat halangan dan larangan dalam undang
undangadatu syarat rukun perkawinan yang belum terpenuhi (Pasal 13 UU
1/1974)
e. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatatan Nikah jika calon mempelai
ditolak kehendaknya untuk menikah oleh KUA dapat mengajukan
permohonan kepada pengadialn agama untuk mencabut pernolakan
perkawinan oleh KUA tersebut ( Pasal 21 ayat 3 UU 1/1974)
f. Pembatalan perkawinan perkawinan dapat dibatalakan apabila para pihak
tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan yang
dilakukan oleh Para keluaraga garis keturuna lurus atas dari suami atau istri
dan pejabat yang berwenang (Pasal 22 dan 23 UU 1/1974)
g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri, dimana suami berkewajiban
memberi nafkah dan penghidupan yang layak kepada istri dan anaknya.
Kelalaian suami atas hal tesebut dapat dituntut oleh istri ke pengadilan agama
h. Perceraian karena talak adalah gugatan atau permohonan cerai yang dilakukan
oleh suami terhadap istrinya ke pengadilan
i. Gugatan perceraian adalah gugatan cerai yang diajukan istri kepada suaminya
ke pengadilan
j. Gugatan harta bersama adalh gugatan yang dilakukan manta suami/istri
terhadap harta-harta yang diperoleh selama perkawinan ke pengadilan agama
k. Penguasaan anak- anak
l. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pembiayaan anak
m. Bapak/suami yang harusnya bertanggung jawab tidak mematuhi kewajibannya
n.

2. HUKUM KEWARISAN

Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang terjadinya pewarisan dari
pewaris ke ahli waris, hukum islah yang diimplementasidi peradilan Agama adlah
hukum kewarisan berdasarkan hukum waris islam (faraidh )

BAB II
DIVERGENSI HAK ANAK LUAR KAWIN

A. PENDAHULUAN

Mahkama Konstitusi mengambil suatu langkah berani dalam menafsirkan anak diluar
kawin. Melaui putusannya Nomor 46/PUU-VIII/2010 terobosan hukum yang luar
biasa dengan menyatakan 43 ayat 1 UU No.7 Tahun 1974 inkonstitusional. Subtansi
dari putusan MK ini pada dasarnya menyatakan bahwa ketentuan dalam pasal a quo
berkaitan status anak luar kawin hanya memiliki garis keturunan dengan ibu dan
keluarga ibunya bertentanagn dengan ketentuan dalam UUD, khususnya yang
mengatur tentang hak-hak asasi manusia yang mana UU No.1 Tahun 1974 Tentang
perkawinan unsur dan nilai nilai agama sangat kental terasa dan aspek yang
dipandang sangat terasa pada pasal 42 UU No.1 Tahun 1974, Implikasinya anak tidak
terikat pada keperdataan bapak biologisnya dan dengan demikian bapak biologs
secara hukum tidak berkewajiban untuk menafkahi dan warisan inilah kemudian oleh
MK dipandang tidak inkonstitusional.

BAB VI
ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENEGAKAN HUKUM
PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN

Indonesia negara yang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar hal tesebut perlu
diatur mengenai persaingan usaha demi iklim perekonomian yang kondusif
Untuk mewujudkna hal tersebut, diberlakuakn Undang- undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan persaingan tak sehat
Beberapa pertimbangan diberlakukan UU, yaitu :
1. Pembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama yang
menghasilkan banyak kemajuan
2. Meskipun telah banyak kemajuan pada PJPP namun masih banyak tantangan
dan persoalan seperti globalisasi, dinamika perkembanagn usaha dan masalah
yang belum dipecahkan
3. Peluang peluang
4. Kesenjangan pengusaha besar dan kecil sehingga ketahanan ekonomi rapu dan
tak berkembang
5. Menuntuk masalah pada poin diatas yang betentangan keadilan sosial

Untuk mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999 dibentuknya Komisi


Pengwaan Persaingan Usaha ( KPPU ) dan penegakan dibentuk Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen

B. TINJAUAN HUKUM

Tujuan pembentukan UU Persaingan juga adalah untuk menjaga kepentingan umum


dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai upaya meningkatkan
keejahteraan rakyat. Selain tujan terdapat pula pasal- pasal dalam UU Persaingan
Usaha

1. Praktik Penetapan Harga dan Perlindungan Konsumen

Perjanjian penetapan harga (price fixing agreement) dilarang dalam pasal 5 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan
Usaha Tidak Sehat
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk
menetapkan harga suatu barang
2. Ketentuan dalam ayat 1 tidak berlaku perjanjian usaha patungan undang
undang yangberlaku
Unsur praktik penetapan harga dan perlindungan konsumen
a. Unsur Pelaku Usaha
b. Unsur Perikatan/Perjanjian
c. Unsur Pelaku Usaha Pesaing
d. Unsur Harga pasar
e. Unsur Barang
f. Unsur Jasa
g. Unsur Konsumen
h. Unsur Pasar bersangkutan
i. Unsur Usaha Patungan

2. Praktik Kartel dan Perlindungan Konsumen

Salah satu jenis perjanjian yang Dilarang dalam Undang Undang


Nomor 5 Tahun 1999 adalah kartel, unsur- undsur dari perjanjian kartel adalah pelaku
usaha perjanjian, pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga,
produksi/pemasaran, barang jasa, dan mengakibatkan peraktek monopoli dan dapat
dilihat dari unsur pasal 11, KPPU mempunyai tugas untuk mencegah dan menindak
lanjuti kartel di Indonesia

C. KETERKAITAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN HUKUM


PERSAINGAN USAHA

Aspek perlindungan konsumen tergambar nyata dalam UU Nomor 5 Tahun


1999tentang Laranagn Praktik Monopoli dan Persaingan tidak sehat.
Putusan KPPU perkara Nomor 26/KPPU-L/2007 tentang kartel SMS dan Putusan
KPPU perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 tentang openentuan harga Fuel Surcharge
dalam indrusti penerbangan

BAB VII
POLITIK HUKUM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
A. PENDAHULUAN

Indonesia tercatat sebagai salah satu pertumbuhan perbankan islam yang tinggi
didunia hal itu tak terlepas dari demografis penduduk muslim diindonesia yang sangat
banyak.
Perbankan islam di indonesia tidak lepas dari tumbuh dan berkembang bank bank
islam di Negara- negara Islam.
Pada awal eriode 180-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai oilar ekonomimulai
dilakukan, prakarsa lebih khusus mendirikan bank islam di indonesia baru dilakukan
pada tahun 1990.
Perbankan syariah menjadi lebi menarikperahatian khususnyadi indonesia pasca
krisis moneter hebat 1997 -1998 yang mampu bertahan dari terpaan krisis.
Demografi bukanlah satu satunya sistem yang menjadi reaktor pengembangan
parbankan syariah di indonesia berbagai sistem sosial, sistem hukum, sistem politik,
sistem ekonoi, dan sistem agama berkontribusi didalamnya.

B. RUMUSAN MASLAH

1. Politik hukmindonesia dalam pengembanagan perbankan syariah


2. Adekuasi politik hukum perbankan syariah

C. DEFINISI OPRASIONAL

Memudahkan pemahaman dalam pembahasan yaitu :

1. Politik Hukum

a. Perspektif Etimologi
Politik Hukum dalam perspektif ini lebih dilihat secara kebebasan secara etimologis
politik hukum adalah kebijakan-kebijakan yang direncanakan dan dilaksanakan
dalam bidang hukum, termasuk pengambilan keputusan keputusan hukm yang
bersifat kolektif.
b. Perspektif Terminologis
Definisi politik hukum secara terminologis banayk diunkapkan sebagai berikut :

1.Satjipto Raharjo
Politik hukum adalah aktivitas memilih dan cara ( metode ) yang akan digunakan
dalam upaya mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dimasyarakat (Negara)
2. Padmo Wahjono
Kebijakan dasar yang menetukan arah, bentuk, maupun isi ( Subtansi ) Hukumyang
akan dibentuk dan penerapanya
3. Soedarto
Politik hukum ialah kebijakan negara via institusi yang berwenanguntuk menetapkan
peraturan untuk mencapai tujuan negara
4. Abdul Hakim Garuda Nusantara
Keebijakan hukum (legal policy) yang telah dilaksanakan secara nasional oleh
pemerintah.

2.. Konsep Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Politik hukum perbankkan syariah tidak dapat dilepaskan dari konsep hukum dan
pembangunan ekonomi yang berakar dari interelasi hukum dan perbankan syariah.
Membahas hukum dan pembangunan ekonomi tak terlepas dari berapa konsep hukum
yang menempatkan hukum dalam kapasitasnyasebagai bagian dari sistem sosial yang
lebih besar
Hirosi Matsuto mendeskripsikan hukum dan pembangunan ekonomi dengan
perumpamaan “ The chicken or egg like question”

Anda mungkin juga menyukai