Anda di halaman 1dari 13

Paper Neurologi

PTOSIS

Oleh:
Afra Meutia Nasution
210131239

Pembimbing:
dr. Kiki Mohammad Iqbal, Sp. S (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Ptosis”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Kiki
Mohammad Iqbal, Sp.S(K), selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dalam menyelesaikan makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, baik
dari segi struktur dan isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dam saran yang bersifat membangun yang berguna untuk
menyempurnakan makalah ini agar dapat bermanfaat di kemudian hari. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi
penulisan ilmiah.

Medan, 21 Juni 2022


Penulis,

Afra Meutia Nasution.


210131239

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................1
1.2 TUJUAN PENULISAN ................................................................................2
1.3 MANFAAT PENELITIAN ...........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................3
2.1 Definisi ................................................................................................................3
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko ..................................................................................3
2.3 Patofisiologi .........................................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................................5
2.5 Tatalaksana ..........................................................................................................6
2.6 Diagnosis Banding ...............................................................................................7
2.8 Prognosis .............................................................................................................7
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Blepharoptosis atau ptosis, adalah kondisi dimana pelpebra superior menurun
sehingga posisi kelopak dibawah kedudukan normal pelpebra superior yaitu 2 mm dari
tepi limbus atas dan pelpebra inferior berposisi di tepi limbus bawah, Akibatnya saat
mata berada di posisi primer maka tepi kelopak mata atas akan berada lebih rendah dari
normal atau terjadinya penyempitan fisura palpebra vertikal. Posisi kelopak mata
normal 1 sampai 2 mm di bawah limbus kornea atas (Shazad et al, 2020).
Ptosis dapat diklasifikasikan berdasarkan onset dan etiologi. Berdasarkan onset
ptosis terbagi menjadi dua, yaitu ptosis kongenital dan ptosis yang didapat. Dan,
berdasarkan etiologi, terbagi menjadi lima yaitu neurogenik, miogenik, mekanik,
aponeurosis, dan traumatik. (Cantor et al, 2016). Di antara semua kasus ptosis, ptosis
kongenital adalah jenis yang paling umum terjadi dan lebih banyak dijumpai pada laki-
laki. Ptosis kongenital sederhana adalah bentuk ptosis kongenital yang paling umum.
Di antara kasus yang didapat, ptosis aponeurosis adalah jenis yang paling umum yang
biasanya muncul pada akhir masa dewasa. Data mengenai angka kejadian ptosis di
dunia secara keseluruhan belum tersedia tetapi terdapat data angka kejadian yang
terbatas pada negara-negara tertentu saja, dan data angka kejadian ptosis di Indonesia
belum tersedia. Namun, prevalensi ptosis tampaknya tidak dipengaruhi oleh faktor
epidemiologi lain seperti ras, dll. (Shazad et al, 2020)
Levator palpebrae superioris (LPS) dan otot Muller adalah dua otot kelopak mata
atas yang bertanggung jawab atas elevasinya. LPS adalah elevator utama yang disuplai
oleh saraf okulomotor. Otot levator palpebra superioris berasal dari sayap bawah tulang
sphenoid, berjalan ke anterior di atas otot rektus superior, dan melekat pada beberapa
insersi: anterior ke kulit kelopak mata atas, inferior pada permukaan anterior lempeng

1
2

tarsal atas dan ke forniks konjungtiva superior. Otot Muller adalah otot polos yang juga
melekat pada lempeng tarsal superior dengan persarafan simpatis, yang rusak pada
ptosis sindrom Horner. Hilangnya persarafan LPS dan otot Muller menyebabkan ptosis
neurogenik. (Shazad et al, 2020)
Ptosis dapat menyebabkan penurunan atau bahkan kehilangan penglihatan, karena
penyumbatan dan obstruksi pupil. Pengurangan penglihatan dapat ditentukan oleh
tingkat keparahan ptosis menghalangi pupil. Dalam kasus ringan, ptosis bisa dibalik
secara alami. Tapi kebanyakan kasus, ptosis perlu diobati melalui intervensi medis.
(Griff, 2017)

1.2 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Penulis dan pembaca diharapkan dapat memahami serta memaparkan


pembahasan klinis ptosis dari definisi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi,
diagnostik, dan tatalaksana ptosis
2. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT PENELITIAN

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
penulis, khususnya di bidang kedokteran, serta memberikan wawasan kepada
masyarakat umum untuk lebih memahami dan mengerti tentang ptosis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ptosis palpebra (blefaroptosis) adalah turunnya kelopak mata atas di bawah


kedudukan normal dan dapat menutupi aksis visual atau tidak, terjadinya dapat
unilateral atau bilateral. Posisi kelopak mata atas yang normal adalah 2 mm di bawah
limbus atas, atau terletak antara limbus dan pusat pupil. Blefaroptosis bukan
merupakan suatu diagnosa, tetapi merupakan suatu tanda adanya kelainan pada
muskulus levator palpebra atau musculus muller yang berfungsi untuk mengangkat
palpebra superior. (McNab, 2022).

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Berdasarkan onset, ptosis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu ptosis


kongenital dan ptosis yang didapat. Dan, ptosis dapat dibagi lagi menjadi lima
berdasarkan etiologinya:

1. Neurogenic: Ini terjadi akibat adanya kerusakan persarafan otot levator kelopak
mata atas. Hal ini dapat disebabkan oleh kelumpuhan Nervus Occulomotor,
sindrom Horner, sindrom mengedipkan rahang Marcus Gunn, multiple
sclerosis, dll.
2. Miogenik: Miopati otot levator atau cacat pada sambungan neuromuskularnya
menyebabkan ptosis miogenik yang meliputi miastenia gravis, miopati okular,
kongenital sederhana, sindrom blefarofimosis, dll.
3. Mekanis: Fungsi levator dapat terganggu akibat efek massa dari beberapa
struktur eksternal yang abnormal seperti neoplasma, kalazion, lensa kontak di
forniks atas, jaringan parut, dll.

3
4

4. Aponeurosis: Juga dikenal sebagai ptosis involusi, akibat dari aponeurosis


levator yang rusak karena penuaan, trauma, atau komplikasi pascaoperasi.
5. Trauma: Semua jenis trauma langsung atau tidak langsung pada kelopak mata
yang menyebabkan transeksi levator, sikatrisasi, laserasi kelopak mata atau
fraktur atap orbital dengan iskemia dapat menyebabkan ptosis.

Faktor risiko ptosis tergantung pada etiologinya, apakah itu karena miogenik,
neurogenik, aponeurotik, mekanis atau traumatis. Beberapa kasus seperti ptosis
unilateral sering dikaitkan dengan cedera saraf atau setelah lasik rutin yang merupakan
laser operasi mata, atau operasi katarak akibat peregangan otot atau tendon mata yang
tidak normal. Kondisi ini, yang sering terlihat dengan gejala mata terkulai, juga dapat
dikaitkan dengan kondisi medis serius seperti tumor otak, kanker, stroke, diabetes,
sindrom Horner, dan banyak lainnya. Masalah neurologis seperti miastenia gravis yang
memengaruhi otot dan saraf mata juga dapat menyebabkan ptosis. Dalam beberapa
kasus, ptosis juga dikaitkan dengan migrain.

2.3 Patofisiologi

Levator palpebrae superioris (LPS) dan otot Muller adalah dua otot kelopak mata
atas yang bertanggung jawab atas elevasinya. LPS adalah elevator utama yang disuplai
oleh saraf okulomotor. Otot levator palpebra superioris berasal dari sayap bawah tulang
sphenoid, berjalan ke anterior di atas otot rektus superior, dan melekat pada beberapa
insersi: anterior ke kulit kelopak mata atas, inferior pada permukaan anterior lempeng
tarsal atas dan ke forniks konjungtiva superior. Otot Muller adalah otot polos yang juga
melekat pada lempeng tarsal superior dengan persarafan simpatis, yang rusak pada
ptosis sindrom Horner. Hilangnya persarafan LPS dan otot Muller menyebabkan ptosis
neurogenik.
Disfungsi neurologis atau kegagalan sambungan neuromuskular otot levator juga
bisa menjadi akibat dari ptosis. Cabang superior saraf okulomotor mempersarafi otot
rektus superior dan otot levator palpebra superioris. Saraf okulomotor terletak di
5

mesensephalon dan terdiri dari beberapa subnukleus. Nukleus okulomotorius, yang


terletak di bagian ventral, mengontrol otot levator dan otot ekstraokular, kecuali otot
oblik superior dan rektus lateral. Otot sfingter pupillae dan otot siliaris sebaliknya
dikendalikan oleh parasimpatis serabut yang berasal dari nukleus Edinger-Westphal
melalui ganglion siliaris.

2.1 Bagian sagital melalui kelopak mata atas.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala utama dari kondisi ini adalah kelemahan atau drooping salah satu atau kedua
kelopak mata atas. Terlihat juga lipatan kelopak mata atas yang tidak sejajar satu sama
lain. Mata kering dan berair serta nyeri di sekitar area mata juga sering terlihat pada
kasus ptosis. Pasien yang terdiagnosis ptosis seringkali mengeluhkan penglihatan yang
terhambat, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman sekaligus tidak nyaman. Pasien
ini sering terlihat memiringkan kepala ke belakang saat berbicara karena kelopak mata
menutupi pupil, sehingga sulit bagi mereka untuk mempertahankan kontak mata.
6

Amblyopia, atau dikenal sebagai "mata malas", adalah kondisi mata yang ditandai
dengan penurunan penglihatan yang tidak dapat diperbaiki dengan kacamata atau lensa
kontak dan bukan karena penyakit mata, juga dianggap sebagai manifestasi klinis
ptosis.

2.5 Tatalaksana

Stimulasi otot dapat membantu mengurangi durasi ptosis dan dapat dilakukan baik
dengan melatih otot atau stimulasi mekanik atau listrik. Trik terkenal yang dilakukan
oleh banyak praktisi adalah penggunaan bagian belakang sikat gigi listrik di atas otot
selama beberapa menit sehari. Jika ptosis kelopak mata atas memerlukan perawatan,
tetes mata apraclonidine 0,5% dapat diresepkan dengan dosis 1 hingga 2 tetes tiga kali
sehari. Ini adalah agonis reseptor alfa-adrenergik dan agen mydriatik, yang
menyebabkan kontraksi otot Müller (juga dikenal sebagai otot tarsal superior, otot
adrenergik yang terletak di bawah otot levator, panjangnya sekitar 12mm dan
merupakan otot tak sadar yang disuplai oleh saraf simpatik) dan dapat mengangkat
tutupnya sebesar 1 hingga 2 mm. Ada bukti yang lebih besar untuk keberhasilan
penggunaan apraclonidine untuk mengobati ptosis pada sindrom Horner. Ada risiko
menyebabkan miosis dan glaukoma sudut tertutup pada individu yang rentan dan
adalah bijaksana untuk memeriksa apakah seorang pasien memakai kacamata dan
riwayat medis mata mereka. Apraclonidine umumnya ditoleransi dengan baik, tetapi
dapat menyebabkan beberapa sensitivitas mata dengan penggunaan jangka panjang.
Ptosis kelopak bawah mata dapat terjadi karena overtreatment bagian palpebral otot
orbicularis oculi dan dapat berdampak signifikan pada fungsi kelopak mata. Tidak ada
pengobatan khusus untuk komplikasi ini dan biasanya mengendap dalam hitungan
minggu; namun, jika ektropi berkembang, rujukan oftalmologis yang cepat dianjurkan
untuk mencegah paparan keratitis dan kerusakan kornea (King, 2016).
Pada ptosis yang disebabkan oleh Myastenia Gravis, Inhibitor AChE merupakan
terapi simptomatik pada MG dan tidak memperlambat proses autoimun pada NMJ.
Peranan obat ini adalah sebagai terapi pada myastenia ringan atau okular, pada pasien
7

yang tidak dapat mendapat imunosupresi dan sebagai terapi tambahan pada pasien yang
mendapat imunoterapi dengan kelemahan yang masih ada. Pyridostigmine dimulai
pada orang dewasa dengan dosis 30 tiga kali sehari dan dapat dinaikkan hingga 90 mg
tiga hingga empat kali sehari Pada anak-anak, pyridostigmine dimulai pada dosis 1,0
mg/kg.

2.6 Diagnosis Banding

Pseudoptosis adalah tanggapan yang salah mengenai ptosis dan dapat


mengakibatkan berbagai hal berikut:
1. Contralateral retracted lid
2. Downward deviated ipsilateral eyeball followed by the upper lid
3. Overhanging skin over the upper lid
4. Brow ptosis
5. Upper lid swelling, i.e., preseptal cellulitis, orbital cellulitis, chalazion, etc.
6. Volume deficit as seen in microphthalmos, phthisis bulbi, enophthalmos, etc.

2.8 Prognosis

Prognosis tergantung pada jenis dan pengobatan ptosis. Prosedur pembedahan yang
tepat yang diterapkan sesuai dengan evaluasi pra operasi menunjukkan prognosis yang
sangat baik. Misalnya, ptosis dengan fungsi levator yang buruk yang dikoreksi dengan
reseksi levator alih-alih prosedur fasia lata sling akan menunjukkan hasil yang buruk.
Penilaian pra operasi yang tepat dan perawatan pasca operasi dengan pemantauan ketat
cukup meningkatkan hasil perbaikan bedah dalam segala bentuk ptosis.
BAB III

KESIMPULAN

Blepharoptosis atau ptosis, adalah kondisi dimana pelpebra superior menurun


sehingga posisi kelopak dibawah kedudukan normal pelpebra superior yaitu 2 mm dari
tepi limbus atas dan pelpebra inferior berposisi di tepi limbus bawah dan dapat
diklasifikasikan berdasarkan onset dan etiologi. Berdasarkan onset ptosis terbagi
menjadi dua, yaitu ptosis kongenital dan ptosis yang didapat. Dan, berdasarkan
etiologi, terbagi menjadi lima yaitu neurogenik, miogenik, mekanik, aponeurosis, dan
traumatik. Di antara semua kasus ptosis, ptosis kongenital adalah jenis yang paling
umum terjadi dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki. Gejala utama dari kondisi ini
adalah kelemahan atau drooping salah satu atau kedua kelopak mata atas. Pasien yang
terdiagnosis ptosis seringkali mengeluhkan penglihatan yang terhambat, sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman sekaligus tidak nyaman. Dalam kasus ringan, ptosis
bisa dibalik secara alami. Tapi kebanyakan kasus, ptosis perlu diobati melalui
intervensi medis.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alan A. McNab, in Plastic Surgery - Principles and Practice, 2022

Shahzad, Babar; Siccardi. MA. Ptosis - StatPearls - NCBI Bookshelf [Internet].


StatPearls. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546705/

Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Anatomy: orbit and ocular adnexa. Dalam: Basic
Science and Clinical Course Section 2: Fundamentals and principals of
ophthalmology.USA: American Academy of Ophthalmology; 2016. hlm.31–7

Griff A. Ptosis: Droopy Eyelid Causes, Symptoms, and Treatment [Internet].


Healthline. 2017 Available from: https://www.healthline.com/health/eyelid-
drooping#causes

King M. (2016). Management of Ptosis. The Journal of clinical and aesthetic


dermatology, 9(12), E1–E4.

Anda mungkin juga menyukai