Oleh:
Hafizh Hardi Habiibi
190100040
Dosen Pembimbing:
Dr. dr. Alfansuri Kadri, Sp. S(K)
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Encephalopathy Uremic”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr.
dr. Alfansuri Kadri, Sp. S(K), selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat memberikan
konstibusi positif dalam sistem pelanan Kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dari segi struktur maupun isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang berguna
untuk menyempurnakan makalah ini agar dapat bermanfaat dikemudian hari. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan dan menjadi bahan
rujukan untuk penulisan ilmiah.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Suatu bagian penting dari kelainan neurologis dan yang cukup sering
dijumpai adalah gangguan global dari fungsi serebral (ensefalopati) yang
disebabkan oleh gagalnya sistem organ yang lain jantung dan sirkulasi, paru dan
pernafasan, ginjal, hati, pankreas dan kelenjar endokrin. Hubungan antara kelainan
organ dengan gangguan fungsi otak ini memiliki beberapa implikasi penting.
Pengenalan terhadap sindroma neurologis dapat menjadi petunjuk untuk diagnosis
penyakit sistemik; bahkan gejala neurologis dapat lebih informatif dan signifikan
dibanding gejala yang ditunjukkan organ yang terganggu (Victor et al). Salah satu
kelainan organ yang dapat menimbulkan gejala neurologis adalah gangguan ginjal.
Gejala-gejala neurologis yang ditimbulkannya sering dikaitkan dengan uremia
(Bucurescu G, 2008).
1
1.2 TUJUAN PENULISAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Ensefalopati uremik adalah disfungsi serebral yang disebabkan oleh
akumulasi toksin akibat gagal ginjal akut atau kronis. Ensefalopati uremik biasanya
berkembang pada pasien dengan gagal ginjal akut atau kronis ketika perkiraan laju
filtrasi glomerulus mereka (eGFR) menurun dan tetap di bawah 15 mL/menit
(Seifter & Samuels, 2011).
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab ensefalopati uremik umumnya mencakup semua faktor yang
dapat menyebabkan akumulasi racun uremik pada pasien, seperti penyebab cedera
ginjal akut dan penyakit ginjal kronis. Banyak senyawa telah terlibat dalam
patogenesis ensefalopati uremik, yang dikenal sebagai toksin uremik. Sementara
perubahan kognitif berat dari ensefalopati uremik berkembang ketika eGFR turun
di bawah 15 mL/menit, perubahan kognitif ringan hingga sedang dapat
diidentifikasi pada eGFR dalam kisaran 40 hingga 60 mL/menit (Betjes, 2020).
Racun uremik terbentuk dalam darah pasien saat mereka mengalami cedera
ginjal akut, akibat beberapa alasan sekunder. Mereka tidak dapat membersihkan zat
terlarut dengan bantuan terapi penggantian ginjal, atau kegagalan terapi dalam
menyingkirkan racun uremik tersebut. Faktor penyebab terjadinya ensefalopati
uremik sangat banyak, misalnya obat-obatan, toksin, hipotensi berkepanjangan,
dehidrasi, sepsis, kehilangan darah, dll (Chapman et al, 2020). Ensefalopati uremik
juga dapat berkembang pada pasien penyakit ginjal kronis ketika eGFR mereka
turun karena gangguan akut, seperti infeksi, obat-obatan, muntah berlebihan atau
diare, dll. Pasien hemodialisis juga dapat mengembangkan ensefalopati uremik
ketika mereka menerima hemodialisis yang tidak memadai karena beberapa alasan.
seperti ketidakpatuhan dan disfungsi fistula arteriovenosa (prencipe et al, 2014).
3
2.3 Patofisiologi
Ensefalopati uremik memiliki patofisiologi yang kompleks, serta banyak
toksin yang terakumulasi pada ginjal yang dapat berperan. Ensefalopati uremik
dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis dengan
etiologi apapun. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap ensefalopati uremik
ialah melibatkan keseimbangan asam amino neurotransmitter di dalam otak.
Pada tahap awal uremik ensefalopati, terjadi peningkatan jumlah glisin dan
glutamin dalam plasma dan cairan serebrospinal dan penurunan GABA yang
menyebabkan perubahan metabolisme dopamin dan serotonin di otak,
menyebabkan gejala awal berupa clouded sensorium (sensorium berkabut, adalah
kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk berfikir jernih atau
berkonsentrasi, biasanya identik dengan tingkat kesadaran yang berubah dan
penurunan kesadaran). Bukti selanjutnya bahwa terdapat gangguan fungsi sinaps
yaitu adanya studi bahwa dengan memburuknya uremia, terjadi akumulasi
komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic acid, yang meningkat di otak
dan cairan serebrospinal pada gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada pelepasan
gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glisin pada binatang percobaan, juga
mengaktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Toksin ini kemungkinan
menganggu pelepasan neurotransmitter dengan cara menghambat channel
klorida pada membran neuronal. Hal ini dapat menyebabkan myoclonus dan
kejang. Sebagai tambahan, methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa
Na/K ATPase (Deguchi et al, 2006).
2.4 Manifestasi Klinis
Ensefalopati uremik adalah sindrom klinis tanpa kriteria 4mmonia44e yang
ditetapkan. Presentasi klinis bervariasi dan ditentukan oleh tingkat perkembangan
penyakit ginjal yang mendasarinya. Apatis, kelelahan, iritabilitas adalah gejala awal
dari penyakit ini. Kebingungan, gangguan sensorik, halusinasi dan mudah ngantuk
juga dapat terjadi. Gejala ini dapat bervariasi dari hari ke hari, bahkan dalam
beberapa jam. Dalam beberapa pasien, terutama pada pasien anuria, gejala ini dapat
berkembang secara cepat dapat mengakibatkan koma. Pada pasien lain, halusinasi
visual ringan dan gangguan konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu.
4
Pada gagal ginjal akut, clouded sensorium selalu disertai berbagai gangguan
5mmonia, yang biasanya terjadi pada awal terkana ensefalopati. Pada beberapa
waktu bisa terdapat fasikulasi, tremor aritmik, mioklonus, khorea, asterixis, atau
kejang. Dapat juga terjadi phenomena 5mmonia yang tidak terklasifikasi, yang
disebut uremic twitch-convulsive syndrome. Jika keadaan uremia memburuk,
pasien dapat jatuh dalam keadaan koma.
2.5 Diagnosis
Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan
kemajuannya setelah dilakukan terapi yang adekuat. Pemeriksaan laboratorium
pada uremia ensefalopati antara lain darah lengkap, elektrolit, glukosa, ureum,
kreatinin, fungsi hati dan 5mmonia. Penderita uremik ensefalopati biasanya
memliki kadar kreatinin yang tinggi. Darah lengkap diperiksa untuk melihat adanya
anemia karena dapat berperan dalam beratnya perubahan status mental. Sementara
jika ditemukan leukositosis menunjukkan adanya proses infeksi. Elektrolit, dan
glukosa diperiksa untuk menyingkirkan penyebab ensefalopati lainnya.
Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan dugaan infeksi. Pada
ensefalopati uremik, cariran serebrospinal sering abnormal, kadangkala
menunjukan pleositosis ringan (biasanya <25 sel/mm3) dan meningkatnya
konsentrasi protein (biasanya <100mg/dl).
EEG biasanya abnormal, tetapi tidak spesifik namun berhubungan dengan
gejala klinis. Selain itu, EEG dapat berguna untuk menyingkirkan penyebab lain
dari konfusi seperti infeksi dan abnormalitas 5mmonia55e. Gambaran EEG yang
sering ditemukan adalah perlambatan secara general. Ritme tetha pada frontal yang
intermiten dan paroksisimal, bilateral, high voltage gelombang delta juga sering
ditemukan. Kadangkala kompleks spike-wavebilateral atau gelombang trifasik
pada regio frontal dapat terlihat. Pemeriksaan seperti CT scan atau MRI dilakukan
untuk menyingkirkan adanya hematom subdural, stroke iskemik. Namun biasanya
menunjukkan atrofi serebri dan pelebaran ventrikel pada pasien dengan chronic
kidney disease (Seifter & Samuel, 2011).
5
2.6 Tatalaksana
Ensefalopati uremik akut ditatalaksana dengan hemodialisis atau peritoneal
6mmonia6, walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari untuk
mengembalikan status mental. Ada bukti klinis bahwa hemodialisis intermitten
lebih efektif daripada 6mmonia6 peritoneal rawat jalan terus menerus. Kelainan
kognitif dapat menetap meskipun setelah 6mmonia6. Kerugian dari 6mmonia6
adalah sifat non-spesifik sehingga 6mmonia6 juga dapat menghilangkan
komponen esensial.Transplantasi ginjal juga dapat dipertimbangkan (Annemie et
al, 2012).
Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi
renal sehingga penting bagi pasien ensefalopati uremik untuk menghindari
terjadinya uptake intestinal dan tetap menjaga fungsi ginjalnya. Uptake intestinal
bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan pemberian absorbent secara oral.
Studi menunjukkan untuk menurunkan toksin uremik dengan diet rendah protein,
atau pemberian 6mmonia66. Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting untuk
eliminasi toksin uremik (Annemie et al, 2012).
Dalam praktek klinis, obat anti-konvulsan yang sering digunakan dalam
menangani kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine
untuk kejang 6mmonia66, ethosuximide untuk status epilepticus absens,
Fenobarbital untuk status 6mmonia66ep konvulsif. Sementara itu, gabapentin dapat
memperburuk kejang myoklonik pada end stage renal disease. Benzodiazepin dan
Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas GABA dengan berikatan pada
kompleks reseptor GABA-A, sehingga memfasilitasi GABA untuk berikatan
dengan reseptor spesifiknya. Terikatnya 6mmonia66epine menyebabkan
peningkatan frekuensi terbukanya channel klorida, menghasilkan hiperpolarisasi
6mmonia6 yang menghambat eksitasi selular (Annemie et al, 2012).
2.7 Prognosis dan komplikasi
Sindrom klinis ensefalopati uremik memiliki prognosis yang baik pada
pasien yang melakukan terapi pengganti ginjal. Proses perbaikan tersebut dapat
terjadi alam hitungan hari hingga minggu. Pemulihan hasil aktivitas listrik otak
pada pemeriksaan EEG dapat membaik dalam beberapa bulan setelah dilakukan
6
terapi pengganti ginjal, tetapi tidak bisa sampai pulih sampai normal. Prognosis
ensefalopati uremik biasanya lebih buruk pada pasien yang menderita cedera ginjal
akut karena neurotoksisitas zat terlarut nitrogen dan toksin aktif 7mmonia lainnya
(Fronter JA, 2012). Beberapa komplikasi dari ensefalopati uremik adalah kejang,
koma, dan kematian. Setelah memulai terapi pengganti ginjal, ensefalopati uremik
dapat pulih 7mmonia7. Namun, beberapa perubahan kognitif dapat menjadi
permanen.
7
BAB III
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Betjes MG, 2020. Uremia-Associated Ageing of the Thymus and Adaptive Immune
Responses. Toxins (Basel). Apr 03;12(4)
Chapman CL, Johnson BD, Vargas NT, Hostler D, Parker MD, Schlader ZJ, 2020.
Both hyperthermia and dehydration during physical work in the heat
contribute to the risk of acute kidney injury. J Appl Physiol. 2020 Apr
01;128(4):715-728
Frontera JA, 2012. Metabolic encephalopathies in the critical care unit. Continuum
(Minneap Minn). 2012 Jun;18(3):611-39.
Seifter JL, Samuels MA, 2011. Uremic encephalopathy and other brain disorders
associated with renal failure. Semin Neurol. Apr;31(2):139-43.