Anda di halaman 1dari 2

CIRI-CIRI PERTANIAN BERKELANJUTAN

1. MANTAP SECARA EKOLOGIS


Dalam artian secara ekologi bearti kualitas SDA dipertahankan dan kemampuan
agroekosistem secara keseluruhan dari manusia, tanaman, hewan sampai organisme
tanah ditingkatkan.
2. SECARA EKONOMIS
Berarti petani mendapat penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan sesuai dengan
tenaga dan biaya yang dikeluarkan dan dapat melestarikan SDA dan meminimalisasikan
resiko.
3. ADIL
Berarti sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan
dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan terpenuhi dan begitu juga hak
mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai.
4. MANUSIAWI
Berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup dihargai dan menggabungkan nilai
kemanusiaan yang mendasar termasuk menjaga dan memelihara integritas budaya
spiritual masyarakat.
5. LUWES
Berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan
kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya populasi bertambah, permintaan
pasar, dll.

PERMASALAHAN PERTANIAN LAHAN KERING BERIKLIM KERING DI NTT


1. KETERBATASAN AIR
Keterbatasan air menyebabkan usahatani umumnya dilakukan dengan cara berladang
yaitu pertanian di lahan kering yang disesuaikan dengan kondisi musim. Petani yang
hanya mengandalkan hujan sebagiai sumber pengairan hanya menanam pada musim
hujan saja.

Contohnya pada sebuah artikel yang memaparkan penjelasan bahwa pada tahun 2014
lalu, terjadi kekeringan di kabupaten Kupang Timur khususnya pada lahan pertanian.
Rata-rata pertanian hanya bisa dilakukan ketika musim hujan tiba. Akan tetapi belum ada
solusi dari pemerintah. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan mengatakan bahwa
selama ini pemerintah sudah melakukan berbagai upaya pendampingan petani. Bantuan
kepada petani berupa sarana pertanian, benih, pupuk, dan alat pompa air regular. Kepala
BPBD NTT juga hanya bisa memberi bantuan sebesar Rp 4 milyar dan hanya bisa
membantu masyarakat selama 4 bulan, dana tersebut dipakai untuk penyaluran air bersih
di 170 titik yang tersebar di 17 kabupaten yang mengalami kekeringan yang parah. Selain
melalui pendekatan teknis, antisipasi kekeringan dilakukan melalui pendekatan
kelembagaan yang mencakup pendekatan strategis, taktis, dan operasional.
2. TINGKAT KESUBURAN TANAH RENDAH
Sebagian besar lahan kering mempunyai tingkat kesuburan tanah rendah. Pada hasil
penelitian mateus, dkk (2016) pda usahatani lahan kering di wilayah Kabupaten Kupang
menemukan bahwa kandungan karbon organic tanah berada pada tingkat kategori rendah.
Selain itu, agregat tanah yang kurang mantap, peka terhadap fenomena degradasi lahan
terutama akibat erosi, dan kadungan hara utama yang relative rendah.

3. KUALITAS LAHAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI TERBATAS,


MENYEBABKAN VARIABILITAS PRODUKSI PERTANIAN RELATIF TINGGI
Teknologi produksi yang diterapkan petani lahan kering, baik untuk tanaman setahun
maupun tanaman tahunan relative masih sederhana. Seperti penggunaan bibit dan varietas
yang banyak berasal dari sumber lokal yang kualitasnya tidak terjamin, dengan cara
penanaman dan pemeliharaan yang belum mengikuti anjuran. Penerapan teknologi yang
kurang tepat menyebabkan variabilitas yang relatif tinggi.
4. PERSAINGAN DENGAN GULMA
Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh disekitar tanaman budidaya yang pertumbuhannya
tidak dikehendaki dan umumnya merugikan karena dapat menghambat pertumbuhan,
menghambat penurunan kuantitas, dan dpat menjadi sarang hama dan penyakit.
Tiga jenis gulma mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pertanian lahan kering di
NTT yaitu alang-alang, tembelekan, dan kirinyu.
5. SERANGAN HAMA
Salah satu jenis hama yang pernah melanda di NTT adalah Hama ulat grayak yang
merupakan hama baru asal Amerika. Hama ini muncul ketika musim hujan berlangsung
singkat sementara musim kemarau sangat panjang. Pemerintah mendatai tanaman jagung
yang terserang hama ulat grayak sekitar 10.563,20 hektar di 16 kabupaten. Akibatnya
serangan hama ini, banyak petani mengalami banyak kerugian bahkan gagal panen.

Anda mungkin juga menyukai