Disusun Oleh:
KELAS B / KELOMPOK 11
Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan nikmat berupa nikmat iman, ilmu, dan kesehatan
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Intervensi
Berwawasan Budaya” dengan tepat waktu.
Terima kasih kepada miss Tika Febriyani, M.Pd selaku pengampu dosen
mata kuliah Konseling Multikultural yang telah memberikan arahan dan
bimbingan terkait pengerjaan tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dan arahan
dari beliau mungkin kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini sesuai format
dan waktu yang telah ditentukan.
Terakhir kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kebaikan penulisan makalah kedepannya. Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Gaya komunikasi; komunikasi nonverbal; Prapsemik; Komunikasi
Konteks Tinggi-Rendah ............................................................................. 3
B. Aspek Sosial Politik Komunikasi Nonverbal; Nonverbal sebagai
Refleksi Bias; Nonverbal sebagai Pemicu Bias dan Ketakutan ........... 12
C. Konseling dan Terapi sebagai Gaya Komunikasi; Keterampilan
Diferensial dalam Konseling/Terapi Multikultural .............................. 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara kepualauan, terbentang dari Sabang
sampai Merauke, memiliki kekayaan berbagai ragam suku bangsa dan budaya.
Keberagaman budaya yang merupakan aset dan kekayaan Indonesia ini patut
untuk dilestarikan. Keberagaman Budaya ini ternyata juga membutuhkan
pemahaman tersendiri bagi orang lain yang berasal di luar budaya tersebut.
Perbedaan Budaya menjadikan pula pemahaman dan cara tersendiri dalam
menjalin komunikasi, termasuk didalamnya dalam pemberian pelayanan
bimbingan dan konseling.
Proses Konseling merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi yang
berlangsung secara intensif antara konselor dan klien. Dipandang dari perspektif
budaya, situasi konseling adalah sebuah perjumpaan
kultural antara konselor dengan klien. Oleh karena itu, konselor perlu memiliki
kepekaan budaya agar dapat memahami dan membantu klien sesuai dengan
konteks budayanya. Konselor yang demikian adalah konselor yang menyadari
benar bahwa secara kultural, individu memiliki karakteristik yang unik dan dalam
proses konseling akan membawa karakteristik tersebut.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
a. Bagaimana Gaya komunikasi; komunikasi nonverbal; Prapsemik;
Komunikasi Konteks Tinggi-Rendah?
b. Bagaimana Aspek Sosial Politik Komunikasi Nonverbal; Nonverbal
sebagai Refleksi Bias; Nonverbal sebagai Pemicu Bias dan Ketakutan;?
c. Bagaimana Konseling dan Terapi sebagai Gaya Komunikasi;
Keterampilan Diferensial dalam Konseling/Terapi Multikultural;?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui Gaya komunikasi; komunikasi nonverbal; Prapsemik;
Komunikasi Konteks Tinggi-Rendah
b. Untuk mengetahui Aspek Sosial Politik Komunikasi Nonverbal;
Nonverbal sebagai Refleksi Bias; Nonverbal sebagai Pemicu Bias dan
Ketakutan;
c. Untuk mengetahui Konseling dan Terapi sebagai Gaya Komunikasi;
Keterampilan Diferensial dalam Konseling/Terapi Multikultural;
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Gaya komunikasi
3
sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya komunikasi adalah
sesuatu yang relatif.
a. Komunikasi Nonverbal
4
Komunikasi nonverbal (nonverbal communicarion) menempati
porsipenting. Banyak komunikasi verbal tidak efektif hanya karena
komunikatornyatidak menggunakan komunikasi nonverbal dengan baik
dalam waktu bersamaan.Melalui komunikasi nonverbal, orang bisa
mengambil suatu kesimpulanmengenai suatu kesimpulan tentang berbagai
macam persaan orang, baik rasasenang, benci, cinta, kangen dan berbagai
macam perasaan lainnya. Kaitannyadengan dunia bisnis, komunikasi non
verbal bisa membantu komunikator untuklebih memperkuat pesan yang
disampaikan sekaligus memahami reaksikomunikan saat menerima pesan.
5
Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication
Systems, komunikasi-non.html, menyebutkan enam alasan mengapa pesan
nonverbal sangat signifikan, yaitu:
6
b. Gaya Komunikasi Proksemik
7
komunikasi mengenai ruang pribadi dan ruang publik ini belum banyak
diminati. Hal yang paling mendekati pandangan Hall tentang Proksemik
adalah, sebagai suatu studi tentang persepsi manusia dan penggunaan
ruang yang cenderung berada dalam settingruang yang tidak disadari. Hal
ini sebagaimana telaah dari Sapir (1927) dan Whorf (1956) sebagai
berikut:
8
Ada tiga tingkatan proksemik, yaitu infracultural, precultural dan
microcultural (HallE. T., 1966: 101-112). Microcultural menjadi titik
perhatian dalam penelitian ini dan jugabanyak penelitian lain tentang
proksemik, dimana bisa ditinjau terdiri dari tiga aspek yaitu: a) Fixed-fitur,
merupakan ruang yang dikenal dan diakui sebagai salah satu fitur dasar
bagiaktifitas indvidu dan kelompok; b) Semifixed-fitur, ruang semifixed-
fitur sebagai penjelas ataukonsep ruang sosiofugal (ruang yang cenderung
memisahkan orang seperti kereta api, ruang tunggu dan lain-lain) dan
ruang sosiopetal (ruang yang cenderung menyatukan sejumlah orang
bersama-sama (meja kafe di emperan took atau restoran di pinggir jalan
dimana penataan semifixed-fitur dapat memilki efek yang mendalam pada
perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk “menyatu atau
memisahkan diri” (isolate). Ada perbedaan konseptual antar budaya
terhadap ruang fixed-fitur dengan ruang semifixed-fitur, juga antara ruang
sosiofugal dansosiopetal, dan c) Informal adalah jenis ruang informal yang
menjelaskan jarak (fisik) antarpersonal/tubuh agar dapat dibedakan dengan
ruang sosial di antara manusia.
9
c. Gaya Komunikasi Konteks Tinggi-Rendah.
10
tinggi mengharapkan orang lain memahami suasanahati yang tak
terucapkan, isyarat halus danisyarat lingkungan.
11
B. Sociopolitical Facets of Nonverbal Communication; Nonverbals as
Reflections of Bias; Nonverbals as Triggers to Biases and Fears;
(Aspek Sosial Politik Komunikasi Nonverbal; Nonverbal sebagai
Refleksi Bias; Nonverbal sebagai Pemicu Bias dan Ketakutan;)
12
pengacara kita dapat mengatasi suatu masalah tanpa mengungkapkan
banyak dari apa yang mereka pikirkan atau percayai. Perilaku nonverbal
memberikan petunjuk untuk penipuan sadar atau tidak sadar bias (Utsey,
Gernat, & Hammar, 2005). Ada bukti bahwa akurasi komunikasi
nonverbal bervariasi dengan bagian tubuh yang digunakan: Wajah
ekspresi lebih terkontrol daripada tangan, diikuti oleh kaki dan sisanya
tubuh (Hansen, Stevic, & Warner, 1982). Implikasi bagi multikultural
konseling sudah jelas. Seorang terapis yang tidak menanganinya secara
memadai bias sendiri dan sikap rasis mungkin tanpa disadari
mengomunikasikannya kepada aklien yang berbeda budaya. Jika
konselor tidak menyadari bias mereka sendiri, nonverbal paling mungkin
mengungkapkan perasaan mereka yang sebenarnya. Studi menunjukkan
bahwa wanita dan minoritas adalah pembaca isyarat nonverbal yang lebih
baik daripada pria kulit putih (E. T. Hall, 1976; Jenkins, 1982; Pearson,
1985; Weber, 1985). Banyak dari ini mungkin karena orientasi HC
mereka, tetapi alasan lain mungkin karena kelangsungan hidup .
Istilah bias nonverbal untuk merujuk pada perilaku nonverbal
yang bervariasi secara sistematis sebagai fungsi dari kategori sosial
target. Misalnya, bias nonverbal terjadi ketika perilaku nonverbal sangat
positif terhadap orang Kaukasia, wanita langsing, atau penggemar New
York Yankees dan terutama negatif terhadap penggemar Hispanik,
wanita berat, atau Boston Red Sox. Ada banyak bukti bahwa bias
nonverbal memang ada. Misalnya, orang Afrika-Amerika, wanita gemuk,
dan orang dewasa lanjut usia telah terbukti mendapatkan perilaku
nonverbal yang lebih negatif daripada orang Eropa-Amerika, wanita
langsing, dan orang dewasa muda, masing-masing, dalam situasi
eksperimental dan naturalistic.
Bias nonverbal juga cenderung berpengaruh. Artinya, bias
sistematis dalam perilaku nonverbal mewakili keteraturan lingkungan dan
orang sangat selaras dengan keteraturan tersebut. Misalnya, jika orang
dihadapkan pada lingkungan sosial di mana panjang tulang kering
(pendek) dan mudah disukai, mereka mungkin menyimpulkan bahwa
13
orang berkulit pendek sangat disukai dan berharap menyukai orang
dengan tulang kering pendek .Orang-orang tampaknya selaras bahkan
dengan keteraturan yang paling halus dan kecil.sedemikian rupa sehingga
paparan terhadap korelasi kecil antara ras dan atletis dapat menimbulkan
keyakinan bahwa, misalnya, orang kulit hitam adalah atlet yang unggul.
Singkatnya, orang terbiasa dengan keteraturan lingkungan dan keyakinan
tentang berbagai macam orang dapat berasal dari keteraturan ini.
Paparan terhadap bias nonverbal (sebagai keteraturan lingkungan)
dapat memengaruhi keyakinan dan sikap dari satu penerima tetapi bias
semacam itu harus cukup lazim dalam budaya untuk menghasilkan
keyakinan dan sikap yang dibagikan secara budaya. Poin penting,
kemudian, adalah bahwa pengaruh budaya bias nonverbal yang tersebar
luas bergantung pada prevalensi bias itu.
c. Nonverbal sebagai Pemicu Bias dan Ketakutan
14
sesuai dengan pidato yang identik dan konvensi komunikasi. Di Amerika
Serikat, sering diasumsikan bahwa ciri khas ras, budaya, dan bahasa
menyimpang, inferior, atau memalukan (Kochman, 1981; Singelis, 1994;
Stanback & Pearce, 1985).
1
Pip Jhon, Alih Bahasa Ferdiyani Ahmad S, Pengantar Teori-Teori Fungsinalisme Hingga
Post-Modernisme, (Yayasan Pustaka Obor:Jakarta), 2009, hlm. 25.
15
yang disampaikan. Dalam pesan ini seorang konselor (komunikan)
kepada (konseli) merupakan tindakan untuk mempengaruhi secara
psikologis pada tingkat kepercayaan diri yang rendah agar meningkat.
Menurut Onong Uchjana Effendy bahwa umpan balik atau respons
memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi, sebab ia
menentukan berlanjutnya atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan
oleh komunikator.2 Budaya komunikasi yang penuh dengan kelekatan
emosi (emotional attachment) hal ini perlu dikuasi seorang pembimbing
untuk meningkatan kepercayaan diri (konseli). Kelekatan emosi ini akan
memunculkan respon positif dalam reaksi dan tindakan yang sesuai
dengan stimulus yang langsung di konfirmasi kepada pemberi pesan
(konselor). Jalaludin Rahmat menguraikan dengan mengutip pendapat
Siebrug dan Larson Bahwa konfirmasi adalah “ setiap prillaku yang
menyebabkan orang lain lebih menghargai dirinya sendiri”. Sebaliknya
diskonfirmasi adalah “perilaku-perilaku yang menyebabkan orang-orang
kurang menghargai dirinya sendiri”.3 Budaya dan kelekatan emosi yang
dibangun dalam komunikasi interpesonal konselor dapat mempengaruhi
psikologi narapidana yang mengalami penurunan kepercayaan diri.
Kedua teori ini saling menghubungkan secara tindakan sebagai sebab
akibat teori yang di munculkan dari hasil komunikasi peribadi konselor
dengan konseli secara psikologis untuk meningkatkan kepercayaan diri
konseli .
2
Onong Uchjana Efendi, Ilmu Komuniasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm.73.
3
Djalaludin Rahmat, Metodologi Penelititan Komunikasi, (Bandung: PT. Rosdakarya,
2000), hal.14.
16
berbeda mungkin lebih mudah menerima gaya konseling/komunikasi
karena faktor budaya dan sosial politik (Choudhuri, Santiago Rivera,
& Garrett, 2012; Diller, 2011; West-Olatunji & Conwill, 2011).
c) Produks terapi
17
Sue, & Hayden, 1992) menemukan bahwa sekali hubungan dan
hubungan kerja dibangun dengan klien minoritas, konselor mungkin
memiliki kebebasan yang lebih besar dalam menggunakan gaya
membantu yang sangat berbeda dari klien. Elemen penting tampaknya
adalah kemampuan konselor untuk mengakui keterbatasan dalam gaya
membantunya dan untuk mengantisipasi dampak negatifnya miliki
pada klien yang beragam secara budaya.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
Onong Uchjana Efendi, Ilmu Komuniasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
Wing Sue, Derald., and David Sue. (2013). Cuonseling The Culturally Diverse
Theory and Practice (6th ed). Canada: John wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey
20