Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MAMPU MEMAHAMI KEBAHASAAN DAN KETRAMPILAN BERBAHASA DI SD/MI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Sastra Indonesia

Dosen pengampu : Wirani Atqiya,M.Pd

Disusun Oleh:

1. Agung Widodo ( 2321187 )


2. Salsabila Kharisma P ( 2321192 )
3. Silfiya Karima ( 2321196 )
4. Titis fitriyah ( 2321189 )

Kelas A

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telanh memberikan kami kesehatan, kekuatan,
kemampuan dan kesempatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
MAMPU MEMAHAMI KEBAHASAAN DAN KETRAMPILAN BERBAHAS DI SD/MI”
sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Sholawat serta salam senantiasa
tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan
pertolonganya di akhirat kelak.Amiin.

Ucapan terimakasih kami tujukan kepada kedua orang tua kami beserta semua pihak yang
telah membantu, terkhusus kepada ibu Wirani Atqiya,M.Pd selaku dosen mata kuliah Bahasa
Sastra Indonesia atas tugas yang telah diberikan dan bimbinganya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Semoga bantuan dari berbagai pihak terkait mendapat balasan yang
setimpal atas ilmu dan pengetahuanya oleh Allh SWT.

Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna,terlepas dari
kesalahan penulisan ataupun dari segi maknanya. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami butuhkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat berguna bagi khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi para pembacanya.

Pekalongan, 20 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

C. Tujuan............................................................................................................................... 1

BAB II ............................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2

A. Hakikat Kebahasaan ......................................................................................................... 2

B. Strategi Pembelajaran Kebahasaan .................................................................................. 3

C. Hakikat Ketrampilan Kebahasan .................................................................................... 12

D. Strategi Pembelajaran Ketrampilan Kebahasaan ........................................................... 13

BAB III......................................................................................................................................... 16

PENUTUP ................................................................................................................................ 16

A. Kesimpulan..................................................................................................................... 16

B. Saran ............................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, moralitas generasi muda masuk dalam kondisi yang
mengkhawatirkan. Bahkan, dapat dikatakan sudah masuk tahap krisis. Krisis moralitas
tersebut terwujud pada sikap-sikap seperti: tidak peduli orang lain, tidak peduli dengan
lingkungan, tidak peduli dengan norma, dan jauh dari agama. Tentunya, hal demikian
tidak dapat dibiarkan begitu saja. Diperlukan suatu pendidikan karakter untuk menangani
krisis moralitas tersebut. Pendidikan karakter itu sendiri bertujuan mengembangkan
kemampuan seseorang untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara hal yang
baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Ini
menunjukkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya membentuk dan
menanamkan nilai-nilai karakter seseorang melalui pendidikan yang hasilnya terlihat
dalam tindakan nyata.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat Kebahasaan?
2. Bagaimana Strategi Pembelajaran Kebahasaan di MI/SD?
3. Apa Hakikat Ketrampilan Kebahasaan ?
4. Bagaimana Strategi Pembelajaran Ketrampilan Kebahasaan di MI/SD?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Hakikat Kebahasaan
2. Untuk Mengetahui Strategi Pembelajaran Kebahasaan
3. Untuk Mengetahui Hakikat Ketrampilan Kebahasaan
4. Untuk Mengetahui Strategi Pembelajaran Ketrampilan Kebahasaan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Kebahasaan
Hakikat bahasa itu adalah simbol. Manusia mempergunakan bahasa dalam
berkomunikasi sehari-hari. Memang, manusia itu seperti yang dikatakan oleh Ernest
Cassirer bahwa manusia adalah makhluk yang mengenal dan menggunakan simbol
(Daeng,2008:183). Bahkan sampai sekarang jalinan komunikasi yang manusiawi berkat
peran bahasa. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dikaji oleh linguistik (ilmu
bahasa). Masinambaow mengatakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem terstruktur,
bahwa masyarakat yang diteliti menggunakan bahasanya, secara homogen, dan bahwa
variasi yang diobervasikan pada bahasa adalah variasi tidak signifikan dalam interaksi
antar-bahasa.”
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari telah mengalami perubahan
yang signifikan. Perubahan tersebut menyangkut penambahan kosakata baru, tanda yang
dapat diamati adalah hadirnya konsep baru dalam kehidupan yang menuntut timbulnya
kosakata yang baru. Proses pembentukan kata yang meluas dan berhubungan dengan
konteks kekinian, dan ragam kalimat yang tidak terhenti dalam produktivitas berbahasa.
Ciri, sifat, dan bentuk kebahasaan mengalami perkembangan yang pesat.1
Keterampilan berbahasa ada empat aspek, yaitu keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak dan membaca merupakan aspek reseptif,
sementara berbicara dan menulis merupakan aspek produktif. Dalam aktivitas berbicara,
si pengirim pesan mengirimkan pesan dengan menggunakan bahasa lisan. Sementara,
dalam menyimak si penerima pesan berupaya memberi makna terhadap bahasa lisan yang
disampaikan si penyampainya. Dalam kegiatan menulis, si pengirim pesan mengirimkan
pesan dengan menggunakan bahasa tulis. Di pihak lain, dalam membaca si penerima
pesan berupaya memberi makna terhadap bahasa tulis yang disampaikan penulisnya.
Dalam mengirimkan pesan, antara lain si pengirim harus memiliki keterampilan dalam
melakukan proses encoding. Sebaliknya dalam menerima pesan si penerima harus

1
Agus Budi Wahyudi, ‘Metode Penelitian Kebahasaan*)’, 2013.
2
memiliki keterampilan dalam melakukan proses decoding. Keterampilan berbahasa
bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi
dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada
tingkat keterampilan berbahasa yang dimilikinya, misalnya profesi sebagai manajer,
jaksa, pengacara, guru, penyiar, dai, wartawan.2

B. Strategi Pembelajaran Kebahasaan


Kemendiknas mengidentifikasi delapan belas nilai atau karakter bangsa yang
perlu ditanamkan kepada anak-anak Indonesia, yakni: religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Upaya membentuk dan
menanamkan nilai-nilai tersebut dalam pendidikan karakter adalah melalui bahasa.
Bahasa dapat menjadi media yang kuat untuk memengaruhi pikiran seseorang. Upaya
memengaruhi pikiran tersebut dapat dijadikan upaya untuk memperkuat karakter yang
baik dan memperbaiki karakter yang buruk.3
Dalam memengaruhi pikiran seseorang, bahasa yang disampaikan harus
memenuhi tiga syarat dalam memengaruhi seperti yang disebutkan Aristoteles, yakni:
ethos, pathos, dan logos. Rakhmat memperjelas batasan ethos, pathos, dan logos. Ethos
adalah kesanggupan untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa pembicara memiliki
pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat. Pathos
kemampuan untuk menyentuh hati khalayak. Logos adalah memengaruhi khalayak
melalui logika (otak). Cara penyampaian bahasa yang memenuhi ketiga syarat tersebut
terdapat dalam retorik.4 Badib mengemukakan bahwa retorik merupakan suatu bidang
ilmu yang memayungi pragmatik, wacana (discourse), stilistika, dan seni menuturkan
dengan baik (elocution). Retorik berkaitan erat dengan strategi dan gaya bahasa tertentu
untuk memengaruhi pikiran seseorang. Dalam memengaruhi pikiran seseorang (receiver

2
Yeti Mulyati, ‘Hakikat Keterampilan Berbahasa’, 1–34.
3
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Pedoman
Manusia. Jakarta : Pusat Kurikulum BalitBatang. Hal 9-10
4
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Retorika Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakraya. Hal 7
3
‗penerima‘), seseorang (sender pengirim‘) jangan hanya memperhatikan isi informasi
yang ingin disampaikan, tetapi juga memperhatikan cara dan gaya menyampaikan isi
informasi itu dengan strategi kebahasaan yang paling mudah diterima orang lain (bahasa
permisif).5
Strategi Kebahasaan dalam Membangun Karakter Generasi Muda. Pendeskripsian
strategi kebahasaan dalam membangun karakter generasi muda diuraikan dalam sebelas
strategi, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan Frasa Positif vs Frasa Negatif
Untuk membangun karakter positif, diperlukan suatu fondasi mental yang positif.
Bahasa dapat menjadi fondasi yang kuat dalam membangun mental tersebut. Salah
satu caranya adalah memilih penggunaan frasa, baik positif maupun negatif. Frasa
positif dan negatif dibedakan dengan ada tidaknya negasi. Frasa positif tidak
mengandung negasi, sedangkan frasa negatif mengandung negasi. Untuk
menunjukkan negasi pada frasa perhatikan kalimatkalimat berikut ini.
(1) Jadi orang jangan suka bohong, ya!
(2) Kamu, tidak boleh nakal, ya!
(3) Mari kita ikuti gerakan antiperang!
Pada kalimat (1), (2), dan (3) terkandung frasa-frasa negatif. Frasa-frasa tersebut
adalah jangan suka bohong, tidak boleh nakal, dan antiperang. Seseorang yang
dinasihati dengan frasa-frasa tersebut justru akan menerima kata bohong, nakal, dan
perang. Hal itu terjadi karena negasi tidak diterima dalam pikiran, yang diterima
adalah kata yang didinegasikannya. Untuk menghindari hal tersebut, dapat dilakukan
dengan cara mengubah frasa negatif tersebut menjadi frasa yang positif. Perhatikan
kalimat-kalimat berikut ini.
(4) Jadi orang jujur banyak untungnya lho!
(5) Kamu, mesti jadi anak yang baik, ya!
(6) Mari kita ikuti gerakan properdamaian!
Pada kalimat (4), (5), dan (6) terkandung frasa-frasa positif. Frasa-frasa tersebut
terkandung seperti pada orang jujur, anak yang baik, dan properdamaian. Frasa positif

5
Sunarni, Nani. 2008. Tindak Tutur Penolakan dalam Bahasa Jepang: Kajian Pragmatik‖. Surabaya: Disertasi
Universitas Negeri Surabaya. Hal 29
4
memudahkan pikiran seseorang menerima frasa tersebut. Hal ini terjadi karena
informasi yang masuk langsung diterima tanpa harus mencari kebalikan seperti pada
frasa yang dinegasikan. Walaupun demikian, terdapat pula frasa negatif yang
sebaiknya digunakan dan frasa positif yang sebaiknya dihindari. Perhatikan
kalimatkalimat berikut ini.
(7) Walaupun menjadi orang jujur itu tidak mudah, kita harus tetap berusaha dengan
sebaik-baiknya.
(8) Kamu itu pemalas, ya!
Pada kalimat (7) terdapat frasa tidak mudah. Hal ini justru akan memberikan input
bahwa jujur itu mudah. Frasa negatif seperti ini justru diperbolehkan untuk
dipergunakan sebagai motivasi dan nasihat daripada memilih frasa positif, seperti
jujur itu susah, yang justru nantinya akan berdampak tidak baik. Pada kalimat (8)
tidak terkandung negasi, yakni pemalas. Hal ini justru akan berdampak tidak baik
karena seseorang akan fokus pada kata pemalas. Lebih baik digunakan frasa yang
negatif, yakni tidak rajin. Dengan demikian, dapat dideskripsikan bahwa penggunaan
frasa positif dan frasa negatif perlu diperhatikan penggunannya dan disesuaikan
dengan kata yang terdapat pada frasa tersebut.
b. Penggunaan Presuposisi
Eriyanto (2005) mengungkapkan bahwa presuposisi digunakan untuk mendukung
makna suatu teks dengan memberikan premis yang dapat dipercaya kebenarannya.
Presuposisi hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan lagi. Misalnya dengan menggunakan frasa tertentu, seperti: jadi, jadi
jelas, itu tandanya, itu berarti, itu menandakan, itu mewujudkan dan itu menunjukkan.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(9) Jadi jelas, saat kita yakin dengan kemampuan diri kita, rasa percaya diri akan
semakin muncul.
(10) Orang yang mau berusaha dengan sekuat tenaga menandakan ia adalah pekerja
keras dan tangguh.
Kalimat (9) dan (10) mengandung presuposisi yang ditandai dengan adanya frasa jadi
jelas dan kata menandakan. Dengan frasa dan kata tersebut, sebuah ide atau premis

5
yang diyakini kebenarannya diperkuat dan didiperteg sehingga seseorang ikut
meyakini kebenaran tersebut. Perhatikan kalimat tanpa menggunakan penanda
presuposisi.
(11) Kalau Anda ingin percaya diri, Anda harus yakin dengan kemampuan diri Anda.
(12) Jika Anda mau jadi pekerja keras dan tangguh, Anda harus berusaha sekuat
tenaga.
Kalimat (11) dan (12) justru akan mematahkan motivasi seseorang karena ada ide
yang dipaksakan seolah-olah ide tersebut merupakan aturan yang baku. Hal tersebut
ditandai dengan adanya modalitas harus. Ketika pikiran seseorang merasa terpaksa,
tentu sebuah ide akan sulit ditanamkan. Hal ini berbeda dengan kalimat (9) dan (10)
yang sifatnya lebih permisif. Kalimat (9) dan (10) tidak memaksakan sebuah ide
sehingga ide tersebut lebih mudah diterima karena tidak mengandung keharusan atau
aturan mengikat. Dengan demikian, dapat dideskripsikan bahwa penggunaan
presuposisi lebih baik digunakan untuk mengaitkan premis-premis bernilai positif.
Singkatnya, memahami presuposisi adalah seperti cause and effect 'sebab dan akibat‘.
Jika penyebabnya hal yang baik, hasilnya akan baik. Jika penyebabnya tidak baik,
hasilnya akan tidak baik.6
c. Penggunaan Teknik Pacing dan Leading
Pacing mengandung pengertian mengumpan, yakni memberikan perhatian pada
lawan bicara sehingga seolah-olah lawan bicara diumpan agar memberikan respons
berupa perhatian balik. Setelah, perhatian itu didapatkan baru pembicara dapat
melakukan leading atau menuntun/mengarahkan. Maksudnya menuntun sesuai
kehendak pembicara. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
(17) Anda datang ke tempat ini, kemudian duduk di posisi Anda sekarang, sambil
memperhatikan ke arah papan tulis ini, saya yakin Anda ingin memuaskan rasa ingin
tahu Anda supaya Anda menjadi pribadi yang lebih kreatif dan berprestasi.
(18) Anda sudah mengakui kesalahan Anda dan berani berkata jujur, saya yakin Anda
adalah orang yang bertanggung jawab.

6
Eriyanto. 2005. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS
6
Contoh (17) menunjukkan sebuah kalimat yang diucapkan seorang guru saat
mengawali pembicaraan dalam kelas. Kalimat (17) mengandung pacing dan leading.
Bagian pacing terkandung pada klausa Anda datang ke tempat ini, kemudian duduk di
posisi Anda sekarang, sambil memperhatikan ke arah depan. Sementara itu, bagian
leading terkandung pada klausa saya yakin Anda ingin memuaskan rasa ingin tahu
Anda supaya Anda menjadi pribadi yang lebih kreatif dan berprestasi.
Begitu juga dengan kalimat (18), kalimat yang diucapkan seseorang kepada lawan
bicara yang jujur mengakui kesalahannya. Bagian pacing terdapat pada Anda sudah
mengakui kesalahan Anda dan berani berkata jujur, sedangkan bagian leading
terdapat pada saya yakin Anda adalah orang yang bertanggung jawab.

d. Penggunaan Pilihan Paralel (Majas Paralelisme)

Paralelisme menggambarkan kesejajaran unsur-unsur dalam suatu konstruksi.


Pernyataan ini ada kesejalanan dengan pendapat Ratna (2009: 441) yang
mengungkapkan bahwa pararelisme merupakan majas dengan kesejajaran kata-kata
atau frasa, dengan fungsi yang sama. Pararelisme dapat dimanfaatkan untuk
mengondisikan lawan bicara untuk memilih hal yang seolah-olah berbeda, tetapi
sebenarnya secara harafiah sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan kalimat berikut ini.
(19) Mana yang akan Anda tanamkan terlebih dahulu dalam kehidupan Anda kerja
keras atau kreativitas?

(20) Apakah Anda mau memaafkannya sekarang atau memberikan kesempatan


kedua?

Pada kalimat (19) dan (20) terkandung paralelisme. Pada kalimat (19) Paralelisme
terkandung kerja keras dan kreativitas. Keduanya secara harafiah merupakan hal yang
positif sehingga kendati lawan bicara memilih hal yang mana pun keduanya akan
menjadi hal yang bermanfaat baginya. Begitu juga pada kalimat (20) terkandung

7
paralelisme yang terwujud dalam memaafkannya sekarang dan memberi kesempatan
kedua. Keduanya tampak berbeda, tetapi memiliki keserupaan.7

e. Penggunaan Perintah Tersirat/Tersisip (Embedded Command)


Perintah dapat dapat diutarakan langsung melalui kalimat imperatif atau dapat
disisipkan dalam bentuk kalimat afirmatif ataupun kalimat interogatif. Perintah yang
disisipkan dalam bentuk kalimat afirmatif dan kalimat interogatif mengurangi kesan
bahwa lawan bicara sedang diperintah. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh-
contoh berikut ini.
(23) Pengetahuan akan lebih mudah didapat jika Anda luangkan waktu untuk
membaca.
(24) Mampukah Anda pelajari cara menjadi pribadi yang lebih mandiri?
Kalimat (23) merupakan kalimat afirmatif mengandung perintah tersisip yang
ditandai dengan adanya verba imperatif luangkan. Kalimat pernyataan ini tidak hanya
untuk menyatakan bahwa pengetahuan akan lebih mudah didapat, tetapi juga
digunakan untuk memerintahkan lawan bicara untuk meluangkan waktu. Perintah itu
disisipkan agar kesan memerintah menjadi hilang sehingga informasi lebih mudah
diterima. Kalimat (24) termasuk juga ke dalam bentuk retoris atau erotesis. Erotesis
adalah majas yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang tidak menghendaki
jawaban melainkan respons baik berupa perbuatan atau sikap. Pada dasarnya secara
psikologis perintah langsung lebih sukar diterima pikiran sehingga alternatifnya dapat
menggunakan bahasa yang lebih permisif seperti pada kalimat (23) dan (24).
f. Penggunaan Pertanyaan untuk Mengembangkan Persepsi (Developing Question)
Untuk mengembangkan gagasan atas suatu hal, memahami gambaran besar tentang
suatu konsep dalam pikiran lawan bicara atau dengan kata lain mengembangkan
persepsi lawan bicara, kita dapat menggunakan pertanyaan. Misalnya, seseorang
mengatakan “Saya ingin sukses”. Tentu konsep sukses bagi setiap orang berbeda-
beda. Untuk membantu lawan bicara mengembangkan konsepnya menjadi konkret.
Kita dapat mempergunakan pertanyaan, misalnya pada kalimat tanya berikut ini.
(25) Sukses dalam bidang apa?

7
Ratna, Kutha Nyoman. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
8
(26) Apa yang akan Anda lakukan pertama kali untuk meraih kesuksesan itu?
(27) Apa manfaat kesuksesan bagi Anda?
Pertanyaan (25), (26), dan (27) dapat membuat konsep yang abstrak tentang sukses
menjadi hal yang lebih konkret. Kalimat (25) dapat memberikan keterangan spesifik
terhadap kesuksesan pada bidang yang dituju. Kemudian dengan menggunakan
kalimat pertanyaan (26), kita dapat memancing lawan bicara untuk mendeskripsikan
langkah awal dalam meraih kesuksesan. Sementara itu, kalimat (27) dapat
memperluas persepsi terhadap manfaat kesuksesan bagi lawan bicara. Manfaat
tersebut akan memperkuat motivasinya. Walaupun demikian, terdapat pula kalimat
pertanyaan yang sebaiknya dihindari karena dapat berdampak tidak baik.
g. Penggunaan Majas Prolepsis (Majas Antisipasi)
Prolepsis atau antisipasi adalah kata-kata seolah-olah mendahului peristiwanya
Dengan majas ini, kerangka pemikiran yang akan terjadi disampaikan terlebih dahulu
sebelum peristiwanya sendiri terjadi. Prolepsis memungkinkan lawan bicara
menerima suatu rancangan peristiwa sehingga rancangan peristiwa tersebut menjadi
perintah tersirat yang bersifat permisif. Perhatikan contoh berikut ini.
(30) Nanti,jika sifat bersahabat sudah Anda bangun dalam kehidupan Anda, tentu di
mana pun Anda berada, Anda akan memiliki banyak relasi yang membantu Anda
meraih kesuksesan Anda.
(31) Ketika Anda masuk ke dunia wirausaha, kemandirian, kreativitas dan kerja keras
yang Anda latih terus-menerus dapat membantu Anda untuk mendapatkan kesuksesan
usaha Anda.
(32) Sebelum Anda memasuki suatu tempat yang berbeda budaya, toleransi
antarbudaya yang akan Anda pelajaridapat membantu Anda untuk beradaptasi dengan
budaya apa pun. Pada kalimat (30), (31), dan (32) terkandung penanda prolepsis,
yakni: nanti, ketika, dan sebelum. Penanda prolepsis tersebut memberikan suatu
rancangan yang bersifat imajinatif dalam pikiran lawan bicara. Dengan kata lain,
terdapat kata-kata mendahului peristiwa yang mungkin akan terjadi. Misalnya, pada
kalimat (31) terdapat rancangan peristiwa yang ditanamkan, yakni ketika Anda masuk
ke dunia wirausaha. Kenyataannya, lawan bicara belum merasakan dunia wirausaha,

9
tetapi dalam pikirannya sudah ada rancangan bahwa agar sukses dalam dunia usaha ia
harus mandiri, kreatif dan bekerja keras.8
h. Penggunaan Majas Epizeuksis (Repetisi)
Epizeuksis adalah pengulangan kata, frasa, klausa, atau kalimat secara langsung
Pengulangan memiliki beberapa manfaat, seperti: menegaskan, memperkuat
intensitas informasi, menghindari kekeliruan, dan memudahkan informasi diingat.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
(33) Kejujuran adalah kebijaksanaan. Kejujuran adalah kepercayaan. Kejujuran
adalah perilaku baik.
(34) Membaca adalah kunci sukses! Membaca adalah kunci sukses!
Bentuk pengulangan terdapat dalam contoh (33) dan (34). Pada kalimat (33)
pengulangan ditekankan pada kata kejujuran. Sementara itu, pada contoh (34)
pengulangan terdapat pada keseluruhan kalimat. Pengulangan pada contoh (34)
merupakan bentuk penegasan pada keseluruhan kalimat.
i. Penggunaan Majas Simile
Simile merupakan majas perbandingan yang bersifat eksplisit, yakni perbandingan
yang langsung-menyatakan sesuatu sama dengan hal lain yang diwujudkan melalui
kata-kata: seperti, sama, sebagai, seakan-akan, seolah. Perhatikan contoh penggunaan
simile berikut ini.
(35) Bayangkan semangat kebangsaan Anda berkobar seolah-olah Anda adalah
seorang pejuang yang berhasil merebut markas pasukan musuh seorang diri!
Bayangkan betapa bangganya diri Anda!
(36) Bekerjalah seakan-akan Anda hidup selamanya dan beribadahlah seakan-akan
Anda mati esok!
Penggunaan simile pada kalimat (35) dan (36) ditandai dengan penggunaan kata
seolah-olah dan seakan-akan. Penggunaan kata seolah-olah pada kalimat (35)
memberikan gambaran semangat kebangsaan yang diimajinasikan melalui simile
tentang seorang pejuang yang berhasil merebut markas pasukan musuh seorang diri.
Gambaran tersebut akan meningkatkan kekuatan motivasi agar semangat kebangsaan

8
Ratna, Kutha Nyoman. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
10
bertambah. Begitu juga kalimat (36) memberikan gambaran bahwa jika seseorang
bekerja seakan-akan hidup selamanya, orang tersebut akan bersemangat karena ia
akan menikmati hasilnya seumur hidup. Sementara itu, seseorang yang beribadah
seakan-akan mati besok, maka ia akan beribadah dengan sungguh sungguh. Dengan
demikian, dapat dideskripsikan bahwa strategi penggunaan simile ini dapat membantu
memperkuat informasi yang diberikan.
j. Penggunaan Majas Metafora
Jika simile merupakan kiasan langsung, metafora merupakan kiasan tidak langsung.
Cirinya tidak menggunakan perwujudan kata-kata seperti pada simile. Penggunaan
metafora dapat dimaksudkan sebagai ornamen. Namun, dalam strategi kebahasaan
metafora dapat menjadi pembenar atas pernyataan yang diutarakan Biasanya
menggunakan peribahasa, pepatah, petuah leluhur, ungkapan sehari-hari dan
sebagainya. Perhatikan contoh berikut ini.
(37) Benar kata pepatah: “Semakin tinggi pohon menjulang, semakin kencang angin
menerjang”. Begitu juga dengan tanggung jawab kita. Semakin besar tanggung jawab
yang kita emban, semakin besar juga tantangan yang harus dihadapi. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar tanggung jawab yang Anda miliki, semakin hebat
diri Anda.
Penggunaan metafora pada kalimat (37) memperkuat pernyataan yang akan
disampaikan berikutnya. Dengan demikian, kalimat tersebut memberikan pembenaran
bahwa tanggung jawab yang besar akan sesuai dengan tantangan yang dihadapi.
Kemudian diikuti oleh kalimat “Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tanggung
jawab yang Anda miliki, semakin hebat diri Anda.” yang berfungsi untuk memotivasi
lawan bicara supaya menjadi orang hebat dengan mau memikul tanggung jawab
besar.
k. Penggunaan Tuturan Ekspresif
Menurut Yule dalam tuturan ekspresif terdapat pernyataan yang menggambarkan apa
yang penutur rasakan. Tuturan ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis
penutur terhadap suatu keadaan. Namun, dalam strategi kebahasaan, pernyataan
psikologis yang digunakan untuk memperkuat motivasi lawan bicara adalah memuji

11
(praising) dan memberi ucapan selamat (congratulating). Untuk lebih jelasnya
perhatikan contoh berikut ini.
(38) Wah, bagus sekali karya Anda, jika terus-menerus dilatih, saya yakin kreativitas
Anda akan membawa Anda pada kesuksesan.
Kalimat (38) merupakan tuturan ekspresif yang mengandung pujian. Lawan bicara
akan merasa dihargai. Dengan penghargaan tersebut, lawan bicara akan meningkat
motivasinya. Namun, perlu dihindari untuk melakukan pujian hanya sebagai sindiran,
biasanya seseorang akan menjadi malu dan kecewa sehingga hilang motivasi untuk
berkarya kembali.
Misalnya pada contoh (39) berikut ini.
(39) Wah, hebat sekali pekerjaan Anda, Anda berhasil membuatnya terlihat buruk.
Sebaiknya, penggunaan tuturan ekspresif pada kalimat (39) dihindari. Jika memang
seseorang berbuat buruk, lebih baik menggunakan reframing (kerangka ulang) agar
dia termotivasi untuk melakukan lebih baik.
Perhatikan contoh berikut ini.
(40) Sepertinya hasilnya masih kurang baik, saya yakin Anda punya kemampuan jauh
lebih baik dari itu, mungkin bukan kesulitan bagi Anda, Anda hanya butuh waktu
untuk melatihnya. Semoga berhasil.
Kalimat (40) tidak mengandung sindiran. Pada kalimat (40) justru lawan bicara
diyakinkan bahwa dia memiliki kemampuan yang lebih baik. Kemudian terdapat
pernyataan reframing bahwa hal itu bukan kesulitan, tetapi hanya butuh waktu
sehingga lawan bicara akan menerima bahwa hal itu hanya perlu latihan.9

C. Hakikat Ketrampilan Kebahasan


Keterampilan berasal dari kata terampil yang bermakna cakap atau mampu dan
cekatan. Kata terampil mendapat imbuhan ke-an menjadi keterampilan yang bermakna
‘kecakapan atau kemampuan dan kecekatan’. Keterampilan berbahasa adalah
kemampuan dan kecekatan menggunakan bahasa yang dapat meliputi mendengarkan/
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Telah Anda ketahui bahwa fungsi utama

9
Yule, George. 2006. Pragmatik (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
12
bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulis. Dengan demikian,
terampil berbahasa Indonesia artinya terampil menggunakan bahasa Indonesia dalam
komunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan berbahasa lisan meliputi
menyimak dan berbicara, sedangkan keterampilan berbahasa tulis meliputi membaca dan
menulis.
Keterampilan berbahasa lisan dilakukan secara tatap muka atau secara langsung
dengan/dan tanpa media penghubung (telepon). Keterampilan berbahasa tulis dilakukan
tanpa tatap muka antara pembaca dan menulis. 10
Dalam pemerolehan atau belajar suatu bahasa, keterampilan berbahasa jenis
reseptif tampak banyak mendukung pemerolehan bahasa jenis produktif. Dalam suatu
peristiwa komunikasi sering kali beberapa yang bisa digunakan dalam komunikasi tulis.
Dalam aktivitas berkomunikasi, keempat aspek keterampilan berbahasa itu tidak
digunakan secara tunggal, melainkan digunakan secara bersama-sama guna mencapai
tujuan komunikasi.11

Dapat dibayangkan apabila kita tidak memiliki kemampuan berbahasa. Kita tidak
dapat mengungkapkan pikiran, tidak dapat mengekspresikan perasaan, tidak dapat
menyatakan kehendak, atau melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Di pihak lain, kita
tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta yang disampaikan oleh
orang lain kepada kita. Profesi-profesi di bidang hubungan masyarakat,
pemasaran/penjualan, politik, hukum (jaksa, hakim, pengacara) adalah contoh-contoh
bidang pekerjaan yang mensyaratkan dimilikinya keterampilan berbahasa, baik aspek
berbicara, menyimak, membaca, dan menulis.12

D. Strategi Pembelajaran Ketrampilan Kebahasaan


Keterampilan berbahasa merupakan kemampuan dalam menggunakan
pengetahuan kebahasaan dalam berkomuniakasi. Keterampilan berbahasa menurut
(Zuhdi, 1999) yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempatnya saling
berhubungan erat untuk meningkatkan keterampilan lainnya, empat keterampilan

10
Dra. Lis Setiawati, S.Pd., M.Pd. ‘Hakikat Bahasa.’ Hal. 23-24
11
Yeti Mulyati, ‘Hakikat Keterampilan Berbahasa.’ Hal. 26.
12
Ibid, Hal. 7.
13
berbahasa tersebut diperoleh manusia seiring pertumbuhannya secara berurutan. Pada
anak usia dini aspek menyimak dan berbicara paling dominan digunakan karena anak
belum bisa tulis-baca. Pada kegiatan bercerita anak berupaya menyimak/mendengarkan
cerita gurunya. Selanjutnya anak akan kembali dengan bahasanya sendiri.13
Pemerolehan keterampilan berbahasa pada anak menurut (Sonawat & Francis,
2007) adalah dengan menginterpretasikan apa yang mereka lihat, mengenal, memahami
dan menuturkan bahasa dari apa yang didengar dari lingkungan kehidupannya. Penting
bagi anak untuk dapat mengungkapkan apa yang mereka lihat, mereka pahami dengan
cara menuturkan bahasa. Dengan demikian lingkungan berkontribusi terhadap
penguasaan kosakata anak.14
Strategi Pembelajaran Ketrampilan Kebahasaan antara lain :
1. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Adalah usaha untuk membuat peserta didik aktif dalam memompa kemampuan diri
tanpa merugi dari segi manfaat, sebab peserta didik berusaha memelajari konsep
sekaligus menerapkan dan mengaitkan dengan dunia nyata. Guru mendorong untuk
menghubungkan antara materi penerjemahan dengan dunia nyata, yaitu ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. PK Model (Pembelajaran Kooperatif)
Adalah menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.
Siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
dapat terdiri dari 3 sampai 5 orang, sedangkan guru harus memiliki strategi dalam
melibatkan partisipasi siswa dalam bekerja sehingga tujuan pembelajaran
penerjemahan dapat tercapai.
3. PBM Model (Pembelajaran Berbasis Masalah)
Menekankan kegiatan menuntut guru untuk memacu siswanya aktif dalam belajar
serta mengembangkan keterampilan berpikir seperti penalaran, komunikasi, dan
memecahkan masalah dalam belajar. Siswa dioptimalisasikan melalui proses kerja
kelompok sebagai bentuk agar siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya.
13
Zuhdi, D. (1999). Pendidikan Bahasa dan. Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. (Issue 3, pp. 1–8). depdikbud
14
Sonawat, R., & Francis, J. M. (2007). Language Development For Preschool Children. Multi-Tech Publising
14
4. PT Model (Pembelajaran Tematik)
Adalah sistem pembelajaran yang menekankan pada bentuk tema sebagai wadah atau
wahana untuk mengenalkan berbagai konsep materi kepada anak didik secara
menyeluruh. Dalam proses belajar menerjemah tidak sekedar menghapal konsep,
tetapi kegiatan menghubungkan konsep untuk menghasilkan suatu konstruktivisme
melalaui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
5. CBI (Computer Based Instruction) atau Pembelajaran Berbasis Komputer
Adalah program pembelajaran yang menggunakan software computer berupa materi
pelajaran dalam bentuk latihan latihan. Bimbingan dilakukan yang bertujuan untuk
memberi bantuan kepada siswa dengan cara memberikan penjelasan secara step by
step agar siswa dapat mencapai hasil yang maksimal dari kajian penerjemahan. Guru
membantu siswa dengan memberikan langkah langkah dalam pembelajaran
sehingga siswa dapat mengikuti lalu mempraktekkannya Melalui bantuan komputer.
6. E-L Model Pembelajaran E-learning
Adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
selama proses belajar. Batas ruang, jarak, dan waktu tidak dipermasalahkan karena
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan kapan saja dan tidak langsung di kelas. Siswa
dibentuk dalam suatu kelompok saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau
pengalaman, menasehati dan memberi masukan. Reflektif; bertujuan siswa dapat
menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya.
Sebaliknya guru menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman
belajar, serta dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa
untuk mengalami peristiwa belajar.15

15
González-Davies, M., & Risku, H. (2004). Multiple Voices in the Translation Classroom. In Interpreter and
Translator Trainer (Vol. 10). https://doi.org/10.1080/1750399X.2016.1154340
15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas didapatkan kesimpulan bahwa hakikat bahasa itu
adalah simbol. Masinambaow mengatakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem
terstruktur, bahwa masyarakat yang diteliti menggunakan bahasanya, secara homogen,
dan bahwa variasi yang diobervasikan pada bahasa adalah variasi tidak signifikan dalam
interaksi antar-bahasa.” Strategi pembelajaran kebahasaan dapat dilakukan dengan
menanamkan nilai-nilai pendidkan karakter kepada anak Indonesia, yakni: religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Terdapat empat
aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Menyimak dan membaca merupakan aspek reseptif, sementara berbicara dan
menulis merupakan aspek produktif. Keterampilan berasal dari kata terampil yang
bermakna cakap atau mampu dan cekatan. Kata terampil mendapat imbuhan ke-an
menjadi keterampilan yang bermakna ‘kecakapan atau kemampuan dan kecekatan’.
Adapun strategi pembelajaran ketrampilan kebahasaan antara lain: CTL Contextual
Teaching and Learning, PK Model (Pembelajaran Kooperatif), PBM Model
(Pembelajaran Berbasis Masalah), PT Model (Pembelajaran Tematik), CBI (Computer
Based Instruction) atau Pembelajaran Berbasis Komputer, dan E-L Model Pembelajaran
E-learning.

B. Saran
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah kami sampaikan dalam
makalah kali ini. Semoga hasil makalah ini dapat meningkatkan hasil belajar kita dalam
mempelajari hal mengenai memahami kebahasaan dan ketrampilan berbahasa di SD/MI.
sebagai penulis kami menyadari akan kekurangan dari penulisan makalah ini. Oleh

16
karena itu kami berharap kritik, dan saran yang membangun agar kami bisa menulis
makalah yang lebih baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

D. Zuhdi. (1999). ‘Pendidikan Bahasa dan. Sastra Indonesia di Kelas Tinggi.’ (Issue 3, pp. 1–8).
Depdikbud.

Eriyanto. 2005. ‘Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media.’ Yogyakarta: LKIS.

George, Yule. 2006. ‘Pragmatik (Terjemahan).’ Yogyakarta: Pustaka Pelajar

H. Risku & M. D. Gonzalez. (2004). Multiple Voices in the Translation Classroom. In


Interpreter and Translator Trainer (Vol. 10). https://doi.org/10.1080/1750399X.2016.1154340

Jalaluddin, Rahmat. 2007. ‘Retorika Modern.’ Bandung: PT Remaja Rosdakraya.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. ‘Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter


Bangsa Pedoman Manusia.’ Jakarta : Pusat Kurikulum BalitBatang.

M. J. Francis & R, Sonawat. (2007). ‘Language Development For Preschool Children.’ Multi-
Tech Publising.

Mulyati, Yeti. ‘Hakikat Keterampilan Berbahasa.’

Nani, Sunarni. 2008. ‘Tindak Tutur Penolakan dalam Bahasa Jepang. Kajian Pragmatik‖.
Surabaya: Disertasi Universitas Negeri Surabaya.

Nyoman K, R, 2019. ‘Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.’ Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Setiawati, Lis. ‘Hakikat Bahasa.’

Sonawat, R., & Francis, J. M. (2007). Language Development For Preschool Children. Multi-
Tech Publising

Wahyudi, A. G. 2013. 'Metode Penelitian Kebahasaan'.

18

Anda mungkin juga menyukai