KESANTUNAN BERBAHASA
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kemahiran Berbahasa Lisan
dan Tulisan yang diampu oleh Bapak Dr. Didin Sahidin, M.Pd.
Disusun Oleh:
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
TAHUN 2022
1
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah
melimpahkan nikmatnya kepada kita semua sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini yang berjudul
“Kemahiran Berbahasa Indonesia dan Kesantunan Berbahasa” disusun untuk melengkapi
salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Kemahiran Berbahasa Lisan dan Tulisan
yang diampu oleh Bapak Dr. Didin Sahidin, M.Pd.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua yang membacanya. Semoga Allah Swt. Memberikan
petunjuk serta rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 4
A. Latar Belakang.............................................................................................. 4
B. Identifikasi Masalah...................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah......................................................................................... 5
D. Tujuan Pembuatan Makalah.......................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa yaitu alat yang digunakan dalam komunikasi setiap hari, baik bahasa lisan
maupun tulisan. Hal itu menunjukkan tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai
penggunaan bahasa untuk berkomunikasi. Melalui berbahasa, kita biasa
menerapkannya untuk menyampaikan segala macam gagasan, informasi, maksud
atau tujuan kepada penutur dan dituturnya. Bahasa merupakan suatu alat yang
digunakan dalam komunikasi setiap hari, baik secara lisa, atau tulisan, individu dan
kelompok. Bahasa adalah suatu sistem lambing arbitrer yang digunakan masyarakat
atau kelompok social untuk bekerjasama, mengidentifikasikan diri, dan berinteraksi,
peran penting bahasa merupakan untuk media berkomunikasi (Sitepu dan Rita,
2017 : 67).
Seseorang penting menguasai keterampilan berbahasa untuk menunjang
kehidupannya dalam berbagai konteks kehidupan. Bahasa mengenalkan empat jenis
keterampilan. Keterampilan tersebut meliputi keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan
berbahasa digolongkan menjadi dua berdasarkan media penyampaiannya yaitu
bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan menggunakan keterampilan menyimak
dan keterampilan berbicara. Bahasa tulis menggunakan keterampilan membaca dan
menulis. Seseorang yang menguasai bahasa tidak cukup hanya pada tingkat terampil,
namun itu perlu ditingkatkan menjadi tingkat mahir berbahasa. Mengapa terampil
perlu ditingkatkan menjadi mahir? Kata mahir (KBBI, 1997:613) dimaknai lebih luas
yang artinya sangat terlatih, cakap, pandai dan terampil. Dengan kemahiran
berbahasa, seseorang akan lebih mudah melakukan aktifitas sesuai konteks dan
kebutuhannya. Kemahiran berbahasa dapat diukur dengan suatu standar baku yang
telah disepakati. Sejak awal tahun 1990-an di Indonesia disusun suatu instrumen
yang berfungsi untuk mengukur kemahiran berbahasa Indonesia. Dengan standar
baku tersebut, seseorang dapat dinilai secara umum tentang kemahiran bahasa lisan
dan bahasa tulisnya. Selain itu, salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
berkomunikasi yaitu santun berbahasa. Santun atau tidak santunnya suatu tuturan
tergantung pada masyarakat pemakai bahasa itu sendiri. Rahardi (2005: 35)
menyatakan bahwa kesantunan mengkaji penggunaan bahasa dalam suatu
1
masyarakat bahasa tertentu. Kesantunan dipengaruhi oleh adanya konteks yang
berkaitan dengan tempat, waktu, dan suasana yang melatarbelakangi terjadinya
komunikasi. Dalam tulisan ini kemahiran berbahasa dan kesantunan berbahasa
menjadi sebuah topik yang dikaji. Kemahiran berbahasa tidak dapat diperoleh begitu
saja dari kegiatan sehari hari tanpa suatu pengorganisasian latihan yang jelas.
Seseorang perlu berlatih dengan dasar-dasar tertentu untuk mengembangkan
kemahiran berbahasa. Kemahiran hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara
berlatih. Melatih kemahiran berbahasa berarti pula melatih kemahiran berpikir
(Tarigan, 1994). Begitupun Kesantunan berbahasa sangat penting diperhatikan demi
kelancaran berkomunikasi dan untuk memperkecil terjadinya konflik. Dengan
berbahasa yang santun, keharmonisan antara penutur dan mitra tutur bisa tetap
terjaga.
B. Identifikasi Masalah
2
D. Tujuan Pembuatan Makalah
Adapun tujuan dalan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut ini.
1. Agar mahasiswa tahu tentang definisi kemahiran berbahasa
2. Agar para mahasiswa dapat memahami aspek kemahiran berbahasa
3. Agar mahasiswa tahu langkah-langkah meningkatkan kemahiran
berbahasa
4. Agar mahasiswa memahami faktor apa saja yang mempengaruhi
kemahiran berbahasa
5. Agar mahasiswa tahu langkah-langkah meningkatkan kemahiran
berbahasa
6. Agar mahasiswa tahu tentang definisi kesantunan berbahasa
7. Agar mahasiswa dapat memahami bidal-bidal prinsip kesantunan
berbahasa
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Menyimak secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap
muka dan percakapan di telephon atau yang sejenisnya. Dalam
menyimak jenis ini, kita bergatian melakukan aktifitas menyimak
dan berbicar. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan untuk
bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara
mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin
memintanya berbicara agak lebih lambat.
· Noninteraktif
Menyimak secara noninteraktif yaitu menyimak radio,
televisi, film, khotbah, atau menyimak dalam acara – acara
sereonial. Dalam situasi menyimak noninteraktif tersebut, kita
tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa
pembicara mengulangi apa yang diucapkan, dan tidak bisa
meminta pembicaraan diperlambat.
b) Aspek Berbicara (speaking skills)
Berbicara merupakan salah satu jenis keterampilan
berbahasa ragam lisan yang bersifat produktif. Sehubungan
dengan keterampilan berbicara ada tiga jenis situasi berbicara :
· Interaktif
Berbicara interaktif misalnya percakapan secara tatap
muka dan berbicara lewat telephon yang memungkinkan adanya
pergantian antara berbicara dan menyimak, dan juga
memungkinkan kita meminta klarifikasi.
· Semiinteraktif
Berbicara semiinteraktif misalnya alam berpidato di
hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini audiens tidak
dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun
pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan
bahasa tubuh mereka.
· Noninteraktif
Situasi berbicara dapat dikatakan betul – betul bersifat
noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi.
2. Kemahiran Berbahasa Tulis
Dalam kemahiran berbahasa secara lisan melibatkan 2 aspek.
5
a) Aspek Membaca (reading skills)
Membaca merupakan salah satu jenis keterampilan
berbahasa ragam tulis yang bersifat reseptif. Keterampilan
membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari
keterampilan menyimak dan berbicara.
b) Aspek Menulis (writing skills)
Menulis merupakan salah satu jenis keterampilan
berbahasa ragam yang bersifat produktif. Menulis dapat dikatakan
keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis – jenis
keterampilan berbahasa lainya. Ini karena menulis bukanlah
sekedar menyalin kata dan kalimat melainkan juga
mengembangkan dan menuangkan pikiran – pikiran dalam suatu
struktur tulisan yang teratur.
C. Jenis-Jenis Kemahiran Berbahasa
1. Kemahiran mendengar membawa maksud keupayaan murid mendengar
dengan teliti dan memahami perkara yang didengar dalam pelbagai situasi
pengucapan serta dapat memberikan maklum balas. Kemahiran mendengar
merupakan kemahiran bahasa yang asas dan sangat penting untuk dikuasai
oleh murid. Hal ini demikian kerana penggunaan kemahiran mendengar
sangat meluas dalam kehidupan seharian. Murid yang telah menguasai
kemahiran mendengar akan dapat memperolehi maklumat dengan mudah
dan cepat.
2. Kemahiran bertutur pula merupakan keupayaan murid untuk berbual atau
berkomunikasi untuk menjalinkan hubungan dan menyampaikan maklumat,
pendapat, perasaan, serta idea yang kritis dan kreatif dengan sebutan dan
intonasi yang betul secara sopan. Penggunaan tatabahasa yang betul perlu
diberi perhatian semasa murid belajar menguasai kemahiran bertutur. Hal ini
demikian kerana pertuturan adalah asas kepada pembelajaran bahasa serta
mempengaruhi kemahiran menghasilkan bahasa melalui tulisan. Murid juga
dapat berkomunikasi dengan rakan atau guru untuk mendapatkan maklumat
semasa proses pengajaran dan pembelajaran berjalan.
3. Kemahiran membaca ialah keupayaan individu untuk memindahkan tulisan
kepada suara untuk menangkap makna dan memahami apa yang dibaca .
Membaca merupakan kemahiran yang harus dikuasai oleh murid bagi
membolehkan murid menggunakan bahasa Melayu secara berkesan dalam
6
kehidupan seharian dan sebagai bahasa ilmu untuk pembelajaran seumur
hidup (Tuan Jah Tuan Yusof, et . al : 2011 ) . Menurut Atan Long,
kemahiran membaca melibatkan kebolehan mengenal lambang -lambang
dan menterjemahkan lambang -lambang kepada bunyi -bunyi yang
disampaikan oleh tulisan . Membaca juga melibatkan pemahaman dan
interpretasi idea - idea yang disimbolkan melalui penulisan atau simbol
tertulis (Dallman ).
4. Kemahiran menulis pula ialah keupayaan individu untuk menyampaikan
buah fikiran, idea dan pendapat dengan tepat dan berkesan secara bertulis
kepada khalayak atau pembaca. Menurut Don Bryne (1979), menulis ialah
simbol-simbol grafik yang menggunakan huruf-huruf yang berkaitan dengan
lambang-lambang bunyi semasa bercakap. Kemahiran menulis amat penting
untuk diajar kepada murid karena penguasaan penulisan merupakan suatu
keperluan komunikasi yang peenting dalam kehidupan sehari-hari.
D. Faktor Mempengaruhi Kemahiran Berbahasa
7
ingin mereka sampaikan. Hal ini menyebabkan anak-anak sukar mengembangkan
kemahiran berbahasa mereka.
Faktor media massa seperti televisi dan internet sangat memberikan kesan
terhadap perkembangan berbahasa anak-anak. Anak-anak seawal usia 2 tahun
sudah mulai dikenalkan dengan elektronik seperti telefon bimbit sebagai
permainan mereka. Oleh hal sedemikian, perkembangan kecekapan berbahasa
mereka sangat cepat dengan adanya aplikasi-aplikasi yang dimuat turun ke dalam
telefon pintar untuk memberikan proses kemahiran berbahasa kepada anak-kanak
tersebut. Namun, proses awal ini memberikan imbas yang negatif sekiranya tidak
dikawal dengan bijak oleh ibu bapa anak-anak tersebut.
8
terpengaruh dengan rekan sebaya mereka melalui interaksi dan peniruan. Anak-
anak akan meniru cara interaksi rekan sebaya mereka dan akan membiasakannya
dalam pertuturan seharian. Hal ini bermaksud, faktor peniruan terhadap
persekitaran murid juga turut menyambung kepada kecekapan berbahasa mereka.
Justru itu, ibu bapak perlu memainkan peranan mereka bagi memantau dan
mengawal pemilihan rekan sebaya mereka bagi mengelakkan kejadian seperti ini
berlaku terhadap anak mereka.
9
Bagi pihak guru dan sekolah, langkah untuk meningkatkan lagi kemahiran
berbahasa murid adalah melalui pelaksanaan program-program bahasa seperti
hari Bahasa Melayu baku. Pihak sekolah boleh melaksanakan program yang
melastarikan penggunaan Bahasa Melayu dengan baik dan benar bagi
memberikan pendedahan kepada murid tentang pentingnya menggunakan bahasa
yang baik dan benar. Pihak sekolah boleh melaksanakan program seperti hari
Bahasa Melayu baku dengan cara memilih satu hari dalam masa seminggu dalam
setiap minggu untuk mewajibkan murid menggunakan Bahasa Melayu baku dan
formal dalam interaksi mereka sepanjang masa persekolahan. Program seperti ini
dapat melatih murid secara perlahan-lahan untuk menguasai kecekapan berbahasa
dengan lebih baik dan benar.
10
Guru prasekolah memainkan peranan penting terhadap perkembangan
anak-anak. Mereka adalah orang yang paling awal berinteraksi dengan anak-
anak selepas ibu bapak. Oleh karena itu, mereka adalah role model yang
berupaya mempengaruhi dan membimbing anak-anak. Selain daripada
membacakan buku, guru perlu kreatif mengadakan aktiviti-aktiviti lanjutan yang
berkaitan dengan buku-buku yang dibaca tersebut bagi memanjangkan lagi
perhatian dan minat anak-anak terhadap isi kandungan buku tersebut.
Selain itu, guru perlu mewujudkan sesi pengajaran dan pembelajaran yang
menyeronokkan dan bersahaja murid. Murid berupaya mengasah bakat
terpendam mereka dengan berkalaborasi sesama ahli kumpulan dalam suasana
yang ceria dan terkawal. Berlakon merupakan satu aktiviti yang amat digemari
oleh pelajar kerana ia dijalankan dalam bentuk bermain dan bersukaria. Mereka
diberi peranan untuk berkata-kata secara bebas, melahirkan pandangan dan
pendapat, bergaya dan beraksi sesama sendiri, berhibur dengan telatah dan gaya
rakan-rakan sebaya, melibatkan diri, bekerja bersama-sama dan sebagainya. Hal
ini sekaligus dapat melatih interaksi antara murid dan dapat meningkatkan lagi
kecekapan berbahasa murid. Aktiviti ini juga dapat mengasah keyakinan diri
murid untuk berinteraksi serta menyampaikan idea mereka.
11
perkembangan anak-anak. Jika semua pihak memainkan peranan masing-masing
sebaik-baiknya, sudah tentu generasi yang akan datang adalah generasi yang
bukan sahaja celik huruf tetapi juga generasi yang mengamalkan budaya
berbahasa yang baik.
12
orang lain dan menambahi keuntungan orang lain), maksim kedermawanan
(mengurangi keuntungan diri sendiri dan menambahi pengorbanan diri sendiri),
maksim penghargaan (mengurangi cacian pada orang lain dan menambahi pujian
pada orang lain), maksim kesederhanaan (mengurangi pujian pada diri sendiri
dan menambahi cacian pada diri sendiri), maksim permufakatan (mengurangi
ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meningkatkan
persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain), serta maksim simpati
mengurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan meningkatkan
simpati antara diri sendiri dengan orang lain).
1. Maksim Kebijaksanaan
Menurut Leech ( dalam Rahardi, 2006: 60) menyatakan bahwa prinsip
kesantunan peserta pertuturan sebaiknya berpegang pada prinsip untuk
mengurangi keuntungan pada diri sendiri dan memaksimalkan
keuntungan untuk orang lain dalam kegiatan bertutur. Jika sudah
memaksimalkan keuntungan untuk orang lain maka dapat dikatakan
penutur sudah bersikap sopan dan bijaksana. Orang yang bertutur dengan
memegang prinsip maksim kebijaksanaan akan dikatakan sebagai orang
yang santun. Selain itu,tuturan yang berpegang teguh pada maksim
kebijaksanaan ini dapat terhindar dari sikap iri hati, dengki, dan sikap
lainnya yang kurang santun kepada lawan bicara. Demikian pula perasaan
sakit hati akibat dari perlakuan orang lain dapat diminimalkan jika
maksim kebijaksanaan ini dipegang secara teguh dan dilaksanakan dalam
kegiatan bertutur atau berinteraksi. Jadi, menurut maksim ini, kesantunan
saat kegiatan bertutur dapat dilakukan jika maksim kebijaksanaan
dilaksanakan dengan baik. Penjelasan dan pelaksanaan maksim
kebijaksanaan dalam komunikasi yang sebenarnya dapat dilihat pada
contoh di bawah ini:
Tuan rumah: “ Silakan makan saja dulu, nak!”
Tadi kami semua sudah mendahului”
Tamu : “ Wah, saya jadi tidak enak, Bu”.
(Rahardi, 2006:60)
Contoh tersebut dituturkan oleh seorang Ibu kepada seorang anak
muda yang sedang bertamu di rumah Ibu tersebut. Pada saat itu, ia harus
13
berada di rumah Ibu tersebut sampai malam karena hujan sangat deras dan
tidak segera reda. Pada tuturan di tersebut tampak sangat jelas bahwa
tuturan si Tuan rumah memaksimalka keuntungan bagi sang tamu. Pada
umunya, tuturan semacam itu dapat ditemukan dalam keluarga-keluarga
masyarakat di desa. Orang desa biasanya sangat menghargai tamu, baik
tamu yang datangnya sudah direncanakan maupun datang secara
kebetulan. Selain itu, sering kali minuman dan makanan yang disajikan
kepada sang tamu diupayakan sebaik mungkin sehingga layak di nikmati
oleh sang tamu. Masyarakat Jawa mengatakan hal tersebut dinamakan “
dinak-dinakke” yang bermakna “ diada-adakan”. Jadi, dalam masyarakat
Jawa sikap demikian sering muncul dalam pertuturan. Sebagai penjelas,
tuturan berikut dapat dicermati:
Ibu : “ Ayo, dimakan bakminya! Di dalamnya masih banyak, kok.”
Rekan Ibu: “ Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?”
(Rahardi, 2005:61)
Contoh di atas merupakan tuturan seorang Ibu kepada teman dekatnya
pada saat ia berkunjung dikerumahnya.Sikap kesantunan
mekmaksimalkan bagi pihak mitra tutur sangat tampak jelas pada tuturan
sang Ibu, yakni Ayo, dimakan bakminta! Di dalam masih banyak, kok.
Tuturan itu disampaikan kepada sang tamu meskipun sebenarnya satu-
satunya hidangan yang tersedia adalah apa yang disajikan kepada tamu
itu.Tuturan itu disampaikan dengan tujuan agar tamu merasa senang hati
dan bebas menikmati hidangan yang disajikan tanpa perasaan yang tidak
enak sedikitpun.
2. Maksim Kedermawanan
Menurut Leech ( dalam Rahardi, 2006: 61) berpendapat bahwa maksim
kedermawanan bisa disebut dengan maksim kemurahan hati, artinya
orang yang bertutur diharapkan dapat menghormati orang lain.
Penghormatan terhadap orang lain dapat terjadi jika penutur mengurangi
keuntungan atas dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan untuk
orang lain.
Contoh:
Anak kos A : “ Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak
yang kotor.”
14
Anak kos B : “ Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga
kok.”
(Rahardi, 2006:61)
Tuturan di atas merupakan cuplikan pembicaraan antar anak kos di
Yogyakarta.Terlihat jelas bahwa anak yang satu sangat akrab dan
berhubungan baik dengan anak yang satunya. Tuturan yang disampaikan
si A di atas, dapat dilihat secara jelas bahwa ia sedang berusaha
memaksimalkan keuntungan orang lain dengan cara menambahkan beban
bagi dirinya sendiri. Cara itu dilakukan dengan menawarkan bantuan
untuk mencuci pakaian kotornya anak kos B. Pada kehidupan masyarakat
Jawa, hal tersebut sering terjadi karena merupakan wujud nyata sebuah
kerja sama. Misalnya saja, gotong royong dan kerja sama untuk membuat
bangunan rumah. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai realisasi maksim
kedermawanan atau maksim kemurahan hati di kehidupan bermasyarakat.
Orang yang tidak suka membantu orang lain, tidak pernah bekerja sama
dengan orang lain, dapat dikatakan tidak sopan dan biasanya tidak
memiliki banyak teman dalam pergaulan sehari-sehari di hidupnya.
Tuturan di bawah ini dapat dicermati untuk memperjelas pernyataan ini:
Kakak : “ Dik, Indosiar filmnya bagus lho, sekarang!”
Adik : “ Sebentar, Kak. Saya hidupkan dulu saluran listriknya.”
Dituturkan oleh seorang kakak kepada adiknya di sebuah keluarga.
Mereka sedang membicarakan acara televisi tertentu, kemudian sang Adik
memaksimalkan keuntungan kepada sang Kakak dengan menghidupkan
saluran listriknya.
3. Maksim penghargaan
Menurut Leech ( dalam Rahardi, 2006: 62) menjelaskan bahwa seseorang
bisa dianggap santun jika dalam komunikasi bertutur berusaha untuk
memberikan pernghargaan terhadap pihak lain. Pada maksim ini,
diharapkan penutur dan mitra tutur tidak saling mengejek, tidak saling
mencela, tidak saling membenci, dan tidak saling merendahkan pihak
lawan bicara. Penutur yang mengejek peserta tutur lain saat kegiatan
bertutur dapat dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan
seperti itu, karena mengejek merupakan tindakan tidak menghargai orang
lain. Disebut perbuatan yang tidak baik, tindakan tersebut harus dihindari
15
dalam pergaulan yang sebenarnya. Untuk memperjelas pernyataan
tersebut, tuturan di bawah ini dapat dicermati:
Siswa A : “ Pak, aku tadi sudah berpidato di acara perpisahan.”
Guru B : “ Oya, tadi aku melihat dan mendengar suaramu jelas dan bagus
sekali dari sini.”
Dituturkan oleh seorang siswa kepada salah satu gurunya bahwa ia telah
berpidato di acara perpisahan sekolah.
4. Maksim kesederhanaan
Menurut Leech ( dalam Rahardi, 2006: 64) maksim kesederhanaan dapat
disebut maksim kerendahan hati, dalam komunikasi peserta tutur
diharapkan dapat memiliki sikap kerendahan hati dengan cara mengurangi
pujian atas dirinya sendiri. Orang bisa dikatakan sombong hati jika dalam
komunikasi bertutur selalu mengunggulkan dirinya sendiri atau memuji
dirinya sendiri. Di kehidupan masyarakat Indonesia, kesederhanaan atau
kerendahan hati dijadikan sebagai parameter penilaian kesantunan
seseorang. Sebagai contoh tuturan di bawah ini sering terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat.
Ibu A : “ Nanti Ibu yang memberikan sambutan ya dalam rapat Dasa
Wisma!”
Ibu B : “ Waduh,.... nanti grogi aku”
(Rahardi, 2005:64)
Tuturan terjadi saat pertemuan rapat Dasa Wisma. Dituturkan oleh
seorang Ibu anggota Dasa Wisma kepada temannya. Mereka sedang
berangkat bersama-sama Ibu A menyuruh Ibu B untuk memberikan
sambutan. Akan tetapi, ibu B bersikap rendah hati bahwa ia nanti bisa
grogi.
Sekretaris A: “ Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda
yang memimpin!”
Sekretaris B: “ Ya, Mbak. Tapi suara saya jelek lho.”
Tuturan terjadi di sebuah kantor. Dituturkan oleh seorang sekretaris
kepada sekretaris lain yang masih junior. Sekretaris A meminta sekretaris
B untuk memimpi doa saat rapat nanti. Akan tetapi, sekretaris B
menjawab dengan rendah hati dan menyatakan jika suaranya jelek.
5. Maksim Permufakatan
16
Menurut Leech ( dalam Rahardi, 2006: 64) mengatakan bahwa maksim
permufakatan bisa disebut maksim kecocokan. Pada maksim ini,
menekankan supaya si penutur dan mitra tutur dapat saling membina
kecocokan, persetujuan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur.
Penutur dan mitra tutur dapat dikatakan memiliki sikap yang santun jika
sudah terjadi kemufakatan atau kecocokan dalam kegiatan
bertutur.kehidupan masyarakat Jawa, orang tidak diperbolehkan
membantah secara langsung atas apa yang dituturkan orang lain.
Kehidupan masyarakat Jawa dahulu, wanita tidak diperkenankan
menentang sesuatu yang dikatakan pria. Jika kita mencermati orang
bertutur masa saat ini, seringkali si mitra tutur menggunakan anggukan -
anggukan untuk tanda setuju, acungan jempol, wajah tanpa kerutan pada
dahi, dan lainnya. Hal tersebut merupakan sifat paralinguistik kinetik
untuk menyatakan maksud tertentu.
Contoh:
Guru A : “Ruangannya gelap ya, Bu”!
Guru B : “He, eh! Saklarnya mana, ya?”
(Rahardi, 2006:65)
Tuturan terjadi saat mereka berada di ruang guru. Dituturkan oleh seorang
guru kepada temannya yang juga seorang guru. Guru A bertanya dengan
penuh makna tentang ruangan yang gelap. Kemudian Guru B merespon
secara tanggap dengan pemikiran yang sama dan segera mencari saklar.
Noni : “ Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!”
Neni : “ Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto.”
Dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya pada saat mereka
sedang berada di ruang kelas. Noni mengajak Neni untuk makan malam
bersama. Kemudian, Neni menanggapi dengan menyetujuinya bahwa ia
mau makan malam bersama Noni.
6. Maksim kesimpatian
Menurut Leech ( dalam Rahardi, 2006: 65) mengungkapkan bahwa
maksim kesimpatian merupakan pemberian sikap perhatian. Tujuan
maksim ini ialah agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap sikap
simpatinya antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Masyarakat
17
tutur di Indonesia, menjunjung tinggi sikap simpati kepada orang lain
dalam komunikasi sehari-hari. Jika peserta tutur tidak memiliki sikap
simpati maka dapat dikatakan peserta tutur memiliki sikap antipati dan
bisa dikatakan sebagai suatu tindakan tidak santun. Sikap simpati kepada
orang lain bisa ditunjukkan dengan cara memberikan senyuman,
anggukan, gandengan tangan, dan lainnya.
Contoh:
Siswa A : “Mas, aku akan ujian tesis minggu depan”.
Siswa B: “Wah, proficiat ya! Kapan pesta?”
(Rahardi, 2006:65)
Tuturan terjadi di ruang perpustakaan kampus. Dituturkan oleh siswa
kepada siswa yang lain. Kemudian, siswa B menanggapi dengan rasa
simpati/ perhatian.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
Rahardi (2006:59) menyatakan bahwa Leech membagi prinsip kesantunan
menjadi enam yang terdiri dari; maksim kebijaksanaan (mengurangi kerugian
orang lain dan menambahi keuntungan orang lain), maksim kedermawanan
(mengurangi keuntungan diri sendiri dan menambahi pengorbanan diri sendiri),
maksim penghargaan (mengurangi cacian pada orang lain dan menambahi pujian
pada orang lain), maksim kesederhanaan (mengurangi pujian pada diri sendiri
dan menambahi cacian pada diri sendiri), maksim permufakatan (mengurangi
ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meningkatkan
persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain), serta maksim simpati
mengurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan meningkatkan
simpati antara diri sendiri dengan orang lain).
santun, keharmonisan antara penutur dan mitra tutur bisa tetap terjaga.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Marlina. (2013). Teori Behaviorisme dan Aplikasinya Dalam Pengajaran
Bahasa. http://marlinara.blogspot.sg/2013/12/teori-behaviorisme-
dan-aplikasinya.html.
22