LAPORAN KASUS
KEBUTUHAN AKTIVITAS
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.3 Tujuan....................................................................................................................................4
1.3.2 Untuk mengetahui sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas...................4
BAB II PEMBAHSAN....................................................................................................................5
2.2.1 Tulang..............................................................................................................................6
2.2.3 Sendi................................................................................................................................7
2.3.1 Mobilitas..........................................................................................................................7
2.3.2 Imobiilitas........................................................................................................................8
2.5.1 Makanan........................................................................................................................14
2.5.3 Dressing.........................................................................................................................14
2.5.4 Atur................................................................................................................................14
BAB III..........................................................................................................................................21
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................22
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
danlimpahannya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan Keperawatan
Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas berjalan dengan baik.Dengan makalah ini diharapkan
pembaca dapat memahami Asuhan Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas
dengan benar. Ucapan terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk belajar makalah makalah Asuhan Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan
aktivitas ini. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan bantuan berupa konsep, pemikirandalam penyusunan makalah ini.Semoga makalah
ini dapat bermanfaaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati,saran dan kritik sangat kami
harap.
Penulis
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mekanika tubuh meliputi pengetahuan tentang bagaimana dan mengapa kelompok otot
tertentu digunakan untuk menghasilkan dan mempertahankan gerakan secara aman. Dalam
menggunakan mekanika tubuh yang tepat perawat perlu mengerti pengetahuan tentang
pergerakan, termasuk bagaimana mengoordinasikan gerakan tubuh yang meliputi fungsi integrasi
dari system skeletal, otot skelet, dan system saraf. Selain itu, ada kelompok otot tertentu yang
terutama digunakan unutk pergerakan dan kelompok otot lain membentuk postur/bentuk tubuh.
Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti ekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal,
pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan rekreasi.
Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka system saraf, otot, dan skeletal
harus tetap utuh dan berfungsi baik.
II.2.1 Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk
membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat
penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai
kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung
organ-organ dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang
kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur
dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di
tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis tersiri atas
epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang
terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
II.2.2 Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai
dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan tulang
melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang melekat dengan sangat kuat pada tempat
insersinya di tulang. Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat
menggerakkan organ di tempat insersi tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan
penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.
1. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligamen pada
lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
2. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis) dan sistem saraf
tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki bagian somatis dan otonom.
Bagian somatis memiliki fungsi seensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem
saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara
umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang
diintervensi, dan kerusakan pada saraf radikal akan mengakibatkan drop hand atau gangguan
sensorik di daerah radial tangan.
II.2.3 Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi dari
kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan berbagai derajat pertumbuhan
tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua
ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul
sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut,
dan jenis sendi lain seperti sindesmosis, sinkondrosis, dan simfisis.
II.3 Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas
II.3.1 Mobilitas
a. Pengertian Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.
b. Jenis Mobilitas
a) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke,
paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensorik.
c. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan
mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi system tubuh. Sebagai contoh, orang
yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam
ekstermitas bagian bawah.
3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiiki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya ada dua orang yang
mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang
untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Energy adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar
seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energy yang
cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada
tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan
fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
II.3.2 Imobiilitas
a. Pengertian Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
b. Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang megalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.
Merupakan usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan system saraf untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh dengan tepat. Mekanika tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara
efesien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman dalam menggerakkan
dan mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas.
II.4.1 Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh
a. Gerakan (ambulating)
Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Contoh:
keseimbangan orang saat berdiri dan saat jalan akan berbeda. Orang yang berdiri akan
lebih mudah stabil disbandingkan dalam posisi jalan. Dalam posisi jalan akan terjadi
perpindahan dasar tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain, dan posisi gravitasi akan selalu
berubah pada posisi kaki.
b. Menahan (squatting)
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.contoh : posisi orang
duduk akan berbeda dengan orang jongkok, dan tentunya berbeda dengan posisi
membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi
yang tepat dalam menahan. Dalam menahan diperlukan dasar tumpuan yang tepat.
c. Menarik (pulling)
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Yang perlu
diperhatikan adalah ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh dalam menarik,
sodorkan telapak tangan dana lengan atas dipusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku
diletakkan pada permukaan tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk,
lalu dilakukan penarikan.
d. Mengangkat (lifting)
Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot besar besar dari
tumit, paha bagian atas, kaki bagian bawa, perut, dan pinggul untuk mengurangi rasa
sakit pada daerah tubuh bagian belakang.
e. Memutar (Pivoting)
Merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang
belakang. Gerakan memutar yang baik memerhatikan ketiga unsur gravitasi agar tidak
berpengaruh buruk pada postur tubuh.
Pengaturan Posisi
Pengaturan posisi yang dapat dilakukan pada pasien ketika mendapatkan asuhan, seperti:
a. Posisi Fowler. Posisi setengah duduk atau duduk, bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikkan. Untuk fowler (45°-90°) dan semifowler (15°-45°). Dilakukan
untuk mempertahankan kenyamanan, memfasilitasi fungsi pernapasan, dan untuk
pasien pasca bedah.
b. Posisi Sim. Posisi miring ke kanan atau ke kiri. Dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan untuk mempermudah tindakan pemeriksaan rectum atau pemberian
huknah atau obat-obatan lain melalui anus.
c. Posisi Trendelenburg. Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala
lebih rendah daripada bagian kaki. Dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke
otak, dan pada pasien shock dan pada pasien yang dipasang skintraksi pada kakinya.
d. Posisi Dorsal Recumbent. Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut
fleksi(ditarik atau direnggangkan). Dilakukan untuk merawat dan memeriksa
genetalia serta proses persalinan.
e. Posisi Litotomi. Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Dilakukan untuk memeriksa genetalia pada proses
persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi Genu Pektoral. Posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian atas tempat tidur. Dilakukan untuk memeriksa daerah rectum
dan sigmoid dan untuk membantu merubah letak kepala janin pada bayi yang
sungsang.
II.5 Indeks Barthel
Indeks Barthel atau Skala Barthel, yang kadang-kadang juga disebut Indeks Cacat
Maryland, ke instrumen penilaian dalam bentuk skala yang secara luas digunakan oleh
berbagai profesional di cabang sosio-kesehatan untuk mengevaluasi atau menilai tingkat
kemandirian yang dimiliki seseorang ketika melakukan kegiatan dasar. Ukuran ini
memungkinkan menilai keberadaan cacat fisik atau neurologis yang mengandaikan
kesulitan untuk kinerja dan realisasi tugas-tugas mendasar di zaman kita sehari-hari.
Khususnya indeks ini nilai apa yang disebut kegiatan dasar kehidupan sehari-hari , yang
dipahami sebagai seperangkat tindakan dan kegiatan yang perlu dilakukan seseorang
untuk menjaga perawatan diri dan tetap sehat dan aktif. Artinya, tidak seperti kegiatan
lain yang terkait lebih kepada hubungan subjek dengan lingkungan yang mengelilinginya,
fokus dasar pada bagaimana subjek mempertahankan dirinya.
Tidak bisa melakukan kegiatan ini mengandaikan kerusakan yang jelas pada
integritas fisik dan mental subjek dan bahkan bisa menyebabkan kematiannya jika dia
tidak ditolong. Penerapan indeks Barthel, yang mulai digunakan di rumah sakit setelah
tahun 1955, berusaha untuk mengevaluasi bagaimana kinerja dalam total sepuluh
kegiatan dasar ini sedemikian rupa sehingga itu diamati jika individu dapat
melakukannya tanpa masalah , membutuhkan bantuan secara tepat waktu atau
sepenuhnya bergantung pada bantuan eksternal. Skor total Anda (maksimum 100 dan
minimum 0) memberi kita gambaran umum tentang perlunya dukungan eksternal,
meskipun masing-masing item yang tersedia dapat memberi kami informasi yang relevan
tentang area atau jenis kegiatan apa yang ada masalah atau jika jenis dukungan khusus
atau yang lain dapat disediakan.
Harus diingat bahwa indeks ini harus dilewatkan pada saat awal untuk menilai
apakah subjek tidak menghadirkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya, tetapi juga
selama dan setelah setiap intervensi rehabilitasi yang digunakan. Ini akan memungkinkan
kita untuk melihat apakah intervensi ini telah berhasil atau tidak dan pada tingkat apa,
serta menyesuaikan jenis dan tingkat bantuan yang diberikan untuk kebutuhan pasien.
Penting juga untuk diingat bahwa itu mengevaluasi apa yang subjek lakukan, bukan apa
yang bisa dia lakukan.
Indeks Barthel atau Skala mengevaluasi, seperti yang telah kami katakan, total
sepuluh kegiatan dasar kehidupan sehari-hari, yang dapat dibagi terutama menjadi
makanan, kebersihan, pemindahan dan pelatihan toilet. Kegiatan konkret yang diamati
adalah sebagai berikut.
II.5.1 Makanan
Item ini menilai apakah subjek dapat makan dengan sendirinya. Ini melibatkan
kemampuan untuk memasukkan makanan ke mulut Anda, mengunyah dan menelan.
Selain ini, juga dihargai jika Anda mampu melakukan tindakan seperti memotong
makanan atau melayani air, meskipun jika Anda tidak dapat melakukan tindakan terakhir
yang dapat Anda makan sendiri, Anda juga akan memiliki skor bukan nol (10 jika Anda
dapat melakukannya) semua secara mandiri, 5 jika Anda perlu bantuan untuk memotong,
menggunakan alat makan, dll.). Jika Anda membutuhkan bantuan penuh untuk makan,
nilainya adalah 0. Penting untuk diingat bahwa apa yang dihargai adalah tindakan makan
itu sendiri: tidak masalah bagi penilaian ini jika orang tersebut telah memasak makanan
atau orang lain telah menyiapkan dan menyajikannya.
II.5.2 Mencuci / kebersihan pribadi
Kegiatan ini menyiratkan mampu menjaga kebersihan tubuh sendiri, sehingga
dapat mandi dan membersihkan diri secara mandiri. Ini juga memperhitungkan jika Anda
dapat masuk dan keluar kamar mandi. Ini dinilai jika Anda memerlukan bantuan atau
supervisi (0) atau jika Anda dapat melakukannya secara mandiri (10).
II.5.3 Dressing
Kegiatan dasar lainnya adalah berpakaian. Di sini ia dihargai jika subjek dapat
mengenakan dan melepas pakaiannya secara mandiri dan tanpa bantuan (10 poin), itu
harus dibantu dalam beberapa saat tetapi kebanyakan hal dapat melakukannya sendiri (5
poin) atau dia membutuhkan seseorang untuk membantunya. setiap saat (0 poin).
II.5.4 Atur
Kegiatan ini menyiratkan sebagian perawatan diri, dan termasuk tindakan seperti
menyisir rambut, mencuci muka atau tangan, mencukur atau merias wajah. Hal ini dinilai
apakah subjek dapat melakukannya sendiri (10) atau membutuhkan bantuan untuk itu (0).
II.5.5 Continence / fecal incontinence
Kali ini kita berbicara tentang kegiatan dasar di mana subjek menghilangkan
limbah dari pencernaan melalui rute feses. Hal ini dinilai jika subjek dapat mengandung
feses (10 poin), jika dia memiliki episode inkontinensia yang sesekali atau membutuhkan
bantuan dari waktu kewaktu (5) atau jika dia tidak dapat mengontrol sfingter sendiri,
mengalami inkontinensia seperti biasanya (0) Evaluasi ini dilakukan dengan
mempertimbangkan tindakan yang diambil selama seminggu sebelum penilaian.
II.5.6 Kontinum / inkontinensia urin
Dengan cara yang sama seperti inkontinensia fecal dievaluasi, urin juga dinilai.
Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan juga kinerja pada minggu sebelum evaluasi,
akan diamati jika subjek dapat mengandung urin dan / atau mengurus operasi probe yang
mungkin (10 poin), jika memiliki episode (maksimum 1 hari) inkontinensia (5) atau jika
Anda tidak dapat menahan air seni secara teratur (0 poin).
II.5.7 Penggunaan Toilet
Terkait dengan dua poin sebelumnya, dalam hal ini dinilai jika subjek dapat
menggunakan toilet sendiri . Jika Anda bisa pergi ke kamar mandi, buka pakaian Anda,
lakukan kebutuhan Anda dan bersihkan diri Anda dengan 15 poin. Jika Anda
memerlukan bantuan tetapi dapat membersihkan diri sendiri, 5 poin dihargai dan jika
Anda memerlukan bantuan untuk kedua aspek tersebut, item tersebut akan dihargai
dengan 0 poin.
II.5.8 Pindah ke kursi / tempat tidur
Kegiatan ini akan masuk di antara mereka yang menilai kapasitas perpindahan
subjek, khususnya jika ia dapat duduk atau berdiri sendiri atau masuk dan meninggalkan
tempat tidur. Subjek dapat benar-benar independen (15 poin), butuh sedikit bantuan (10
poin), membutuhkan seseorang yang terspesialisasi dan dengan kekuatan besar (sesuatu
yang menyiratkan bahwa banyak upaya yang dilakukannya berkat bantuan tersebut)
untuk membantunya meskipun ia dapat tetap duduk sendiri (5 poin) atau butuh bantuan
total di mana baik derek atau beberapa orang memindahkannya dan tidak dapat duduk (0
poin).
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
PADA Ny “P” DENGAN STROKE NON HEMORAGIK
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : Ny P
Umur : 62 tahun
Pendidikan : SD
Suku : Sasak
Pekerjaan : IRT
Penanggung Jawab : Keluarga
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Gomong
Keluhan utama : Lumpuh separuh badan
Sumber informasi : Keluarga dan status
BAB III
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Gangguan mobilitas fisik dialami oleh klien fraktur, asma, struke , penderita gagal jantung . pada
pasien tersebut pola aktifitasnya terganggu jika terlalu sering melakukan latihan dapat
menimbulkan masalah lain seperti kesakitan pada bagian fraktur,sesak nafas jantung berdebar
debar. Hal hal yang perlu dikaji Pola aktivitas sehari-hari Aktivitas yang membuat lelah,
Penyebab gangguan pergerakan, Pemeriksaan tanda tanda vital. Dan juga hasil leb.
DAFTAR PUSTAKA
Wartonah Tarwanto. 2006 Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salamba Medika
Tarwoto dan Wartonah.2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawata. Jakarta:
Salemba Medika