Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


DENGAN DIAGNOSA MENINGITIS

Diajukan untuk memenuhi Tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan IV


( Materi Sistem Persyarafan)

Fasilitator: Mokhammad Nurhadi, M.Kep.,MM.


Dosen Pengampu mata kuliah : Tiara Putri Ryandini, S.Kep., Ns., M.Kep.
Disusun oleh :
Kelompok 2 (Semester II C)
1. Ima Nuria Aeni (18.11.2.149.110)
2. Isma Nur Fitriani (18.11.2.149.111)
3. Izzah Fauziyyah (18.11.2.149.112)
4. Lailatul Rizkiyah (18.11.2.149.114)
5. M. Heru Eka P (18.11.2.149.116)
6. Malinda Intan Yuana (18.11.2.149.117)
7. Masruah (18.11.2.149.118)
8. Moh. Kanzul Fikri (18.11.2.149.119)
9. Muhammad Ali Wahyudi (18.11.2.149.120)
10. Nabila Roudlotul Jannah (18.11.2.149.121)
11. Naneng (18.11.2.149.122)
12. Nur M. Fatchul Huda (18.11.2.149.125)
13. Puang Asmara (18.11.2.149.126)
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam mengetahui “PERSYARAFAN”
Terima kasih kami ucapkan kepada Yth :
1. Tiara Putri Ryandini, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku dosen pengampu mata kuliah
IDK 4 Materi Sistem Kardiovaskuler
2. Mokhammad Nurhadi, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku fasilitator mata kuliah IDK
4 Materi Sistem Kardiovaskuler
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Tuban, 21 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i


Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 5
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 7
1.3 Manfaat ................................................................................................... 8
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Kasus....................................................................................................... 9
2.2 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler ...................................... 9
2.3 Konsep Dasar Penyakit ........................................................................... 14
2.4 Klasifikasi ............................................................................................... 14
2.5 Etiologi ................................................................................................... 15
2.6 Faktor Resiko .......................................................................................... 15
2.7 Tanda Gejala ........................................................................................... 16
2.8 Patofisiologi ............................................................................................ 16
2.9 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 18
2.10 Penatalaksanaan ...................................................................................... 18
2.12 WOC ....................................................................................................... 21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian............................................................................................... 22
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 24
3.3 Intervensi ................................................................................................
3.4 Implementasi dan Evaluasi .....................................................................
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 Pengkajian...............................................................................................
4.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................
4.3 Intervensi ................................................................................................
4.4 Implementasi dan Evaluasi ....................................................................
4.5 SOP Pemeriksaan Pungsi Lumbal .........................................................

iii
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................................
saran ................................................................................................................
Daftar Pustaka ..................................................................................................

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan
spinal cord (Meningitis Foundation of America). Classic triad dari meningitis adalah
demam, leher kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental (van de Beek, 2004).
Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain
Barrier dan oleh tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung
tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen (van de Beek,
2010). Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for
Disease Control and Prevention).
Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie
(51%) dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004). Vaksinasi berhasil
mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy,
2009). Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural,
sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus,
alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian (Tidy, 2009).
Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus,
patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic
streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak-
anak, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus influenza
(bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus (Neisseria
meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada orang remaja dan
dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah S. pneumonie,
H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria
monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised, patogen penyebab
meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria monocytogenes,
tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan penyebab

2
meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel-sel malignan (leukemia,
limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal,

3
kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus
(SLE), dan Bechet’s disease (Tidy, 2009).
Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5%
pasien yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien yang
memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath.
mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami
meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani
lumbar puncture (van de Beek, 2010).
Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan
kematian pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal
meningitis (van de Beek, 2004). Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan
terdapat 704.000 kasus dengan jumlah kematian 100.000 orang. Di antara tahun 1998
dan 2002 dilaporkan adanya 224.000 kasus baru meningococcal meningitis. Tetapi
angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang bagusnya sistem
pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang meninggal sebelum mencapai
pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien meninggal di catatan resmi (Centers
for Disease Control and Prevention).
Otitis media merupakan penyakit peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid (Soepardi,
2008). Di Amerika Serikat, otitis media terdiagnosis lebih dari 5 juta kali setiap
tahunnya, dan merupakan alasan paling banyak dituliskannya resep antibiotik untuk
anak-anak (Hendley, 2002). Otitis media biasanya diikuti dengan infeksi virus di
nasofaring yang kemudian mengganggu fungsi dari tuba Eustachius, yang kemudian
mengganggu ventilasi dan menimbulkan tekanan negatif di telinga tengah (Hendley,
2002).
Di Australia, 3-5% anak meninggal tiap tahunnya akibat komplikasi otitis
media dan 15 anak menderita kehilangan pendengaran permanen akibat otitis media
(O'Connor, 2009). Komplikasi otitis media yang paling sering terjadi adalah yang
ekstrakranial yang berupa antara lain mastoiditis, kolesteatoma, dan otitis media
dengan perforasi. Sedangkan komplikasi intrakranial, yang jarang terjadi, antara lain
meningitis, abses otak, dan trombosis sinus lateral. 60% anak

4
yang menderita otitis media akan mengalami komplikasi, baik itu ekstrakranial
maupun intrakranial (O'Connor, 2009).
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani disertai sekret yang terus menerus atau
hilang timbul (Nursiah, 2003). Otitis media akut dengan perforasi membran timpani
menjadi OMSK apabila prosesnya telah berlangsung lebih dari 2 bulan (Soepardi,
2008). Gejala klinisnya berupa otorrhoea disertai kehilangan pendengaran konduktif.
Di dunia, terdapat 65-330 juta penderita OMSK dan 60%-nya menderita kehilangan
pendengaran yang signifikan (Borton, 2009).
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen atau
tipe sekunder atau OMSK tipe jinak) dan tipe atikoanteral (tipe primer atau tipe
mastoid atau OMSK tipe ganas). Otitis media supuratif kronik (OMSK) tipe ganas ini
dapat menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang
dapat berakibat fatal (Aboet, 2007).
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika. Walaupun demikian, lebih dari
90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, status kesehatan serta
gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar meningkatnya prevalensi
OMSK pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007).
Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan
pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien (Aboet, 2007).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui hubungan antara otitis media supuratif kronik dengan meningitis.

1.2 Tujuan
Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah ini adalah penulisan dapat
memberikan asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem
persyarafan : Meningitis

5
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penulisan ini bertujuan agar mahasiswa dapat :
1) Melakukan pengkajian pada penyakit meningitis
2) Menegakkan diagnosa keperawatan pada penyakit meningitis
3) Menyusun rencana keperawatan (intervensi) pada penyakit meningitis
4) Melakukan tindakan keperawatan (implementasi) pada penyakit
meningitis
5) Melakukan evaluasi keperawatan dengan penyakit meningitis

1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat di ambil dari karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Instansi Rumah Sakit
Agar dapat digunakan sebagai masukan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan meningitis , serta dapat meningkatkan
mutu/kualitas pelayanan kesehatan pada pasien.
2. Instansi Pendidikan
Agar dapat di gunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang
perkembangan ilmu keperawatan, terutama kajian pada penyakit
meningitis.
3. Penulis
Untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman tentang
perawatan pada pasien meningitis.
4. Pasien
Lebih memahami dalam perawatan dan pemenuhan kebutuhan pada pasien
meningitis.

6
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 KASUS
Tn. F berusia 35 tahun di rawat di bangsal melati, rumah sakit
Sentosa. Pada pemeriksaan TTV di peroleh hasil: TD 110/70mmHg.
N:96x/mnt dan T:38ºC . Pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran
dengan GCS E2 V4 M4. Pasien nyeri yaitu seperti di tusuk-tusuk, skala 4,
dan berangsur terus-menerus, sakit kepala semakin beraat saat pagi hari,
nyeri sudag sejak satu bulan yang lalu. Hasil pemeriksaan TIK adalah
18mmHg.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

Gambar 1.1

Fisiologi Persyarafan

1. Otak
Otak dibungkus oleh 3 membran yaitu dura mater, arakhnoid mater, dan pia
mater.
Cairan serebrospinal (CSS) mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan
medula spinalis. Jumlah CSS 125 – 150 ml diganti lebih dari tiga kali sehari.
Fungsi CSS:

7
1. Peredam kejut untuk mencegah otak menumbuk bagian interior tengkorak
yang keras ketika kepala tiba – tiba mengalami benturan.
2. Pertukaran bahan antara sel – sel saraf dan cairan interstisium di sekitarnya.
Serebrum merupakan bagian terbesar dari otak manusia dan dibagi menjadi dua
bagian yaitu hemisfer serebri kiri dan hemisfer serebri kanan. Pada masing –
masing hemisfer terdapat korteks serebri yang terdiri dari lapisan sel dan serabut
saraf . pada korteks serebri terdapat empat pasang lobus yaitu: lobus oksipitalis,
lobus temporalis, lobus parietalis, dan lobus frontalis.
1. Lobus oksipitalis melaksanakan pemrosesan awal masukan penglihatan
2. Lobus temporalis mempersepsikan suara pada awalnya.
3. Lobus parietalis berperan dalam penerimaan dan pemrosesan perseptual
masukan somatosensorik (somestetik dan proprioseptif). Korteks yang
berperan dalam proses tersebut adalah kortek somatosensorik.
4. Lobus frontalis berperan dalam aktivitas motorik volunter, kemampuan
berbicara, dan elaborasi pikiran. Pada lobus frontalis kiri berdekatan dengan
daerah motorik korteks terdapat daerah Broca, yang berfungsi untuk
mengendalikan kemampuan berbicara.
Daerah Wernicke terletak di korteks kiri pada pertemuan antara lobus parietalis,
temporalis, dan oksipitalis, berfungsi untuk pemahaman bahasa.Korteks asosiasi
prafrontal merupakan bagian depan lobus frontalis, berperan dalam perencanaan
akivitas volunter, pengambilan keputusan, kreativitas, dan sifat kepribadian.
Korteks asosiasi parietal – temporal – oksipital terletak di pertemuan antara ketiga
lobus yang menjadi asal namanya. Korteks ini berperan dalam mengumpulkan
dan mengintegrasikan sensasi somatik, pendengaran, dan penglihatan yang
diproyeksikan dari ketiga lobus ini untuk pemrosesan yang lebih kompleks.
Korteks asosiasi limbik terletak di bagian paling bawah dan berbatasan dengan
bagian dalam kedua lobus temporalis. Korteks ini berperan dalam motivasi,
emosi, dan ingatan.
Diensefalon terletak di atas batang otak, di dalam interior serebrum. Pada
diensefalon terdapat talamus dan hipotalamus.Talamus terletak dibagian tengah
dari ke 2 ventrikel lateral, permukaan superior, inferior dan posteriornya
dikelilingi oleh ke 2 ventrikel lateral tersebut, fungsi talamus:

8
1. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps.
2. Kesadaran kasar akan sensasi.
3. Berperan dalam kesadaran.
4. Berperan dalam kontrol motorik.
Hipotalamus terletak di bawah talamus, fungsi hipotalamus:
1. Mengontrol suhu tubuh, pengeluaran urin, dan asupan makanan.
2. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin.
3. Terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
Serebelum merupakan bagian otak seukuran bola kasti, terletak di
bawah lobus oksipitalis korteks dan melekat ke punggung bagian atas batang otak.
Serebelum terdiri dari vestibuloserebelum,spinoserebelum, dan serebroserebelum.
1. Vestibuloserebelum berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan dan
kontrol gerakan mata.
2. Spinoserebelum berfungsi untuk meningkatkan tonus otot dan
mengoordinasikan gerakan volunter terampil.
3. Serebroserebelum berfungsi dalam perencanaan dan inisiasi akitvitas
volunter dengan memberikan masukan ke daerah motorik korteks.
Batang otak terdiri dari medula, pons, dan otak tengah (midbrain).
Fungsi batang otak:
1. Sebagian besar dari 12 pasang saraf kranialis berasal dari batang otak.
2. Terdapat kelompok – kelompok neuron yang mengontrol fungsi jantung,
pembuluh darah, pernapasan, dan pencernaan.
3. Berperan dalam mengatur refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan
dan postur.
4. Terdapat formasio retikularis yang menerima dan mengintegrasikan semua
masukan sinaptik sensorik yang datang.
5. Pusat pengatur tidur.

2. Medula Spinalis
1. Fungsi medula spinalis:
1) Mengendalikan berbagai aktivitas refleks di dalam tubuh.

9
2) Mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden
(menyalurkan sinyal dari masukan aferen ke otak) dan traktus
desenden (menyampaikan pesan dari otak ke neuron eferen).
2. Struktur umum
1) Suatu silinder panjang berongga dan agak pipih dengan panjang 45
cm.
2) Dari medula spinalis keluar pasangan – pasangan nervus spinalis
melalui ruang – ruang yang terbentuk anatara lengkung tulang
berbentuk sayap vertebra – vertebra yang berdekatan. Terdapat 8
pasang nervus servikalis, 12 pasang nervus torakalis, 5 pasang
nervus lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan 1 pasang nervus
koksigeus.
3) Meninges yang melapisi otak juga melapisi korda.
4) Substansia alba medula spinalis tersusun membentuk jaras – jaras
(traktus). Masing – masing jaras berawal atau berakhir di daerah
tertentu di otak, dan masing – masing menyalurkan jenis informasi
tertentu.
5) Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-
bagian substansia grissea dan substansia alba. Massa grisea
dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang mengandung
serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh myelin.
3. Susunan Saraf Tepi/Perifer
Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan
organ-organ tubuh. Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: divisi
aferen dan divisi eferen. Aferen membawa impuls dari reseptor ke saraf pusat,
eferen membawa impuls dari saraf pusat ke efektor.
1. Saraf Somatik
Secara anatomik sistem saraf perifer digolongkan ke dalam saraf-saraf
otak sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal. 31 pasang saraf spinal
(serabut motorik, sensorik menyebar pada ekstremitas & dinding tubuh). 12
pasang saraf kranial (serabut motorik saja, sensorik saja, atau campuran keduanya
menyebar di daerah leher & kepala).

10
Tiap pasang saraf spinal terletak pada segmen tertentu (serviks, toraks,
lumbar, dll). Tiap pasang saraf diberi nomor sesuai tulang belakang di atasnya: 8
pasang saraf spinal servikal (C1-C8), 12 pasang saraf spinal toraks (T1-T12),
5pasang saraf spinal lumbar (L1-L5), 5 pasang saraf spinal sacral (S1-S5), 1 pasang
saraf spinal koksigeal (C0). 12 pasang saraf cranial:

1. I (olfaktorius) = serabut sensorik, menerima & menghantar impuls pada


sensasi penciuman.
2. II (optikus) = transmisi impuls dari dan ke retina mata.
3. III (okulomotorius), IV (trokhlearis), VI (abdusens) = serabut motorik
mensuplai otot ekstrinsik mata.
4. III (okulomotorius) = mensuplai serabut otonom otot siliaris intrinsik &
otot sfingter iris
5. V (trigeminalis) = saraf kranial terbesar, serabut campuran.
6. VII (fasialis) = serabut motorik & sensorik mempersarafi otot wajah,
kelenjar ludah & lakrimal.
7. VIII (vestibulokohlear) = saraf sensorik terdistribusi di telinga dalam dan
mempersarafi pendengaran & keseimbangan.
8. IX (glosofaringeal) = saraf campuran, mempersarafi lidah & farings.
9. X (vagus) = serabut campuran, terdistribusi paling luas, mensuplai farings,
larings, organ di rongga leher, dada & abdomen.
10. XI (asesorius) = bergabung dan terdistribusi dengan serabut vagus
11. XII (hipoglosus) = saraf motorik, mensuplai otot intrinsil dan ekstrinsik
lidah

4. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak
maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik.
Stimulasi saraf simpatis biasanya akan menghasilkan efek berlawanan
dengan stimulasi saraf parasimpatis. Aktivasi simpatis: vasokonstriksi, naiknya
kerja jantung, TD, sirkulasi darah, kadar glukosa sel, dilatasi pupil, bronkhus dan

11
naiknya aktivitas mental. Aktivasi parasimpatis: berperan dalam pencernaan,
eliminasi & pada pembaruan suplai energy.

2.3 KONSEP DASAR PENYAKIT


Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada
orang dewasa biasanya hanya terbatas didalam runang subaraknoid, namun pada
bayi cenderung meluas sampai ke rongga subdural sebagai suatu efusi atau
empiema subdural (leptomeningitis), atau bahkan ke dalam otak
(meningoensevalilis). (satyanegara,2010)

2.4 KLASIFIKASI MENINGITIS

1 Meningitis bakterial

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang


menyerang susunan saraf pusat, mempunyai resiko tinggi dalam menimbulkan
kematian, dan kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan
dari penanganan meningitis bakteri (Pradana, 2009).

Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta (Mardjono, 1981). Pada


umumnya meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari septikemia.
Pada meningitis meningokokus, prodomnya ialah infeksi nasofaring, oleh
karena invasi dan multiplikasi meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis
purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman-
kuman tersebut (Mardjono, 1981).

2. Meningitis tuberkulosa

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di


Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis
tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis
primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena
terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan
biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,

12
sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga
arakhnoid (Pradana, 2009).

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan


meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak,
terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat
yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna
basalis (Pradana, 2009). Etiologi dari meningitis tuberkulosa adalah
Mycobacterium tuberculosis (Pradana, 2009)
3. Meningitis viral
Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai akibat akhir /
sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak,
mumps, herpes simpleks, dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak
terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) tidak
ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white
matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung
dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu
metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan
produksi enzim neurotransmiter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya
fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis (Pradana, 2009).

2.5 ETIOLOGI
1. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersaring adalah diplococcus
peneumonia dan neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif
2. Pada anak-anak bakteri tersering adalah hemophylus influenza, neiseria
meningitis, dan diplococcus pneumonia

2.6 FAKTOR RESIKO

1. Infeksi Sistemik
Di dapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya mebayr secara
hematogen sampai ke selaput ota, misalnya otitis medis kronis, mastoidis,
pneumonia, TBC, perikarditis, dll.

13
2. Trauma Kepala
Terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis crani yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar. Selain itu juga
bisa di sebabkan oleh operasi bedah saraf.
3. Definisi Imun
Faktor perdisposisi mancakup infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah
saraf baru, trauma kepala dan pemgaruh imunologis. Salauran vena yang
melalui posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak
dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyongkong perkembangan bakteri. Oraganisme imun masuk ke dalam
aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di
bawah korteks yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran
darah serebral. Jaringan serberal mengalami gangguan metabolisme akibat
meningen vaskulitis hipoperfusi.

2.7 MANIFESTASI KLINIS


1. Neonatus: menolak untuk makan,refleks menghisap kurang, muntah, diare,
tonus otot melemah, menangis lemah.
2. Anak-anak dan remaja: demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan
sensorik, kejang, mudah terstimulasi, fotopobia, delirium, halusinasi,
maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif,
ptechial (menunjukkan infeksi meningococa).
3. Ciri khas: penderita yang tampak sakit berat, demam akut yang tinggi,
kesadaran yang menurun (lethargi atau gaduh gelisah), nyeri kepala, muntah
dan kaku kuduk.

2.8 PATOFISIOLOGI
Tekanan arteri sistemik adalah sebuah hasil dari perkalian cardiac output
(curah jantung) dengan tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung).
Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi

14
hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan
darah antara lain sistem baroreseptor, pengaturan volume cairan tubuh, sistem
renin angiotensin dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam
aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri.
Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme
perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi
dengan penurunan tonus simpatis. Oleh karena itu, reflek kontrol sirkulasi
meningkatkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan
menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan
pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan
untuk menaikkan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat
secara tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak ada.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila
tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui
mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan
mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat,
peningkatan tekanan arteri meningkatkan diuresis dan penurunan tekanan darah.
Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam
mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensin memegang peranan penting dalam pengaturan
tekanan darah. Ginjal memproduksi renin yaitu enzim yang bertindak pada
substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadi angiotensin II kemudian menjadi
angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokontriktor yang kuat
pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan
aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada
aldoteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis,
angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan pada
ekskresi garam (natrium) dengan akibat peningkatan tekanan darah.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya
tahanan perifer vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar

15
renin harus diturunkan karena peningkatan arteriolar renal mungkin menghambat
sekresi renin. Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi
esensial akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital.
Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infrak miokard,
stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.
Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi
jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan
menurunkan tahanan vaskular dengan mengakibatkan pengurangan aliran,
sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari peningkatan
aliran. Autoregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting dalam
menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar
glukosa darah menurun, protein meningkat, tekanan cairan meningkat, asam
laktat meingkat, glukosa serum meningkat, identifikasi organisme penyebab.
2. Kultur darah: untuk menteapkan organisme penyebab.
3. Kultur urine: untuk menetapkan organisme penyebab.
4. Kultur nasofarin : untuk menetapkan organisme penyebab
5. Elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; Na+ naik dan K+ turun.
6. Osmolaritas urine meningkat dengan sekresi ADH
7. MRI, CT scan/angiografi.

2.10 PENATALAKSANAAN
1. Obat anti inflamasi
1) Meningitis Tuberkulosa
a. Isoniazid 10-20mg/kg/24jm oral, 2kali sehari maksimal 500gr
selama satu setengah tahun

16
b. Rifamfisin 10-15mg/kg/24jm oral, 1kali sehari selama satu
tahun.
c. Streptomisin sulfat 20-40mg/kg/24jm sampai 1minggu, 1-
2kali sehari, selama 3bln
2) Meningitis Bakterial, umur <2bln
a. Sefalosporin generasi ketiga
b. Ampisilin 150-200mg(400gr)/kg/24jm IV, 4-6 kali sehari
3) Meningitis Bakterial umur <2bln
a. Ampisilin 150-200mg(400gr)/kg/24jm IV, 4-6 kali sehari
b. Sefalosfarin generasi ketiga
2. Pengobatan Simtomatis
a. Diazepam IV 0.2-0,5mg/kg/dosis,atau rectal 0,4-0,6mg/kg/dosis
kemudian dilanjutkan dengan venitoin 5mg/kg/24jm 3kali sehari
b. Turunkan demam dengan antipiretik paracetamol atau salisilat
10mg/kg/dosis sambil di kompres air.
3. Pengobatan suportif
a. Cairan intravena
b. Pemberian O2 agar kosentrasi O2 berkisar antara 30-50%
2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi lebih umum setelah bakteri meningitis dan sangat jarang


ditemukan setelah virusmeningitis. Komplikasi dengan meningitis mungkin
sementara atau permanen. Mereka dapat pendek atau jangka panjang.Komplikasi
meningitis meliputi:
1. Di sekitar seperempat dari orang-orang dengan penyakit meningococcal
mungkinmengembangkan infeksi septicaemia atau aliran darah dan
mengembangkan beberapakomplikasi.
2. Pendengaran adalah komplikasi umumnya ditakuti. Kehilangan mungkin
parsial ataulengkap. Sebelum habis dari rumah sakit atau dalam empat
minggu yang cukup baik untuk mengambil tes, pasien perlu tes
pendengaran.
3. Mungkin ada masalah dengan memori dan konsentrasi.

17
4. Ada dapat pendek atau panjang istilah masalah dengan koordinasi dan
keseimbangan.
5. Masalah dengan pidato dan visi. Mungkin ada sebagian atau sepenuhnya
kehilangan penglihatan.
6. Mungkin ada gangren jika ada septicaemia karena meningitis. Hal ini
menyebabkan produksi racun dalam tubuh yang membunuh jaringan sehat
terutama jari, jari-jarikaki atau dahan. Anggota badan mungkin perlu
diamputasi karena untuk gangrene
7. Masalah dan penyakit mental seperti depresi, kecemasan kelemahan dan
kelelahandapat dideteksi sebagai komplikasi dari meningitis.
Komplikasi meningitis pada anak-anak
1. Ketika baru-borns terpengaruh, ada risiko kerusakan otak. Hal ini
menyebabkanserangkaian gejala yang mempengaruhi gerakan dan
koordinasi
2. Karena meningitis umumnya mempengaruhi anak-anak di sana mungkin
akankesulitan belajar yang mungkin sementara atau permanen.
3. Banyak anak-anak dengan meningitis dapat mengembangkan
epilepsi yang mengarah ke serangan berulang.
Anak-anak setelah pertarungan meningitis mungkin
1. Menjadi "lengket" atau menderita kecemasan ketika ditinggalkan
sendirian
2. Mengembangkan gangguan tidur
3. Bed-wetting
4. Agresi atau mudah marah
5. Moody
6. Mengalami mimpi buruk
7. Mengembangkan amarah
8. Merasa rendah dan mengembangkan rasa takut dokter dan rumah sakit
Secara keseluruhan mungkin ada masalah perilaku dan belajar pada anak-anak
setelahmeningitis episode.

18
2.12 WOC

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Pasien
Pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
umur, asal suku bangsa, agama, pendidikan, pkerjaan, alamat, dan penanggung
jawab biaya.
1. Keluhan utama
Biasanya pasien meninitis akan mengalami penurunan tingkat
kesadaran dan sakit kepala berat.
3.1.1 Riwayat Penyakit Sekarang
1) Neonatus : menolak untuk makan,refleks menghisap kurang,muntah
diare,tonus otot melemah,menanggis lemah.
2) Anak-anak dan remaja: demam tinggi,sakit kepala,muntah,perubahan
sensori,kejang,mudah
terstimulasi,fotopobia,delirium,halusinasi,maniak,stupor,koma,kaku kuduk,tanda
kernig dan brudzinski positif,ptechial (menunjukkan infeksi meningococal)
3) Ciri khas : penderita yang tampak sakit berat,demam akut yang
tinggi,kesadaran yang menurun (lethargi atau gaduh gelisah),nyeri
kepala,muntah dan kaku kuduk.

3.1.2 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien biasanya mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan
infeksi jalan napas bagian atas,ototitis media,mastiditis, anemia sel sabit dan
henoglobinopatis lain,tindakan bedah saraf,riwayat penyakit kepala dan adanya
pengaruh immunologis.
3.1.3 Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah anggota keluarga ada yang menderita penyakit yang
berhubungan dengan meningitis.
3.1.4 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Biasanya pasien meningitis mengalami kesadarannya apatis sampai
koma.
S : 38° C
TD : 110/70 mmHg

20
N : 96 x/menit
RR : x/menit
MK :

2. Pemeriksaan ROS
1) B1 (Breathing)
Pernapasan tidak teratur, kadang terjadi chyne stokes,tacgipnea,napas
cepat dan dangkal.
2) B2 (Blood)
Pada sistem kardiovaskuler terjadi kenaikan tekanan intrakarnial yang
dapat mengakibatkan pasien tidak sadarkan diri (koma).
3) B3 (Brain)
Disfungsi pada saraf cranial N III,VI,VIII Neuron III dan VI :
biasanya pada pasien meningitis pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
psien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan,pada tahap lanjut meningitis yang mengganggu kesadaran, tanda-
tanda perubahandari funsi dan reaksi pupil akan di dapatkan dengan alasan
kelebihan cahaya. Neuron VIII ; biasanya pada pasien meningitis dengan
stadium lanjut di temukannya adanya tul konduktif dan tuli persepsi.
4) B4 ( Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya di dapatkan volume saluran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal.
5) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung
pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
6) B6 (Bone)
Pada pasien meningitis biasanya akan mengeluh nyeri dan kaku pada leher
atau kekauan pada otot

21
3. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pungsi lumbal dan kultur CS : jumlah leukosit (CBC) mwningkat, kadar
glukosa darah menurun,protein meningkat, tekanan cairan meningkat,asam laktat
meningkat,glukosa serum meningkat,identifikasi organisme penyebab
2.) Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3.) Kultur urine , untuk mendapatkan organisme penyebab
4.) Kultur nasofaring, untuk menetapkan organisme penyebab
5.) Elektrolitserum meningkat jika anak dehidrasi ; Na + naik dan k+ turun
6.) Osmolaritas urine meningkat dengan sekresi ADH
7.) MRI , CT Scan/angiografi

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

ANALISIS DATA

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. DS : klien mengeluh Meningkatnya TIK Gangguan rasa


nyeri kepala dan lemah nyaman nyeri

DO : - kaku kuduk (+)

-kernig sign (+)

-Pemeriksaan lumbal

Fungsi : hasil kultur +


neisiria meningitis grup
B

-klien mendapatkan
terapi panadol 500 mg

-klien di berikan
cefotaxime 2x1 gram bd

22
-klien di berikan
Dexamethason 0,15
mg/kg setiap 6 jam

2. DS : klien mengalami Inflamasi akibat Hipertemia


demam bakteri,virus,jamur dan lain-
lain
DO : suhu tubuh di atas
36,5° C

3.3 INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Tgl/ Intervensi Rasional


Keperawatan hasil jam
1. Nyeri akut Setelah di lakukan -Kaji nyeri -Dengan
tindakan posisikan mengatur
DS : klien
keperawatan selama pasien posisi
mengeluh nyeri
5x24 jam,di senyaman pasien
kepala dan
harapkan pasien mungkin, dengan
lemah
misal, semi semi
-mengontrol nyeri
DO : - kaku fowler fowler
atau penyebab
kuduk (+) pasien
nyeri, mampu - gunakan
akan
-kernig sign (+) menggunakan komunikasi
merasa

23
-Pemeriksaan teknik non terapeutik agar nyaman
lumbal farmakologi untuk pasien dapat
-Dengan
mengurangi nyeri, mengekspresik
Fungsi : hasil menggun
mencari bantuan an nyeri
kultur + neisiria akan
meningitis grup -melaporkan bahwa -ajarkan teknik komunik
B nyeri berkurang nafas dalam asi
dengan atau distraksi terapeuti
-klien
menggunakan relaksasi k pasien
mendapatkan
manajemen nyeri dapat
terapi panadol -berikan
mengekp
500 mg -menyatakan rasa analgetik
resikan
nyaman setelah sesuai anjuran
-klien di berikan rasa nyeri
nyeri berkurang dokter
cefotaxime 2x1
-Agar
gram bd -TTV dalam
pasien
rentang normal
-klien di berikan dapat
Dexamethason mengatur
0,15 mg/kg nafas
setiap 6 jam dalam
dengan
benar

- pasien
dapat
mendapa
kan
penangan
an lebih
lanjut

24
2. Hipertemi Setelah dilakukan -Gunakan -Agar
tindakan pendekatan pasien
DS : klien
keperawatan selama yang merasa
mengalami
5x24 jam menenangkan nyaman
demam
diharapkan pasien : -Ajak pasien dan tidak
DO : suhu tubuh untuk gugup
-Suhu tubuh pasien
di atas 36,5° C berdiskusi -Agar
dalam rentang
tentang pasien
normal
penyebab dapat
-Nadi dan RR cemasnya merasaka
normal -berikan n
motivasi agar ketenang
-Tidak ada
pasien tidak an dan
perubahan warna
merasa cemas tidak
kulit dan tidak
cemas
pusing
-Agar
pasien
tidak
mengala
mi stress
karena
merasa
cemas
dengan
penyakit
yang di
derita

25
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI TGL/ EVALUASI TTD


JAM

1. Nyeri akut -Mengkaji nyeri S: Pasien


(PQRST) mengatakan nyeri
berkurang
-Memposisikan
pasien senyaman O: TTV dalam
mungkin, misal : rentang normal
semi fowler
A: Masalah
-Gunakan keperawatan teratasi
komunikasi
P: Hentikan
terapeutik agar
intervensi
pasien dapat
mengekspresikan
nyeri

-ajarkan teknik nafas


dalam atau distraksi
relaksasi

-berikan analgetik
sesuai anjuran dokter

26
2. Hipertermia -Memberikan S : Pasien
obat penurun mengatakan
panas tubuhnya sudah
tidak merasa panas
-Mengompres
lagi
dengan air
biasa O : Suhu badan
pasien normal
-Memonitor
TTV A : Masalah
keperawatan
teratasi

P : Hentikan
intervensi

27
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 PENGKAJIAN
Pengkajian tanggal :-
MRS tanggal :-
Diagnosa masuk :-
Ruang/kelas : Bangsal Melati
Jam :-
No RM :-
Hari rawat ke :-
1. Identitas Pasien
1) Nama : Tn.F
2) Usia : 35 Tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Pendidikan : SMP
5) Suku / bangsa : Indonesia
6) Status pernikahan : Kawin
7) Agama : Islam
8) Pekerjaan : Wiraswasta
9) Alamat :-
Penanggung jawab biaya
1) Nama : Ny.I
2) Alamat :-
3) Hub. Keluarga : Istri
4) Telepon :-
Keluhan Utama : pasien mengeluhkan nyeri kepala berat
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien dirawat dirumah sakit sentosa di ruang bangsal melati
dengan keluhan sakit kepala berat dan terus merintih kesakitan dengan

28
karakteristik nyeri dan berangsur terus-menerus, sakit kepala semakin
berat saat di pagi hari.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat kesehatan sebelumnya.
1. Penyakit yang pernah diderita: Meningitis
2. Operasi : Tidak ada
3. Alergi: -
4. Imunisasi : -

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


1) Tidak ada riwayat penyakit keluarga
2) Genogram : -

E. OBSEVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum
Tanda-tanda vital
keadaan umumnya: lemah
S : 38ºC N : 96 x/menit
RR: - x/mnt
TD : 110/70 mmhg
MK : Hipertermi
Pemeriksaan ROS
1. Sistem pernafasan (B1)
a) RR :-
b) Keluhan :-
c) Pola nafas : Teratur
d) Alat bantu nafas : Tidak ada
MK: Tidak ada masalah keperawatan
2. Sistem Kardiovaskuler (B2)
a) Keluhan nyeri dada : Tidak ada
b) CRT : 2 detik
c) Irama jantung : Regular

29
d) Suara jantung : Normal
e) Akral : Hangat
f) Konjungtiva pucat : Tidak
g) JVP :-
MK: Tidak ada masalah keperawatan
3. Sistem Persyarafan (B3)
a. Kesadaran : Sopor
GCS : E2 V4 M4
b. Pupil : Anisokor
c. Sclera : Anikterus (normal)
d. Konjungtiva : pink
e. Istirahat/Tidur : 8 jam/hari
f. Nyeri : Ada (nyeri kepala)
P : Nyeri di sebabka oleh peradanggan pada selaput otak
Q: Nyeri seperti di tusuk-tusuk
R: Nyeri terasa di kepala
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri terasa terus menerus dan semakin berat saat pagi
hari
g. Reflek fisiologis : tricep
h. Reflek parologis :-
i. Keluhan pusing : iya
MK : Gangguan rasa nyaman nyeri, tingkat kesadaran menurun
4. Sistem Perkemihan (B4)
a. Kebersihan genetalia : Bersih
b. Sekret : Tidak ada
c. Ulkus : Tidak ada
d. Kebersihan meatus uretera : Bersih
e. Keluhan kencing : Tidak ada
f. Kemampuan berkemih : Spontan
g. Produksi urine :-
-warna : kuning bening

30
-bau : khas
h. Kandung kemih membesar : Tidak
MK = Tidak ada masalah keperawatan
5. Sistem Pencernaan (B5)
a. TB : - BB: -
b. IMT :-
c. LLA :-
MK: Tidak ada masalah keperawatan
6. Sistem muskulusteletal dan integumen (B6)
a. Kekuatan otot :
b. Pergerakan sendi :
c. Kelainan ekstremitas :
d. Kelainan tulang belakang :
e. Fraktur :
f. Traksi :
g. Penggunaan spalk/gips :
h. Keluhan nyeri :
i. Sirkulasi prifer :
j. Kompartemen sindrom :
k. Kulit :
l. Akral :
m. Turgor :
n. Odema :
o. Luka operasi :
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pungsi lumba dan kultur CSS : jumlah leukosit (CBC)
meningkat,kadar glukosa darah munurun, protei meningkat, tekanan
cairan meningkat,Asam laknat meningkat, glukosa serum
meningkat,identifikasi organisme penyebab.
2. Kultur darah,untuk menetapkan organisme penyebab.
3. Kultur urin,untuk menetapkan organisme penyebab
4. Kultur nasofaring,untuk menetapkan organisme penyebab

31
5. Elektrolit serum,meningkat jika anak dehidrasi; Na+naik dan
K+turun
6. Osmolaritas urin,meningkat dengan sekresi ADH
7. MRI,CT-scan/angiografi

32
4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyeri sehubungan dengan iritasi lapisan otak
2. Hipertermi

ANALISIS DATA :
DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : Pasien Meningitis Gangguan rasa


mengatakan nyeri nyeri sehubungan
dikepala sejak 1 bulan dengan iritasi
yang lalu Oedema Serebral lapisan otak

DO :
-Skala nyeri sedang (4)
TIK
- Merintih kesakitan
-

Batasan Karakteristik : Nyeri Kepala

-Mengekspresikan
perilaku misalnya
gelisah, merengek dan
menangis.
-Fokus menyempit
misal gangguan
persepsi nyeri,hambatan
proses
berfikir,penurunn
interaksi dengan orang
dan lingkungan

-indikasi nyeri yang

33
dapat diamati

DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : keluarga Meningitis Hipertermi


mengatakan pasien
Respon inflamasi pada arah
mengalami demam
noid dan CSF
DO : Suhu tubuh
meningkat
Pembuluh darah mengalami
TD:110/70 mmHg
inflamasi di dalam area darah
S:38C N: 96x/menit
sekitar otak
Batasan Karakteristik :

-peningkatan suhu
tubuh diatas kisaran
normal

-kulit terasa hangat

-kulit kemerahan

4.3 INTERVENSI
Tgl/
No. Diagnosa Tujuan/
jam Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil

34
1 Gangguan Tujuan : Setelah 1. Usahakan 1. Menurunkan
rasa nyaman dilakukan membuat reaksi terhadap
nyeri b.d tindakan lingkungan yang rangsangan eksternal
nyeri kepala keperawatan aman dan tenang
2. Membantu
selama 1x24
2. Lakukan menurunkan
jam keluhan
manajemen (memutuskan)
nyeri berkurang
nyeri dengan stimulasi nyeri
KH : Klien metode distraksi
3. Dapat membantu
dapat tidur relaksasi nafas
relaksasi otot yang
dengan tenang, dalam
tegang
wajah rileks
3. Lakukan
4. Dapat mengurangi
latihan gerak
nyeri
aktif/pasif sesua
dengan kondisi
dengan lembut
dan hati-hati

4. Kolaborasi
pemberian
analgetik

2 Hipertermia Tujuan: 1. Monitor suhu 1. Memantau


b.d Setelah di tubuh dan apakah ada
peningkatan lakukan warna kulit terjadi
laju tindakan klien peningkatan atau
metabolisme keperawatan tidak
2. Kompres
selama 3 x 24 2. Dengan kompres
hangat pasien
jam di harapkan hangat dapat
pada lipat paha
Hipertermi pada membuka pori-
dan aksila
pasien dari level pori sehingga
1 (tidak pernah) 3. Tingkatkan terjadi evaporasi
ke level 3 sirkulasi udara 3. Sirkulasi yang

35
(kadang kadang) menggunkan baik membantu
dengan kipas angin menurunkan
demam klien
Kriteria hasil : 4. Anjurkan
4. Mencegah
klien untuk
1. Suhu tubuh dehidrasi
minum banyak
dalam 5. Paracetamol
air
rentang dapat
normal 5. Kolaborasi menurunkan
(36,50C – dengan tim deman
37,50C) medis dalam
2. Nadi RR pemberian obat
dalam antipiretik
rentang (paracetamol)
normal
3. Warna kulit
tidak
kemerahan
4. Kulit tidak
terasa hangat

4.4 IMPLEMENTASI & EVALUASI


DIAGNOSA IMPLEMENTASI JAM/T EVALUASI SOAP
KEPERAWATAN GL

Gangguan rasa 1. Mengusahakan S = Px mengatakan nyeri pada


nyaman nyeri b.d membuat lingkungan kepala seperti ditusuk-tusuk
nyeri kepala yang aman dan tenang
O=
2. Melakukan -Skala nyeri sedang (4)
manajemen nyeri - klien masih terlihat menahan
dengan metode nyeri

36
distraksi relaksasi nafas A = Nyeri belum teratasi
dalam
P = Lanjutkan intervensi 1,2,3
3. Malakukan latihan dan 4
gerak aktif/pasif sesua
dengan kondisi dengan
lembut dan hati-hati

4. Mengkolaborasi
pemberian analgetik

Hipertermi 1. Memonitor suhu S = Px mengatakan bahwa


tubuh dan warna suhu tubuhnya masih panas
kulit klien
O = Kulit terasa hangat, suhu:
2. Melakukan
380
kompres hangat
pasien pada lipat A = Demam belum teratasi
paha dan aksila
P = Lanjutkan intervensi
3. Meningkatkan
1,2,3,4 dan 5
sirkulasi udara
menggunkan kipas
angin
4. Menanjurkan klien
untuk minum
banyak air
5. Melakukan
kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat
antipiretik
(paracetamol)

37
4.5 SOP PEMERIKSAAN PUNGSI LUMBAL

STANDARD OPERATING PROSEDUR (S O P)


STIKES
PUNGSI LUMBAL
Nahdlatul

Ulama Tuban

NO DOKUMEN NO REVISI HALAMAN

TANGGAL DIBUAT OLEH


TERBIT
Protab
17 Maret 2019

KELOMPOK II

Lumbal punctie (Lumbal pungsi) adalah upaya pengeluaran


Pengertian cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam
ruang subarakhnoid. (Kozier et al., 1995)

1. Pemeriksaan cairan serebrospinalis,

2. Mengukur dan mengurangi tekanan cairan serebrospinal,

3. Menentukan ada tidaknya darah pada cairan


Tujuan serebrospinal,

4. Mendeteksi adanya bloksubarakhnoid spinal,

5. Memberikan antibiotik intrathekal ke dalam kanalis


spinal terutama kasus infeksi

Petugas Perawat

1. Meningitis

2. Ensefalitis3. Abses otak

Indikasi 4. Perdarahan subarahnoid

5. Leukemia yang melibatkan susunan saraf pusat

6. Sklerosis multipel

38
7. Guillain-Barre Syndrome

8. Tumor medulla spinalis

9. Pemberian obat

10.Febris (Kaku kuduk) dengan kesadaran menurun (sebab


tak jelas)

11. Kelumpuhan yang tidak jelas penyebabnya.

12. Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI

11. 13. Ubun – ubun besar menonjol

1. Sarung tangan steril

2. Duk luban

3. Kassa steril, kapas dan plester

4. Antiseptic: povidon iodine dan alcohol 70 %

5. Troleey

6. Baju steril

7. Jarum punksi ukuran 19, 20, 23 G.

8. Manometer spinal
Persiapan Alat 9. Tempat penampung cairan serebrospinal steril x 3 (untuk
bakteriologi, sitologi dan biokimia)

10. Kom

11. Bengkok

12. Bak steril

13. Tromol

14. Korentang

15. Jarum anastesi

16. Lidokain

1. Pastikan identitas klien


Persiapan Klien 2. Kaji kondisi klien

3. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya tindakan

39
yang dilakukan

4. Jaga privasi klien

5. Posisi klien

 Cuci tangan dan memakai handscon


Persiapan Perawat  Memakai APD (alat pelindung diri)

Tahap Orientasi

1. Perawat memastikan tidak ada kontraindikasi missal


infeksi kulit di lokasi pungsi

2. Berikan salam, panggil klien dengan namanya


(kesukaanya)

3. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat

4. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada


klien/keluarga

5. Perawat meminta pasien untuk BAK sebelum tindakan


lumbal pungsi

6. Pemberian informed consent

Tahap Kerja
Prosedur
1. Turunkan pakaian bawah sampai tidak menutupi daerah
Pelaksanaan
lumbal L3-L5 dan baju dikeataskan.

2. Posisi tidur pasien dimiringkan kekiri atau kekanan,


kedua tangan dimasukkan diantara kedua kaki, kemudian
menekuk bagian tekuk dan lutut , sampai lutut dan dagu
hampir bertemu.Pertahankan agar posisi pasien tetap seperti
ini selama proses lumbal pungsi

3. Lumbal pungsi dilakukan oleh dokter

4. Daerah yang akan ditusuk didesinfeksi dengan iodine,


kemudian dengan kapas alkohol, tunggu sampai kering

5. Lakukan anastesi dengan menyuntikan lidokain di daerah


sekitar lumbal pungsi

6. Pada waktu dokter memasukkan jarum punksi, kepala


pasien ditekan, jika liquor sudah keluar, tekanan dilepas,
kepala hanya ditahan saja

40
7. Setelah liquor keluar, perawat melakukan : perawat
mengukur tekanan liquor, memasukkan cairan cerebro
spinalis satu sampai dua tetes, kedalam tabung none dan
pandy, menampung liquor kedalam botol kecil untuk bahan
pemeriksaan. Setelah liquor yang keluar dianggap cukup,
dokter mencabut jarum pungsi

8. Bekas tusukan ditekan dengan lidi kapas betadine,


kemudian ditutup dengan kain kasa lalu diplester

9. Botol yang berisi cairan cerebro spinalis diberi label


nama pasien,tanggal,ruang rawat dan jenis pemeriksaan

10. Segera bawa spesimen ke laboratorium untuk dianalisis

Tahap Terminasi

1. Pasien dimiringkan dengan posisi telungkup

biasanya 4-8 jam, diperbolehkan untuk memutar

badan dari satu sisi ke sisi lain.

2. Evaluasi respon klien terhadap perubahan status

neurologik seperti perubahan kesadaran dan pupil,

kenaikan suhu, peningkatan tekanan darah, serta

iritabilitas seperti sensasi di ekstremitas bawah

3. Berikan reinforcement positif

4. Jika sakit kepala berikan analgetik, dianjurkan untuk

istirahat lebih lama dan banyak minum

5. Periksa lokasi pungsi secara berkala apakah ada

kebocoran cairan

6. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

7. Mengakhiri kegiatan dengan baik

Bickley, lynn S.2008. Buku Saku/ Pemeriksaan Fisik


dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta. EGC
Referensi
Bates, Barbara.1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat
Kesehatan. Jakarta. EGC

41
BAB
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari uraian singkat tentang meningitis diatas dapat diperoleh beberapa poin antara
lain :
Meningitis merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.
Penyebab dari penyakit meningitis antara lain Bakteri; Mycobacterium
tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
Faktor predisposisi yang berperan antara lain jenis kelamin laki laki lebih sering
dibandingkan dengan wanita. Faktor maternal anatar lain ruptur membran fetal,
infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. Sedangkan faktor imunologinya
adalah defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin. Kelainan sistem
saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.
Meningitis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu Meningitis serosa dan
Meningitis purulenta

SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang penyakit meningitis dan
bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis.
Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan
untuk mahasiswa.

42
DAFTAR PUSTAKA

43

Anda mungkin juga menyukai