Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

PENGUJIAN AKTIVITAS PENGHAMBATAN NEUROMUSKULAR

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 GELOMBANG 1

1. WINDY SRI MARWANI 201FF03023


2. PAHAD ABDULAH 211FF03001
3. SITI RISKA CHAERANI 211FF03005
4. KARTIKASARI 211FF03009
5. RIKA SRI MUSTOPA 211FF03016

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
MODUL 7
PENGUJIAN AKTIVITAS PENGHAMBATAN NEUROMUSKULAR

1. Tujuan
1.1 Kompetensi yang dicapai :
Mahasiswa mampu Mengimplementasikan metode secara keseluruhan untuk berbagai
bahan uji sebagai penghambar neuromuscular serta Pemilihan Obat Menjadi Usulan
Terapi untuk system otot.
1.2 Tujuan Praktikum :
➢ Menentukan efek dari pemberian obat penghambat aktivitas neuromuscular.
➢ Mahasiswa mampu Mengimplementasikan metode secara keseluruhan untuk
berbagai bahan uji serta Pemilihan Obat Menjadi Usulan Terapi untuk system
otot.
2. Prinsip
Pemberian obat yang mempengaruhi neuromuscular akan menyebabkan otot
mengalam kontraksi atau relaksasi. Hal ini dapat diamati dari kemampuan hewan
dalam melakukan gerakan yg melibatkan otot skelet.
3. Alat dan Bahan
Bahan :
Alat :
• Mencit putih

• Platform • Atrokurium 10 mg/kg bb


• Kawat gantung • Fisostigmin 0,05 mg/ml

• Pinset
• Timbangan mencit
• Syringe
• Sonde oral
4. Prosedur

Bagi Mencit Menjadi 4 Kelompok

Kelompok 1 : mencit hanya diberi NaCl fisiologis (i.p)


Kelompok 2 : mencit diberi atrakurium (i.p)
Kelompok 3 : mencit diberi fisostigmin
Kelompok 4 : mencit diberi fisostigmin kemudian segera disuntik dengan atrakurium

Lakukan Pengamatan tiap 15 menit pada semua mencit meliputi sikap tubuh normal
mencit, leher mencit, kemampuan menggelantung, kemampuan menarik kaki apabila
pada kaki tersebut diberi rangsangan (dengan dijepit)

5. Hasil Praktikum
a. Data Pengamatan
Penimbangan Bobot Mencit

28 gram 38 gram 31 gram 30 gram

Pemberian Zat Uji

0,5 ml NaCl 0,4 ml 0,8 ml 0,3 ml


Atrakurium Fisostigmin Atrakurium +
0,8 Fisostigmin
Parameter yang di uji

Sikap Tubuh Leher Mencit Menggelantung Otot Kaki

b. Perhitungan
1) Kel 1 (NaCl)
Dik :
- Volume pemberian : 0,5 /20gram BB Mencit
- BB Mencit : 28 gram
28 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Maka, Volume pemberian :20 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,5 ml = 0,7ml/28 gram BB Mencit

2) Kel 2 ( Atrakurium)
Dik :
- Dosis Atrakurium : 10mg/kg
- BB Mencit : 38 gram
38 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Maka, Volume Pemberian : 10mg x 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,4 ml/38 gram BB

Mencit
3) Kel 3 (Fisostigmin)
- Pembuatan larutan induk fasotigmin
0,1 𝑚𝑔
= 0,5 𝑚𝑙 x 100 ml = 20 mg/ 50ml

Dik :
- BB Mencit : 31 gram
31 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Maka, Volume Pemberian : x 0,5 ml = 0,775ml -> 0,8ml/31 gram
20 𝑔𝑟𝑎𝑚

BB Mencit
4) Kel 4 (fisostigmin + atrakurium)
Dik :
- Pembuatan larutan induk fisostigmin
0,1 𝑚𝑔
= 0,5 𝑚𝑙 x 100 ml = 20 mg/ 50ml

- Pembuatan larutan atrakurium


10 𝑚𝑔
= x 50 ml = 0,2 mg/50 ml
1 𝑚𝑙

- Volume pemberian
- Fisostigmin = 0,5 ml/ 20 gram BB mencit
30 𝑔𝑟𝑎𝑚
Fisostigmin = 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,5 ml = 0,75 ml → 0,8 ml/ 30 gram bb mencit

- Atrakurium = 10 mg/ kg manusia


30 𝑔𝑟𝑎𝑚
Atrakurium = 10 mg x 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,3 ml/ 30 gram bb mencit

SIKAP TUBUH LEHER MENCIT


BB KELOMPOK
T0 T15 T30 T45 T0 T15 T30 T45

NaCl +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++


28 gram

Atrakurium +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ ++


38 gram

Fisostigmin +++ ++ ++ ++ +++ +++ ++ ++


31 gram
Fisostigmin +
+++ ++ ++ ++ +++ ++ + +
30 gram Atrakurium

KELOMPOK MENGGELANTUNG OTOT KAKI


BB
T0 T15 T30 T45 T0 T15 T30 T45
NaCl +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
28 gram
Atrakurium +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ ++
38 gram
Fisostigmin +++ +++ ++ ++ +++ +++ + +
31 gram
Fisostigmin + +++ +++ ++ + +++ ++ ++ -
30 gram
Atrakurium
6. Pembahasan
Pada praktikum modul ini yaitu melakukan pengujian aktivitas penghambatan
neuromuskular dengan menggunakan mencit sebagai hewan uji. Percobaan ini
dilakukan untuk mengetahui aktivitas obat penghambat neuromuskular, Dengan
menggunakan NaCl sebagai kontrol negatif, atrakurium dan fisostigmin sebagai zat uji.
Sistem neuromuskular mencakup semua otot dalam tubuh dan system saraf yang
terlibat. Setiap gerakan yang dilakukan oleh tubuh membutuhkan komunikasi antara
otak dan otot. Sistem saraf menyediakan hubungan antara pikiran dan tindakan dengan
menyampaikan pesan yang berjalan sangat cepat sehingga bahkan tubuh tidak
menyadarinya. Saraf dan otot, bekerja bersama sebagai sistem neuromuskuler, dan
membuat tubuh bergerak seperti yang diinginkan.
Neuromuskuler adalah dua system yang tidak dapat di pisahkan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama dalam keadaan olahraga. Muskuler (perototan) dalam
fungsinya adalah mengerut / memendek / kontraksi. Dalam pemendekan, otot di
rangsang (dikontrol) oleh system saraf sehingga otot terkontrol kekuatan, akurasi, dan
powernya. Hal ini di sebabkan semakin besar berkehendak, semakin kuat dan cepat
kontraksinya sehingga tidak mungkin otot menampilkan kerjanya dengan baik tampa
sumbangan dari saraf (Herimasmur, 2012).
FISIOLOGI TRANSMISI SARAF-OTOT, Transmisi rangsang saraf ke otot
terjadi melalui hubungan saraf-otot. Hubungan ini terdiri atas bagian ujung saraf
motorik yang tidak berlapis myelin dan membran otot yang dipisah oleh celah sinap.
Di ujung saraf motorik terdapat gudang persediaan kalsium, vesikel atau gudang
asetilkolin, mitokondria, dan retikulum endoplasmik. Di bagian membran otot terdapat
reseptor asetilkolin. Asetilkolin merupakan bahan penghantar rangsang saraf
(neurotransmitter) yang dibuat di dalam ujung serabut saraf motorik melalui proses
asetilasi kolin ekstrasel dan koenzim A yang memerlukan enzim asetiltransferase.
Asetilkolin disimpan dalam kantung atau gudang yang disebut vesikel. Ada tiga bentuk
asetilkolin, yaitu bentuk bebas, bentuk cadangan belum siap pakai, dan bentuk siap
pakai.
MEKANISME HAMBATAN (BLOK) SARAF OTOT-OTOT, Otot yang
pertama kali dihambat adalah otot-otot kecil dengan gerakan cepat seperti otot mata
dan jari, kemudian otot trunkus dan abdomen, otot interkostal dan akhirnya diafragma.
Pemulihan terjadi sebaliknya, sehingga diafragma akan kembali berfungsi paling awal.
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau
untuk melumpuhkan otot.
Hambatan kompetisi atau blok non-depolarisasi, hambatan gabungan
asetilkolin dengan reseptor di membran ujung motorik terjadi karena pemberian
tubokurarin, galamin, alkuronium, dan sebagainya. Karena reseptor asetilkolin
diduduki oleh molekul-molekul obat pelumpuh otot nondepolarisasi, tidak terjadi
proses depolarisasi membran otot dan otot menjadi lumpuh. Pemulihan fungsi saraf otot
terjadi jika jumlah molekul obat yang menduduki reseptor asetilkolin telah berkurang,
antara lain karena proses eliminasi dan atau distribusi. Pemulihan juga dapat dipercepat
dengan pemberian obat antikolinesterase (fisostigmin) yang meningkatkan jumlah
asetilkolin.
Hambatan depolarisasi atau blok depolarisasi, hambatan penurunan kepekaan
membran ujung motorik terjadi karena pemberian obat pelumpuh otot depolarisasi.
Serabut otot mendapat rangsang depolarisasi menetap sampai akhirnya kehilangan
respons kontraksi menimbulkan kelumpuhan. Ciri kelumpuhan ditandai dengan
fasikulasi otot. Pulihnya fungsi saraf otot sangat bergantung pada kemampuan daya
hidrolisis enzim kolinesterase.
Pada percobaan ini zat uji diberikan secara intraperitoneal (IP) pada hewan uji,
karena rute pemberian obat secara IP ini obat akan langsung masuk ke dalam pembuluh
darah sehingga obat yang diberikan akan lebih cepat bereaksi di dalam tubuh. Cara
pemberian obat juga akan mempengaruhi kecepatan onset dan durasi dari suatu obat,
dimana onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian obat
sedangkan durasi adalah waktu lamanya efek sampai efek dari obat tersebut hilang.
Pada praktikum ini, hewan uji mencit yang telah diberikan obat akan diamati, parameter
pengamatannya terdiri dari 4 parameter yaitu sikap tubuh normal mencit, leher mencit,
kemampuan menggelantung dan kemampuan menarik kaki. Pada proses pengamatan
ini kita dapat mengetahui apakah hewan uji yang telah diberikan obat ini memberikan
respon atau tidak sebagai data pengamatan parameter yang diamati.
Pada hewan uji mencit yang pertama dengan berat 28 gram diberikan NaCl
sebanyak 0,7 mL. Setelah diamati dengan parameter yang sudah ditentukan mencit
yang telah disuntikan dengan NaCl hasilnya menunjukkan tidak terjadi ada respon yang
berubah baik dalam sikap tubuh, leher mencit, menggelantung dan kemampuan
menarik kaki, artinya NaCl tidak memberikan efek apapun terhadap hewan uji hal ini
terjadi karena NaCl atau natrium klorida digunakan sebagai kontrol negatif dan bukan
merupakan obat yang dapat menghambat neuromuskular. NaCl merupakan elektrolit
dengan fungsi untuk mengatur jumlah air dalam tubuh, sodium juga memainkan peran
pada bagian impuls saraf dan kontraksi otot. Sodium chloride adalah nama kimia untuk
garam. Sodium chloride digunakan untuk mengatasi atau mencegah kehilangan sodium
yang disebabkan dehidrasi, keringat berlebih, atau penyebab lainnya.
Kemudian pada hewan uji mencit yang kedua dengan berat 38 gram diberikan
atrakurium sebanyak 0,4 mL. Atrakurium adalah campuran 10 isomer dan merupakan
pelemas otot golongan benzilisokuinolinium dengan lama kerja yang digunakan untuk
melemaskan/ relaksasi otot. Mekanisme kerja dari obat ini yaitu dengan menghambat
saraf dan otot (neuromuscular blocker). Dari hasil pengujian diperoleh data pada menit
ke 15-30 masih menunjukkan respon yang sama seperti sebelum diberikan zat uji,
namun pada menit ke 45 respon sedikit menurun yang ditandai dengan perubahan pada
posisi tubuh, leher mencit dan kemampuan menarik kaki yang menjadi sedikit melemas
dan kemampun menggelantung yang tidak terlalu lama. Hal ini terjadi karena
berdasarkan literatur dikatakan bahwa memang onset dari atrakurium ini terjadi pada
40 - 45 menit setelah dilakukan injeksi, Sehingga pada menit ke 15-30 masih
menunjukkan tidak adanya perubahan respon karena efek dari atrakurium ini belum
bekerja.
Kemudian pada hewan uji mencit yang ketiga dengan berat 31 gram diberikan
obat fisostigmin sebanyak 0,8 mL. Fisostigmin merupakan struktur amin tertier yang
mempunyai molekul karbamat namun tidak mempunyai struktur ammonium kuartener.
Karenanya senyawa ini larut dalam lemak dan merupakan satu-satunya obat inhibitor
asetilkolinesterase yang dapat menembus sawar darah-otak. Fistotigmin juga
merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi myasthenia gravis, penyakit
autoimun yang menyebabkan pelemahan otot pada penderitanya. Obat ini juga
digunakan bagi penderita yang mengonsumsi obat pelemah otot (neuromuscular
blockage). Pada penderita myasthenia gravis atau pasien yang mengonsumsi obat
pelemah otot, terjadi penurunan kadar neurotransmiter asetilkolin. Asetilkolin berperan
dalam kontraksi dan gerakan otot. Fisostigmin adalah obat yang tergolong sebagai
antikolinesterase (anticholinesterase), dengan mekanisme kerja menghambat enzim
kolinesterase dan enzim kolinesterase dapat menghancurkan neurotransmiter
asetilkolin. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh data bahwa pada menit ke 15 efek
dari fisostigmin ini sudah mulai bekerja namun belum memberikan efek yang kuat yang
ditandai dengan perubahan respon yang terjadi hanya pada posisi tubuh yang sedikit
melemah ketika diperhatikan. Dan pada menit 30 ke menit 45 terlihat perubahan respon
yang signifikan baik dari respon posisi tubuh, leher mencit, kemampuan
menggelantung dan kemampuan menarik kaki, yang ditandai dengan respon dari
mencit yang semakin melemah. Dalam hal ini menujukan bahwa artinya onset dari
fisostigmin ini terjadi mulai pada menit ke 15.
Pada hewan uji mencit keempat, diberikan atrakurium 0,3ml dan fisostigmin
0,8ml . Pada mencit keempat ini dilakukan dengan memberikan kombinasi zat uji untuk
diamati manakah efek yang lebih kuat dari kedua zat uji tersebut. Dari hasil pengujian
menunjukkan bahwa dari kedua zat uji tersebut berdasarkan yang data yang diperoleh
cenderung memberikan efek yang sama seperti fisostigmin , dimana pada menit ke 15
sudah menujukan perubahan respon yang terjadi baik pada sikap tubuh, leher mencit,
kemampuan menggelantung dan menarik kaki yang semakin lama, mencit terlihat
semakin melemah.
9. Kesimpulan
Berdasarkan Praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk
mengetahui aktivitas penghambatan neuromuskular dapat dilakukan dengan pengujian
pada hewan uji mencit dengan memberikan zat uji secara intraperitonial. Pada
pengujian kali ini zat uji yang digunakan adalah atrakurium dan fisostigmin. Dari hasil
pengujian yang telah dilakukan dapat kita ketahui bahwa efek yang dihasilkan dari
kedua zat uji tersebut yang lebih cepat bereaksi adalah fisostigmin, Dimana pada zat uji
fisostigmin dimenit ke 15 sudah menunjukkan adanya perubahan respon yang ditandai
dengan mencit mulai melemah , artinya onset dari fisostigmin ini mulai terjadi pada
menit ke 15. sedangkan pada atrakurium perubahan respon terjadi pada menit ke 45,
artinya onset dari atrakurium ini terjadi pada menit ke 45.
10. Daftar Pustaka
- Herimasmur. (2012). Neuromuscular Dalam Olah Raga dan Fisiologi Gerak
pada Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.
- Jones JE, Hunter JM, Utting JE. Use of neostigmine in the antagonism of
residual neuromuscular blockade produced by vecuronium. Br J Anaesth
1987;59:1454.
- Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Pelumpuh otot. Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi 2. Jakarta; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007;3:66-70.

Anda mungkin juga menyukai