Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA BLADDER

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI BLADDER/VESIKA URINARIA/KANDUNG KEMIH


Kandung kemih adalah organ yang berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor
yang saling beranyaman. Pada dinding kandung kemih terdapat 2 bagian yang besar.
Ruangan yang berdinding otot polos adalah sebagai berikut:
a. Badan (Korpus) merupakan bagian utam kandung kemih dimana urine berkumpul
b. Leher (kolum) merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan
secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan
dengan uretra. Bagian yang paling rendah dari leher kandung kemih disebut
uretra posterior karena hubungannya dengan uretra
c. Serat-seratnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan
tekanan dalam kandung kemih menjaadi 40-60 mmHg, dengan demikian kontraksi
otot detrusor adalah Langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih.
Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul
aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel yang lain. Oleh karena itu,
potensial aksi dapat menyebar keseluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot
yang berikutnya sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra Posterior) panjangnya 2-3 cm dan dindingnya terdiri
dari atas otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastis. Otot
pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya secara normal
mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urine
dan oleh karena itumencegah pengosongan kandung kemih sampai pada saat
tekanan puncak yang dilakukan oleh otot-otot kandung kemih dalam mendorong
urine keluar melalui uretra.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang
mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini
merupakan otot lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung
kemih, yang hanya terdiri atas otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja dibawah
kendali system saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan
miksi (berkemih) bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan
kandung kemih.
Persyarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan
medulla spinalis segmen S2 dan S3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat
safar motoric. Serat sensoris mendeteksi derajat renggangan pada didinding
kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan
terutama bertanggungjawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan
kandung kemih melakukan kontraksi pada proses miksi.
Saraf motoric yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis.
Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih,
saraf pos-ganglion pendek, kemudian merangsang otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persyarafan lain yang pentinguntuk
fungsi kandung kemih. Hal yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudental menuju sfingter eksterna kandung kemih, yang merangsang
dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Selain itu kandung kemih juga menerima
saraf simpatik dari rangkaian simfatik melalui nervus hipogstrikus, terutama
hubungan dengan segmen L2 medula spinalis. Serat simpatik ini mungkin terutama
merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih.
Beberapa saraf sensoris juga berjalan melalui saraf simpatik dan diduga berperan
penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan nyeri.
Kandung kemih berfunsi menampung urine dari ureter dan kemudian
mengeluarkan melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam
menampung urine, kandung kemih mempunyai kapsitas maksimal, pada orang
dewasa besarnya sekitar 300-450 ml. pada saat kosong, kandung kemih terletak
dibelakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada diatas simfisis sehingga dapat
dilakukan palpasi dan perkusi. Kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari
koff dirumuskan sebagai berikut:
Kapasitas Vesika Urinaria (buli-buli) = (umur (tahun))+2) x 30 ml
Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini
akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi
sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi (Purnomo, 2007)
Vesika urinaria (bladder/kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis
seperti balon karet. Terletak dibelakang simfisis pubis didalam rongga panggul.
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikais medius.
Kandung kemih juga terdiri dari otot polos dan berfungsi sebagai penampung
urine. Kandung kemih dikosongkan secara intermitten dibawah pengaruh kesadaran.
Reseptor renggang didalam otot dan trigonum menghasilkan sinyal yang
mengisyaratkan kandung kemih sudah penuh. Kapsitas normal kandung kemih
antara 700-800 ml, namun keinginan alami untuk berkemih sudah muncul apabila
jumlah urine didalam kandung kemih mencapai 300 ml. sedangkan pada Wanita,
karena kandung kemih terletak dinelakang uterus, maka kapasitas kandung kemih
bisa terganggu oleh semakin besarnya uterus semasa hamil ( coal dan Dunstall,
2007).

2. DEFENISI TRAUMA BLADDER/VESIKA URINARIA/KANDUNG KEMIH


Trauma bladder adalah rusaknya kandung kencing ( organ yang menampung urin
dari ginjal) atau uretra (saluran yang menghubungkan kandung kencing dengan
dunia luar). Trauma bladder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan darurat
bedah yang memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera
dapat menimbulkan komplikasi seperti peritoritis dan sepsis. Cedera kandung kemih
disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih
bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih
mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong (arif muttaqin : 211)
Trauma kandung kemih ini terjadi dari fraktur pelvis dan trauma multiple atau dari
dorongan abdomen bawah ketika kandung kemih penuh. Trauma kandung kemih
disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam pada perut bagian bawah, panggul, atau
perineum.Trauma yang paling sering menyertai adalah fraktur panggul−terjadi pada
> 95 % dari ruptur kandung kemih yang disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma
tajam−yang paling sering adalah luka tembak sekitar< 10 % dari trauma kandung
kemih.

3. ETIOLOGI
 Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
 Trauma tembus.
 Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral
Resection (TUR)

4. PATOFISIOLOGI
Bila buli-buli yang penuh dengan urune mengalami trauma,,maka akan terjadi
peningkatan tekanan intra vesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli pecah keadaan
ini dapat menyebabkan rutura intraperitonial. Secara anatomik buli-buli atau bladder
terletak didatlam rongga pelvis sehingga jarang mengalami cidera.Ruda paksa kandung
kemih karena kecelakaan kerja dapat menyebabkan fragmen patah tulang pelvis sehingga
mencederai buli-buli. Jika faktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur
kandung kemih,tetapi hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematura tanpa
ekstravasasi urin. Ruda paksa tumpul juga dapat menyebabkan ruptur buli-buli terutama
bia kandung kemih penuh atau dapat kelainan patogenik seperti tuber colosis,tumor atau
obtruksi sehingga rudapaksa kecil menyebabkan ruptur.

Pathways

Trauma tumpul Kecelakaan Trauma tembus

Menusuk kandung kemih

Kerusakan kontuinitas jaringan

Edema pada kantung kemih

TRAUMA BLADER (VESIKA URINARIA)

Sulit berkemih Perubahan


Proses infeksi/peradangan Menekan saraf status
kesehatan

Suhu tubuh Cedera kandung Nyeri area Penumpukan


pinggang Kurangnya
meningkat kemih urine dalam
pengetahuan
kandung
tentang
kemih
Hipertermi Robekan pada Ketidakmampuan penyakitnya
mukosa mengontrol nyeri
kandung kemih Gangguan Defisit
Nafsu makan eliminasi pengetahuan
Segmen dari menurun urine tentang
kandung kemih penyakit
jernih memar
Asupan nutrisi
Resiko infeksi tidak terpenuhi
Hematoma

Resiko Defisit
Nyeri akut nutrisi

(Heardman,2009 . Sylvia,2009).
5. MANIFESTASI KLINIK
Trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio (memar berwarna pucat yang
besar atau ekimosis akibat masuknya darah kejaringan). Rupture kandung kemih
secara ekstraperitonial, intraperitoneal atau kombinsi keduanya.
6. KOMPLIKASI
 Perdarahan
 Syok
 Sepsis
 Ekstravasasi (penyebaran) darah ke jaringan

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Dilakukan uretogram retrograde untuk mengevaluasi cedera uretral. Pasien
dilakukan katerisasi setelah uretogram untuk meminimalkan risiko gangguan
uretral dan komplikasi jangka Panjang yang luas, seperti striktur,
inkontinensia dan impoten.
 Hematokrit menurun
 Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pinddah
atau tertekan, menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria dapat pindah
atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna radioaktif (senyawa
kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray, disuntikkan ke dalam kandung
kemih.
 Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray untuk
melihat kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi
selama prosedur operasi biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga
rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.
8. PENATALAKSANAAN
Penanganan rupture traumatic bladder (kandung kemih) meliputi :
 Bedah eksplorasi dan perbaikan laserasi
 Drainase suprapubic dari kandung kemih
 Memasang kateter urine
 Perawatan umum pasca bedah dipantau dengan ketat untuk menjamin
drainase yang adekuat sampai terjadi penyembuhan. Pasien rupture kandung
kemih mungkin mengalami perdarahan hebat untuk beberapa hari setelah
perbaikan

Contoh kasus
Seorang laki-laki dirawat di RS keluhan sakit di daerah bawah perut setelah terjatuh dari
motor. Klien memegangi perutnya, klien dapat menunjukkan rasa sakit dengan skala nyeri
7, terdapat jejas di bagian perut bawah. Dari hasil pemeriksaan urine terdapat hematuria,
TD: 100/80 mmHg , RR: 25 x/menit, S: 38 C, N: 62 x/menit, HB : 12 gram/dl, karena
menahan nyeri nafsu makan menurun, tidak mau makan, os tidak paham tentang
penyakitnya

Pengkajian

1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, Agama, suku bangsa, pekerjaan, Pendidikan, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Riwayat Kesehatan pasien saat ini yang meliputi keluhan pasien, keluhan
yang lazim ditemukan pada pasien.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Hematuria,perubahan warna atau volume urine. Adanya rasa nyeri: lokasi,
kateter, durasi, dan faktor yang memicu. Syok hipovolemik
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS)
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Kaji Keadaan umum klien apakah Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat,
bagaimana tingkat kesadarannya
b. Pemeriksaan Fisik (Head To toe)
inspeksi wajah, mata dan mulut, auskultasi dada dengarkan ada ronkhi/wheezing,
Pemeriksaan abdominal apakah ada nyeri tekan bagian abdomen, distensi,
guarding, rebound tenderness, hilangnya/ penurunan suara usus dan tanda-tanda
iritasi [eritoneal menunjukan kemungkinan pecahnya kandung kemih
intraperitonea lihat pada bagian Pemeriksaan dubur harus dilakukan untuk
mengevalasi posisi prostat. Posisi prostat yang melayang atau pada posisi anatomis
normal mengindikasikan adanya cedera kandung kemih disertai adanya cedera
kandung kemih disertai adanya ruptur pada uretra. Pemeriksaan rigiditas cincin
panggul dilakukan untuk menentukan stabilitas panggul apabila didapatkan adanya
riwayat trauma panggul.

3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit
c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan Iritasi Kandung Kemih
d. Resiko Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer : robekan mukosa pada kandung kemih
f. Defisit pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpapar
informasi

4. Intervensi keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


1. Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Edukasi Manajemen Nyeri
(D0077) Kriteria hasil: (I.12391)
berhubungan - Keluhan nyeri Observasi:
dengan agen menurun - Identifikasi kesiapan dan
pencedera fisik, - Meringis menurun kemampuan menerima informasi
trauma bladder - Gelisah menurun Terapeutik:
- Frekuensi nadi - Sediakan materi dan media
membaik Pendidikan Kesehatan
- Pola napas membaik - Berikan kesempatan untuk
- Tekanan darah bertanya
membaik Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode dan
strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetic
secara tepat
Edukasi Teknis Napas (I. 12452)
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan manfaat
Teknik nafas
- Jelaskan prosedur Teknik nafas
- anjurkan memposisikan tubuh
senyaman mungkin
- Anjurkan menutup mata dan
berkonsentrasi penuh
- Ajarkan melakukan inspirasi
dengan menghirup udara melalui
hidung secara perlahan
- Ajarkan melakukan ekspirasi
dengan menghembuskan udara
mulut mencucu secara perlahan
- Demonstrasikan mearik nafas
selama 4 detik, menahan nafas
selama 2 detik dan
menghembuskan nafas selama 8
detik
2. Hipertermia Termoregulasi Edukasi Termoregulasi (I.12457)
(D.0130) (L.14134) Observasi:
berhubungan Kriteria hasil: Identifikasi kesiapan dan
dengan Proses - Mengigil kemampuan menerima informasi
penyakit menurun Terapeutik:
- Suhu tubuh - Sediakan materi dan media
membaik Pendidikan Kesehatan
- Pengisian - Berikan kesempatan untuk
kapiler bertanya
membaik Edukasi:
- Tekanan darah - Ajarkan kompres hangat jika
membaik demam
- Anjurka penggunaan pakaian
yang dapat menyerap keringat
- Anjurkan pemberian antipiretik
- Anjurkan memperbanyak minum
- Anjurkan melakukan
pemeriksaan darah jika demam >
3 hari

3. Gangguan Tingkat infeksi Manajemen Eliminasi Urine


eliminasi urine (L.14137) (I.04152)
(D.0040) Kriteria hasil: Observasi:
berhubungan - Kebersihan Monitor eliminasi urine (mis.
dengan Iritasi tangan Frekuensi, konsistensi, aroma,
Kandung Kemih meningkat volume dan warna
- Demam Terapeutik:
menurun - Catat waktu-waktu dan Haluan
- Keluhan nyeri berkemih
menurun - Batasi asupan cairan jika perlu
- Kultur urine - Ambil sample urine tengah
membaik (midstream) atau kultur
Edukasi:
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
- Ajarkan cara mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
- Ajarkan cara mengambil
specimen urine mindstream
- Ajarkan tanda berkemih dan
waktu tepat untuk berkemih
- Anjurkan minum yang cukup
- Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
4. Resiko Defisit Tingkat nyeri (L.08066) Pemantauan Nutrisi (I.03123)
nutrisi (D.0032) Kriteria hasil : Observasi:
berhubungan - Keluhan nyeri - Identifikasi factor yang
dengan menurun mempengaruhi asupan gizi ( mis.
ketidakmampuan - Meringis menurun Pengetahuan, ketersediaan
menelan - Gelisah menurun makanan, agama/kepercayaan,
makanan - Frekuensi nadi budaya, mengunyah tidak
membaik adekuat, gangguan menelan,
- Pola napas membaik penggunaan obat-obatan atau
- Tekanan darah pascaoperasi)
membaik - identifikasi perubahan berat
- nafsu makan badan
membaik - identifikasi pola makan (mis.
Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi makanan
cepat saji, makannterburu-buru)
- identifikasi kemampuan menelan
- Identifikasi kelainan rongga mulut
- identifikasi kelainan eliminasi
- monitor mual dan muntah
- monitor asupan oral
- monitor warna konjungtiva
- monitor hasil laboratorium ( mis.
Kadar kolesterol, albumin serum,
kreatinin, hemoglobin,
hematokrit, dan elektrolit darah)

Terapeutik:
- Timbang BB
- Ukur antropometrik komposisi
tubuh
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
- jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
5. Resiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi (I. 14539)
(D.0142) (L.14137) Observasi:
berhubungan dengan Kriteria hasil : Monitor dan tanda gejala infeksi
ketidakadekuatan - Kebersihan local dan sistemik
pertahanan tubuh tangan Terapeutik:
primer : robekan meningkat - Batasi jumlah pengunjung
mukosa pada kandung - Kebersihan - Cuci tangan sebelum dan
kemih badan sesudah kontak dengan pasien
meningkat dan lingkungan pasien
- Demam - Pertahankan tehnik aseptic pada
menurun pasien berisiko tinggi
- Kemerahan Edukasi :
menurun -Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Keluhan nyeri -Ajarkan mencuci tangan dengan
menurun benar
- Bengkak -Anjurkan meningkatkan asupan
menurun nutrisi
- Kadar sel darah
putih membaik
6. Defisit pengetahuan Proses informasi Edukasi proses penyakit (I.12444)
tentang penyakit (L.10100) Observasi:
(D.0111) Kriteria hasil : Identifikasi kesiapan dan
berhubungan dengan - Memahani kemampuan menerima informasi
kurang terpapar kalimat Terapeutik:
informasi meningkat - Sediakan materi dan media
- Memahami Pendidikan Kesehatan
cerita - Berikan kesempatan untuk
meningkat bertanya
- Menyampaikan Edukasi:
pesan yang - Jelaskan penyebab dan factor
koheren resiko penyakit
meningkat - Jelaskan proses patofisiologi
- Proses pikir munculnya penyakit
teratur - Jelaskan tanda dan gejala yang
meningkat ditimbulkan oleh penyakit
- Proses piker - Jelaskan kemungkinan
logis meningkat terjadinya komplikasi
- Menjelaskan - Ajarkan cara meredakan atau
kesamaan mengatasi gejala yang
antara dua item dirasakan
meningkat - Ajarkan cara meminimalkan efek
- Menjelaskan samping dari intervensi
perbedaan - Informasikan kondisi pasien saat
antara dua item ini
meningkat - Anjurkan melapor jika merasakan
tanda dan gejala memberat atau
tidak biasa

DAFTAR PUSTAKA
Armenakas NA. Renal Trauma. The Merck Manual [Internet]. 2013 July [cited 2016 Jun
1]. Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/injuries-poisoning/genitourinary-tract-
trauma/renal-trauma

DPP Tim Pokja SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III. Jakarta

DPP Tim Pokja SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta

DPP Tim Pokja SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta

Price, Sylvia A . Wilson ,L.M .2010. Patofisiologi Konsep Proses Penyakit, Edisi 4,Alih
Bahasa Peter Anugrah .Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC

Ns. Eko Prabowo, S.Kep. M.Kes., Andi Eka Pranata, S.ST, M.Kes. (2014). Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Cetakan Pertama. Yogyakarta.

Ns. Harmilah, S.Pd., S.Kep., M.Kep., Sp. MB. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Yogyakarta.

Toto suharyanto, Abdul Madjid. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Cetakan kedua. Jakarta.
BIOGRAFI PENULIS
Siti masito lahir pada tanggal 29 Maret 1988, Status Menikah. Pendidikan SD -
SMA di desa Jebus kabupaten Bangkabarat, pendidikan DIII Keperawatan di
AKPER Fatmawati Jakarta. Penempatan SK pertama tahun 2010 bertugas di
RSUD Bangka tengah selama 1 tahun, pindah ke UPTD Pukesmas Koba Tahun
2011-2017, tahun 2018 – sekarang bertugas di UPTD Puskesmas Perlang.

Anda mungkin juga menyukai