Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Salah satu jenis penyakit infeksi yang memiliki prevalensi cukup tinggi
adalah selulitis. Selulitis merupakan infeksi bakteri streptococcus pyrogenes
yang menyerang bagian kulit subkutan. Bakteri tersebut dapat masuk ke
dalam tubuh manusia melalui luka – luka kecil atau lecet di bagian kulit
tubuh. Selulitis juga dapat terjadi akibat kondisi tubuh sedang mengalami
gigitan serangga, efek samping obat, diabetes, lupus, leukimia, hingga
berbagai macam reaksi tubuh (2). Angka kejadian selulitis di Indonesia
terjadi diantara 2 – 3 kasus per 100 orang setiap tahunnya. Pada tahun 2012,
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan mengatakan bahwa terdapat 0,29%
dari total pasien menderita selulitis, dan terus meningkat hingga tahun 2014.
Pada tahun 2013, angka kasus selulitis meningkat menjadi 0,33%, dan pada
tahun 2014 meningkat menjadi 0,38% dengan penjelasan 0,26% diderita
oleh pria dan 0,11% diderita oleh wanita (3).
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang disusun, maka tujuan observasi ini
terbagi menjadi dua yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
1.2.1 Tujuan Umum
Observasi dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui
rancangan pola asuh gizi yang baik serta pemilihan diet yang tepat
untuk pasien penderita kasus cellulitis pedis sinistra + pelpis
(sepsis) debridement.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiwa diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
penanganan tatalaksana gizi pada pasien dengan diagnosis cellulitis pedis
sinistra + pelpis (sepsis) debridement serta dapat menerapkan teori yang
sudah di dapatkan selama berkuliah sehingga bisa menjadi bekal ketika
nanti akan bekerja di ranah profesional.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
Observasi dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan bisa
menjadi informasi baru dan tambahan referensi terkait tatalaksana gizi
pada pasien dengan diagnosis cellulitis pedis sinistra + pelpis (sepsis)
debridement yang berada di Rumkital dr. Mintohardjo sehingga dapat
meningkatkan pelayanan gizi di rumah sakit..
TINJAUAN PUSTAKA
Selulitis merupakan terjadi akibat adanya infeksi bakteri di bagian kulit dan
jaringan subkutan. Penyakit selulitis pada umumnya disebabkan oleh bakteri
streptococcal dan staphylococcal dan menimbulkan rasa sakit, bengkak,
eritema, dan demam bagi penderitanya. Kejadian infeksi selulitis dapat
menyebabkan komplikasi bila bakteri sudah masuk ke dalam aliran darah dan
mengantarnya hingga bagian otak, sistem pencernaan, saraf, dan sistem
pernapasan (8). Penyakit diabetes dan obesitas memiliki asosiasi yang tinggi
terhadap kejadian selulitis.
Terdapat dua tipe selulitis, yaitu selulitis berada di jaringan penghubung dan
di bagian tungkai. Selulitis yang terletak di jaringan penghubung seringkali
muncul pada bagian wajah, leher, dan umumnya berasosiasi dengan gangguan
hematologi. Selulitis pada tungkai merupakan selulitis yang terjadi pada bagian
kaki dan terjadi akibat diabetes, sirosis hati, dan obesitas (9).
Kulit yang baik dapat dilihat dari kondisi badian epidermis, desmis, dan
jaringan subkutan. Epidermis yang baik memiliki pH 5 – 6 dengan kandungan
zat gizi dalam batas normal. Bagian epidermis yang sehat barkaitan erat dengan
terjadinya pengelupasan sel kulit mati secara rutin. Terjadinya pengelupasan
sel kulit mati secara rutin dapat memperlama proses pertumbuhan bakteri
berlebih pada kulit karena bakteri tersebut turut terlepas dari epidermis saat sel
kulit mati mengelupas. Bagian dermis yang sehat akan sekresi keringat dalam
kadar yang normal. Keadaan yang sehat memiliki elastisitas yang baik dan
tinggi kolagen dari produski fibroblast. Adosiposit pada dermis dapat
meningkatkan produksi AMP, sitokin, dan adipokin yang berfungsi sebagai
pertahanan tubuh atau imunitas tubuh. Jaringan subkutan umumnya memiliki
sistem imunitas adaptif dan terdapat pembuluh darah yang mengandung
oksigen, zat gizi, dan sel imun sehingga dapat pertahanan untuk membunuh
patogen yang masuk.
Diagnosis selulitis dilakukan berdasarkan uji dan observasi fisik (11). Kulit
yang mengalami selulitis memiliki tampilan fisik yang terlihat kemerahan.
bengkak, luka lepuh, edema, dan abses. Diagnosis lebih mendalam untuk
mengidentifikasi selulitis yaitu dengan deep vein thrombosis dan uji biokimia,
khususnya kadar sel darah putih. Terdapat beberapa pengobatan yang
dilakukan untuk menangani penyakit selulitis, yaitu pendekatan klinis,
antimicrobial, dan operasi.
Pengobatan secara klinis dilakukan dengan terapi obat yang bertujuan untuk
menurunkan demam, meredakan nyeri, dan membantu proses penyembuhan
luka. Manajemen untuk menurunkan demam dilakukan dengan pemberian obat
antipiretik dan asupan cairan yang adekuat. Pemberian obat penghilang nyeri
(obat analgesic) hanya diberikan ketika penderita mengalami rasa nyeri dan
akan berhenti ketika rasa nyeri sudah tidak dirasakan. Pengobatan akan
ditambah bila penderita memiliki gejala sepsis, yaitu dengan:
Diabetes melitus tipe 1 atau Juvenile diabetes terjadi akibat kerusakan sel
beta karena gangguan autoimmune. Keadaan dari kerusakan sel beta tersebut
menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi hormone insulin dan membuat
tubuh menjadi tidak memiliki hormone insulin secara absolut. Diabetes melitus
tipe 1 umumnya terjadi akibat adanya anti glutamic acid decarboxylase, sel islet,
dan antibody insulin yang menyebabkan tubuh mengalami autoimun. Penderita
diabetes melitus tipe 1 memerlukan terapi insulin secara rutin untuk
mempertahankan kadar glukosa normal. Gejala utama bagi penderita diabetes
melitus tipe 1 yaitu penurunan berat badan secara drastic, poliurea, polydipsia,
polidifagia, konstipasi, keram, penglihatan buram, dan candidiasis. Penderita
diabetes melitus tipe 1 beresiko untuk mengalami komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler.
Diagnosis kedua tipe dari diabetes melitus yaitu dengan uji glukosa darah dan
glukosa darah dua jam pasca puasa. Seseorang akan dikatakan mengalami
diabetes melitus bila memiliki hasil uji glukosa darah diatas 200 mg/dL dan hasil
glukosa darah puasa diatas 126 mg/dl. Hasil dari uji lab tersebut masih belum
bisa dikatakan akurat untuk mendeteksi kejadian penyakit diabetes melitus, hal
ini disebabkan karena ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kadar
glukosa darah. Faktor – faktor yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah
antara lain resistensi insulin akibat obesitas, sistem pencernaan yang kecil,
pubertas, kekurangan aktifitas fisik, dan pasca makan tinggi kalori.
Perubahan berat -
badan
3.2 ASSESSMENT
3.2.1 Antropometri
Tabel 4. Hasil Pengukuran Antropometri
Tinggi Badan Tinggi Lutut Panjang Ulna Berat Badan LILA
163 cm 63 kg
Pembahasan :
63
IMT = 2 = 23,7 kg/m (normal)
2
1,63
Berdasarkan hasil perhitungan IMT, Tn.Y memiliki status gizi yang normal. Maka
dari itu, untuk perhitungan kebutuhan energi, Tn.Y menggunakan berat badan aktual.
Klasifikasi batas ambang Indeks Massa Tubuh (IMT oleh FAO/WHO untuk
Indonesia yaitu:
Tabel 5. Klasifikasi IMT menurut WHO
Kategori Nilai IMT
Sangat Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17.0
Kurus Kekurangan berat badan tingkat ringan 17 - < 18.4
Normal 18.5 – 25
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25.1 – 27.0
Obesitas Kelebihan berat badan tingkat berat >27.0
(Sumber : P2PTM Kemenkes, 2019)
Pembahasan :
Berdasarkan hasil laboratorium pada tanggal 20 Oktober 2022 dan 22 Oktober 2022,
didapatkan bahwa banyak hasil yang tidak normal. Tn. Y memiliki kadar eritrosit,
hemoglobin, dan hematokrit yang rendah. Hal ini dapat mengindikasi Tn.Y
menderita anemia ringan karena hemoglobin masih dalam skala 10 – 13 g/dL.
Jumlah leukosit menunjukan diatas normal, ditunjukan dengan hasil laboratorium
lekosit sebesar 21930 uL yang dapat mengindikasi adanya infeksi. Hal ini berkaitan
dengan diagnosis sepsis yang diderita oleh Tn. Y. Kejadian ini juga dibuktikan
dengan hasil laboratorium basophil, eusinofil, neutrophil, limfosit, dan monosit yang
tidak normal. Kelima sel tersebut termasuk dalam jenis sel darah putih yang dapat
berpengaruh kadarnya bila terdapat infeksi di dalam tubuh. Tn. Y memiliki kadar
globulin yang tinggi, hal ini berkaitan dengan Riwayat penyakit ginjal yang sedang
diderita oleh Tn.Y. Hasil SGPT dari Tn.Y menunjukan hasil yang diatas normal, hal
ini dapat terjadi akibat infeksi virus dan efek samping konsumsi obat – obatan. Untuk
kasus Tn.Y, kadar SGPT dapat meningkat akibat penyakit sepsis.
Antropometri (A)
AD 1.1
AD 1.1.1 Berat badan 63 kg - Status gizi normal
AD 1.1.2 Tinggi badan 163 cm
AD 1.1.5 IMT 23,7 kg/m2
Klinis (C)
PD 1.1
- Hipertensi
Tekanan darah 159/85 mmHg
(Normal: 120/80 mm/Hg)
2) Kebutuhan Protein
326
= 15% x energi = = 81,5 g
4
3) Kebutuhan Lemak
543,3
= 25% x energi = = 60,3 g
9
4) Kebutuhan Karbohidrat
1303
= 60% x total energi = = 325 g
4
5) Kebutuhan Natrium
= Kelompok umur 50 - 63 tahun 1300 mg
63
= x 1300 = 1365mg
60
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
60%
40%
20%
0%
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Grafik 1 Persentase Asupan Energi selama Intervensi
100%
80%
Persentase
60%
40%
20%
0%
Hari 1 Hari 2 Hari 3
60%
40%
20%
0%
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Grafik 3 Persentase Asupan Lemak selama Intervensi
100%
80%
Persentase
60%
40%
20%
0%
Hari 1 Hari 2 Hari 3
2. Pengamatan Biokimia
Berdasarkan hasil observasi uji biokimia GDS, GDP, dan 2JPP, Tn.Y
memiliki status yang tidak stabil. Pada tanggal 22 Oktober 2022, Tn.Y
memiliki kadar GDS normal. Untuk biokimia dari GDP, Tn.Y mengalami
naik turun, dimana pada tanggal 23 Oktober 2022 dan 25 Oktober 2022
mengalami jumlah diatas normal. Hasil 2JPP Tn.Y menunjukan hasil yang
naik turun, namun masih dalam batas normal kecuali pada tanggal 24
Oktober 2022. Normalnya kadar GDS, dan beberapa hasil dari GDP dan
2JPP dapat terjadi karena Tn.Y mengkonsumsi obat pengatur gula darah
serta patuh pada anjuran makan yang diberikan.
3. Pengamatan Klinis
Tabel 14 Hasil Pengamatan Klinis
Satuan/ Tanggal
TTV Nilai KU
22/10/22 23/10/22 24/10/22 25/10/22
Normal
Tekanan 120/80 148/85 145/86 109/75 129/76
CM
darah mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg
60 –
111 103 101 91
Nadi 100 CM
x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt
x/mnt
Pernapasa 16 – 20 20 20 20 20
CM
n x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt
36 - 37
Suhu CM 38 ℃ 37 ℃ 36,4 ℃ 36,6 ℃
℃
Berdasarkan hasil observasi dari data catatan tanda – tanda vital, Tn.Y
memiliki suhu yang tinggi, namun menurun menjadi normal pada hari
terakhir intervensi (25/10/2022). Kejadian tersebut dapat terjadi akibat
sepsis yang sedang diderita oleh Tn.Y. Tn.Y mengalami takikardia
ringan, namun mencapai batas normal pada hari akhir intervensi walau
masih dekat pada ambang batas maksimal. Pada hari pertama dan kedua
intervensi, Tn.Y mengalami hipertensi, namun tekanan darah Tn.Y
menurun hingga mencapai batas normal pada hari ke – 3 intervensi (24
Oktober 2022 – 25 Oktober 2022 pagi).
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Rata-rata persentase asupan energi Tn.Y selama 3 hari intervensi adalah
81,8%; protein 69,5%; lemak 74,1%; dan karbohidrat 87,6%. Tn.Y
memiliki rata – rata asupan yang masih dalam kategori baik untuk energi
dan karbohidrat dan kurang untuk asupan protein dan lemak.
2. Setelah dilakukan intervensi, hasil pemeriksaan biokimia pasien yaitu
gula darah sewaktu mengalami penurunan, tetapi tidak ada hasil
pengukuran biokimia pada hari pertama dan terakhir intervensi.
3. Bila dilihat pada observasi klinis Tn.Y, terdapat peningkatan kualitas
standar klinis. Tn.Y mengalami penurunan pada suhu dari hari pertama
hingga hari ketiga intervensi. Untuk indicator tekanan daarah, nadi ,dan
respirasi, Tn.Y mengalami keadaan yang stabil dan normal.
4. Tn.Y memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam konsumsi makanan.
Berdasarkan hasil wawancara, Tn.Y mengatakan tidak konsumsi makanan
selain dari yang disediakan rumah sakit. Tidak hanya itu, Tn.Y
mengatakan bahwa sudah tidak konsumsi bahan makanan yang
mengandung tinggi gula.
2. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan, disarankan kepada Tn.Y untuk tetap
mempertahankan konsistenya dalam kepatuhan pemilihan bahan makanan
yang baik, namun disarankan untuk konsumsi makanan yang disajikan dari
pihak rumah sakit hingga habis agar kebutuhan gizinya terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Morse SS. Factors in the Emergence of Infectious Diseases. In 2001. p. 8–9.
2. Falagas ME. Narative review : Diseases That Masquerade as Infectious Cellulitis.
2005;142(1):47–55.
3. kobun MK. Asuhan Keperawatan pada Klien Tn.K Dengan Selulitis Pedis Sinistra
di Ruang Perawatan Dahlia Tumah Sakit Umum Daerah Tarakan. Univ Borneo
Tarakan. :2014.
4. Ma marinella. Cellulitis and Sepsis Due to Sphingobacterium. JAMA Netw.
2002;288(16):1985.
5. Nurapipah P. Epidemiologi Sepsis [Internet]. Alomedika. Available from:
https://www.alomedika.com/penyakit/icu/sepsis/epidemiologi
6. Carratalà J, Rosón B, Fernández-Sabé N, Shaw E, del Rio O, Rivera A, et al.
Factors Associated with Complications and Mortality in Adult Patients
Hospitalized for Infectious Cellulitis. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2003
Mar;22(3):151–7.
7. Julaeha J, Farisma N. Laporan kasus selulitis pedis pada diabetes melitus tipe 2
dengan terapi antibiotik dan insulin. J Borneo. 2022 Mar 31;2(1):20–5.
8. Sari LGMP, Fatmawati NND, Praharsini IGAA, Gaintoro M. Colonization of
Citroacter Koser and Streptococcus agalactiae in a case of cellulitis cruris dextra et
sinistra. Intisari Sains Medis. 2022;13(2):426–30.
9. Capdevila O, Grau I, Vadillo M, Cisnal M, Pallares R. Bacteremic Pneumococcal
Cellulitis Compared with Bacteremic Cellulitis Caused by Staphylococcus aureus
and Streptococcus pyogenes. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2003 Jun
1;22(6):337–41.
10. Oudshoorn C, Padmos R, Peeters R, van Schie M, Versmissen J, Vis M, et al.
Cellulitis : Current Insights Into Pathophysiology and Clinical Management. Neth
J Med. 2017;75(9):366–78.
11. Raff AB, Kroshinsky D. Cellulitis A Review. JAMA Intern Med.
2016;316(3):325–37.
12. Maxwell-Scott H, Kandil H. Diagnosis and management of cellulitis and
erysipelas. Br J Hosp Med. 2015 Aug 2;76(8):C114–7.
13. Moran GJ, Abrahamian FM, LoVecchio F, Talan DA. Acute Bacterial Skin
Infections: Developments Since the 2005 Infectious Diseases Society of America
(IDSA) Guidelines. J Emerg Med. 2013 Jun;44(6):e397–412.
14. O’Brien JM, Ali NA, Aberegg SK, Abraham E. Sepsis. Am J Med. 2007
Dec;120(12):1012–22.
15. Oputa RN, Chinenye S. Diabetes mellitus: a global epidemic with potential
solutions. 2012;20(2):3.
16. Gonzalez CD, Lee MS, Marchetti P, Pietropaolo M, Towns R, Vaccaro MI, et
al. The emerging role of autophagy in the pathophysiology of diabetes mellitus.
Autophagy. 2011 Jan;7(1):2–11.
17. Sherwin R, Felig P. Pathophysiology of Diabetes Mellitus. Med Clin North
Am. 1978 Jul;62(4):695–711.
18. Baynest HW. Classification, Pathophysiology, Diagnosis and Management of
Diabetes Mellitus. J Diabetes Metab [Internet]. 2015 [cited 2022 Nov 21];06(05).
Available from: https://www.omicsonline.org/open-access/classification-
pathophysiology-diagnosis-and-management-of-diabetesmellitus-2155-6156-
1000541.php?aid=53137
19. Thévenod F. Pathophysiology of Diabetes Mellitus Type 2: Roles of Obesity,
Insulin Resistance and -Cell Dysfunction. :18.
20. Vaag A, Lund S. THERAPY OF ENDOCRINE DISEASE: Insulin initiation
in patients with type 2 diabetes mellitus: treatment guidelines, clinical evidence
and patterns of use of basal vs premixed insulin analogues. Eur J Endocrinol. 2012
Feb;166(2):159–70.
21. Hatzimouratidis K, Hatzichristou D. How to Treat Erectile Dysfunction in
Men with Diabetes: from Pathophysiology to Treatment. Curr Diab Rep. 2014
Nov;14(11):545.
22. Buse JB, Caprio S, Cefalu WT, Ceriello A, Del Prato S, Inzucchi SE, et al.
How Do We Define Cure of Diabetes? Diabetes Care. 2009 Nov 1;32(11):2133–5.
23. Moreno-Castilla C, Mauricio D, Hernandez M. Role of Medical Nutrition
Therapy in the Management of Gestational Diabetes Mellitus. Curr Diab Rep.
2016 Apr;16(4):22.
24. Tiwari S, Pratyush DD, Gahlot A, Singh SK. Sepsis in diabetes: A bad duo.
Diabetes Metab Syndr Clin Res Rev. 2011 Oct;5(4):222–7.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perencanaan Menu dan Asupan Hari Pertama
Menu Siang (22/10/2022)
Menu Bahan Berat Nilai Gizi Perencanaan Asupan Nilai Gizi Asupan
Hidangan Makanan (gr) E P L KH Na (gr) E P L KH Na
Nasi Nasi tim 125 243,6 6,902 0,812 52,78 0 144 172,8 4,896 0,576 37,44 0
Ikan Dori 54 44,88 2,244 2,244 0,374 77 21 32,34 2,604 2,268 0,147 77
Ikan
Saos
bumbu 3,5 11,5789474 0,2105263 0,24 1,47 890 4 14,72 0 0 3,68 890
Tomat
asam
Tomat 5 1,2 0,025 0,025 0,235 10 3 0,72 0,039 0,015 0,141 10
manis
Minyak
65 30,94 3,5 3,5 0 1 1,5 1,83 0,03 0,15 0,114 1
Goreng
Gula
75 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
Pasir
Tepung
3 3,53 0,005 0,005 0,8 1 0,31 0,023 0,001 0,053
Beras 5 5
Tempe 1 118,59 5,192 5,192 7,965 9 59 17,7 0,354 0,059 3,953 9
Tempe
Gula
lunak 3,5 3,94 0 0 0,94 1 1 0,394 0 0 0,94 1
Pasir
Garam 0,5 0 0 0 0 200 200
Labu
33 9,9 0,033 0,033 2,211 3 19 5,7 0,114 0,019 1,273 3
Sayur siam
asam Kacang
10 3,1 0,01 0,01 0,53 30 2 0,62 0,046 0,002 0,106 30
panjang
Jagung 40 58,8 0,28 0,28 12,6 5 40 58,8 2,04 0,28 12,6 5
Kacang
6 31,5 2,562 2,562 1,044 36 5 26,25 1,395 2,135 0,87 36
tanah
Buah Melon 93 26,04 0,186 0,186 6,9 27 93 26,04 0,186 0,186 6,417 27
SUBTOTAL 528,43 15,093 13,7 85,147 518,745
Menu Snack Sore (22/10)
Menu Bahan Berat Nilai Gizi Perencanaan Asupan Nilai Gizi Asupan
Hidangan Makanan (gr) E P L KH Na (gr) E P L KH Na
Susu
Susu 26 112,667 4,3333333 0,65 15,6 28,8 2 67,6 2,6 0,39 10,14 28,8
Diabetasol
Telur rebus Telur 50 92,4 7,44 6,48 0,42 42,25 50 77 6,2 5,4 0,35 42,25
Crackers Crackers 17 11,9 0,17 0,425 1,87 100 17 11,9 0,17 0,425 1,87 100
SUBTOTAL 156,5 8,97 6,215 12,36 142,2