PARASOMNIA
Oleh:
Chitra Safa Aqilla, S.Ked
Jefrizal, S.Ked
Najla Khairunnisa, S.Ked
Nurhaida Utami, S.Ked
Pembimbing:
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
2.1 Definisi.................................................................................................4
2.2 Epidemiologi........................................................................................4
2.3 Etiologi.................................................................................................5
2.6 Tatalaksana..........................................................................................16
2.7 Prognosis..............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
c. Memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa
Tampan Pekanbaru.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Parasomnia adalah sekelompok gangguan tidur yang ditandai dengan peristiwa
motorik, verbal atau perilaku yang tidak menyenangkan yang terjadi selama transisi
tidur atau bangun ke tidur. Istilah 'parasomnia' pertama kali diciptakan oleh seorang
peneliti Perancis Henri Roger pada tahun 1932 . Nomenklatur ini awalnya berasal
dari kata Yunani 'para' yang berarti di samping dan istilah Latin 'somnus' yang
berarti tidur. Parasomnia lebih sering terjadi pada anak-anak daripada populasi
orang dewasa. Parasomnia dapat dilihat pada kondisi tidur non-rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM) dan diklasifikasikan secara terpisah oleh
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-5 (DSM-5) dan
International Classification of Sleep Disorders- 3 (ICSD-3).3
2.2 Epidemiologi
Parasomnia lebih sering terlihat pada anak-anak dibandingkan pada populasi
orang dewasa. Pada anak-anak, parasomnia NREM lebih umum daripada
parasomnia REM. Di antaranya, tingkat prevalensi dari kelompok usia 3 sampai
13 tahun adalah 17,3% dan lebih dari 15 tahun adalah 6,9%. Tingkat prevalensi
sleepwalking di bawah usia 12 tahun adalah 17% dan teror tidur adalah
6,5%. Mimpi buruk terlihat pada 10% hingga 50% populasi anak. 4 Parasomnia
lebih sering terlihat pada anak-anak dengan masalah neurologis dan kejiwaan yang
mendasarinya seperti epilepsi, gangguan hiperaktif defisit perhatian (ADHD) atau
masalah perkembangan. Pada orang dewasa, prevalensi seumur hidup dari berbagai
parasomnia berkisar antara 4% sampai 67%. Tidak ada perbedaan gender yang
dilaporkan dalam sleepwalking, teror tidur atau pembangkitan kebingungan.
Namun, mimpi buruk dilaporkan lebih sering terjadi pada populasi wanita. Selain
itu, tingkat prevalensi parasomnia yang jauh lebih tinggi telah dilaporkan dalam
kondisi kejiwaan, dengan mimpi buruk menjadi 38,9%, kelumpuhan tidur
22,3%, gangguan makan terkait tidur 9,9%, berjalan dalam tidur 8,5% dan RBD
3,8%.5
6
2.3 Patofisiologi
Berbagai tahapan siklus tidur normal meliputi transisi dari terjaga ke tidur
NREM dan tidur REM. Tidur NREM terjadi pada paruh pertama malam dan
biasanya meliputi tahap satu (tahap transisi), tahap dua, tahap tiga, dan tahap
empat. Gangguan gairah diduga terjadi karena transisi yang tidak lengkap atau
diskontrol batas tidur-bangun antara terjaga dan tahapan tidur. Parasomnia NREM
paling sering terlihat selama tidur gelombang lambat (tahap tiga) tetapi dapat
muncul pada tidur tahap dua juga. Sebagian besar parasomnia pediatrik adalah
gangguan jinak dan terjadi karena ketidakmatangan peraturan batas tidur-bangun.
Demikian pula, parasomnia REM dianggap terjadi karena campuran terjaga dan
tidur REM. Penjelasan yang mungkin untuk peningkatan aktivitas motorik pada
RBD adalah karena deaferensiasi pusat alat gerak (pada tingkat tulang belakang
dan supraspinal) yang menghasilkan otomatisme oroalimentary, bruxism, dan
perilaku ambulatory.6
Gangguan gairah juga diduga dipicu oleh kurang tidur, obat penenang,
fragmentasi tidur (nyeri, sindrom kaki gelisah, gerakan tungkai periodik dan apnea
tidur obstruktif), penyakit demam, dan alkohol. Sindrom tumpang tindih
parasomnia dapat dilihat sekunder dari narkolepsi, rhombencephalitis, multiple
sclerosis, tumor otak, ataksia spinocerebellar tipe tiga (sindrom Machadojoseph),
gangguan kejiwaan, penyalahgunaan zat dan penarikan alkohol. Parasomnia
NREM dan REM juga dicatat pada penyakit Anti-IgLON5. Penyakit neurologis ini
baru ditemukan pada tahun 2014 dan mencakup serangkaian aspek gangguan
neurodegeneratif, neuroimunologis, gangguan tidur dan gerakan.6
Gangguan tidur yang dicatat pada penyakit anti-IgLON5 adalah parasomnia
REM, parasomnia NREM, apnea tidur obstruktif dan stridor. Penyakit ini memiliki
hubungan yang lebih tinggi dengan human leucocyte antigen (HLA)-DRB1*10:01
dan HLA-DQB1*05:01 dan dihasilkan dari antibodi terhadap IgLON5 (neuronal
cell adhesion protein). Selain itu, faktor genetik yang terkait dengan parasomnia
termasuk prevalensi HLA B1*05:01 dan HLA DQB1*04 yang lebih tinggi pada
parasomnia NREM. Komponen genetik lain yang diidentifikasi adalah sifat
dominan autosomal untuk berjalan sambil tidur pada kromosom.7
7
2.4 Diagnosis
Diagnosis parasomnia ditegakkan secara klinis berdasarkan kriteria DSM–V
maupun Internal Classification of Sleep Disorder (ICSD)–3 dengan investigasi
riwayat fase tidur dan identifikasi faktor risiko seperti obat–obatan
golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Riwayat tidur yang
mendetail oleh pasien, dan jika memungkinkan, oleh pasangan tidurnya merupakan
langkah awal dalam evaluasi parasomnia. Dokter juga harus menanyakan tentang
riwayat medis yang mendasari, riwayat keluarga, riwayat penyalahgunaan zat dan
obat-obatan yang digunakan saat ini untuk menentukan pemicu spesifik
parasomnia. Penting juga untuk mengesampingkan perbedaan lain yang mungkin
terjadi seperti gangguan kejang nokturnal, gangguan kejiwaan seperti gangguan
stres pascatrauma (PTSD), serangan panik, dan mantra psikogenik yang dapat
meniru parasomnia.8
Pengambilan riwayat medis umum dan penggalian riwayat tidur secara
mendalam umumnya cukup untuk menegakkan diagnosis parasomnia. Apabila
diagnosis masih belum jelas, maka dilakukan polisomnografi dan video
elektroensefografi (EEG) yang berguna untuk mengidentifikasi parasomnia dan
mendeteksi gangguan tidur yang dapat menyebabkan fragmentasi tidur dan
kemungkinan parasomnia. Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan tidak spesifik
untuk parasomnia dan jarang diperlukan.8
8
tersebut, meyakinkan dan mendidik orang tua dapat bermanfaat tanpa intervensi
medis apa pun.
Untuk parasomnia dewasa, sangat penting untuk mendidik pasien dan
pasangannya tentang metode keamanan lingkungan untuk memastikan keselamatan
individu. Pasien harus disarankan untuk melepaskan senjata api, benda tajam atau
furnitur di dekat area tempat tidur. Mengunci jendela dan alarm pintu kamar dapat
bermanfaat bagi orang yang berjalan dalam tidur. Sangat penting untuk memastikan
teknik keselamatan lingkungan pada pasien dengan RBD karena kemungkinan
cedera yang lebih tinggi pada diri sendiri atau pasangannya. Pasien harus
disarankan untuk menggunakan bantalan tambahan atau bantal di sisi tempat tidur,
atau menggunakan sandaran lengan empuk di samping tempat tidur untuk
mencegah jatuh dan cedera. Mitra ranjang harus diberi tahu tentang risiko cedera,
dan jika terjadi perilaku kekerasan, mereka harus disarankan untuk tidur di ranjang
terpisah.
Psikoterapi dapat membantu pada sebagian besar parasomnia NREM.
Benzodiazepin adalah andalan manajemen untuk sebagian besar parasomnia
bertahan. Clonazepam sangat efektif dalam dosis 0,25 sampai 1 mg dalam
mencegah gairah dan disosiasi tidur REM. Untuk RBD, klonazepam dan melatonin
ditemukan sangat efektif. Imipramine, levodopa, carbamazepine dan pramipexole
telah dicoba di masa lalu tetapi dengan keberhasilan yang terbatas dalam
pengelolaannya.
1. (Malhotra RK, Avidan AY: Parasomnias and their mimics. Neurol Clin. 2012 Nov,
30:1067-94. 10.1016/j.ncl.2012.08.016)
9
movement (NREM) umumnya ringan dan akan menghilang sendiri seiring
pertambahan usia.
10
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6402728/
2. https://www.cmaj.ca/content/186/8/E273
3. Mahowald MW, Bornemann MC, Schenck CH: Parasomnias . Semin
Neurol. 2004, 24:283-92. 10.1055/dtk-2004-835064
12