JENIS-JENIS LARVA LALAT PADA BANGKAI MENCIT (Mus musculus L.) DI DESA BEDOYO,
PONJONG, GUNUNG KIDUL
ABSTRAK
Lalat merupakan serangga yang sering digunakan pada bidang entomologi forensik sebagai indikator
penentu lama waktu kematian (Post Mortem Interval). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan jenis
kolesterol yang mengunjungi bangkai mencit (Mus musculus L.) pada beberapa perlakuan di luar ruangan.
Penelitian dilaksanakan di lahan terbuka seluas 21 x 24 m di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul.
Terdapat 3 kelompok perlakuan yaitu dislokasi leher, diracuni dan dipenggal.
Dislokasi leher dilakukan dengan menarik bagian leher mencit sampai mati. Diracuni dengan menggunakan sonde
yang diisi obat nyamuk cair 1 mL dan dimasukkan ke dalam sistem pencernaan mencit. Dipenggal dilakukan
dengan bagian leher mencit dipotong. Peletakkan setiap bangkai diberi jarak 2,5 meter.
Pengambilan larva lalat dilakukan setiap 2 hari sekali selama 8 hari. Larva lalat yang diperoleh kemudian
diidentifikasi sampai dengan tingkat spesies secara morfologis. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan
analisis deskriptif inferensial. Terdapat 3 spesies yang ditemukan pada bangkai, yaitu Chrysomya megacephala,
Chrysomya rufifacies, dan Sarcophaga haemorrhoidalis. Kelimpahan yang paling tinggi yaitu larva S.
haemorrhoidalis sebanyak 139 ekor dan paling rendah C. rufifacies dengan jumlah 14 ekor.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah setiap perlakuan yang diberikan akan mendatangkan larva lalat dengan
spesies dan penurunan yang berbeda.
JENIS LARVA LALAT PADA TIKUS (Mus musculus L.) DENGAN PERAWATAN DISLOKASI,
RACUN, DAN PEMEGANGAN KEPALA DI BEDOYO, PONJONG, GUNUNGKIDUL
ABSTRAK
Lalat merupakan serangga yang sering digunakan dalam bidang entomologi forensik sebagai indikator
untuk menentukan lama waktu kematian (Post Mortem Interval). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
dan kelimpahan lalat yang mendatangi bangkai mencit (Mus musculus L.) pada beberapa perlakuan outdoor.
Penelitian dilakukan di lahan terbuka seluas 21 x 24 m di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul.
Terdapat 3 kelompok perlakuan yaitu dislokasi leher, keracunan dan pemenggalan kepala. Dislokasi leher
dilakukan dengan menarik leher mencit sampai mati. Diracuni dengan menggunakan sonde yang diisi 1 mL obat
nyamuk cair dan dimasukkan ke dalam sistem pencernaan mencit. Pemenggalan dilakukan dengan memotong
leher tikus. Tempatkan setiap bangkai dengan jarak 2,5 meter. Pengumpulan larva lalat dilakukan setiap 2 hari
sekali selama 8 hari. Larva lalat yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi secara morfologis hingga tingkat spesies.
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis deskriptif inferensial. Terdapat 3 spesies yang ditemukan
pada bangkai tersebut, yaitu Chrysomya megacephala, Chrysomya rufifacies, dan Sarcophaga haemorrhoidalis.
Kelimpahan tertinggi adalah larva dengan S. haemorrhoidalis 139 ekor dan terendah C. rufifacies dengan 14 ekor.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah setiap perlakuan yang diberikan akan memunculkan larva lalat dengan
spesies dan kelimpahan yang berbeda.
42
Machine Translated by Google
43
Machine Translated by Google
e. Setelah melakukan semua perlakuan, bangkai Tabel 1. Spesies lalat yang ditemukan di bangkai
diletakkan di lahan lalu ditutup dengan kawat mencit pada berbagai perlakuan
strimin hingga menutupi semua bagian bangkai. Spesies Lalat
Jarak peletakkan setiap bangkai antar Perlakuan Calliphoridae C. Sarcophagidae S.
perlakuan dan perulangan yaitu 2,5 meter.
C. megacephala rufifacies haemorrhoidali
s
Diracun ÿ ÿ ÿ
3. Pengamatan dan pengambilan jentik lalat Dislokasi ÿ - ÿ
ÿ ÿ ÿ
pada bangkai a. Pengamatan pada bangkai Penggal
dilakukan setiap hari selama 8 hari. B. Pengambilan Keterangan: ÿ Spesies lalat ditemukan
sampel larva lalat dilakukan 2 hari sekali - Spesies lalat tidak ditemukan
selama pengamatan. C. Larva pada setiap bangkai
diambil dengan pinset, kemudian dimasukkan Berdasarkan tabel di atas, tidak semua
ke dalam botol vial yang berisi alkohol 70%. Setiap spesies dapat ditemukan pada setiap perlakuan.
1 botol vial berisi larva lalat yang diambil dari Diagnosis spesies berdasarkan diagnosis dengan
masing-masing bangkai. membandingkan karakter morfologi dari spesies
lalat yang ditemukan pada bangkai mencit dengan
buku kunci bantuan.
Perlakuan diracun dan dipenggal
4. Identifikasi jenis-jenis larva lalat ditemukan 3 spesies, sedangkan perlakuan
a. Identifikasi larva lalat dilakukan di Laboratorium dislokasi hanya ditemukan 2 spesies. Penelitian
Riset Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, (Switha et al, 2019), mendapatkan spesies lalat
Program Studi Biologi, Universitas Ahmad yang ditemukan dalam bangkai tikus dengan
Dahlan. perlakuan dislokasi leher hanya spesies C.
B. Larva diidentifikasi sampai tingkat jenis di megacephala. Spesies tersebut ditemukan sejak
bawah mikroskop stereo dengan melihat hari pertama setelah kematian pada bangkai tikus
karakteristik morfologi instar 3. Kemudian yang diletakkan di atas permukaan tanah.
karakteristik morfologinya dicocokkan dengan Penelitian lain yang dilakukan oleh (Rusidi &
sumber atau referensi dari jurnal terkait. Yulianti, 2019), menemukan larva lalat dari 2
famili, yaitu Calliphoridae terdiri dari genus
Analisis Data Calliphora dan Lucillia serta genus Sarcophagidae
Analisis data yang digunakan dalam penelitian Sarcophaga pada bangkai tikus wistar yang diberi
ini adalah deskriptif dan inferensial. Analisis perlakuan dislokasi leher di daerah dataran tinggi.
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan larva Larva lalat yang ditemukan dari kedua penelitian
lalat yang terdapat pada bangkai mencit. ini berbeda hasilnya dikarenakan adanya pengaruh
Analisis selanjutnya adalah analisis inferensial tempat peletakkan bangkai tikus.
dengan menggunakan analisis korelasi. Analisis Bangkai pada penelitian ini diletakkan pada
yang digunakan adalah Uji Normalitas dan Uji permukaan tanah dan dilakukan pada daerah
Korelasi. Uji Normalitas digunakan untuk dataran tinggi. Sehingga hasilnya akan berbeda
menentukan data terdistribusi normal atau tidak. dengan dua penelitian sebelumnya. Hal ini senada
Uji normalitas menggunakan one-sample dengan pernyataan dari (Laksmita dkk, 2015) dan
kolmogorov-smirnov test. Kemudian dilanjutkan (Switha et al, 2019), yang menyatakan bahwa
dengan menggunakan uji Korelasi yang digunakan lokasi ditemukannya mayat akan mempengaruhi
untuk menghubungkan hasil yang membatasi jumlah dan jenis lalat yang datang pada mayat
dengan faktor abiotik. tersebut. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian
dari (Grisales et al, 2010), dimana bangkai tikus
Hasil dan Pembahasan wistar yang diletakkan di dataran rendah dan
A. Jenis lalat yang ditemukan pada bangkai dataran tinggi memperoleh jenis lalat yang berbeda.
mencit (Mus musculus L.)
Berdasarkan ke-tiga perlakuan yang
Berdasarkan bantuan yang telah diberikan dalam penelitian ini, pada perlakuan
dilakukan, diperoleh 3 spesies yang termasuk dislokasi tidak ditemukan spesies C. rufifacies. Hal
dalam 2 famili dari Ordo Diptera. Spesies yang ini dikarenakan spesies ini sangat disukai atau
ditemukan adalah Chrysomya megacephala, akan tertarik dengan bau menyengat yang
Chrysomya rufifacies, dan Sarcophaga
haemorrhoidalis (Tabel 1). dikeluarkan oleh bangkai. Hal ini sesuai dengan
teori dari (Rusidi & Yulianti, 2019), yang
menyatakan bahwa spesies C. rufifacies memiliki
44
Machine Translated by Google
alat untuk mendeksi sumber makanan dalam jarak jauh B. Kelimpahan Jenis Lalat yang Ditemukan pada
berupa chemical detector dan visual detector yang Bangkai Mencit (Mus musculus L.)
terletak di bagian antena. Ke-dua reseptor ini akan Berdasarkan hasil perhitungan jenis larva
menangkap sinyal sensorik berupa bau yang akan lalat yang ditemukan pada bangkai mencit (M.
diproses ke otak oleh sirkuit saraf khusus untuk musculus), didapatkan penangkapan larva yang paling
membentuk persepsi yang digunakan untuk memandu tinggi yaitu larva S. haemorrhoidalis (139 ekor) pada
perilaku dari lalat (Behnia & Desplan, 2015). semua perlakuan, sedangkan yang paling rendah
Ditemukannya spesies ini pada dua perlakuan adalah C. rufifacies (14 ekor) (Tabel 2).
disebabkan karena adanya bau menyengat pada
bangkai yang diletakkan, baik bau menyengat dari
racun pada perlakuan diracun ataupun bau anyir darah Tabel 2. Kelimpahan jenis lalat yang ditemukan pada
pada perlakuan dipenggal. Hal ini sesuai dengan bangkai mencit (M. musculus)
penelitian dari (Shiao & Yeh, 2008; Siddiki & SP, 2017), Perlakuan Calliphoridae Sarcopha
yang mendapatkan spesies C. rufifacies pada perlakuan gidae S.
dipenggal. Adanya darah akan menarik beberapa jenis
serangga untuk bertelur, terutama C.rufifacies. Lalat C.megacephala C. rufifacies haemorr
hoidalis
datang untuk makan dan meletakkan telur pada
Diracun 2 8 57
bangkai. Bau akibat gas yang ditimbulkan pada tahap
Dislokasi 1 0 22
penggembungan dan pembusukan sangat menarik lalat
Penggal 81 6 60
untuk datang, terutama C.rufifacies. Selain itu, penelitian Total 84 14 139
dari (Mahat et al, 2012; Nordin et al., 2020), juga
mendapatkan spesies C. rufifacies pada perlakuan
diracun pada hewan coba berupa babi yang diberi obat-
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
obatan dan ditemukan pada bangkai di hari ke 1-7.
dari (Laksmita dkk, 2015), yang menyatakan bahwa S.
Seharusnya pada perlakuan diracun terdapat residu
haemorrhoidalis telah membatasi individu lebih banyak
atau kandungan racun pada bangkai yang diletakkan.
dibandingkan spesies yang lainnya pada perawatan
Akan tetapi tetap ditemukan adanya larva dari ke-tiga
bangkai.
jenis lalat yang teridentifikasi. Hal ini dikarenakan pada
Banyaknya individu S. haemorrhoidalis yang ditemukan
larva lalat dari Famili Calliphoridae dan Sarcophagidae
dikarenakan spesies ini datang pertama kali pada
terdapat organ neurosekretori yang dapat digunakan
bangkai (Brundage & Byrd, 2016). Selain ditemukan
dalam mengurangi atau menetralisir dampak racun
pertama kali pada bangkai, S. haemorrhoidalis juga
(Karta et al, 2017).
mengalami perkembangan yang lebih cepat karena
tidak terdapat waktu perubahan dari telur menjadi larva,
serta tertarik meletakkan larvanya pada tahap awal
dekomposisi jenazah sampai tahap akhir. Tidak adanya
Organ neurosekretori tersebut terletak pada otak di
perubahan waktu dari telur menjadi larva dikarenakan
bagian dorsal dan lateral yang berhubungan dengan
betina dewasa pada spesies ini meletakkan
saraf. Saat fase larva, organ neurosekretori akan masuk
keturunannya dalam bentuk larva instar awal (Karta et
dalam tahap aktivasi neurosekretori dan menghasilkan
al., 2017) pada bangkai atau pada lokasi yang akan
senyawa penting yang berhubungan dengan proses
digunakan sebagai tempat hidup dari larvanya. Sejalan
metamorfosis. Neurosekretori pada pars intercerebralis
dengan hasil pada penelitian ini, penelitian dari
menghasilkan hormone tropic yaitu ecdysotropin yang
(Nurwidayati, 2009), juga mendapatkan jumlah individu
kemudian ditransfer ke corpora cardiaca (organ
dari larva S. haemorrhoidalis paling melimpah
neurohemal) melalui transport aksonik yang mana
dibandingkan dengan jumlah individu spesies lalat
ecdysotropin tersebut akan menetralisir racun yang
yang lain. Akan tetapi, hasil penelitian ini berbeda
masuk ke dalam tubuh larva. Selain itu, menurut
dengan penelitian dari (Rusidi et al., 2019), yang
penelitian dari (Vanin, 2018), larva dari lalat Famili
mendapatkan larva dari spesies Lucilia sp. lebih banyak
Calliphoridae dan Sarcophagidae dapat menahan racun
jumlah individunya dibandingkan S. haemorrhoidalis.
yang berupa cairan propoksur pada konsentrasi 10%.
Hal ini dikarenakan ukuran dari bangkai yang digunakan
Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian dari
pada penelitian tersebut. Penelitian dari (Nurwidayati,
(Wardani & Mulyanto, 2019), juga menyebutkan bahwa
2009)) menggunakan bangkai hewan coba berupa
C. rufifacies, C. megacephala dan S. haemorrhoidalis
babi, sedangkan pada penelitian (Rusidi et al., 2019)
juga ditemukan pada bangkai yang kematiannya
menggunakan
mengakibatkan aktivitas zat kimia
atau racun.
45
Machine Translated by Google
bangkai tikus wistar. Ukuran bangkai yang awal akan lebih mendominasi bangkai daripada
digunakan akan mempengaruhi keragaman lalat yang datang belakangan (Rusidi et al., 2019).
spesies serangga yang datang, terutama spesies Hal ini sesuai dengan penelitian dari (Szpila et al.,
dari lalat (Wahyudi et al, 2015). Semakin besar 2015), yang menyatakan bahwa kompetisi dari
bangkai yang digunakan, maka spesies dan lalat untuk mendapatkan makanan yang biasanya
atraksi individu dari lalat yang terdapat pada dimainkan oleh lalat yang datang pertama kali
bangkai akan semakin banyak dan melimpah juga pada bangkai.
( Wahyudi et al., 2015).
Jumlah individu yang paling sedikit Perlakuan yang paling banyak
ditemukan adalah C. rufifacies. Sedikitnya individu ditemukan jumlah individu lalat dari ke-tiga spesies
dari spesies ini dikarenakan perubahan dan lalat yang ditemukan adalah pada perlakuan
kelembapan menyebabkan perubahan pola suhu dipenggal. Perlakuan dipenggal ini banyak
pertumbuhan larva yang signifikan pada setiap mengeluarkan darah secara langsung pada bagian
tahapan hidupnya. Dalam kondisi suhu yang tubuh mencit dan menyebabkan bau anyir darah
semakin tinggi, larva dari spesies ini akan pada bangkai. Hal ini dikarenakan kebanyakan
berkembang dengan cepat dan matang kemudian lalat menyukai bau yang menyengat, terutama
menjadi pupa (Verma, 2013). Menurut penelitian bau darah. Lalat akan mencari makanan pertama
dari (Ahmad & Omar, 2018; Swiger et al, 2014), kali dengan sensor bau yang berada di antena
larva dari spesies C. rufifacies lebih menyukai (Borkakati et al, 2019), sehingga salah satu cara
bangkai atau bahan organik yang mengeluarkan mutlak untuk mengenali makanannya adalah
bau busuk, sehingga hasil yang didapatkan pada dengan baunya. Hal ini sesuai dengan teori
penelitian ini berjumlah sedikit. Bangkai yang (Wright, 2015), yang menyatakan bahwa lalat
mengeluarkan bau busuk pada penelitian ini hanya tertarik pada bau atau aroma tertentu, termasuk
bangkai dengan tindakan dipenggal. bau busuk. Bau sangat berpengaruh pada sensor
Karena pada perawatan dipenggal terdapat bau indra penciuman. Hal ini dikarenakan bau
anyir darah yang keluar dari tubuh bangkai mencit. merupakan stimulus utama yang menuntun
Hal ini senada dengan penelitian dari (Ahmad & serangga dalam mencari makanannya. Menurut
Omar, 2018; Swiger et al, 2014), yang menyatakan penelitian dari (Suwannapong & Benbow, 2011;
bahwa bau anyir darah dan bau busuk lain sangat Wright, 2015), lalat lebih banyak ditemukan pada
disukai oleh lalat dari spesies C. rufifacies. bahan organik yang mengeluarkan bau busuk
Walaupun pada perlakuan diracun juga atau menyengat dibandingkan bahan organik yang
mengeluarkan bau, akan tetapi bau dari perlakuan tidak mengeluarkan bau sama sekali. Sejalan
diracun tidak setajam dari perlakuan dipenggal. dengan hasil penelitian ini, penelitian dari Faktor
Hal ini sesuai dengan penelitian dari (Denis et al., lain yang mempengaruhi penghambatan
2018; Slavevska-Stamenkoviÿ et al., 2017), individu dari larva lalat adalah kondisi lingkungan
menyatakan membatasi individu dari C. rufifacies sekitar, salah satunya faktor abiotik. Faktor abiotik
pada perlakuan yang mengeluarkan bau busuk dapat mempengaruhi siklus hidup ataupun lama
dan bau akibat racun berbeda, dimana larangan waktu perubahan instar dan stadia pada lalat.
pada perlakuan yang mengeluarkan bau lebih Beberapa faktor abiotik yang mempengaruhi siklus
buruk dibandingkan pada perawatan yang hidup pada lalat diantaranya adalah suhu udara,
mengeluarkan bau akibat diracun. kelembapan udara, intensitas cahaya serta
Proses dekomposisi pada bangkai pada akhirnya kecepatan angin.
pasti akan menyebabkan bangkai mengalami Lalat mulai aktif beraktifitas pada suhu 15°C dan
pembusukan dan mengeluarkan bau busuk. aktifitas optimumnya pada suhu 21°C. Lalat
Begitu juga pada penanganan dislokasi, bangkai memerlukan suhu sekitar 35º - 40°C untuk istirahat
yang didislokasi akan mengeluarkan bau busuk dan pada suhu di bawah 10°C lalat tidak akan
juga pada akhirnya. Akan tetapi proses untuk aktif serta di atas 45°C terjadi kematian pada lalat.
sampai ke tahap ini memerlukan waktu yang lama. Beberapa jenis lalat lebih menyukai lingkungan
Sehingga dimungkinkan sudah terdapat larva dari dengan suhu hangat, seperti pada spesies C.
spesies lalat lain yang terdapat pada bangkai ruffacies, sedangkan beberapa lalat lebih memilih
terlebih dahulu. Menurut (Ren et al., 2018; Szpila suhu yang dingin.
et al, 2015), apabila sudah terdapat spesies dari Kelembapan udara dapat
suatu lalat pada bangkai, maka spesies lain akan mendukung perkembangbiakan lalat. Angka atau
memilih untuk tidak meletakkan telur ataupun proporsi dari kelembapan udara memiliki hubungan
keturunannya pada bangkai tersebut. Hal ini yang erat dengan suhu. Kelembapan dengan
dikarenakan akan adanya kompetisi dalam rerata maksimum 72,9 ± 3,822% dan rerata
mendapatkan makanan. Lalat yang datang dari minimum 39,11 ± 6,333% berpengaruh terhadap
46
Machine Translated by Google
durasi siklus hidup larva lalat dan berdampak banyak bukaan atau tidak terdapatnya kanopi
pada parameter morfologi seperti panjang tubuh, pada suatu lokasi, maka dimungkinkan akan
lebar tubuh, dan berat tubuh. Kelembapan yang semakin sedikit daya tarik dan atraksi dari individu
tinggi akan cocok untuk perkembangan pradewasa lalat pada lokasi tersebut.
lalat sedangkan kelembapan rendah akan Siklus hidup lalat juga dipengaruhi oleh
menyebabkan daya tetas telur yang rendah karena kecepatan angin. Mobilitas lalat sangat tergantung
telur mengalami kekeringan. pada adanya makanan yang tersedia. Jarak
Selain suhu dan kelembapan, faktor terbang lalat rata-rata 1000 m dan dapat mencapai
abiotik lain yang mempengaruhi ancaman dan 2000 m. Menurut penelitian dari (Rusidi et al.,
perangkap individu lalat adalah intensitas cahaya. 2019), lalat sangat sensitif terhadap angin
Lalat sangat mengandalkan pantulan sinar kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar
matahari untuk mendeteksi objek di lingkungannya mencari makanan pada waktu kecepatan angin
ketika terbang, mencari makanan, dan mencari tinggi. Hubungan antara faktor abiotik dengan
tempat istirahat. Intensitas cahaya secara langsung penangkapan larva lalat kemudian diuji dengan
akan mempengaruhi suhu dan kelembapan udara menggunakan uji korelasi (Gambar 1).
pada suatu lokasi. Semakin
Gambar 1. Analisis korelasi (r) antara jumlah larva lalat pada bangkai dengan parameter lingkungan
di lokasi penelitian
47
Machine Translated by Google
48
Machine Translated by Google
LARVASIDA DAUN MIMBA (Azadirachta indica) Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
TERHADAP LARVA LALAT Sarcophaga PADA Kedokteran Universitas Udayana inklusi .
DAGING UNTUK UPAKARA YADNYA DI BALI. Lokasi peletakkan bangkai tikus dibedakan
JST (Jurnal Sains Dan Teknologi), 6(1). https:// menjadi 3 yaitu pemukiman. 8(9), 1–6.
doi.org/10.23887/jst undiksha.v6i1.9233 Kusuma Senduk, EA, Mallo, JF, & Tomuka, DC (2013).
Wardani, DP, & Mulyanto, A. (2019). Tinjauan Medikolegal Perkiraan Saat Kematian.
Jurnal Biomedik (Jbm), 5(1). https://doi.org/
IDENTIFIKASI LARVA LALAT DALAM 10.35790/jbm.5.1.2013.260 4
KEPENTINGAN POST MORTEM INTERVAL
PADA BANGKAI TIKUS (Rattus novergicus) Shiao, SF, & Yeh, TC (2008). Persaingan larva dari
YANG DIBERI CIU OPLOSAN DI ILMU Chrysomya megacephala dan Chrysomya
TECHNO TAMAN UNIVERSITAS rufifacies (Diptera: Calliphoridae): Perilaku dan
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO. Jurnal studi ekologi dari dua spesies lalat yang memiliki
Pengobatan Herbal, 2(1). https://doi.org/10.30595/
hmj.v2i1.4204 Laksmita,
AS, signifikansi forensik. Jurnal Entomologi Medis,
W, NL, & J, IK (2015). 45(4), 785–799. https://doi.org/10.1603/0022-
2585(2008)45[785:LCOCMA]2.0.CO;2 Siddiki, S.,
IDENTIFIKASI LARVA SARCOPHAGIDAE & SP, Z. (2017). Studi Durasi Waktu Tahap Hidup
(GENUS SARCOPHAGA) PADA BANGKAI Chrysomya megacephala dan Chrysomya rufifacies
MENCIT (Mus musculus) DI HUTAN MANGROVE. (Diptera: Calliphoridae) pada Musim yang
Jurnal Biologi, 19(2), 84–88. https://doi.org/ Berbeda. Jurnal Penelitian Forensik, 08(03), 1–6.
10.24843/JBIOUNUD.2015.v ol19.i02.p07 Mahat, https://doi.org/10.4172/2157- 7145.1000379
NA, Jayaprakash, PT, & Zafarina, Z. Slavevska-Stamenkoviÿ,Smiljkov,
V., Klekovska, D., J.,
S., Hiniÿ,
Rebok, K., & Janeska, B. (2017).
(2012). Ekstraksi malathion dari larva Chrysomya
megacephala (Fabricius)
(Diptera: Calliphoridae) untuk menentukan
kematian akibat malathion. Biomedis Tropis, Penggunaan forensik Chrysomya albiceps
29(1), 9–17. (Wiedemann, 1819): kasus pertama yang
Nordin, NH, Ahmad, UK, Abdul Rahim, NA, Kamaluddin, menunjukkan interval postmortem untuk mayat
MR, Ismail, D., Muda, NW, … manusia di Republik Makedonia Lihat proyek
Mahat, NA (2020). Pola perkembangan lalat COST Action CA15219 “Mengembangkan alat
nekrofagus yang menyerang bangkai kelinci yang genetik baru untuk penilaian hayati ekosistem
membusuk di gua gunung kapur dan hutan primer perairan di Eropa” Lihat proyek Penggunaan
sekitarnya di Kuching, Sarawak. Biomedis Tropis, Chrysomya albiceps untuk forensik ( Wiedemann,
37(2), 333– 356. 1819): kasus pertama yang menunjukkan interval
postmortem untuk mayat manusia di Republik Makedonia.
Nurwidayati, A. (2009). Entomologi dalam bidaiig Jurnal Studi Entomologi dan Zoologi, 5(2), 320–
kedokteran forensik. Jurnal Vektor Penyakit, III(2), 323. Diperoleh dari https://
55–65. www.researchgate.net/publication/ 315341197
Verma Paul MP, K. (2013). Penilaian Interval Post
Mortem, (PMI) dari Studi Entomotoksikologi Suryadi, T. (2019). Penemuan Sebab Kematian Dalam
Forensik Larva dan Lalat. Entomologi, Ornitologi Visum Et Repertum Pada Kasus Kardiovaskuler.
& Herpetologi: Penelitian Saat Ini, 02(01). https:// RATA-RATA: Jurnal
doi.org/10.4172/2161- 0983.1000104
Shang, Ren,Meng,
Y., Chen, W., L.,Cai,
F., Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 5(1),
J., Zhu, G., … Guo, Y. (2018 ). Tinjauan singkat 63.
forensik (Diptera: Sarcophagidae penting). https://doi.org/10.29103/averrous.v5i1.162 9
Penelitian Ilmu Forensik, 3(1), 16–26. https://doi.org/
10.1080/20961790.2018.14 32099 Suwannapong, G., & Benbow, ME (2011). Biologi bau
daging lalat serangga: Sumber dan penciuman.
Dalam Biologi Bau: Sumber, Penciuman, dan
Respons.
Swiger, SL, Hogsette, JA, & Butler, JF (2014).
Distribusi Larva dan Perilaku Chrysomya rufifacies
Rusidi, HA & Yulianti, K. (2019). GAMBARAN GENUS (Macquart) (Diptera: Calliphoridae) Relatif terhadap
DAN PANJANG LARVA LALAT PADA BANGKAI Spesies Lain di Florida Black Bear (Carnivora:
TIKUS WISTAR DENGAN PERBEDAAN LETAK Ursidae)
GEOGRAFIS DI BALI Mengurai Bangkai. Neotropis
49
Machine Translated by Google
50