Anda di halaman 1dari 9

Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus 2021 ISSN 2443-12xx (cetak)


DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

JBIO: JURNAL BIOSAINS (The


Journal of Biosciences) http://
jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/biosains email :
jbiosains@unimed.ac.id

JENIS-JENIS LARVA LALAT PADA BANGKAI MENCIT (Mus musculus L.) DI DESA BEDOYO,
PONJONG, GUNUNG KIDUL

Ichsan Luqmana Indra Putra1,2, Nuri Dwi Astuti2


1Laboratorium Ekologi dan Sistematika, Prodi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Terapan, Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta 2 Prodi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
Terapan, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta Email: ichsan.luqmana@ bio.uad.ac.id

Diterima: Maret 2021; Direvisi: Juni 2021; Disetujui: Agustus 2021

ABSTRAK

Lalat merupakan serangga yang sering digunakan pada bidang entomologi forensik sebagai indikator
penentu lama waktu kematian (Post Mortem Interval). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan jenis
kolesterol yang mengunjungi bangkai mencit (Mus musculus L.) pada beberapa perlakuan di luar ruangan.
Penelitian dilaksanakan di lahan terbuka seluas 21 x 24 m di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul.
Terdapat 3 kelompok perlakuan yaitu dislokasi leher, diracuni dan dipenggal.
Dislokasi leher dilakukan dengan menarik bagian leher mencit sampai mati. Diracuni dengan menggunakan sonde
yang diisi obat nyamuk cair 1 mL dan dimasukkan ke dalam sistem pencernaan mencit. Dipenggal dilakukan
dengan bagian leher mencit dipotong. Peletakkan setiap bangkai diberi jarak 2,5 meter.
Pengambilan larva lalat dilakukan setiap 2 hari sekali selama 8 hari. Larva lalat yang diperoleh kemudian
diidentifikasi sampai dengan tingkat spesies secara morfologis. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan
analisis deskriptif inferensial. Terdapat 3 spesies yang ditemukan pada bangkai, yaitu Chrysomya megacephala,
Chrysomya rufifacies, dan Sarcophaga haemorrhoidalis. Kelimpahan yang paling tinggi yaitu larva S.
haemorrhoidalis sebanyak 139 ekor dan paling rendah C. rufifacies dengan jumlah 14 ekor.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah setiap perlakuan yang diberikan akan mendatangkan larva lalat dengan
spesies dan penurunan yang berbeda.

Kata Kunci : Bangkai, dipenggal, diracun, dislokasi, mencit

JENIS LARVA LALAT PADA TIKUS (Mus musculus L.) DENGAN PERAWATAN DISLOKASI,
RACUN, DAN PEMEGANGAN KEPALA DI BEDOYO, PONJONG, GUNUNGKIDUL

ABSTRAK

Lalat merupakan serangga yang sering digunakan dalam bidang entomologi forensik sebagai indikator
untuk menentukan lama waktu kematian (Post Mortem Interval). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
dan kelimpahan lalat yang mendatangi bangkai mencit (Mus musculus L.) pada beberapa perlakuan outdoor.
Penelitian dilakukan di lahan terbuka seluas 21 x 24 m di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul.
Terdapat 3 kelompok perlakuan yaitu dislokasi leher, keracunan dan pemenggalan kepala. Dislokasi leher
dilakukan dengan menarik leher mencit sampai mati. Diracuni dengan menggunakan sonde yang diisi 1 mL obat
nyamuk cair dan dimasukkan ke dalam sistem pencernaan mencit. Pemenggalan dilakukan dengan memotong
leher tikus. Tempatkan setiap bangkai dengan jarak 2,5 meter. Pengumpulan larva lalat dilakukan setiap 2 hari
sekali selama 8 hari. Larva lalat yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi secara morfologis hingga tingkat spesies.
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis deskriptif inferensial. Terdapat 3 spesies yang ditemukan
pada bangkai tersebut, yaitu Chrysomya megacephala, Chrysomya rufifacies, dan Sarcophaga haemorrhoidalis.
Kelimpahan tertinggi adalah larva dengan S. haemorrhoidalis 139 ekor dan terendah C. rufifacies dengan 14 ekor.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah setiap perlakuan yang diberikan akan memunculkan larva lalat dengan
spesies dan kelimpahan yang berbeda.

Kata kunci: Dipenggal, bangkai, dislokasi, tikus, diracun.

42
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus ISSN 2443-12xx (cetak)


2021 DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

Pendahuluan dominan pada bangkai mencit di luar ruangan.


Kematian merupakan suatu keadaan Penelitian ini menjadi penting dilakukan karena
yang tidak dapat dihindari oleh manusia yang dapat digunakan sebagai database tambahan
dapat terjadi secara wajar ataupun tidak (Senduk bagi lalat yang mendatangi bangkai mencit dan
et al, 2013). Kematian secara wajar adalah dalam upaya pemecahan waktu PMI dalam bidang
kematian akibat penyakit atau proses penuaan, forensik entomologi.
sedangkan kematian secara tidak wajar adalah
kematian akibat pembunuhan, bunuh diri atau Bahan dan Metode
kecelakaan (Suryadi, 2019). Kasus Pembunuhan 1. Persiapan kebutuhan
di Indonesia pada tahun 2013 menggambarkan uji a. Mencit dibeli sebanyak 9 ekor dari Pasar
angka kematian sebesar 1.386 orang, baik Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (Pasty).
kematian dengan cara bunuh diri (gantung leher), B. Model rancangan yang digunakan pada
peracunan, ataupun pembunuhan. Menurut (Ango penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap
et al, 2019), jumlah kasus kematian tidak wajar (RAL) pola searah dengan 3 taraf perlakuan
yang terjadi selama tahun 2017-2018 berjumlah dan masing-masing taraf terdapat 3 ekor
sebanyak 77 kasus, terbagi dalam 45 kasus (2017) mencit sehingga terdapat 9 tempat peletakan.
dan 32 kasus (2018). Masing-masing perlakuan yaitu:
Masalah yang sering dihadapi dalam 1) Dislokasi leher (A1)
penyelesaian kasus pembunuhan adalah 2) Diracun (A2)
menghitung waktu kematian atau Post Mortem Interval (PMI).3) Dipenggal (A3)
Pengetahuan tentang waktu kematian ini sangat c. Mencit diaklimatisasi dalam kandang hewan
berguna untuk menentukan tersangka pembunuhan selama 2 minggu sebelum diberi perlakuan. D.
(Primahatmaja & Sardjono, 2014). Aklimatisasi mencit dilakukan dengan cara mencit
Salah satu hal yang mempersulit dalam proses ditempatkan pada sebuah kandang berupa
investigasi mayat adalah kondisi mayat yang bak baskom. Selama aklimatisasi kondisi
sudah membusuk. Berbagai metode telah abiotik seperti suhu dan kelembapan kandang
dikembangkan dalam upaya untuk menentukan disesuaikan dengan kondisi hidup mencit.
PMI, salah satunya adalah forensik entomologi. Suhu yang sesuai dengan hidup mencit adalah
Entomologi forensik merupakan suatu metode 20-25°C dan kelembapan 45-55%.
untuk membantu waktu kematian mayat dengan
menggunakan serangga (Vanin, 2018), salah 2. Pemberian perlakuan dan penempatan
satunya dengan lalat (Hexapoda: Diptera) (Vanin, jenazah a. Perlakuan terdiri dari 3 kelompok
2018). yaitu kelompok A, B, dan C dengan jarak antar
Terdapat beberapa anggota Ordo bangkai yaitu 2,5 meter.
Diptera yang sering ditemukan pada bangkai, dan
biasanya berasal dari Famili Calliphoridae (lalat B. Kelompok A yaitu perlakuan dengan dislokasi
tiup), Muscidae (lalat rumah), atau Sarcophagidae leher. Cara dislokasi leher yaitu pertama, leher
(lalat daging) (Nurokhman dkk., 2018). Menurut mencit dipegang dan kemudian ditempatkan
penelitian dari (Laksmita dkk, 2015) larva pada permukaan yang rata, mencit dibiarkan
Sarcophagidae pada bangkai mencit di hutan melontarkan badannya. Kemudian leher ditarik
mangrove yang berada di zona perairan lebih dengan tangan kanan dengan keras, sehingga
banyak dibandingkan bangkai yang berada di lehernya akan terdislokasi. C. Kelompok B
zona daratan. yaitu perlakuan diracuni menggunakan baygon
Penelitian ini akan meneliti jenis lalat cair. Cara mencit diracuni yaitu dengan cara
yang mengunjungi bangkai di luar ruangan. baygon cair diberikan dengan sonde. Sonde
Mencit yang akan digunakan adalah pria jantan ditempelkan pada langit - langit mulut atas
berusia 2,5 - 3 bulan karena merupakan usia ideal mencit, kemudian perlahan - lahan baygon cair
untuk dijadikan hewan coba (Laksmita dkk, 2015). dimasukkan. Dosis yang diberikan kepada
Perlakuan yang akan dilakukan adalah dislokasi mencit yaitu sebanyak 1 ml sesuai dengan
leher, diracuni dan dipenggal. angka per oral (po) (berat badan kurang lebih
Berdasarkan uraian di atas, maka metode 20 gram). D. Kelompok C yaitu perlakuan
entomologi forensik sangat perlu dikembangkan dengan dipenggal.
sebagai salah satu alat pendukung dalam
mengungkap penyebab kematian dan waktu Cara mencit dipenggal yaitu pertama mencit
kematian dari mayat yang ditemukan. Tujuan dari diregangkan dan dipegang bagian ekor dan
penelitian ini adalah untuk menemukan jenis lalat kepala mencit. Kemudian bagian leher
pada bangkai yang mencit di luar ruangan dan dipotong. Saat perawatan pemenggalan,
menemukan jenis lalat yang dominan dan tidak mencit tidak perlu didislokasi terlebih dahulu.

43
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus ISSN 2443-12xx (cetak)


2021 DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

e. Setelah melakukan semua perlakuan, bangkai Tabel 1. Spesies lalat yang ditemukan di bangkai
diletakkan di lahan lalu ditutup dengan kawat mencit pada berbagai perlakuan
strimin hingga menutupi semua bagian bangkai. Spesies Lalat
Jarak peletakkan setiap bangkai antar Perlakuan Calliphoridae C. Sarcophagidae S.
perlakuan dan perulangan yaitu 2,5 meter.
C. megacephala rufifacies haemorrhoidali
s
Diracun ÿ ÿ ÿ
3. Pengamatan dan pengambilan jentik lalat Dislokasi ÿ - ÿ
ÿ ÿ ÿ
pada bangkai a. Pengamatan pada bangkai Penggal

dilakukan setiap hari selama 8 hari. B. Pengambilan Keterangan: ÿ Spesies lalat ditemukan
sampel larva lalat dilakukan 2 hari sekali - Spesies lalat tidak ditemukan
selama pengamatan. C. Larva pada setiap bangkai
diambil dengan pinset, kemudian dimasukkan Berdasarkan tabel di atas, tidak semua
ke dalam botol vial yang berisi alkohol 70%. Setiap spesies dapat ditemukan pada setiap perlakuan.
1 botol vial berisi larva lalat yang diambil dari Diagnosis spesies berdasarkan diagnosis dengan
masing-masing bangkai. membandingkan karakter morfologi dari spesies
lalat yang ditemukan pada bangkai mencit dengan
buku kunci bantuan.
Perlakuan diracun dan dipenggal
4. Identifikasi jenis-jenis larva lalat ditemukan 3 spesies, sedangkan perlakuan
a. Identifikasi larva lalat dilakukan di Laboratorium dislokasi hanya ditemukan 2 spesies. Penelitian
Riset Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, (Switha et al, 2019), mendapatkan spesies lalat
Program Studi Biologi, Universitas Ahmad yang ditemukan dalam bangkai tikus dengan
Dahlan. perlakuan dislokasi leher hanya spesies C.
B. Larva diidentifikasi sampai tingkat jenis di megacephala. Spesies tersebut ditemukan sejak
bawah mikroskop stereo dengan melihat hari pertama setelah kematian pada bangkai tikus
karakteristik morfologi instar 3. Kemudian yang diletakkan di atas permukaan tanah.
karakteristik morfologinya dicocokkan dengan Penelitian lain yang dilakukan oleh (Rusidi &
sumber atau referensi dari jurnal terkait. Yulianti, 2019), menemukan larva lalat dari 2
famili, yaitu Calliphoridae terdiri dari genus
Analisis Data Calliphora dan Lucillia serta genus Sarcophagidae
Analisis data yang digunakan dalam penelitian Sarcophaga pada bangkai tikus wistar yang diberi
ini adalah deskriptif dan inferensial. Analisis perlakuan dislokasi leher di daerah dataran tinggi.
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan larva Larva lalat yang ditemukan dari kedua penelitian
lalat yang terdapat pada bangkai mencit. ini berbeda hasilnya dikarenakan adanya pengaruh
Analisis selanjutnya adalah analisis inferensial tempat peletakkan bangkai tikus.
dengan menggunakan analisis korelasi. Analisis Bangkai pada penelitian ini diletakkan pada
yang digunakan adalah Uji Normalitas dan Uji permukaan tanah dan dilakukan pada daerah
Korelasi. Uji Normalitas digunakan untuk dataran tinggi. Sehingga hasilnya akan berbeda
menentukan data terdistribusi normal atau tidak. dengan dua penelitian sebelumnya. Hal ini senada
Uji normalitas menggunakan one-sample dengan pernyataan dari (Laksmita dkk, 2015) dan
kolmogorov-smirnov test. Kemudian dilanjutkan (Switha et al, 2019), yang menyatakan bahwa
dengan menggunakan uji Korelasi yang digunakan lokasi ditemukannya mayat akan mempengaruhi
untuk menghubungkan hasil yang membatasi jumlah dan jenis lalat yang datang pada mayat
dengan faktor abiotik. tersebut. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian
dari (Grisales et al, 2010), dimana bangkai tikus
Hasil dan Pembahasan wistar yang diletakkan di dataran rendah dan
A. Jenis lalat yang ditemukan pada bangkai dataran tinggi memperoleh jenis lalat yang berbeda.
mencit (Mus musculus L.)
Berdasarkan ke-tiga perlakuan yang
Berdasarkan bantuan yang telah diberikan dalam penelitian ini, pada perlakuan
dilakukan, diperoleh 3 spesies yang termasuk dislokasi tidak ditemukan spesies C. rufifacies. Hal
dalam 2 famili dari Ordo Diptera. Spesies yang ini dikarenakan spesies ini sangat disukai atau
ditemukan adalah Chrysomya megacephala, akan tertarik dengan bau menyengat yang
Chrysomya rufifacies, dan Sarcophaga
haemorrhoidalis (Tabel 1). dikeluarkan oleh bangkai. Hal ini sesuai dengan
teori dari (Rusidi & Yulianti, 2019), yang
menyatakan bahwa spesies C. rufifacies memiliki

44
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus 2021 ISSN 2443-12xx (cetak)


DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

alat untuk mendeksi sumber makanan dalam jarak jauh B. Kelimpahan Jenis Lalat yang Ditemukan pada
berupa chemical detector dan visual detector yang Bangkai Mencit (Mus musculus L.)
terletak di bagian antena. Ke-dua reseptor ini akan Berdasarkan hasil perhitungan jenis larva
menangkap sinyal sensorik berupa bau yang akan lalat yang ditemukan pada bangkai mencit (M.
diproses ke otak oleh sirkuit saraf khusus untuk musculus), didapatkan penangkapan larva yang paling
membentuk persepsi yang digunakan untuk memandu tinggi yaitu larva S. haemorrhoidalis (139 ekor) pada
perilaku dari lalat (Behnia & Desplan, 2015). semua perlakuan, sedangkan yang paling rendah
Ditemukannya spesies ini pada dua perlakuan adalah C. rufifacies (14 ekor) (Tabel 2).
disebabkan karena adanya bau menyengat pada
bangkai yang diletakkan, baik bau menyengat dari
racun pada perlakuan diracun ataupun bau anyir darah Tabel 2. Kelimpahan jenis lalat yang ditemukan pada
pada perlakuan dipenggal. Hal ini sesuai dengan bangkai mencit (M. musculus)
penelitian dari (Shiao & Yeh, 2008; Siddiki & SP, 2017), Perlakuan Calliphoridae Sarcopha
yang mendapatkan spesies C. rufifacies pada perlakuan gidae S.
dipenggal. Adanya darah akan menarik beberapa jenis
serangga untuk bertelur, terutama C.rufifacies. Lalat C.megacephala C. rufifacies haemorr
hoidalis
datang untuk makan dan meletakkan telur pada
Diracun 2 8 57
bangkai. Bau akibat gas yang ditimbulkan pada tahap
Dislokasi 1 0 22
penggembungan dan pembusukan sangat menarik lalat
Penggal 81 6 60
untuk datang, terutama C.rufifacies. Selain itu, penelitian Total 84 14 139
dari (Mahat et al, 2012; Nordin et al., 2020), juga
mendapatkan spesies C. rufifacies pada perlakuan
diracun pada hewan coba berupa babi yang diberi obat-
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
obatan dan ditemukan pada bangkai di hari ke 1-7.
dari (Laksmita dkk, 2015), yang menyatakan bahwa S.
Seharusnya pada perlakuan diracun terdapat residu
haemorrhoidalis telah membatasi individu lebih banyak
atau kandungan racun pada bangkai yang diletakkan.
dibandingkan spesies yang lainnya pada perawatan
Akan tetapi tetap ditemukan adanya larva dari ke-tiga
bangkai.
jenis lalat yang teridentifikasi. Hal ini dikarenakan pada
Banyaknya individu S. haemorrhoidalis yang ditemukan
larva lalat dari Famili Calliphoridae dan Sarcophagidae
dikarenakan spesies ini datang pertama kali pada
terdapat organ neurosekretori yang dapat digunakan
bangkai (Brundage & Byrd, 2016). Selain ditemukan
dalam mengurangi atau menetralisir dampak racun
pertama kali pada bangkai, S. haemorrhoidalis juga
(Karta et al, 2017).
mengalami perkembangan yang lebih cepat karena
tidak terdapat waktu perubahan dari telur menjadi larva,
serta tertarik meletakkan larvanya pada tahap awal
dekomposisi jenazah sampai tahap akhir. Tidak adanya
Organ neurosekretori tersebut terletak pada otak di
perubahan waktu dari telur menjadi larva dikarenakan
bagian dorsal dan lateral yang berhubungan dengan
betina dewasa pada spesies ini meletakkan
saraf. Saat fase larva, organ neurosekretori akan masuk
keturunannya dalam bentuk larva instar awal (Karta et
dalam tahap aktivasi neurosekretori dan menghasilkan
al., 2017) pada bangkai atau pada lokasi yang akan
senyawa penting yang berhubungan dengan proses
digunakan sebagai tempat hidup dari larvanya. Sejalan
metamorfosis. Neurosekretori pada pars intercerebralis
dengan hasil pada penelitian ini, penelitian dari
menghasilkan hormone tropic yaitu ecdysotropin yang
(Nurwidayati, 2009), juga mendapatkan jumlah individu
kemudian ditransfer ke corpora cardiaca (organ
dari larva S. haemorrhoidalis paling melimpah
neurohemal) melalui transport aksonik yang mana
dibandingkan dengan jumlah individu spesies lalat
ecdysotropin tersebut akan menetralisir racun yang
yang lain. Akan tetapi, hasil penelitian ini berbeda
masuk ke dalam tubuh larva. Selain itu, menurut
dengan penelitian dari (Rusidi et al., 2019), yang
penelitian dari (Vanin, 2018), larva dari lalat Famili
mendapatkan larva dari spesies Lucilia sp. lebih banyak
Calliphoridae dan Sarcophagidae dapat menahan racun
jumlah individunya dibandingkan S. haemorrhoidalis.
yang berupa cairan propoksur pada konsentrasi 10%.
Hal ini dikarenakan ukuran dari bangkai yang digunakan
Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian dari
pada penelitian tersebut. Penelitian dari (Nurwidayati,
(Wardani & Mulyanto, 2019), juga menyebutkan bahwa
2009)) menggunakan bangkai hewan coba berupa
C. rufifacies, C. megacephala dan S. haemorrhoidalis
babi, sedangkan pada penelitian (Rusidi et al., 2019)
juga ditemukan pada bangkai yang kematiannya
menggunakan
mengakibatkan aktivitas zat kimia

atau racun.

45
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus ISSN 2443-12xx (cetak)


2021 DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

bangkai tikus wistar. Ukuran bangkai yang awal akan lebih mendominasi bangkai daripada
digunakan akan mempengaruhi keragaman lalat yang datang belakangan (Rusidi et al., 2019).
spesies serangga yang datang, terutama spesies Hal ini sesuai dengan penelitian dari (Szpila et al.,
dari lalat (Wahyudi et al, 2015). Semakin besar 2015), yang menyatakan bahwa kompetisi dari
bangkai yang digunakan, maka spesies dan lalat untuk mendapatkan makanan yang biasanya
atraksi individu dari lalat yang terdapat pada dimainkan oleh lalat yang datang pertama kali
bangkai akan semakin banyak dan melimpah juga pada bangkai.
( Wahyudi et al., 2015).
Jumlah individu yang paling sedikit Perlakuan yang paling banyak
ditemukan adalah C. rufifacies. Sedikitnya individu ditemukan jumlah individu lalat dari ke-tiga spesies
dari spesies ini dikarenakan perubahan dan lalat yang ditemukan adalah pada perlakuan
kelembapan menyebabkan perubahan pola suhu dipenggal. Perlakuan dipenggal ini banyak
pertumbuhan larva yang signifikan pada setiap mengeluarkan darah secara langsung pada bagian
tahapan hidupnya. Dalam kondisi suhu yang tubuh mencit dan menyebabkan bau anyir darah
semakin tinggi, larva dari spesies ini akan pada bangkai. Hal ini dikarenakan kebanyakan
berkembang dengan cepat dan matang kemudian lalat menyukai bau yang menyengat, terutama
menjadi pupa (Verma, 2013). Menurut penelitian bau darah. Lalat akan mencari makanan pertama
dari (Ahmad & Omar, 2018; Swiger et al, 2014), kali dengan sensor bau yang berada di antena
larva dari spesies C. rufifacies lebih menyukai (Borkakati et al, 2019), sehingga salah satu cara
bangkai atau bahan organik yang mengeluarkan mutlak untuk mengenali makanannya adalah
bau busuk, sehingga hasil yang didapatkan pada dengan baunya. Hal ini sesuai dengan teori
penelitian ini berjumlah sedikit. Bangkai yang (Wright, 2015), yang menyatakan bahwa lalat
mengeluarkan bau busuk pada penelitian ini hanya tertarik pada bau atau aroma tertentu, termasuk
bangkai dengan tindakan dipenggal. bau busuk. Bau sangat berpengaruh pada sensor
Karena pada perawatan dipenggal terdapat bau indra penciuman. Hal ini dikarenakan bau
anyir darah yang keluar dari tubuh bangkai mencit. merupakan stimulus utama yang menuntun
Hal ini senada dengan penelitian dari (Ahmad & serangga dalam mencari makanannya. Menurut
Omar, 2018; Swiger et al, 2014), yang menyatakan penelitian dari (Suwannapong & Benbow, 2011;
bahwa bau anyir darah dan bau busuk lain sangat Wright, 2015), lalat lebih banyak ditemukan pada
disukai oleh lalat dari spesies C. rufifacies. bahan organik yang mengeluarkan bau busuk
Walaupun pada perlakuan diracun juga atau menyengat dibandingkan bahan organik yang
mengeluarkan bau, akan tetapi bau dari perlakuan tidak mengeluarkan bau sama sekali. Sejalan
diracun tidak setajam dari perlakuan dipenggal. dengan hasil penelitian ini, penelitian dari Faktor
Hal ini sesuai dengan penelitian dari (Denis et al., lain yang mempengaruhi penghambatan
2018; Slavevska-Stamenkoviÿ et al., 2017), individu dari larva lalat adalah kondisi lingkungan
menyatakan membatasi individu dari C. rufifacies sekitar, salah satunya faktor abiotik. Faktor abiotik
pada perlakuan yang mengeluarkan bau busuk dapat mempengaruhi siklus hidup ataupun lama
dan bau akibat racun berbeda, dimana larangan waktu perubahan instar dan stadia pada lalat.
pada perlakuan yang mengeluarkan bau lebih Beberapa faktor abiotik yang mempengaruhi siklus
buruk dibandingkan pada perawatan yang hidup pada lalat diantaranya adalah suhu udara,
mengeluarkan bau akibat diracun. kelembapan udara, intensitas cahaya serta
Proses dekomposisi pada bangkai pada akhirnya kecepatan angin.
pasti akan menyebabkan bangkai mengalami Lalat mulai aktif beraktifitas pada suhu 15°C dan
pembusukan dan mengeluarkan bau busuk. aktifitas optimumnya pada suhu 21°C. Lalat
Begitu juga pada penanganan dislokasi, bangkai memerlukan suhu sekitar 35º - 40°C untuk istirahat
yang didislokasi akan mengeluarkan bau busuk dan pada suhu di bawah 10°C lalat tidak akan
juga pada akhirnya. Akan tetapi proses untuk aktif serta di atas 45°C terjadi kematian pada lalat.
sampai ke tahap ini memerlukan waktu yang lama. Beberapa jenis lalat lebih menyukai lingkungan
Sehingga dimungkinkan sudah terdapat larva dari dengan suhu hangat, seperti pada spesies C.
spesies lalat lain yang terdapat pada bangkai ruffacies, sedangkan beberapa lalat lebih memilih
terlebih dahulu. Menurut (Ren et al., 2018; Szpila suhu yang dingin.
et al, 2015), apabila sudah terdapat spesies dari Kelembapan udara dapat
suatu lalat pada bangkai, maka spesies lain akan mendukung perkembangbiakan lalat. Angka atau
memilih untuk tidak meletakkan telur ataupun proporsi dari kelembapan udara memiliki hubungan
keturunannya pada bangkai tersebut. Hal ini yang erat dengan suhu. Kelembapan dengan
dikarenakan akan adanya kompetisi dalam rerata maksimum 72,9 ± 3,822% dan rerata
mendapatkan makanan. Lalat yang datang dari minimum 39,11 ± 6,333% berpengaruh terhadap

46
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus ISSN 2443-12xx (cetak)


2021 DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

durasi siklus hidup larva lalat dan berdampak banyak bukaan atau tidak terdapatnya kanopi
pada parameter morfologi seperti panjang tubuh, pada suatu lokasi, maka dimungkinkan akan
lebar tubuh, dan berat tubuh. Kelembapan yang semakin sedikit daya tarik dan atraksi dari individu
tinggi akan cocok untuk perkembangan pradewasa lalat pada lokasi tersebut.
lalat sedangkan kelembapan rendah akan Siklus hidup lalat juga dipengaruhi oleh
menyebabkan daya tetas telur yang rendah karena kecepatan angin. Mobilitas lalat sangat tergantung
telur mengalami kekeringan. pada adanya makanan yang tersedia. Jarak
Selain suhu dan kelembapan, faktor terbang lalat rata-rata 1000 m dan dapat mencapai
abiotik lain yang mempengaruhi ancaman dan 2000 m. Menurut penelitian dari (Rusidi et al.,
perangkap individu lalat adalah intensitas cahaya. 2019), lalat sangat sensitif terhadap angin
Lalat sangat mengandalkan pantulan sinar kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar
matahari untuk mendeteksi objek di lingkungannya mencari makanan pada waktu kecepatan angin
ketika terbang, mencari makanan, dan mencari tinggi. Hubungan antara faktor abiotik dengan
tempat istirahat. Intensitas cahaya secara langsung penangkapan larva lalat kemudian diuji dengan
akan mempengaruhi suhu dan kelembapan udara menggunakan uji korelasi (Gambar 1).
pada suatu lokasi. Semakin

Gambar 1. Analisis korelasi (r) antara jumlah larva lalat pada bangkai dengan parameter lingkungan
di lokasi penelitian

47
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus 2021 ISSN 2443-12xx (cetak)


DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

Berdasarkan hasil analisis korelasi, menunjukkan Daftar putaka


bahwa jumlah larva lalat atau larva lalat berkorelasi lemah
dengan semua parameter lingkungan karena nilai korelasi Ahmad, A., & Omar, B. (2018). Efek model karkas pada
di bawah 0,5. Namun pada salah satu parameter distribusi belatung dan pembangkitan termal dari
lingkungan yaitu suhu udara menunjukkan nilai korelasi dua spesies lalat tiup yang penting secara forensik,
positif (+) yang berarti arah yang sama atau korelasi Chrysomya megacephala (Fabricius) dan
searah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah larva Chrysomya rufifacies (Macquart). Jurnal Ilmu
atau perangkap larva lalat yang dijumpai selama 8 hari Forensik Mesir, 8(1). https://doi.org/10.1186/
tidak mempengaruhi parameter lingkungan yang diukur, s41935-018-0097-
kecuali suhu udara. Suhu udara sangat berpengaruh
terhadap kawanan lalat. Kelimpahan dan jumlah lalat z
yang tinggi disebabkan oleh kondisi lingkungan yang Ango, CP, Tomuka, D., & Kristanto, E. (2019).
mendukung bagi kehidupan lalat salah satunya suhu Gambaran Sebab Kematian pada Kasus Kematian
udara. Suhu udara juga mempengaruhi daya tahan hidup Tidak Wajar yang Diautopsi di RS Bhayangkara
(survival rate) dan periode perkembangan (longevity) Tingkat III Manado dan RSUP Prof. Dr. RD Kandou
pradewasa jenis lalat. Manado Tahun 2017-2018.
E-Clinic, 8(1), 10–14. https://doi.org/
10.35790/ecl.8.1.2020.2692 8
Suhu yanhg terlalu tinggi dan rendah dapat mengakibatkan
menurunkan daya tahan dari kehidupan lalat. Hal ini Bayu Primahatmaja , Teguh W Sardjono, NL
sesuai dengan penelitian dari (Wardani & Mulyanto, (2014). Kecepatan Pertumbuhan Larva Lalat
2019), yang menyatakan bahwa suhu berpengaruh Chrysomya sp . pada Bangkai Tikus yang
terhadap durasi siklus hidup larva lalat. Mengandung Berbagai Kadar Morfin. Majalah
Kesehatan FKUB, 1(4).
Temperatur udara memegang peranan penting bila Behnia, R., & Desplan, C. (2015). Sirkuit visual dalam
ditinjau dari kekayaan dan frekuensi kehadiran beberapa lalat: Mulai melihat keseluruhan gambar Mata dan
spesies serangga. Faktor lain yang mempengaruhi lobus optik Akses Publik HHS. Curr Opin Neurobiol,
pelarangan terbang adalah jenis tindakan yang diberikan. 34,
125–132. https://doi.org/10.1016/j.conb.2015.03.010.
Perlakuan yang menghasilkan bau menyengat dan
terdapat luka di luar akan menangkap atlet individu lebih Visual
tinggi dibandingkan perlakuan yang tidak mengeluarkan Borkakati, Venkatesh, Saikia, & Bora. (2019). Tinjauan
bau dan tidak memiliki luka luar. Hal ini sesuai dengan singkat tentang pengenalan makanan oleh
penelitian dari (Brundage & Byrd, 2016), yang serangga: penggunaan mekanisme sensorik dan
membebaskan individu lalat pada perlakuan dipenggal perilaku. Jurnal Studi Entomologi dan Zoologi, 7(3),
lebih banyak dibandingkan pada perlakuan dislokasi. 574–579.
Brundage, A., & Byrd, JH (2016). Entomologi Forensik
dalam Kasus Kekejaman terhadap Hewan.
Patologi Veteriner, 53(5), 898–909. https://doi.org/
Kesimpulan 10.1177/030098581665168 3
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai Denis, CI, Nordin, NH, Azman, AR, Abdul Wahab, R.,
berikiut: 1. Jenis lalat yang ditemukan pada Ismail, D., Omar, B., & Mahat, NA (2018).
bangkai mencit (Mus musculus L.) pada masing-masing Pengaruh citronella dan chlorpyrifos pada
perlakuan di luar ruangan ada 3 spesies yaitu C. Chrysomya megacephala (Fabricius) dan
megacephala, rufifacies, dan S. haemorrhoidalis. Chrysomya rufifacies (macquart) (diptera:
C. Calliphoridae) yang menginfeksi bangkai kelinci.
Biomedis Tropis, 35(3), 755–768.
2. Kelimpahan pada masing-masing perlakuan di luar Grisales, D., Magnolia, R., & Villegas, S. (2010).
ruangan yang paling tinggi yaitu larva S. Serangga yang berasosiasi dengan tubuh
haemorrhoidalis sebanyak 139 buah dan paling membusuk yang terpapar di Kawasan Kopi Andes
rendah adalah larva C. rufifacies dengan jumlah 14 Kolombia. Revista Brasileira de Entomologia, 54(4),
buah. Sedangkan perlakuan yang paling banyak 637–644. https://doi.org/10.1590/s0085-
ditemukan larva lalat yaitu perlakuan dipenggal dan 56262010000400016
yang sedikit ditemukan yaitu dislokasi.
Karta, I. wayan, Nirmala Dewi, AAL, Wati, NLC, & Dewi,
NMA (2017). EFEKTIVITAS Ujian

48
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus 2021 ISSN 2443-12xx (cetak)


DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

LARVASIDA DAUN MIMBA (Azadirachta indica) Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
TERHADAP LARVA LALAT Sarcophaga PADA Kedokteran Universitas Udayana inklusi .
DAGING UNTUK UPAKARA YADNYA DI BALI. Lokasi peletakkan bangkai tikus dibedakan
JST (Jurnal Sains Dan Teknologi), 6(1). https:// menjadi 3 yaitu pemukiman. 8(9), 1–6.
doi.org/10.23887/jst undiksha.v6i1.9233 Kusuma Senduk, EA, Mallo, JF, & Tomuka, DC (2013).
Wardani, DP, & Mulyanto, A. (2019). Tinjauan Medikolegal Perkiraan Saat Kematian.
Jurnal Biomedik (Jbm), 5(1). https://doi.org/
IDENTIFIKASI LARVA LALAT DALAM 10.35790/jbm.5.1.2013.260 4
KEPENTINGAN POST MORTEM INTERVAL
PADA BANGKAI TIKUS (Rattus novergicus) Shiao, SF, & Yeh, TC (2008). Persaingan larva dari
YANG DIBERI CIU OPLOSAN DI ILMU Chrysomya megacephala dan Chrysomya
TECHNO TAMAN UNIVERSITAS rufifacies (Diptera: Calliphoridae): Perilaku dan
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO. Jurnal studi ekologi dari dua spesies lalat yang memiliki
Pengobatan Herbal, 2(1). https://doi.org/10.30595/
hmj.v2i1.4204 Laksmita,
AS, signifikansi forensik. Jurnal Entomologi Medis,
W, NL, & J, IK (2015). 45(4), 785–799. https://doi.org/10.1603/0022-
2585(2008)45[785:LCOCMA]2.0.CO;2 Siddiki, S.,
IDENTIFIKASI LARVA SARCOPHAGIDAE & SP, Z. (2017). Studi Durasi Waktu Tahap Hidup
(GENUS SARCOPHAGA) PADA BANGKAI Chrysomya megacephala dan Chrysomya rufifacies
MENCIT (Mus musculus) DI HUTAN MANGROVE. (Diptera: Calliphoridae) pada Musim yang
Jurnal Biologi, 19(2), 84–88. https://doi.org/ Berbeda. Jurnal Penelitian Forensik, 08(03), 1–6.
10.24843/JBIOUNUD.2015.v ol19.i02.p07 Mahat, https://doi.org/10.4172/2157- 7145.1000379
NA, Jayaprakash, PT, & Zafarina, Z. Slavevska-Stamenkoviÿ,Smiljkov,
V., Klekovska, D., J.,
S., Hiniÿ,
Rebok, K., & Janeska, B. (2017).
(2012). Ekstraksi malathion dari larva Chrysomya
megacephala (Fabricius)
(Diptera: Calliphoridae) untuk menentukan
kematian akibat malathion. Biomedis Tropis, Penggunaan forensik Chrysomya albiceps
29(1), 9–17. (Wiedemann, 1819): kasus pertama yang
Nordin, NH, Ahmad, UK, Abdul Rahim, NA, Kamaluddin, menunjukkan interval postmortem untuk mayat
MR, Ismail, D., Muda, NW, … manusia di Republik Makedonia Lihat proyek
Mahat, NA (2020). Pola perkembangan lalat COST Action CA15219 “Mengembangkan alat
nekrofagus yang menyerang bangkai kelinci yang genetik baru untuk penilaian hayati ekosistem
membusuk di gua gunung kapur dan hutan primer perairan di Eropa” Lihat proyek Penggunaan
sekitarnya di Kuching, Sarawak. Biomedis Tropis, Chrysomya albiceps untuk forensik ( Wiedemann,
37(2), 333– 356. 1819): kasus pertama yang menunjukkan interval
postmortem untuk mayat manusia di Republik Makedonia.
Nurwidayati, A. (2009). Entomologi dalam bidaiig Jurnal Studi Entomologi dan Zoologi, 5(2), 320–
kedokteran forensik. Jurnal Vektor Penyakit, III(2), 323. Diperoleh dari https://
55–65. www.researchgate.net/publication/ 315341197
Verma Paul MP, K. (2013). Penilaian Interval Post
Mortem, (PMI) dari Studi Entomotoksikologi Suryadi, T. (2019). Penemuan Sebab Kematian Dalam
Forensik Larva dan Lalat. Entomologi, Ornitologi Visum Et Repertum Pada Kasus Kardiovaskuler.
& Herpetologi: Penelitian Saat Ini, 02(01). https:// RATA-RATA: Jurnal
doi.org/10.4172/2161- 0983.1000104
Shang, Ren,Meng,
Y., Chen, W., L.,Cai,
F., Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 5(1),
J., Zhu, G., … Guo, Y. (2018 ). Tinjauan singkat 63.
forensik (Diptera: Sarcophagidae penting). https://doi.org/10.29103/averrous.v5i1.162 9
Penelitian Ilmu Forensik, 3(1), 16–26. https://doi.org/
10.1080/20961790.2018.14 32099 Suwannapong, G., & Benbow, ME (2011). Biologi bau
daging lalat serangga: Sumber dan penciuman.
Dalam Biologi Bau: Sumber, Penciuman, dan
Respons.
Swiger, SL, Hogsette, JA, & Butler, JF (2014).
Distribusi Larva dan Perilaku Chrysomya rufifacies
Rusidi, HA & Yulianti, K. (2019). GAMBARAN GENUS (Macquart) (Diptera: Calliphoridae) Relatif terhadap
DAN PANJANG LARVA LALAT PADA BANGKAI Spesies Lain di Florida Black Bear (Carnivora:
TIKUS WISTAR DENGAN PERBEDAAN LETAK Ursidae)
GEOGRAFIS DI BALI Mengurai Bangkai. Neotropis

49
Machine Translated by Google

Jurnal Biosains Vol. 7 No. 2. Agustus 2021 ISSN 2443-12xx (cetak)


DOI: https://doi.org/10.24114/jbio.v7i3.23942 ISSN 2460-68xx (online)

Entomologi, 43(1), https:// 21–26. 1


doi.org/10.1007/s13744-013-0174- 9 Vanin, S. (2018). Entomologi Forensik: ikhtisar.
(Oktober).
Switha, ET, Anwar, C., & Ghiffari, A. (2019). https://doi.org/10.5920/css.2018.05
PENGARUH BEDA TEMPAT PELETAKAN Wahyudi, P., Soviana, S., & Hadi, U. (2015).
BANGKAI DENGAN PERTUMBUHAN LARVA “Keanekaragaman Jenis dan Prevalensi Lalat
LALAT PADA TIKUS ( Rattus norvegicus ) Hal Pasar Tradisional di Kota Bogor
apakah sudah ada larva pada tubuh sesuai (KEANEKARAGAMAN DAN PREVALENSI
kelompok pengamatan dan tikus pertumbuhan LALAT PADA PASAR TRADISIONAL KOTA
dilakukan pemeriksaan. 10(1), 46–54. BOGOR).” Jurnal Veteriner, 16(4), 474–482.
https://
Szpila, K., Mÿdra, A., Jarmusz, M., & Matuszewski, S. doi.org/10.19087/jveteriner.2015.1 6.4.474
(2015). Lalat daging (Diptera: Sarcophagidae)
menjajah bangkai besar di Eropa Tengah. Wright, GA (2015). Penciuman: Baunya seperti makanan terbang.
Penelitian Parasitologi, 114(6), 2341–2348. Biologi Saat Ini, 25(4), R144–R146. https://
https://doi.org/10.1007/s00436-015-4431- doi.org/10.1016/j.cub.2014.12.052

50

Anda mungkin juga menyukai