Makalah Kegawatdarutan Medik Dan Kebencanaan "Penatalaksanaan Emergensi Pada Trauma Oromaksilofasial Disertai Fraktur Basis Krani"
Makalah Kegawatdarutan Medik Dan Kebencanaan "Penatalaksanaan Emergensi Pada Trauma Oromaksilofasial Disertai Fraktur Basis Krani"
Oleh:
Futri Marisya
21100707360804052
Pembimbing :
drg. Suci Auliya
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report ” Penatalaksanaan
Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial Disertai Fraktur Basis Krani” untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul 10 dapat
diselesaikan.
Futri Marisya
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
FUTRI MARISYA
21100707360804052
Basis Krani” guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik pada Modul 10.
Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul ........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
2.1 Definisi ........................................................................................................... 5
2.2 Anatomi Maksilofasial ................................................................................... 6
2.3 Etiologi ........................................................................................................... 8
2.4 Klasifikasi ....................................................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis......................................................................................... 23
2.6 Diagnosis ...................................................................................................... 24
2.7 Pemeriksaan Ekstra Oral .............................................................................. 29
2.8 Pemeriksaan Intra Oral ................................................................................. 31
2.9 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 32
2.10 Komplikasi ................................................................................................... 34
2.11 Prinsip Penatalaksanaan Trauma Maksilofasial ........................................... 35
BAB 3. KESIMPULAN ............................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 44
iv
v
BAB 1
PENDAHULUAN
kecelakaan lalu lintas. Menurut hasil riset skala nasional yang berbasis
Kemenkes RI pada tahun 2018 kecelakaan lalu lintas menurut provinsi dan
Trauma wajah atau yang disebut juga dengan istilah Maksilofacial Fracture
bentuk wajah yang menyebabkan gangguan estetik pada wajah yang tidak
dapat mengancam jiwa seperti akibat gangguan saluran napas bagian atas dan
Fraktur pada maksilofasial bisa terjadi hanya satu tempat ataupun multipel/
kompleks, akibat benturan dengan kekuatan rendah atau akibat kekuatan tinggi
1
(>50 ekuatan gravitasi). Struktur tulang maksilofasial yang pipih dan menonjol
dan benturan. Sekitar 70% kecelakaan lalu lintas disertai trauma kepala leher,
1979- 1986, menemukan bahwa 53% dari 28.749 pengendara sepeda motor
yang tidak menggunakan helm meninggal karena cidera kepala yang mereka
maksila terbagi atas fraktur le fort I, le fort II, dan le fort III sedangkan untuk
fraktur mandibula terdiri dari fraktur symfisis, angulus, dan body (Namirah,
2014).
Faktor umur dan jenis kelamin dilaporkan memiliki kaitan dengan insiden
produktif yaitu kelompok usia anak, remaja hingga dewasa muda relatif lebih
dialami oleh kelompok umur 21-30 tahun (29%), berbeda dengan penelitian
Erol (2002) dari tahun 1978-2002 di Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial,
2
paling banyak ditemukan pada usia anak-anak yaitu 0-10tahun (27,6%),
terutama pada musim panas karena anak-anak berlibur dan banyak bermain
diluar rumah sehingga lebih beresiko untuk jatuh dan terjadi fraktur
bahwa insidensi fraktur maksilofasial terjadi lebih banyak pada laki- laki dari
pada perempuan, hal ini karena laki-laki lebih banyak berada diluar rumah,
rahang yang disebabkan oleh kekuatan fisik, benda asing atau luka bakar,
termasuk cedera pada salah satu struktur tulang, kulit dan jaringan lunak pada
wajah. Setiap bagian dari wajah mungkin dapat terpengaruh, mata dengan otot-
mata dan tulang rongga mata dapat retak akibat pukulan yang kuat. Sementara
di rongga mulut dapat menyebabkan gigi geligi goyang atau terlepas, kerusakan
jaringan lunak seperti edema, kontusio, abrasi, laserasi dan avulsi (Engin et al,
2014).
3
1.2 Rumusan Masalah
krani?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Definisi
menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan
sepertiga bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah
tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Maksila,
zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer
jaringan lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak
wajah adalah jaringan lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan
al, 2000).:
5. Cedera telinga.
6. Cedera hidung.
5
1. Fraktura sepertiga atas muka.
b. Gigi (dens).
kedua setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada
anak usia 4-5 tahun, besar kranium sudah mencapai 90% kranium
dewasa. Maksilofasial tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam
6
Gambar 1. Anatomi Tulang Maksilofasial 4
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak
otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut
(cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata (orbita). Tengkorak
sudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung sebelah atas.
Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung dan
bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari
dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri dari dua
7
dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis atau tulang rahang bawah, terdiri
dari dua bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu di pertengahan
dagu. Dibagian depan dari mandibula terdapat processus coracoid tempat melekatnya
otot.
2.3 Etiologi
kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api. Kecelakaan lalu
lintas adalah penyebab utama trauma maksilofasial yang dapat membawa kematian
dan kecacatan pada orang dewasa secara umum dibawah usia 50 tahun dan angka
terbesar biasanya terjadi pada pria dengan batas usia 21-30 tahun (Syaiful, 2010).
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah
karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai
ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh
2.4 Klasifikasi
trauma jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma jaringan lunak
biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca pada kecelakaan lalu
8
Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena
a. Ekskoriasi
(Gambar 1)
9
Gambar 1. Laserasi yang menyilang garis Langer tidak menguntungkan mengakibatkan penyembuhan
yang secara kosmetik jelek. B. Insisi fasial ditempatkan sejajar dengan garis Langer
a. Luka Bersih.
c. Luka Tercemar.
d. Luka Kotor.
10
5. Klasifikasi Lain.
Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang yang
terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum dilihat dari
11
Gambar 3. Fraktur kompleks zygomaticomaxillaris
b. Fraktur Le Fort:
edema.
12
• Fraktur Le Fort tipe II biasa juga disebut dengan fraktur
ekimosis periorbital.
13
Gambar 4. Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III
a. Fraktur simple
b. Fraktur compound
lunak.
c. Fraktur comminuted
14
• Bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur
d. Fraktur patologis
spontan.
compression.
b. Oblique ( miring )
c. Spiral (berputar)
d. Comminuted (remuk)
o Angulasi / bersudut
o Distraksi
o Kontraksi
o Rotasi / berputar
15
o Impaksi / tertanam
c. Trauma Dentoalveolar
✓ Infraksi Mahkota
lainnya.
✓ Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota yang tidak hanya mengenai enamel dan dentin, namun juga
pulpa.
✓ Fraktur Mahkota-akar
Fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum namun tidak mengenai
pulpa.
✓ Fraktur Akar
✓ Infraksi Concussion
✓ Subluxation
16
Trauma pada jaringan sekitar gigi disertai adanya kehilangan jaringan yang
Lepasnya gigi dari tulang alveolar disertai dengan fraktur pada soket alveolar.
✓ Lateral luxation
Lepasnya gigi pada arah selain axial, biasanya disertai dengan fraktur soket
alveolar.
Fraktur dengan retensi pada segmen akar namun kehilangan segmen mahkota
✓ Klas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau
✓ Klas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau tanpa
perubahan tempat
17
✓ Klas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital
✓ Klas VII : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi
di beberapa lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar wajah yang apabila
terjadi trauma atau kesalahan dalam penanganan trauma maksilofasial akan berakibat
fatal, lokasi-lokasi tersebut disebut dengan facial danger zone (Tania, 2010).
18
Gambar 5. Facial danger zone
eksternus.
system).
19
Gambar 7. Superficial Muscular Aponeurotic System (SMAS)
20
• Terletak di regio mandibular.
21
Gambar 11. Facial danger zone 5
22
Gambar 13. Facial danger zone 7
fraktur mandibula.
6. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung
7. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur.
23
9. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi di
10. Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan
2.6 Diagnosis
a. Anamnesa
Anamnesa dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang lain
❖ Trauma tumpul
❖ Terjatuh
❖ Berkelahi
❖ Dimana kejadiannya
24
❖ Sudah berapa lama sejak saat kejadian sampai tiba di rumah sakit
❖ Apakah setelah kejadian pasien sadar atau tidak, jika tidak sadar, berapa lama
b. Pemeriksaan fisik
• Inspeksi
b. Luka tembus
e. Otorrhea / Rhinorrhea
h. Ecchymosis, epistaksis
i. defisit pendengaran
• Palpasi
25
2. Periksa gigi untuk mobilitas, fraktur, atau maloklusi. Jika gigi avulsi,
okular, jarak interpupillary, dan ukuran pupil, bentuk, dan reaksi terhadap
proptosis.
6. Balikkan kelopak mata dan periksa benda asing atau adanya laserasi.
hyphema.
9. Lakukan tes palpasi bimanual hidung. bius dan tekan intranasal terhadap
10. Lakukan tes traksi, Pegang tepi kelopak mata bawah, dan tarik terhadap
26
11. Periksa hidung untuk telecanthus (pelebaran sisi tengah hidung) atau
12. Periksa septum hidung untuk hematoma, massa menonjol kebiruan, laserasi
cerebrospinal.
14. Periksa lidah dan mencari luka intraoral, ecchymosis, atau bengkak. Secara
mobilitas.
15. Tempatkan satu tangan pada gigi anterior rahang atas dan yang lainnya di
16. Memanipulasi setiap gigi individu untuk bergerak, rasa sakit, gingiva dan
17. Lakukan tes gigit pisau. Minta pasien untuk menggigit keras pada pisau.
Jika rahang retak, pasien tidak dapat melakukan ini dan akan mengalami
rasa sakit.
27
19. Palpasi kondilus mandibula dengan menempatkan satu jari di saluran
b. Adanya Krepitasi
c. Fraktur
f. Edema
4. N. Trigeminal (V)
1. Tes sensorik, Sentuh di dahi, bibir atas, dan dagu di garis tengah,
sensorik.
28
5. N. Facial (VII)
5. Area Cervical, menarik leher (saraf otot platysma, Namun, fungsi ini tidak
yaitu meliputi:
a. Fraktur Zygomatikus
29
• Periksa mulut bagian dalam dan periksa juga sulkus bukal atas
zigomatikus
b. Fraktur nasal
medial
c. Fraktur Orbita
o Pergeseran orbita
o Paralisis saraf ke VI
o Edema
• Raba secara cermat seluruh bagian kepala dan wajah: nyeri tekan,
pada fraktur Le Fort tipe II atau III banyak fragmen tulang kecil sub
cutis pada regio ethmoid. Pada pemeriksaan ini jika rahang tidak
30
e. Cedera saraf
• Uji anestesi pada wajah ( saraf infra orbita) dan geraham atas
f. Cedera gigi
Yang harus di perhatikan pada saat melakukan pemeriksaan intra oral adalah
• Mandibular floating.
• Maxillar floating.
• Zygomaticum floating.
Yang dimaksud dengan floating disini adalah keadaan dimana salah satu dari
struktur tulang diatas terasa seperti melayang saat dilakukan palpasi, jika terbukti
adanya floating, berarti ada kerusakan atau fraktur pada tulang tersebut.
dituntut tindakan diagnostik yang cepat dan pada saat yang sama juga diperlukan juga
tindakan resusitasi yang cepat. Resusitasi mengandung prosedur dan teknik terencana
yang efektif dan untuk memperbaiki efek yang merugikan lainya dari trauma
31
maksilofasial. Tindakan pertama yang dilakukan ialah tindakan Primary Survey yang
meliputi pemeriksaan vital sign secara cermat, efisien dan cepat. Kegagalan dalam
melakukan salah satu tindakan ini dengan baik dapat berakibat fatal (Tania,2010).
X-ray kepala.
(Jughandle’s).
❖ Panoramic X-ray.
➢ Posteroanterior (Caldwell’s).
32
• Gambaran CT-scan
Gambar 14. (A) Gambaran CT-scan koronal, (B) CT scan 3D, (C) CT scan aksial
33
Gambar 16. CBCT-scan 3D
2.10 Komplikasi
34
a. Aspirasi.
b. Gangguan Airway.
c. Scars.
bau, rasa.
f. Kronis sinusitis.
g. Infeksi.
j. Mal oklusi.
2. Reduction / reposisi:
35
Imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
dengan kuat pada posisi anatomi semula. Adanya pergerakan antar fragmen
fiksasi dapat berupa alat yang rigd, semi-rigid, atau non-rigid dimana
dan angulasi yang baik, tidak adanya interposisi jaringan lunak serta reduksi
yang baik. Penutupan jaringan lunak baik itu mukosa maupun kulit sangat
4. Rehabilitation
syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri,
36
• Membuat tulang kembali menyatu. Tulang yang fraktur akan mulai
waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada
krani
fraktur basis kranii anterior harus mendapat perhatian segera pada saluran
pernapasan, adekuasi dari ventilasi, kontrol perdarahan internal dan eksternal serta
observasi kebocoran cairan serebro spinal. Penilaian awal (primary survey) pada
kasus pasien trauma ini bedasarkan Advance Trauma Life Support (ATLS), dari
American College of Surgeons (ACS). Primary survey berupa penilaian Airway clear
berdasarkan jenis luka, tanda vital dan mekanisme cedera, sehingga keadaan yang
mengancam nyawa dengan cepat dikenali dan resusitasi segera dilakukan (Peter et al,
2013).
Pemeriksaan jalan nafas pada pasien ini didapati Airway clear with C-Spine
control, perdarahan intra oral, dan tidak menggangu jalan nafas, serta tidak terdapat
37
obstruksi. Usaha untuk membebaskan jalan nafas dilakukan dengan menjaga jalan
nafas dari perdarahan intra oral dengan tindakan suctioning dan melindungi vertebra
servikal serta dengan pemasangan airway defenitif jika diperlukan (Bell et al, 2004).
Breathing, ventilation, oxygenation diberikan dengan nasal kanul 2-4 liter per
menit, dan evaluasi ventilasi secara cepat meliputi fungsi paru, dinding dada dan
diafragma. Circulation dengan pemasangan infus NaCl 0,9% 20 tetes per menit,
untuk menjaga keadaan hemodinamik pasien tetap stabil dan secara simultan
perdarahan eksternal pada pasien ini tidak ditemukan. Disability, neurologic status
pada pasien ini dievaluasi menggunakan GCS, pasien mampu membuka mata spontan
ukuran dan reaksi pupil tidak terdapat tanda-tanda lateralisasi, motorik mampu
terlewat pada pemeriksaan sebelumnya, seperti adanya darah yang keluar dari anus
atau luka pada tubuh yang tertutup pakaian, setelah pakaian dilepas pasien segera
diselimuti untuk mencegah hipotermi. Pemeriksaan pada pasien ini ditemukan jejas
luka abrasi pada regio leher dan dada kemudian dilakukan pemeriksaan foto rontgen
thoraks Antero Posterior (AP) dan foto servical, dengan hasil dalam batas normal
(Nancy, 2012).
Pemeriksaan secondary survey pada pasien ini dilakukan dengan prinsip head to
ekstra oral, kepala dan oromaksilofasial, pemeriksaan intra oral yang meliputi status
38
lokalis gigi dan jaringan pendukung sekitarnya, pemeriksaan radiologis dan
Adanya kebocoran cairan serebro spinal pada pasien ini ditemukan berdasarkan
cairan serebro spinal berada di luar pada linen dan membentuk cincin dari darah atau
mukus berada ditengahnya. Penatalaksanaan pada pasien fraktur basis kranii dapat
Indikasi untuk tindakan operatif dilakukan oleh bagian Bedah Saraf jika
penanganan konservatif gagal oleh karena kebocoran cairan serebro spinal persisten
kurang dari dua minggu, rekuren atau delayed onset kebocoran cairan serebro spinal
39
A = airway
1.
Membebaskan jalan nafas
Melakukan manuver
Head tilt - chin lift
Jaw trust
40
2. B = breathing
Melakukan pemeriksaan
Look
Listen
Feel
3. D = dissability
Melakukan penilaian skor tingkat kesadaran
Metode AVPU
Metode GCS
4. E = Environmental
Menempatkan pasien dalam posisi recovery
41
Gambar 1. Ekstra oral dengan C-spine control, tampak edema dan hematoma pada regio periorbital bilateral, edema pada regio
mandibula kanan, serta terdapat bekas jahitan pada regio labiomental dengan ukuran 2 cm.
Gambar 2. Gambaran Intra oral: (A). Tampak laserasi pada regio bibir atas, gingiva regio gigi 21 – 22, dan oklusi tidak didapat
karena rahang atas dan bawah terdapat fraktur. (B). Tampak laserasi pada regio bibir bawah, gingiva regio gigi 31 – 42, (C).
Tampak laserasi pada regio palatum
Gambar 5. Gambaran Intra oral paska tindakan Bedah Mulut dan Maksilofasial: (A). Posisi oklusi paska
pemasangan IDW Erich Bar pada rahang bawah. (B) dan (C) Post penjahitan laserasi intraoral. (D). Foto panoramik
setelah pasien masuk ruang rawat inap.
42
BAB 3
KESIMPULAN
kranii anterior dilakukan segera dan cepat dengan minimal intervensi untuk
meningitis. Manajemen luka jaringan lunak dan jaringan keras, melakukan reduksi,
fiksasi dan imobilisasi fraktur, manajemen nyeri serta pemberian antibiotik. Seorang
ahli Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam melakukan tindakan emergensi
harus mengetahui dan menguasai penilaian awal pada pasien trauma berdasarkan
43
DAFTAR PUSTAKA
http://www.fotosearch.com/M/Cidera Maxillofacial-Trauma.html.
Bell RB, Dierks EJ, Homer L, Potter BE. Management of cerebrospinal fiuid leak
Lippincort Company. 62 – 3
Engin DA, Alper GS, Erdal K, Cemil K, Fevzi Y, Evvah K, Tamer D, Muge S.
shalom.com/interns/face%20lift/facial%20anatomy.pdf.
Francis B. Quinn. Melinda Stoner Quinn. Basilar Skull Fractures [Internet]. Grand
44
Netlibrary: https://www.utmb. edu/otoref/Grnds/basilar-skull-fx-2013-12/
basilar-skull-fx-2013-12.pdf.
Hutchinson and Skinner, 1996, ABC of Major Trauma 2 nd ed BMJ Publishing Group,
London.
Katzen JT, Jarrahy R, Eby JB, Mathiasen RA, Margulies DR, Shahinian HK.
Craniofacial and skull base trauma. The Journal of Trauma Injury, Infection,
Indonesia.
Nancy P. American college of surgeon. Head injury. Advance Trauma Life Support.
Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Penerjemah: Purwanto dan Basoeseno.
Peter WB, Barry E, Rainer S. Maxillofacial trauma and esthetic facial reconstruction.
Raymond J. Fonseca. Oral and maxillofacial trauma. 4th edition. St. Louis, Missouri.
45
Syaiful Saanin. 2010, Cedera Kepala. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Penyerta.html.
Tseng WC, Shih HM, Su YC, Chen HW, Hsiao KY, Chen IC. The association
between skull bone fractures and outcomes in patients with severe traumatic
Woodruff M,Berry HE. 1966, Surgery For Dental Student.4th ed. Newyork :
46