Anda di halaman 1dari 13

TUGAS METODE FILSAFAT ILMU

Oleh :
Muhammad Nur Fajriansyah, S.T
20220510006
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi
Universitas Esa Unggul Jakarta

JAWABAN SOAL :

1. Plato (427-347 SM)

Plato diyakini sebagai seorang filsuf yang berperan besar dalam perkembangan filsafat Yunani
Kuno dan filsafat barat secara umum. Sumbangsih yang besar juga diberikan oleh guru Plato,
yakni Sokrates , dan murid Plato, yakni Aristoteles. Selain sebagai filsuf, Plato juga dikenal
sebagai salah satu peletak dasar agama-agama barat dan spiritualitas. Pemikiran Plato
dikembangkan menjadi Neoplatonisme oleh para pemikir seperti Plotinus dan Porphyry.
Neoplantonisme memberi pengaruh besar bagi perkembangan Kristianitas, terutama
memengaruhi pemikiran para Bapa Gereja seperti Agustinus. Filsuf Alfred North
Whitehead bahkan mengapreasiasi Plato dengan mengatakan, "Karakterisasi umum yang paling
aman dari tradisi filosofis Eropa adalah bahwa tradisi ini terdiri dari serangkaian catatan kaki
untuk Plato".
Pemikiran Plato banyak dipengaruhi oleh Sokrates. Karyanya yang paling terkenal
ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri") yang di dalamnya berisi
uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak
dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur
adalah perumpaan tentang orang di gua. mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato
meninggal ketika sedang menulis).

 Ciri ciri karya plato

a. Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan
kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya.
b. Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato
berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-
huruf yang membisu. Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka
yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.
 Pandangan Plato tentang ide, dunia ide dan dunia indrawi

Idea-idea
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai ide. Pandangan Plato
terhadap ide-ide dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh
Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide
adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak
diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea adalah dunia yang melampaui manusia maka ide tidak
tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada dunia ide.
Ide adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. de sudah
ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Ide-ide ini saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Misalnya, ide tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari ide dua, ide dua itu
sendiri tidak dapat terpisah dengan ide genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang
paling tinggi di antara hubungan ide-ide tersebut. Puncak inilah yang disebut ide yang “indah”.
de ini melampaui segala ide yang ada.
Dunia indrawi
Dunia indrawi adalah dunia nyata yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret,
yang dapat dirasakan oleh pancaindra kita. Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau
bayangan daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu
yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.
Dunia ide
Dunia ide adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada
perubahan, semua ide bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu ide “yang bagus”,
“yang indah”. Di dunia ide semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada
barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil
buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran".

 Pandangan Plato tentanag karya seni dan keindahan

Pandangan Plato tentang karya seni


Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide.
Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang
negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni
hanyalah tiruan dari realita yang ada.Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang
asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada
yang nyata ini.

Pandangan Plato tentang Keindahan


Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia
indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya
terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa Kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan,
baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di
dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan
yang lebih rendah.

2. Aristoteles (348-332 SM).

Aristoteles meyakini bahwa abstraksi menjadi pembentuk kategori yang dapat diterapkan
ke objek pemikiran. Aristoteles menganggap bahwa pemikiran manusia melebihi tiga jenis
abstraksi yang membentuk filsafat, yaitu fisika, matematika dan metafisika. Manusia melampaui
fisika ketika ia mulai berpikir saat sedang melakukan pengamatan. Selama berpikir, akal manusia
melepaskan diri dari pengamatan yang menggunakan indra untuk merasakan segala yang dapat
dirasakan keberadaannya. Pengetahuan yang bersifat umum kemudian diketahui dari hal yang
partikular dan nyata. Pengetahuan fisika kemudian terbentuk melalui pengetahuan abstrak dan
akal manusia. Selanjutnya, abstraksi matematika membuat manusia mampu mengerti mengenai
materi yang tidak terlihat. Akal melepaskan diri dari segala sesuatu yang dapat dipahami. Semua
ciri material dari abstraksi ini kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan. Sementara, abstraksi
metafisika muncul setelah manusia melakukan abstraksi fisika. Dalam abstraksi ketiga, manusia
telah mampu berpikir tentang kenyataan dari segala materi beserta dengan asal-usul dan tujuan
pembentukannya. Aristoteles menganggap abstraksi ini sebagai filsafat pertama.

Aristoteles menggunakan istilah "filsafat pertama" dibandingkan metafisika karena


menurutnya semua filsafat berasal dari abstraksi ini. Filsafat pertama dalam pandangan Aristoteles
dapat diartikan menjadi dua pengertian. Pertama yaitu sebagai ilmu yang menjadi asas pertama.
Sedangkan yang kedua sebagai ilmu yang membahas keberadaan sebagai sebuah keberadaan
beserta dengan ciri-ciri objek.

 Metode Filsafat

Aristoteles mengemukakan bahwa metode penemuan pengetahuan


dan kebenaran baru terbagi menjadi dua. Pertama, metode induktif dan yang kedua ialah
metode deduktif. Metode induktif bertujuan menyimpulkan hal-hal khusus menjadi
suatu kesimpulan umum. Sementara itu, metode deduktif hanya menyimpulkan
kebenaran dari dua hal yang bersifat pasti dan tidak diragukan. Sifat dari metode deduktif
ialah menyimpulkan dari sesuatu yang bersifat umum menjadi khusus. Kondisi dari suatu
proposisi dapat ditinjau melalui analitika atau dialektik. Analitika digunakan
pada penelitian yang menggunakan proposisi yang telah diyakini kebenarannya
untuk argumentasi. Sementara dialektik digunakan pada penelitian yang menggunakan
proposisi yang diragukan kebenarannya untuk argumentasi. Analitika dan dialektika
menjadi dasar dari logika dengan inti yaitu silogisme. Peran silogisme ialah menjadi
mekanisme penalaran premis-premis yang benar untuk menghasilkan kesimpulan yang
benar. Silogisme menjadi bentuk formal dari penalaran deduktif. Aristoteles menjadi
metode deduktif ini sebagai metode terbaik dalam memperoleh pengetahuan dan
kebenaran baru yang didasarkan kepada kesimpulan. Metode ini dikenal dengan nama
metode silogistis deduktif.

 Pemikiran Sains

Ilmu alam
Aristoteles menjadi perintis dalam kegiatan pengumpulan dan klasifikasi spesies biologi.
Kecenderungan terhadap ilmu alam oleh Aristoteles berkaitan dengan analisis kritis. Kegiatan
tersebut dilakukan untuk mengetahui tentang hukum alam dan keseimbangan alam. Keberadaan
materi menandakan bahwa materi ada dengan suatu bentuk tertentu. Selain itu, ia berpendapat
bahwa terdapat satu tujuan dari pergerakan benda-benda. Pemikiran Aristoteles
mengenai gerak menghasilkan hubungan sebab-akibat yang mengarahkan kepada pemikiran
mengenai penggerak pertama yang tidak bergerak. Arah pemikirannya mengarah kepada
pengertian mengenai Tuhan.

Retorika
Aristoteles menjadikan retorika sebagai suatu ilmu yang mandiri dengan kedudukan yang
sama dengan ilmu lainnya. Menurut Aristoteles, retorika bukan sekadar perkataan yang bersifat
omong kosong, melainkan tuturan yang efektif dan mengandung etika dalam menyampaikan
kebenaran. Aristoteles mengemukakan bahwa retorika tidak dapat dijadikan sebagai bagian dari
ilmu lain. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa ilmu lain memerlukan retorika untuk
memberikan deskripsi mengenai penemuan-penemuannya. Ajaran retorika Aristoteles dikenal
sebagai retorika tradisional oleh para ahli retorika yang hidup pada masa awal abad ke-20. Ajaran
retorika dari Aristoteles berpengaruh hingga keruntuhan Kerajaan Yunani dan Kerajaan Romawi.
 Pemikiran Humaniora

Manusia
Aristoteles menganggap manusia sebagai makhluk sosial. Secara alamiah, manusia
memiliki naluri untuk melakukan interaksi sosial dengan manusia lainnya. Selain itu, manusia
juga memerlukan bantuan manusia lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial diwujudkan dalam
bentuk masyarakat yang saling terhubung dalam kesatuan biologis yang didasarkan oleh naluri.

Politik
Aristoteles membedakan negara menjadi negara yang benar dan deviasi negara yang
benar. Negara yang benar menurut Aristoteles terbagi menjadi monarki, aristokrasi,
dan konstitusional. Sementara deviasi negara yang benar meliputi tiran, oligarki dan demokrasi.
Pengecualian diberikan kepada demokrasi dengan penambahan hukum untuk dapat
membenarkan penerapannya. Aristoteles menjadikan keberadaan hukum sebagai syarat penting
bagi pembentukan negara. Suatu negara dapat memberikan manfaat maupun bencana politik
kepada warga negara. Penentunya ialah kondisi pemenuhan kebebasan, hak asasi manusia,
kepercayaan dan harga diri dari warga negara.
Pandangan politik Aristoteles ini bersifat normatif. Politik diartikan sebagai sarana
pembentukan masyarakat dengan peluang yang besar untuk memperoleh kebahagiaan. Melalui
politik, masyarakat dapat mengembangkan bakat, meningkatkan keakraban, dan menjunjung
tinggi moralitas. Sementara itu, kekuasaan tertinggi pada suatu negara disebut
sebagai kedaulatan. Aristoteles mengkaji mengenai kedaulatan yang diartikan sebagai unsur
superior di dalam beberapa jenis konstitusi dengan suatu unit politik yang jumlahnya dapat
tunggal maupun banyak.

Hukum
Aristoteles merupakan salah satu filsuf yang menganut pandangan hukum alam. Ia
menjadikan akal sebagai alat penentu keadilan yang bersifat mutlak. Ia membagi hukum menjadi
dua, yaitu hukum yang ditetapkan oleh kekuasaan negara dan hukum yang tidak subjektif dalam
penilaian kebaikan maupun keburukan. Pandangan yang tidak subjketif ini keberadaannya
seakan-akan tidak ada karena sifat manusia yang selalu memiliki perbedaan pendapat terhadap
hukum. Sementara itu, Aristoteles meyakini bahwa peran hukum sebagai sekumpulan peraturan
bersifat mengikat bagi masyarakat maupun hakim.

Psikologi
Aristoteles hidup pada masa manusia mulai menyelidiki persoalan kejiwaan. Setiap
pernyataan hanya dibenarkan melalui argumentasi logis yang menggunakan akal. Bukti
empiris belum banyak digunakan dalam membenarkan suatu pemikiran. Pada masa
ini, psikologi masih menjadi bagian dari filsafat. Di Yunani Kuno, Aristoteles menjadi salah satu
tokoh yang mengemukakan teori psikologi bersama dengan Plato. Ia berpendapat bahwa suatu
badan yang memiliki organ tersusun dari komponen mendasar yang disebut jiwa. Kedudukan
jiwa di dalam badan organis ialah sebagai komponen pertama dan utama. Jiwa dijadikan sebagai
penyusun kehidupan pada materi yang membuatnya mempunyai struktur khusus. Manusia
dalam pandangan ini terbentuk dari jiwa yang bersifat imanen. Keberadaan jiwa ini yang
membuat manusia menjadi manusia.
Komunikasi
Aristoteles membagi unsur komunikasi meliputi pembicara, pesan dan pendengar. Ia
meyakini bahwa komunikasi telah terjadi ketika pembicara telah mampu mengubah sikap dari
pendengar melalui pesan di dalam pembicaraan. Jenis komunikasi yang dikemukakan oleh
Aristoteles berkaitan dengan retorika dan pidato sehingga sifat komunikasi hanya terjadi secara
satu arah.

3. Francir Balcon

Bacon menolak pandangan para pemikir di zamannya yang menganggap


bahwa pengetahuan baru tidak lagi diperlukan karena para ilmuwan kuno telah menemukan
semua jenis pengetahuan yang hanya perlu dikaji ulang. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa
peningkatan taraf hidup manusia memerlukan pengetahuan dan ilmu yang baru. Ia meyakini
bahwa pengetahuan adalah kekuatan. Melalui pengetahuan, manusia masih dapat memiliki
kekuatan untuk mengatur manusia lainnya serta mengelola Bumi. Dalam pandangannya, semua
pengetahuan merupakan bagian dari filsafat, sehingga filsafat dapat menjelaskan semua jenis
pengetahuan. Ia juga meyakini bahwa pemerolehan pengetahuan yang benar hanya dapat
melalui pengalaman yang bersifat fakta serta menggunakan indra. Penelitian ilmiah untuk
memperoleh ilmu harus mengabaikan penggunaan prasangka selama kegiatan
pengamatan. Selain itu, kemajuan pengetahuan dapat tercapai ketika dilakukan secara baik dan
telah melalui proses pengamatan, pemeriksaan, percobaan, pengaturan dan penyusunan.

 Metode Induktif

Bacon merupakan pelopor penggunaan dan pengembangan metode induktif pada abad
ke-17. Metode berpikirnya bertentangan dengan metode berpikir silogistik. Ia juga menjadi
pelopor penemuan baru dalam mengembangkan metode induktif. Dalam mengetahui tentang
sesuatu, Bacon menggunakan metode induktif. Dalam keyakinannya, kesimpulan umum dapat
diperoleh oleh peneliti melalui pengumpulan fakta dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung. Bacon berpendapat bahwa alam semesta dapat diketahui kebenarannya melalui
pengamatan langsung yang bebas dari prasangka apapun. Metode induktif Bacon digunakan
untuk mengubah hasil pengamatan yang terlebih dahulu dikumpulkan dan dikalsifikasi untuk
kemudian dijadikan sebagai sebuah kesimpulan yang sifatnya umum. Proses pengamatan harus
dilakukan secara sistematis dan menghasilkan dalil-dalil umum yang dapat diuji melalui
percobaan dengan kondisi yang terkendali. Bacon juga meyakini bahwa metode induktif hanya
menghasilkan kesimpulan logis yang diterima oleh akal sehat, sehingga dapat menghindari
terjadinya sesat pikir.

Pengaruh Pemikiran

Sistematika ilmu
Bacon memberikan pengaruh yang besar terhadap sistematika ilmu dengan mengaitkan
potensi diri manusia dengan objek penyelidikannya. Ia berpendapat bahwa jiwa memiliki tiga
kemampuan yang menjadi dasar bagi pengetahuan. Masing-masing ialah ingatan, khayalan dan
akal. Ingatan berkaitan dengan pengetahuan yang telah diperiksa dan diselidiki. Khayalan
berkaitan dengan pengetahuan tentang keindahan seperti sastra. Semeentara akal bekerja
untuk menghasilkan ilmu dan filsafat. Ia kemudian membagi filsafat menjadi tiga bidang
persoalan yaitu ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman. Ilmu alam ia bagi menjadi bidang
teoretis yang meliputi fisika dan metafisika, serta bidang terapan yang meliputi mekanika dan
magika.

Empirisme
Bacon merupakan salah seorang pelopor empirisme yang merupakan salah satu
aliran filsafat ilmu di dunia Barat.[35] Pemikiran empirisme Bacon berasal dari pemikiran-
pemikiran sarjana di dunia Islam. Ia mengembangkan pemikiran-pemikiran tersebut ke dalam
karya tulisnya, yaitu Novum Organum. Empirisme yang dikemukakan oleh Bacon kemudian
mempengaruhi dunia pendidikan dalam pemerolehan pengetahuan. Ia menghasilkan pemikiran
bahwa pemerolehan pengetahuan berdasarkan pengalaman dan bukan
berdasarkan akal semata.

Positivisme
Pemikiran Bacon mengenai ilmu pengetahuan termasuk dalam pemikiran positivisme karena
menggabungkan fakta dengan kemampuan indra. Bacon membuat rumusan bahwa segala
sesuatu dapat diketahui dengan menetapkan pertanyaan pengamatan awal. Kemudian,
percobaan hanya dapat dilakukan setelah manusia menghilangkan segala jenis prasangka,
keinginan dan kepentingan pribadinya, Pengetahuan yang benar kemudian dapat diperoleh
melalui pemikiran induktif. Ilmu yang dihasilkan dari positivisme bersifat bebas nilai dan objektif.

Pendidikan
Bacon memberikan gagasan terhadap pendidikan melalui usaha-usaha dalam
menemukan metode baru dengan menggunakan metode induksi. Ia juga memberikan kesadaran
mengenai pentingnya ilmu pengetahuan yang berasal dari kenyataan seperti ilmu
kebumian, ilmu alam dan ilmu ayat. Bacon juga memperkenalkan penggunaan
penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa utama dalam pendidikan untuk menggantikan bahasa
Latin.

4. Socrates (469-399 SM)

Sokrates memberikan pengajaran filsafat melalui pemberian pengetahuan terhadap sesuatu


yang telah dipahami oleh seseorang. Pengajaran filsafat Sokrates disebut sebagai metode
kebidanan. Ia mengumpamakan proses berfilsafat seperti seorang bidan yang membantu
persalinan seorang wanita untuk melahirkan anaknya. Dalam berfilsafat, ia melakukan dialog.
Perhatian utamanya dalam filsafat ialah mengenai hal yang dimiliki oleh pribadi manusia.

Sokrates mengalihkan pusat perhatian filsafat dari filsafat alam ke filsafat manusia. Ia
menggunakan metode kritis dalam berfilsafat khususnya mengenai etika. Sokrates meyakini
bahwa banyak pengetahuan dan pendapat dari manusia yang bersifat semu, tetapi manusia
menggunakannya dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan. Ia menganggap bahwa
pengetahuan manusia tentang persoalan hidup bersifat belum jelas dan hanya menduga-duga.
Sokrates kemudian mengkaji dua pengetahuan yang menjadi persoalan kehidupan, yaitu
tentang kebahagiaan dan kebajikan.

Sokrates memulai kajian filsafat dengan dialog yang mempersyaratkan kesepakatan


terhadap rumusan topik yang diperbincangkan. Pengajuan terhadap uraian atau contoh nyata
dilakukan pada setiap rumusan. Setelah rumusan ditetapkan, Sokrates mengadakan proses
pembantahan yang meliputi kegiatan pembandingan atau pengajuan pertanyaan. Jawaban
yang diberikan berbentuk pernyataan yang sifatnya bertentangan atau berbeda dengan
rumusan dan contoh nyata. Pertentangan ini kemudian diselesaikan dengan proses induksi yang
menguraikan pernyataan dan memberikan definisi terhadap setiap istilah di dalam pernyataan.
Pada kasus tertentu, analogi dipergunakan. Kemudian, dari hasil induksi ini diperoleh
pengertian umum yang mencakup seluruh pengetahuan yang berguna dan menghilangkan
pengetahuan yang tidak diperlukan.

 Pemikiran Praktis

Pendidikan
Pemikiran filsafat dari Sokrates berpengaruh terhadap praktik dan
teori pendidikan di dunia Barat khususnya di bidang pengajaran. Sokrates mengembangkan
pengajaran dengan metode dialektika. Fungsi dari pengajarannya adalah untuk melatih
kecermatan individu dalam berpikir dan menguji dirinya sendiri, serta memperbaiki pengetahuan
yang telah diketahuinya sebelumnya. Metode Sokrates dimanfaatkan dalam pendidikan untuk
mengembangkan pengetahuan peserta didik secara mandiri dan tidak sepenuhnya dipengaruhi
oleh pemikiran dari pendidiknya.
Hukum
Pada abad ke-4 SM, Sokrates merupakan salah satu filsuf Yunani yang menuntut penegak
hukum untuk mengutamakan keadilan dibandingkan penilaian manusia sebagai
hukum.[19] Sokrates memandang bahwa hukum merupakan bagian dari tatanan kebijakan yang
dapat mencapai keadilan umum secara objektif. Inti hukum yang ditetapkan oleh Sokrates
merupakan salah satu pemikiran yang tidak lagi didasarkan kepada kehendak para Dewa. Hukum
telah ditetapkan berdasarkan kekuasaan manusia dengan panduan kehidupan berkeadilan
secara umum. Pendapat Sokrates ini mirip dengan pandangan sofisme yang meyakini bahwa
keadilan dan moral merupakan inti hukum yang kemudian menjadi pedoman hidup. Pandangan
Sokrates mengenai hukum kemudian mempengaruhi Plato dalam memikirkan tentang hukum.
Plato juga menganggap hukum sebagai sarana untuk mencapai keadilan.

Masyarakat
Sokrates merupakan salah satu tokoh pemikir yang menganggap masyarakat terbentuk
secara alami. Suatu masyarakat terbentuk oleh manusia dengan sifat yang dapat mengalami
kemajuan maupun kemunduran. Perkembangan dari suatu masyarakat terjadi tanpa dapat
dicegah sama sekali.

 Pengaruh Pemikiran

Semasa hidupnya, Sokrates memiliki murid bernama Plato yang menjadi perintis
pemikiran idealisme. Pemikiran Socrates mempengaruhi pemikiran Plato mengenai filsafat moral
atau etika. Pengaruh ini khususnya berkaitan dengan paham bahwa manusia memerlukan tujuan
hidup di dunia. Adanya pengaruh diketahui dari pemikiran Plato mengenai gagasan tentang
"sesuatu yang baik". Keberadaaan "sesuatu yang baik" ini menjadi dasar bagi keberadaan
gagasan lainnya.
Selain Plato, Sokrates juga memiliki beberapa pengikut yang kemudian membentuk mazhab
tersendiri. Masing-masing yaitu Eukleides dari Megara, Phaidon dari Elis, Antisthenes,
dan Aristippos. Eukleides dari Megara berusaha menggabungkan antara pandangan Sokrates
mengenai "yang baik" dengan pandangan mazhab Elea. Hasil penggabungannya dikenal dengan
nama mazhab Megara. Phaidon dari Elis membentuk mazhab Elis memiliki ajaran yang berkaitan
dengan permasalahan dialektika. Pemikiran Phaidon diteruskan oleh muridnya yang bernama
Menedemos dari Eretria yang kemudian membentuk mazhab Eretria yang juga membahas
tentang dialektika. Antisthenes mendirikan mazhab Sinis yang menolak nilai etika dari adat
tradisional dan meyakini bahwa manusia memiliki keutamaan tertentu. Sementara itu, Aristippos
merupakan pendiri mazhab Hedonis. Ajarannya ialah tentang kesenangan sebagai sesuatu yang
baik. Kesenangan ini diperoleh secara maksimum dan harus disertai dengan kesusahan minimum.
Akal berperan dalam memberikan penilaian atas tingkat kesenangan dan kesusahan.

5. John Dewey (1858-1952)

Dewey berpandangan bahwa filsafat yang berdasarkan kepada pengalaman nyata


yang diselidiki secara kritis dan aktif dapat menyusun nilai-nilai maupun norma-
norma. Dewey memberikan pengaruh bagi pengembangan filsafat pendidikan khususnya
pada pendidikan progresif yang dilandasi oleh pragmatisme dan progresivisme. Ia
merupakan pengusul diadakannya pembelajaran kontekstual di kelas khususnya di Amerika.
Selain itu, ia menjadi pemikir yang mengubah sistem pendidikan multikultural di Amerika
Serikat yang awalnya mengutamakan asimilasi menjadi mengutamakan perilaku
sosial dengan sistem demokrasi dan toleransi.

 Aliran Pemikiran

Pemikiran-pemikiran John Dewey memiliki pengaruh yang besar bagi pragmatisme.


Pemikiran pragmatismenya disebut juga sebagai eksperientalisme karena ia menjadikan
pertumbuhan manusia sebagai tujuan dari pendidikan. Ia meyakini bahwa segala sesuatu di
dunia ini memiliki sifat selalu berubah sehingga pemikirannya dinamainya sebagai
pertumbuhan. Pemikiran pragmatismenya menjadi salah satu landasan pemikiran yang
memulai penyelenggaraan pendidikan massal. Dewey mengembangkan pemikiran dari tokoh
pragmatisme lainnya yaitu Charles Sanders Peirce dan William James. Hasil
pengembangannya isebut sebagai teori instrumentalisme. Teori ini menyatakan bahwa
penyelesaian persoalan sosial harus menjadi fungsi dari kognisi.

 Pemikiran

Berpikir kritis
Dalam pandangan Dewey, berpikir kritis merupakan proses berpikir reflektif yang aktif
dan mendalam. Informasi tidak diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif melalui pengajuan
pertanyaan untuk menemukan informasi yang relevan. Dewey mengemukakan bahwa berpikir
reflektif merupakan kegiatan untuk mempertimbangkan secara cermat, aktif dan gigih mengenai
suatu keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun. Setiap hal harus dipandang dengan berbagai
pernyataan yang dapat mendukungnya. Setelah itu, barulah diperoleh kesimpulan dari
pernyataan tersebut. Ia meyakini bahwa berpikir kritis merupakan cara berpikir yang benar bagi
anak-anak, sehingga perlu diajarkan di sekolah.

Kenyataan
Pada awalnya, Dewey meyakini idealisme yang dikemukakan oleh Georg Wilhelm
Friedrich Hegel. Setelah pemikirannya berfokus ke biologi evolusioner dan psikologi, ia tidak lagi
berminat pada idealisme Hegel. Ia mengemukakan teorinya sendiri mengenai kenyataan. Dewey
memandang alam sebagai kenyataan akhir. selain itu, ia menganggap manusia sebagai hasil alam
yang telah menemukan makna dan tujuan keberadaannya di dalam alam.
Dewey juga meyakini bahwa dunia merupakan suatu gerak yang terjadi secara terus-menerus
dengan sifat pergerakan yang konstan. Pandangannya mengutamakan konsep evolusi, relativitas
dan proses waktu. Ia menganggap dunia masih belum selesai diciptakan dan masih dalam proses
penciptaan. Pemikirannya ini bertentangan dengan pandangan mengenai dunia yang
dikemukakan oleh para pemikir yang hidup pada masa Yunani Kuno dan Abad Pertengahan.

Kecerdasan
Dewey menerbitkan dua buku yang membahas tentang kecerdasan, yaitu Outline of a
Critical Theory of Etichs (1891) dan The Study of Ethics: a Syllabus (1894). Outline of a Critical
Theory of Etichs berisi pemikiran Dewey mengenai pengaruh kecerdasan dalam menentukan
perilaku manusia secara individu maupun sosial. Buku ini juga membandingkan kecerdasan
dengan tindakan aka budi yang dikemukakan oleh idealisme rasionalistik. Kecerdasan yang
mempengaruhi perilaku dibandingkan dengan tindakan akal budi yang membentuk skema
pengertian tentang benda-benda. Sedangkan The Study of Ethics: a Syllabus berisi gagasan
tentang kecerdasan sebagai perantara terhadap hasil pemikirannya. Gagasan ini termasuk dalam
pemikiran pragmatisme yang tidak bersesuaian dengan pemakaian akal budi idealistik yang
konstitutif.

Pendidikan
a. Subjek pendidikan
Dewey memiliki beberapa pandangan mengenai pendidikan bagi anak. Ia meyakini
bahwa anak merupakan pembelajar yang aktif. Karenanya, pendidikan seharusnya
diutamakan pada pembelajaran kepada anak secara menyeluruh serta memberikan
kemampuan adaptasi lingkungan kepada anak. Ia juga meyakini bahwa anak-anak harus
memperoleh cara berpikir yang berbeda dengan cara berpikir akademik di sekolah. Dewey
meyakini pendidikan yang layak merupakan hak dari semua anak. Pendapatnya ini mengacu
kepada kondisi pendidikan pada masa hidupnya yang hanya menjadi hak bagi anak dari
kaum borjuis.
Dalam pemikiran Dewey mengenai subjek pendidikan, anak berperan sebagai subjek
utama dalam pengembangan kurikulum. Ia mengemukakan bahwa pendidikan harus bersifat
demokrasi. Kurikulum harus dibuat sesuai dengan kebutuhan peserta didik serta memiliki
sifat keterbukaan dan fleksibel Dalam bukunya yang berjudul Democracy dan Education, ia
memberikan landasan pengadaan pendidikan inkuiri yang sesuai dengan paham yang
dianutnya dalam pendidikan yaitu konstruktivisme. Ia mempersiapkan pendidikan yang
menghasilkan alumni yang dapat bekerja, menjadi warga negara dan menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat secara bebas. Ia mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah sekadar
proses perolehan pengetahuan, melainkan sebuah proses kreatif yang disertai
penyelidikan. Melalui pembelajaran terpadu, perkembangan dan pertumbuhan anak dapat
diintegrasikan dengan kemampuan pengetahuannya.
b. Pembelajaran
Dewey mengemukakan bahwa pengalaman di dalam pikiran seseorang memiliki
kaitan dengan pendidikan. Ia meyakini bahwa pengalaman merupakan dasar bagi pendidikan
secara keseluruhan. Dewey menolak pendidikan yang pembelajarannya dilakukan dengan
prinsip "belajar dengan menghafal". Ia meyakini bahwa pendidikan dengan pembelajaran
yang aktif dapat dicapai dengan prinsip "belajar dengan melakukan". Peserta didik harus
terlibat aktif dan spontan dalam proses belajar. Keaktifan ini ditentukan oleh tingkat
keingintahuan terhadap sesuatu yang belum diketahui. Pendidikan harus mampu
menghasilkan kecakapan fundamental yang ditujukan kepada alam dan hubungan sesama
manusia. Kecapakan ini harus bersifat intelektual dan emosional Tujuan dari kecapakan ini
adalah mencapai efisiensi sosial sehingga pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan bersama
dapat tercapai dengan hasil maksimal dan bersifat bebas.
Dalam pandangan Dewey, peran pendidik dalam pembelajaran praktis adalah
membentuk peserta didik agar dapat siap menjadi anggota masyarakat. Pendidik tidak
berperan sebagai pembentuk kebiasaan tertentu bagi peserta didik. Selain itu, pendidik juga
tidak memaksakan kehendaknya kepada peserta didik. Kesiapan peserta didik sebagai
anggota masyarakat wajib atas kesadarannya sendiri. Konsep "belajar dengan melakukan"
kemudian berkembang menjadi salah satu jenis pembelajaran, yaitu pembelajaran berbasis
penyelesaian masalah. Dewey meyakini bahwa penyelesaian masalah merupakan salah satu
dari jenis proses berpikir aktif yang menghasilkan kesimpulan definitif secara hati-hati.[29]
Prinsip "belajar dengan melakukan" yang dikembangkan oleh Dewey dilandasi oleh
pemikiran pragmatisme. Ada dua pemikiran utama dalam konsep pembelajarannya.
Pertama, anak sudah ditakdirkan untuk menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki sifat
aktif dalam belajar. Kedua, kehidupan anak di masa depan menjadi lebih siap melalui
pembelajaran yang membuatnya bekerja.
Dewey tidak hanya mengembangkan teori pendidikan yang bersifat konstruktivisme
bagi pengetahuan peserta didik. Ia juga mengembangkan teori konstuktivisme bagi
perkembangan moral bagi peserta didik. Ia meyakini bahwa pendidikan merupakan suatu
proses untuk membuat manusia dapat menjadi manusia yang sesungguhnya. Dewey
meyakini bahwa tujuan pendidikan di sekolah adalah untuk membentuk watak dan budi
pekerti.

Anda mungkin juga menyukai