Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS KURIKULUM SMA NEGERI 1 CIBINONG

Kelompok 1

KARIS YUNITA 202114579014


JIEHAN SALAMATUL HISAB 202114500070
SILVANI P YUSFIA 202114500103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS ILMU


PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOIAL UNIVERSITAS
INDRAPRASTA PGRI 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas segala karunia yang diberikan Allah SWT kepada
penulis sehingga karya tulis ini yang berjudul “Analisis Kurikulum di SMA N 1
CIBINONG” dapat terselesaikan dengan baik.  Tujuan penulisan karya tulis ini
untuk memenuhi tugas dari Bapak Dhani Harda Setiaji M.Pd yang diharapkan
dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi pembaca maupun bagi penulis itu
sendiri. Penulis sangat berterima kasih kepada Bapak. Dhani Harda Setiaji M.Pd.
pada kuliah Kurikulum pendidikan, yang telah mempercayai tugas ini kepada
penulis, sehingga dapat membantu penulis untuk menguasai pengetahuan pada
bidang studi yang ditekuni.  Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi
pengetahuan kepada penulis dan membantu penulis dalam bentuk dukungan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan tepat waktu.  Tidak
ada yang sempurna di dunia ini. Begitupun dengan karya tulis ini yang masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan dari karya tulis ini.

Jakarta, 30 Desember 2022

2
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................

A.Latar Belakang.Latar Belakang..........................................................................................


B.Rumusan Masalah...............................................................................................................
C.Tujuan...............................................................................................................................
D. Prinsip – Prinsip Pengembangan KTSP..........................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................
A.Tujuan Pendidikan............................................................................................................
1. Pendidikan Formal........................................................................................................
2. Pendidikan Non Formal................................................................................................
3. Pendidikan Informal.....................................................................................................
B.Visi sekolah.......................................................................................................................
C. Misi sekolah.....................................................................................................................
D. Strategi Sekolah...............................................................................................................

BAB III TUJUAN PENDIDIKAN........................................................................................


A.Mata Pelajaran..................................................................................................................
B.Muatan Lokal....................................................................................................................
C.Kegiatan Pengembangan Diri...........................................................................................
D.Ketuntasan Belajar............................................................................................................

BAB IV PENUTUP................................................................................................................
A.Simpulan...........................................................................................................................
B. Saran................................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Sejak tahun 2001, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999


tentang Pemerintahan Daerah, telah diberlakukan otonomi daerah dalam bidang
pendidikan dan kebudayaan. Visi pokok dari pada otonomi daerah dalam
penyelenggaraan pendidikan adalah pemberdayaan masyarakat setempat untuk
menentukan sendiri jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran, sistem
penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah, fasilitas dan sarana belajar untuk
putra putri mereka. (Muhaimin, Sutiah dan Prabowo 2009) Otonomi
penyelenggaraan pendidikan tersebut pada saatnya akan berimplikasi kepada
perubahan sistem manajemen pandidikan dari bentuk sentralisasi menjadi
desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan. Penerapan desentralisasi
pengelolaan pendidikan adalah dengan diberikannya wewenang kepada sekolah
atau satuan pendidikan untuk menyusun kurikulum. Hal itu mengacu pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan standar nasional pendidikan. (Muhaimin, Sutiah dan
Prabowo 2009).

Selain itu, juga adanya tuntutan globalisasi dalam bidang pendidikan yang
memacu keberhasilan pendidikan nasional agar dapat bersaing dengan hasil
pendidikan negara-negara maju. Desentralisasi pengelolaan pendidikan yang
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah dan
daerah, perlu segera dilaksanakan. Bukti nyata dari desentralisasi pengelolaan
pendidikan ini adalah diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil
keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, seperti dalam pengelolaan
kurikulum, baik dalam penyusunannya maupun pelaksanaannya di sekolah.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman

4
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
daftertentu. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta
didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan (KTSP) untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi
yang ada di daerah.

Dr, E. Mulyasa, M. Pd., telah mengemukakan di dalam bukunya


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahwa KTSP harus dikembangkan sesuai
dengan visi, misi, kondisi dan ciri khas satuan pendidikan. Oleh karena itu, maka
susunan KTSP mencakupi pengembangan visi, misi, tujuan pendidikan bagi
satuan pendidikan, analisis kontek, ciri khas satuan pendidikan, pengembangan
struktur dan muatan KTSP, pengembangan kalender pendidikan, pengembangan
silabus dan pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). (Mulya
2010) Tahap perencanaan penyusunan KTSP; menurut Wina Sanjaya dalam
bukunya Kurikulum dan Pembelajaran bahwa dalam menyusun KTSP terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu analisis konteks dan mekanisme
penyusunan.

1. Analisis konteks meliputi:

a. Mengidentifikasi Standar Isi dan Standar Kemampuan Lulusan sebagai


sumber dan acuan penyusunan KTSP.
b. Menganalisis kondisi yang ada dari satuan pendidikan yang meliputi
peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
biaya dan program-program.
c. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan
lingkungan sekitar, komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan,
asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan
sosial budaya. (Sanjaya 2010)

5
2. Mekanisme Penyusunan KTSP.

a. Pembentukan Tim penyusun Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA,
dan SMK, terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua
merangkap anggota. Di dalam kegiatan ini penyusun melibatkan komite
sekolah dan narasumber serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan
oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan tingkat
kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk SMA dan
SMK.
b. Kegiatan Penyusunan Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan
perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja
dan/atau loka karya sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka
waktu sebelum tahun pelajaran baru. Tahap kegiatan penyusunan KTSP
secara garis besar meliputi penyiapan dan penyusunan draf, review, serta
finalisasi, pemantapan dan penilaian. (Sanjaya 2010)
c. Pemberlakuan Dokumen KTSP pada SD, SMP, SMA, dan SMK,
dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan
dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang
bertanggung jawab dalam bidang pendidikan untuk SD dan SMP dan
tingkat provinsi untuk SMA dan SMK. (Sanjaya 2010)

Menurut (Karim 2009) dalam penyusunan draf KTSP, menambahkan adanya


rancangan kurikulum yang menentukan aspek khusus, hal ini sebagaimana yang
telah dikemukakannya bahwa dari analisis konteks dihasilkan rancangan hal-hal
khusus yang akan dikembangkan dalam kurikulum SD. Dari berbagai hasil
analisis penyusun kurikulum akan memilih beberapa hal yang akan dikemas
dalam kurikulum di sekolahannya.

6
B.Rumusan Masalah
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat
signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan
gedung atau rumah yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat,
maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan
tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila
tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah
terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta
didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.

Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum


diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan
kurikulum, yaitu: Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the
individual danlearning theory. Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam
bukunya “Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya
menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar
untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi, asas
organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan
pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas psikologis yang
memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek
serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai
oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. Serta Nana Syaodih Sukmadinata
berpendapat dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik”
bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlepas dari itu semua
bahwa pada intinya semua sama. Dapat disederhanakan bahwa ketiga pendapat
diatas semuanya berpendapat sama sehingga dapat saling melengkapi. Untuk itu

7
empat landasan tersebut dapat dijadikan landasan utama dalam pengembangn
kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, sosiologis, budaya, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan landasan organisatoris.

Landasan-landasan Kurikulum:

1. Filosofis Nilai-nilai ideologis yang berlaku di masyarakat. Pendidikan


berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut
terlibat isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut
berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan
peserta didik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi
pendidikan tersebut, merupakan pertanyaanpertanyaan yang membutuhkan
jawaban yag mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijaksanaan” (love
of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti
dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat
secara bijak, ia harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut
diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis,
dan mendalam. Pemikiran demikian dalam berfilsafat sering disebut
sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke akar-akarnya (radic
berarti akar). Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia,
berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan yang
menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya.
Sering dikatakan dan sudah menjadi terkenal dalam dunia keilmuan bahwa
filsafat merupakan ibu dari segala ilmu, pada hakikatnya filsafat jugalah
yang menentukan tujuan umum pendidikan.

2. Sosiologi Nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang berlaku di masyarakat.


Landasan sosiologis kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari
sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.

8
Mengapa kurikulum harus berlandaskan kepada landasan sosiologis?
Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan baik informal,
formal, maupun nonformal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan
agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan
masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi
landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu
tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi,
karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut. Sosiologi
dalam pembahasannya mencakup secara garis besar akan perkembagan
masyarakat dan budaya yang ada pada setiap ragam masyarakat yang da di
Indonesia ini. Karena beraneka ragamnya budaya masyarakat yang ada di
negeri ini, sehingga kurikulum dalam perumusannya juga harus
menyesuaikan pada budaya masyarakat yanga akan menjadi objek
pendidikan dan penerima dari hasil pendidikan tersebut. Tidak bisa kita
menggunakan kurikulum pendidikan untuk orang – orang pedalaman
untuk diajarkan kepada orang-orang maju seperti di kota dan pendidikan
luar wilayah tersebut yang lebih maju.

3. Psikologi Nilai-nilai asasi (fitrah) anak. Dalam proses pendidikan terjadi


interaksi antar-individu, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan
juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Manusia
berbeda dengan makhluk lainnya seperti binatang, benda dan tumbuhan
karena salah satunya yaitu kondisi psikologis yang dimilikinya. Benda dan
tanaman tidak mempunyai aspek psikologis. Sedangkan binatang tidak
memiliki taraf psikologis yang lebih tinggi dibanding manusia yang juga
memiliki akal sebagai titik pembeda di antara keduanya. Kondisi
psikologis merupakan “karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai
individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi
dengan lingkungan”. Perilaku-perilakunya merupakan manifestasi dari
ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak,
prilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengembangan kurikulum

9
harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang
meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik,
serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang
psikologi yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya dalam
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi
belajar.

4. Yuridis Ketentuan hukum yang berlaku. Bahwa kurikulum yang


dihasilkan harus berdasarkan hokum yang berlaku di Indonesia. Hokum-
hukum yang berlaku di Indonesia dijadikan pijakan dalam pengembangan
kurikulum atau sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
dalam kurikulum yang telah dibuat.

C.Tujuan
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan dalam kegiatan
belajar mengajar di negara kita saat ini. Kurikulum 2013 bertujuan memberikan
ilmu pengetahuan secara utuh kepada siswa dan tidak terpecah-pecah. Kurikulum
ini menekankan pada keaktifan siswa untuk menemukan konsep pelajaran dengan
guru berperan sebagai fasilitator.

Melalui pengembangan kurikulum 2013 kita akan menghasilkan insan


Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif; melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam hal ini, pengembangan
kurikulum difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik,
berupa paduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat
didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang
dipelajarinya secara kontekstual. Kurikulum 2013 memungkin para guru menilai
hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar, yang
mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari. Oleh
karena itu peserta didik perlu mengetahui kriteria penguasaan kompetensi dan
karakter yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil belajar, sehingga para

10
peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui penguasaan terhadap sejumlah
kompetensi dan karakter tertentu, sebagai prasarat untuk melanjutkan ke tingkat
penguasaan kompetensi dan karakter berikutnya.

Mengacu pada penjelasan UU No. 20 Tahun 2013, bagian umum


dikatakan, bahwa: ” Strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-
undang ini meliputi : ....., 2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasi
kompetensi,....” dan pada penjelasan Pasal 35,bahwa ” Kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan
dan keterampilan sesuai dengan standatr nasional yang telah disepakati” maka
diadakan perubahan kurikulum dengan tujuan untuk ” Melanjutkan
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun
2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara
terpadu”.

Untuk mencapai tujuan tersebut menuntut perubahan pada berbagai


aspeklain, terutama dalam implementasinya dilapangan. Pada proses
pembelajaran, dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu, sedangkan pada
proses penilaian, dari berfokus pada pengethuan melalui penilaian output secara
utuh dan menyeluruh, sehingga memerlukan penambahan jam pelajaran. Pro dan
kontra penerapan kurikulum ini terus bermunculan di berbagai tempat. Namun
pemerintah tetap yakin dengan penerapan kurikulum dan tak bergeming dengan
berbagai pendapat negatif yang berkembang di sekolah-sekolah. Pemerintah
memiliki alasan sendiri dengan terus mempertahankan pelaksanaan kurikulum
2013 di berbagai jenjang pendidikan.

Alasan yang mendasari pemerintah mengembangkan dan melaksanakan


kurikulum terbaru ini adalah untuk menghadapi persaingan global yang semakin
maju. Pendidikan di Indonesia dinilai cukup terbelakang dibandingkan dengan
negara lain. Peringkat pendidikan di Indonesia berada di bawah Thailand dan
Malaysia untuk di ASEAN saja (Kemdikbud 2011). Menghadapi perkembangan
globalisasi yang semakin membumi, pemerintah mengembangkan kurikulum baru

11
dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia dan
menciptakan kualitas penerus bangsa yang bermutu. Tujuan dan alasan utama
pengembangan kurikulum 2013 oleh pemerintah adalah sebagai berikut.

1. Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan berkomunikasi


2. Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan jernih
3. Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan mempertimbangkan segi
moral suatu permasalahan
4. Menciptakan lulusan yang mampu menjadi warga negara yang
bertanggung jawab
5. Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda
6. Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan hidup dalam masyarakat
yang mengglobal
7. Menciptakan lulusan yang memiliki minat luas dalam kehidupan
8. Menciptakan lulusan yang memiliki kesiapan untuk bekerja
9. Menciptakan lulusan yang memiliki kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya
10. Menciptakan lulusan yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap
lingkungan

Kemampuan-kemampuan tersebut di atas diharapkan dapat tercapai dengan


penerapan kurikulum 2013. Berbagai keluhan dan kesulitan yang timbul di
sekolah kemungkinan terjadi karena belum terbiasanya penerapan kurikulum
tersebut dalam pembelajaran. Penerapan secara konsisten sangat diharapkan agar
tujuan dan alasan pemerintah mengembangkan kurikulum

D. Prinsip – Prinsip Pengembangan KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bentuk yang ada


dari suatu sistem pendidikan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan

12
potensi peserta didik.  KTSP disusun bersama-sama oleh guru, komite sekolah /
pengurus yayasan, konselor (BK) dan narasumber yang disupervisi oleh dinas
pendidikan. KTSP ditandatangani oleh kepala sekolah, komite sekolah, dan kepala
dinas pendidikan. KTSP disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada
standar isi atau SI dan standar kelulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan
yang disusun oleh BSNP. Penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain
yang menyangkut kurikulum dalam Undang-undang No. 20/2003 dan PP 19/2005.

Prinsip-prinsip Pengembangan KTSP 2006. 25 


Adapun prinsip yang digunakan sebagai acuan pengembangan KTSP, meliputi:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta


didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

13
BAB II
PEMBAHASAN

A.Tujuan Pendidikan
Setelah memahami tujuan dan fungsi pendidikan, selanjutknya kita akan
membahas tentang jenis-jenis pendidikan. Berikut ini adalah penjejelasan tiga
jenis pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan
informal:

1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang sudah terstruktur karena
berada dibawah tanggung jawab kementrian. Pendidikan formal umumnya
memiliki jenjang pendidikan dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Pendidikan Dasar (SD), Pendidikan Menengah (SMP), Pendidikan
Menengah (SMA) dan Pendidikan Tinggi (Universitas).

2. Pendidikan Non Formal


Pendidikan non formal adalah jenis pendidikan di luar pendidikan formal
yang dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur. Jenis pendidikan

14
memiliki kesetaraan dengan hasil program pendidikan formal melalui
proses penilaian dari pihak yang berwenang. Contohnya seperti, Lembaga
Kursus, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, Kelompok Bermain, Sanggar
dan lainnya.

3. Pendidikan Informal
Pendidikan informal merupakan pendidikan yang berasal dari keluarga dan
lingkungan. Pendidikan informasi memiliki tujuan agar peserta didik dapat
belajar secara lebih mandiri. Bentuk pendidikan informal yang sering kita
temukan seperti agama, budi pekerti, etika, sopan santun, moral dan
sosialisasi

B.Visi sekolah
“Berprestasi dilandasi Iman, Taqwa dan Berbudaya Lingkungan serta
Berwawasan Global”

C. Misi sekolah
1. Mewujudkan pendidikan untuk menghasilkan prestasi dan lulusa
berkwalitas tinggi yang peduli dengan lingkungan hidup
2. Mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, produktif, kreatif,
inofatif dan efektif
3. Mewujudkan pengembangan inovasi pembelajaran sesuai tuntutan
4. Mewujudkan sumber daya manusia yang peduli dalam mencegahan
pencemaran mencegahan kerusakan lingkungan dan melestarikan
lingkungan hidup
5. Mewujudkan sarana prasarana reprensentatif dan up to date
6. Mewujudkan pengelolaan pendidikan yang professional
7. Mewujudkan sistim penilaian yang berafiliasi
8. Mewujudkan budaya yang berkualifikasi
9. Mewujudkan Sekolah yang bersih,hijau dan meminimalis hasil sampah
yang tidak bermanfaat

15
10. Mewujudkan manusia Indonesia yang mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dalam peradaban dunia
11. Mewujudkan generasi emas, sehat tanpa narkoba

D. Strategi Sekolah
1. Tercapainya pendidikan untuk menghasilkan prestasi dan lulusa
berkwalitas tinggi yang peduli dengan lingkungan hidup
2. Tercapainya sumber daya manusia yang beriman, produktif, kreatif,
inofatif dan efektif
3. Tercapainya pengembangan inovasi pembelajaran sesuai tuntutan
4. Tercapainya sumber daya manusia yang peduli dalam mencegahan
pencemaran, mencegahan kerusakan lingkungan dan melestarikan
lingkungan hidup
5. Tercapainya sarana prasarana reprensentatif dan up to date
6. Tercapainya pengelolaan pendidikan yang professional
7. Tercapainya sistim penilaian yang berafiliasi
8. Tercapainya budaya yang berkualifikasi
9. Tercapainya Sekolah yang bersih,hijau dan meminimalis hasil sampah
yang tidak bermanfaat
10. Tercapainya manusia Indonesia yang mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dalam peradaban dunia
11. Tercapainya generasi emas, sehat tanpa narkoba

16
BAB III

TUJUAN PENDIDIKAN
A. MATA PELAJARAN
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana
membuat mata pelajaran sejarah menjadi tidak wajib dipelajari siswa SMA N 1
CIBINONG dan sederajat. Di kelas 10, sejarah digabung dengan mata pelajaran
ilmu pengetahuan sosial (IPS). Sementara Bagi kelas 11 dan 12 mata pelajaran
sejarah hanya masuk dalam kelompok peminatan yang tak bersifat wajib. Hal itu
tertuang dalam rencana penyederhanaan kurikulum yang akan diterapkan Maret
2021. CNNIndonesia.com memperoleh file sosialisasi Kemendikbud tentang
penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional. Dalam file tersebut dijelaskan
bahwa mata pelajaran sejarah Indonesia tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib
bagi siswa SMA/sederajat kelas 10. Melainkan digabung di mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Padahal, dalam kurikulum 2013 yang diterapkan
selama ini, mata pelajaran Sejarah Indonesia harus dipelajari dan terpisah dari
mata pelajaran lainnya.

Berikut mata pelajaran wajib bagi siswa SMA (Wikipedia, n.d.) (Mengenal
Perbedaan KTSP dan K13 sebagai Kurikulum Pendidikan Formal, 6 Oktober
2022) kelas 10 dalam kurikulum yang disederhanakan.

1. Pendidikan Agama 2. PPKn

17
3. Bahasa Indonesia 8. Seni dan Prakarya
4. Matematika 9. Pendidikan Jasmani
5. IPA 10. Informatika
6. IPS 11. Program Pengembangan
7. Bahasa Inggris Karakter

Kemudian untuk siswa kelas 11 dan 12 SMA/sederajat, mata pelajaran sejarah


juga tidak wajib dipelajari. Berikut mata pelajaran wajib bagi siswa kelas 11 dan
12 kelompok IPA, IPS, bahasa dan vokasi:
1. Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan YME
2. PPKN
3. Bahasa Indonesia
4. Matematika
5. Bahasa Inggris
6. Seni dan Prakarya
7. Pendidikan Jasmani

Mata pelajaran sejarah bisa dipelajari siswa kelompok peminatan IPA, IPS,
bahasa dan vokasi. Namun, tidak bersifat wajib.

B. MUATAN LOKAL
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menuntut
pelaksanaan Otonomi Daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan
pendidikan. Hal ini berpengaruh pada sistem pendidikan nasional dari sentralisasi
ke desentralisasi. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan ini terwujud dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu substansi
yang didesentralisasi adalah kurikulum, dimana kurikulum tingkat satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah
dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi

18
serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Untuk itu, sekolah
dan komite sekolah harus mempersiapkannya, karena sebagian besar kebijakan
yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan
oleh sekolah dan komite sekolah.
Berdasarkan pernyataan di atas, sekolah dan komite sekolah memiliki
kewenangan yang luas untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan
sesuai dengan kondisi peserta didik, keadaan sekolah, potensi dan kebutuhan
daerah.
Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang
terdapat pada Standar Isi didalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Keberadaan mata pelajaran muatan penyelenggaraan pendidikan di masing-
masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan
daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu
pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung
dan melengkapi kurikulum nasional.
Mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka
memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan
mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
Secara khusus bertujuan agar peserta didik:

1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan
budayanya,
2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai
daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada
umumnya,
3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-
nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan
nasional

19
Mata Pelajaran Muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani
oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara
profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan
demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan
nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal
memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Penanganan secara profesional muatan lokal merupakan tanggung jawab
pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah.

Berkenaan dengan itu, Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara,
bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dll) merupakan ciri khas yang
memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu
keanekaragaman tersebut harus selalu dilestarikan dan dikembangkan dengan
tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya
pendidikan.

Sekolah tempat program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari


masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan
wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di
lingkungann. Standar Isi yang seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin
dapat mencakup muatan lokal tersebut. Muatan Lokal adalah kegiatan kurikuler
yang berupa mata pelajaran untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada.

Muatan lokal yang menjadi potensi ciri khas di SMA N 1 CIBINONG


adalah muatan lokal Bahasa Sunda dan Pendidikan Lingkungan Hidup. Kebijakan
yang berkaitan dengan dimasukkannya program muatan lokal Bahasa Sunda
tersebut dilandasi kenyataan bahwa memiliki keanekaragaman budaya dan suku
bangsa. Penerapan Bahasa Sunda sebagai muatan lokal SMA N 1 CIBINONG

20
diharapkan salah satu upaya pelestarian budaya yang merupakan ciri khas yang
ada di sekitar sekolah. Sedangkan kebijakan yang berkaitan dengan
dimasukkannya program muatan lokal Pendidikan Lingkungan Hidup tersebut
dilandasi atas adanya pengenalan keadaan lingkungan kepada peserta didik
sehingga memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan
lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan
diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada
akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. Standar
kompetensi dan kompetensi dasar muatan lokal yang dilaksanakan di SMA
NEGERI 1 CIBINONG dikembangkan oleh sekolah. Adapun isi dari standar
kompetensi dan kompetensi dasar muatan lokal tersebut terlampir dalam dokumen
2 yang berisikan silabus dan RPP.

C. KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI

Pengembangan diri pada SMA NEGERI 1 CIBINONG diarahkan untuk


pengembangan karakter peserta didik yang ditujukan untuk mengatasi persoalan
dirinya, persoalan masyarakat di lingkungan sekitarnya, dan persoalan
kebangsaan. SMA NEGERI 1 CIBINONG mempunyai Program dalam proses
pendidikannya selain memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa juga memiliki
keinginan agar setiap siswa memliki kemampuan dan keterampilan dalam
mengembangkan diri,untuk dapat digunakan dalam kehidupan dimasyarakat pada
masa yang akan datang , hal ini sudah dapat dibuktikan dari Alumni yang dapat
menunjukkan peran dan kedudukannya dimasyarakat. Bentuk kegiatan
pelaksanaan pengembangan diri di SMA NEGERI 1 CIBINONG dilaksanakan
sebagian besar di dalam kelas (intrakurikuler) dengan alokasi waktu 2 jam tatap
muka, yaitu: Bimbingan Konseling, mencakup hal-hal yang berkenaan dengan
pribadi, kemasyarakatan, belajar, dan karier peserta didik. Bimbingan Konseling
diasuh oleh guru yang ditugaskan, dan pengembangan diri yang dilaksanakan
sebagian besar di luar kelas (ekstrakurikuler) diasuh oleh guru pembina.
Pelaksanaannya secara reguler setiap sore hari setelah kegiatan PBM berakhir,
diantaranya:

21
a. Bidang Olah Raga meliputi:

1. Bola Volley
2. Bola Kaki
3. Bola Basket
4. Bola Futsal
5. Tae Kwon Do
6. Karate
7. Paskibra

b. Bidang Seni meliputi:

1. Seni Lukis
2. Kaligrafi
3. Paduan Suara
4. Drama Teater
5. Vokal Grup
6. Dance
7. Modelling

c. Bidang Keagamaan meliputi:


1. DKM
2. Rohis

d. Bidang Organisasi dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, meliputi:


1. MPK
2. OSIS
3. Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka)

e. Bidang Kesehatan dan Sosial, meliputi:


1. PMR
2. UKS

22
3. Menyalurkan hewan Qurban
4. Memberikan Santunan anak Yatim

Dalam pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler, setiap siswa


dapat mengikuti lebih dari satu jenis kegiatan, dan setiap akhir semester setiap
siswa akan mendapakan penilaian secara kumulatif mengenai aktivitas
pengembangan dirinya. Program Pembiasaan mencakup kegiatan yang bersifat
pembinaan karakter peserta didik yang dilakukan secara rutin, spontan, dan
keteladanan. Pembiasaan ini dilaksanakan sepanjang waktu belajar di sekolah.
Seluruh guru ditugaskan untuk membina Program Pembiasaan yang telah
ditetapkan oleh sekolah.

D.KETUNTASAN BELAJAR

Pendekatan ketuntasan dalam belajar sudah dijadikan sebagai salah satu


pembaharuan dalam pendidikan di Indonesia sejak diberlakukannya kurikulum
tahun 1975 dan pada saat perintisan pembelajaran dengan menggunakan sistem
modul. Ketuntasan dalam belajar pada dasarnya merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang difokuskan pada penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran
yang dipelajari. Melalui pembelajaran tuntas ini siswa diberi peluang untuk maju
sesuai dengan kemampuan dan kecepatan mereka sendiri serta dapat
meningkatkan tahap penguasaan pembelajarannya. Konsep belajar tuntas
dilandasi oleh pandangan bahwa semua atau hampir semua siswa akan mampu
mempelajari pengetahuan atau keterampilan dengan baik asal diberikan waktu
yang sesuai dengan kebutuhannya. Setiap siswa mempunyai kemampuan dan
upaya untuk menguasai sesuatu yang dipelajari. Tahap penguasaan bergantung
kepada kualitas pembelajaran yang dialaminya.

Pembelajaran tuntas merupakan suatu pendekatan pembelajaran untuk


memastikan bahwa semua siswa menguasai hasil pembelajaran yang diharapkan
dalam suatu unit pembelajaran sebelum berpindah ke unit pembelajaran
berikutnya. Pendekatan ini membutuhkan waktu yang cukup dan proses
pembelajaran yang berkualitas. Menurut Bloom (1968) pembelajaran tuntas

23
merupakan satu pendekatan pembelajaran yang difokuskan pada penguasaan
siswa dalam sesuatu hal yang dipelajari. Selanjutnya, Anderson & Block (1975)
mengungkapkan bahwa pembelajaran tuntas pada dasarnya merupakan
seperangkat gagasan dan tindakan pembelajaran secara individu yang dapat
membantu siswa untuk belajar secara konsisten. Gagasan dan tindakan ini
menghasilkan proses pembelajaran yang sistematik, membantu siswa yang
menghadapi masalah pembelajaran, serta membutuhkan waktu yang cukup bagi
siswa untuk mencapai ketuntasan berdasarkan kriteria ketuntasan yang jelas.

Pembelajaran tuntas merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran


di mana siswa diharapkan dapat menguasai secara tuntas standar kompetensi dari
suatu unit pelajaran. Asumsi yang digunakan dalam pembelajaran tuntas ini yaitu
jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai
suatu tingkat penguasaan dan jika siswa tersebut menghabiskan waktu yang
diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat penguasaan
itu. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu atau siswa tersebut tidak
menggunakan waktu yang diperlukan, maka siswa tidak akan mencapai tingkat
penguasaan belajar. Keberhasilan belajar banyak ditentukan oleh seberapa jauh
siswa berusaha untuk mencapai keberhasilan tersebut. Menurut Brown dan Saks
(1980), usaha belajar siswa itu mempunyai dua dimensi, yakni (1) jumlah waktu
yang dihabiskan siswa dalam suatu kegiatan belajar, dan (2) intensitas keterlibatan
siswa dalam kegiatan belajar tersebut. Usaha belajar dan waktu merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisahkan untuk mecapai keberhasilan belajar.

Jika kita mengatakan bahwa seorang siswa menghabiskan banyak waktu


dalam belajar, biasanya yang dimaksud adalah siswa itu kuat usahanya untuk
mencapai keberhasilan belajar. Sebaliknya, jika kita mengatakan bahwa seorang
siswa menghabiskan sedikit waktu dalam belajar, bisa disimpulkan siswa tersebut
lemah usahanya untuk mencapai keberhasilan belajar. Permasalahan yang
berkaitan dengan usaha dan waktu belajar yang dilakukan oleh siswa sebenarnya
sudah sejak lama menjadi bahan kajian para ahli pendidikan. Tahun 1963 John B.
Carroll telah mempublikasikan suatu kertas kerja yang berjudul “A Model of

24
School Learning”. Esensi dalam model tersebut adalah:” … the learner will
succeed in learning a given task to the extent that he spends the amount of time
that he needs to learn the task”. Pernyataan tersebut mengasumsikan bahwa usaha
siswa atau waktu yang mereka habiskan untuk belajar memegang peranan sangat
penting dalam mencapai keberhasilan belajar. Dalam teori yang dikemukakan
oleh Carroll tersebut dinyatakan pula bahwa siswa akan mencapai tujuan
pendidikan yang relatif sama meskipun mereka akan 8 membutuhkan waktu yang
berbeda-beda. Model Carroll ini menyatakan bahwa tingkat penguasaan belajar
(degree of learning) ditentukan oleh fungsi atau perbandingan antara jumlah
waktu yang sebenarnya digunakan (time actually spent) dalam belajar dengan
waktu yang diperlukan untuk belajar (time needed). Hal tersebut dinyatakan
dalam simbol berikut. Simbol di atas menggambarkan bahwa jika setiap siswa
diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat
penguasaan dan jika siswa itu menghabiskan waktu yang dibutuhkan, maka besar
kemungkinan siswa tersebut akan mencapai tingkat penguasaan itu. Sebaliknya,
jika seorang siswa tidak diberi cukup waktu atau ia tidak menggunakan waktu
yang diperlukan, maka siswa tersebut bisa dipastikan tidak akan mencapai tingkat
penguasaan belajar. Walaupun waktu merupakan faktor esensial dalam belajar,
namun Carroll tetap mengingatkan bahwa sebenarnya proses belajar itu sendiri
dipengaruhi oleh banyak variabel, dan waktu merupakan bagian dari banyak
variabel itu. Dalam teorinya, Carroll bahkan tidak berpretensi bahwa variabel
waktu ini menjadi faktor terpenting dalam proses belajar siswa. Menurutnya
waktu bukan satu- satunya faktor terpenting yang mempengaruhi proses belajar,
meskipun beberapa variabel dari teori ini dinyatakan dalam waktu, namun apa
yang sebenarnya terjadi dalam rentang waktu itulah yang terpenting. Waktu jelas
diperlukan dalam belajar, tapi waktu saja belum memadai. Masih ada tiga variabel
utama dan dua variabel tambahan dalam teori Carroll. Variabel pertama disebut
aptitude (bakat), yaitu jumlah waktu ideal yang dimiliki siswa untuk mencapai
suatu tujuan pendidikan. Variabel kedua disebut perseverance (ketekunan), yaitu
jumlah waktu yang benar-benar dipakai siswa untuk belajar. Variabel ketiga
disebut opportunity to learn (kesempatan untuk belajar), yaitu jumlah waktu yang

25
dialokasikan atau disediakan. Dua komponen lain yang juga berpengaruh terhadap
proses belajar

Simbol di atas menggambarkan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu


sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan jika
siswa itu menghabiskan waktu yang dibutuhkan, maka besar kemungkinan siswa
tersebut akan mencapai tingkat penguasaan itu. Sebaliknya, jika seorang siswa
tidak diberi cukup waktu atau ia tidak menggunakan waktu yang diperlukan, maka
siswa tersebut bisa dipastikan tidak akan mencapai tingkat penguasaan belajar.

Walaupun waktu merupakan faktor esensial dalam belajar, namun Carroll


tetap mengingatkan bahwa sebenarnya proses belajar itu sendiri dipengaruhi oleh
banyak variabel, dan waktu merupakan bagian dari banyak variabel itu. Dalam
teorinya, Carroll bahkan tidak berpretensi bahwa variabel waktu ini menjadi
faktor terpenting dalam proses belajar siswa. Menurutnya waktu bukan satu-
satunya faktor terpenting yang mempengaruhi proses belajar, meskipun beberapa
variabel dari teori ini dinyatakan dalam waktu, namun apa yang sebenarnya terjadi
dalam rentang waktu itulah yang terpenting. Waktu jelas diperlukan dalam
belajar, tapi waktu saja belum memadai. Masih ada tiga variabel utama dan dua
variabel tambahan dalam teori Carroll. Variabel pertama disebut aptitude (bakat),
yaitu jumlah waktu ideal yang dimiliki siswa untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan. Variabel kedua disebut perseverance (ketekunan), yaitu jumlah waktu
yang benar-benar dipakai siswa untuk belajar. Variabel ketiga disebut opportunity
to learn (kesempatan untuk belajar), yaitu jumlah waktu yang dialokasikan atau
disediakan. Dua komponen lain yang juga berpengaruh terhadap proses belajar.

Menurut Carroll, tidak masuk di akal jika semua siswa membutuhkan


waktu belajar yang sama. Kalau asumsi ini benar, lalu mengapa kita harus
memaksa siswa belajar dalam jumlah waktu yang sebenarnya tidak ideal baginya?
Satu pertanyaan lagi yang lebih mendasar yang perlu dipikirkan, yaitu mana yang
lebih penting, mendidik siswa dalam tempo yang relatif sama tetapi porsi
pendidikan yang diberikan berbeda-beda, atau sebaliknya, mendidik siswa dalam
rentang waktu yang berbeda-beda, tapi porsi pendidikan yang diberikan relatif

26
sama? Jawaban pertanyaan retoris semacam ini sebenamya sudah jelas bahwa
yang diinginkan adalah semua siswa mencapai taraf pendidikan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, diharapkan agar semua siswa memperoleh
pendidikan dalam porsi yang relatif sama. Jika tidak, tentu tidak ada perlunya
dibuat rencana pembelajaran dan menentukan berbagai kompetensi dasar.

BAB IV
PENUTUP
A.Simpulan

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh dari


analisis kesiapan guru biologi dalam menerapkan kurikulum 2013 di SMA
NEGERI adalah:

1. Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013


yang dilaksanakan oleh guru memiliki rata-rata 74,92% dengan kategori baik.
Hasil ini menunjukkan bahwa guru amat baik dalam pelibatan peserta didik
dalam pembelajaran dan penggunaan bahasa yang benar dan tepat dalam
kegiatan pembelajaran.
2. Berdasarkan hasil wawancara bahwa faktor penghambat kesiapan guru mata
pelajaran biologi SMA Negeri 1 Cibinong dalam menerapkan kurikulum 2013
adalah sebagian guru mengikuti pelatihan kurikulum tidak sampai tiga kali
dan tidak berkesinambungan, belum meratanya pendistribusian buku
pegangan baik buku pegangan untuk guru maupun buku pegangan untuk
siswa, belum memahami penerapan pendekatan saintifik dan model

27
pembelajaran yang tepat, media pembelajaran dan sarana prasarana uang
belum memadai.

B. Saran
Saran yang dapat diajukan dari hasil penelitian SMA NEGERI 1 CIBINONG
(CIBINONG, 2013) ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru yang sudah paham menerapkan kurikulum 2013, sebaiknya lebih
memberikan informasi, bertukar pikiran, berbagi pengalaman kepada guru
yang belum paham mengenai kurikulum 2013 dan juga kepada guru yang
belum menerapkan kurikulum 2013.
2. Kepada para guru mata pelajaran biologi agar memaksimalkan kegiatan
diskusi dan kerjasama MGMP dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran, pemahaman kurikulum 2013 dan penerapannya.
3. Bagi pemerintah terutama Dinas Pendidikan agar melaksanakan pelatihan
kurikulum 2013 secara berkesinambungan dan merata kepada semua guru
diseluruh Indonesia agar para guru dapat menerapkan kurikulum 2013 dengan
baik.
4. Mengingat keterbatasan penelitian ini, maka disarankan bagi peneliti lainnya
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut guna menemukan faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan kesiapan guru biologi dalam implementasi
kurikulum 2013.
5. Penelitian ini hanya meneliti pada pertanyaan umum mengenai kurikulum
2013 untuk itu diharapkan kelak bagi para peneliti bisa meneliti faktorfaktor
lainnya yang berhubungan dengan guru biologi dalam menerapkan kurikulum
2013.

28
DAFTAR PUSTAKA

CIBINONG, S. 1. (2013, April). .siap-sekolah. Retrieved from SIAP Web Sekolah SMA
1 CIBINONG: http://20200885.siap-sekolah.com/sekolah-profil/

Mengenal Perbedaan KTSP dan K13 sebagai Kurikulum Pendidikan Formal. (6 Oktober
2022).

Wikipedia. (n.d.). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Retrieved from


https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan

29
LAMPIRAN
A. Kurikulum

Kegiatan Kurikulum

STRUKTUR KURIKULUM SMAN 1 CIBINONG

TP. 2014-2015

NO MAPEL JUMLAH JAM

X XI XII

WAJIB MIPA IPS WAJIB MIPA IPS IPA IPS

30
1 PEND AGAMA & 3 3 2 2
BUDI PEKERTI

2 PPKN 2 2 2 2

3 BAHASA 4 4 4 4
INDONESIA

4 BAHASA INGGRIS 2 2 4 4

5 MATEMATIKA 4 3 4 3 4 4

6 FISIKA 3 3 4

7 KIMIA 3 3 4

8 BIOLOGI 3 3 4

9 SEJARAH 2 3 2 3 1 3

10 SOSIOLOGI 3 3 4

11 EKONOMI 3 3 4

12 GEOGRAFI 3 3 3

31
13 SENI BUDAYA 2 2 2 2

14 PENJASKES 3 3 2 2

15 TIK 2 2

16 KETERAMPILAN 2 2
BAHASA

17 PRAKARYA DAN 2 2
KEWIRAUSAHAAN

18 BAHASA DAN 2 2
SASTRA SUNDA*

19 Mulok Komputer* 2 2 2 2 2 2

JUMLAH 26 14 14 26 14 14 41 42

B. Dokumentasi Sekolah

32
Gambar 1.1 foto dokumentasi SMA Negeri 1 Cibinong

Gambar 1.2 foto dokumentasi SMA Negeri 1 Cibinong

33
ANALISIS SWOT
NO VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

34
1 ANALISIS a) pengembangan kurikulum
SWOT 2013 untuk menghasilkan
insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif,
afektif; melalui penguatan
sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang
terintegrasi.
b) Adanya pelajaran muatan
lokal Bahasa Sunda dan
Pendidikan Lingkungan
Kekuatan Hidup sebagai upaya
upaya pelestarian budaya
(strengths) c) program pengembangan
diri dengan kegiatan
intrakurikule dan
ekstrakurikuler
d) Pembelajaran tuntas untuk
memastikan bahwa semua
siswa menguasai hasil
pembelajaran
Kelemahan a) Terdapat pendidik yang
(weaknesses) belum sertifikasi.
2
a) Pendidik yang handal
dalam bidangnya
b) Seluruh guru terlibat untuk
membina Program
Peluang
Pembiasaan yang telah
3 (opportunity) ditetapkan oleh sekolah
a) Lembaga pendidikan
Ancaman
sederajat lebih uggul
4 (threats) disekitarnya

35

Anda mungkin juga menyukai