Anda di halaman 1dari 3

Pada perjalanan selanjutnya bahasa Indonesia mengalami berbagai tampilan wajah dan

kondisi pemakaian di tengah berbagai situasi politik yang berbeda, mulai masa orde
lama, kemudian masa orde lama, sampai masa reformasi. Yang pasti peran bahasa
Indonesia tetap kokoh sebagai alat komunikasi nasional, alat persatuan dan
pembangunan, dan sebagai bahasa pengantar pendidikan anak bangsa. Peran itu
dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang di dalamnya menyebutkan bahwa bahasa pengantar pendidikan nasional
ialah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa pengantar pendidikan, bahasa Indonesia
mampu menjadi penghela pengetahuan dan sebagai sarana pembentukan kepribadian
dan pengembangan kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual bagi anak bangsa
sehingga bangsa Indonesia menjadi lebih maju seperti sekarang ini.

Dalam kehidupan kebangsaan pada era globalisasi, digital, dan industri 4.0 saat ini yang
komunikasi dunia menjadi tidak berbatas ruang dan waktu dan bahasa adalah alat
utama komunikasi dan cerminan jati diri serta kedudukan, peran bahasa Indonesia
harus semakin dikukuhkan dan dimantapkan. Setelah UUD 1945, beberapa landasan
untuk memperkuat kedudukan bahasa Indonesia secara yuridis pun telah dikeluarkan,
antara lain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan; Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia; Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019
tentang Penggunaan Bahasa Indonesia; dan Peraturan Mendikbud Nomor 42 Tahun
2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan. Namun, karena
kompleksitas manusia Indonesia, pengukuhan dan pemantapan peran bahasa
Indonesia harus terus dilakukan agar sumber daya manusia Indonesia di masa depan
tetap memiliki jati diri keindonesiaan di bumi ini. Belum lagi Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 yang mengamanatkan supaya bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional, perjuangan menjadi lebih berat. Meskipun demikian, dengan modal dan
sumber daya yang kita miliki, kita yakin perjuangan peningkatan peran bahasa
Indonesia sebagai bahasa internasional tersebut dapat tercapai.

Untuk itu, pengembangan bahasa kebangsaan dan pembinaan kepada penutur menjadi
kunci keberhasilan pengukuhan bahasa Indonesia dan pemantapan berbagai perannya.
Berbagai program pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia telah dilaksanakan
oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. Dalam
konteks pengembangan, percepatan pengembangan kosakata dan istilah menjadi
prioritas agar bahasa Indonesia terus berkembang. Sementara itu, dalam konteks
pembinaan, penanaman dan penumbuhan sikap positif penutur terhadap bahasa
Indonesia menjadi syarat mutlak supaya minimal Warga Negara Indonesia mempunyai
rasa cinta, bangga, dan setia terhadap bahasa Indonesia. Tanpa percepatan
pengembangan kosakata dan penanaman sikap positif tersebut bahasa kebangsaan
kita dapat tergeser oleh bahasa internasional, seperti bahasa Inggris. Di dalam negeri
kondisi pemakaian bahasa di ruang publik, media elektronik, dan media sosial sudah
menunjukkan gejala ke arah pergeseran tersebut. Oleh karena itu, pengukuhan dan
pemantapan peran bahasa Indonesia di dalam negeri harus lebih ditingkatkan secara
maksimal.

Penguatan kedudukan dan peran bahasa Indonesia di dalam negeri secara maksimal
menjadi modal untuk meningkatkan peran dan fungsi bahasa Indonesia di dunia
internasional atau global. Namun, itu tidak berarti upaya peningkatan bahasa Indonesia
menjadi bahasa internasional harus menunggu kedudukan dan peran bahasa Indonesia
di dalam negeri harus maksimal terlebih dahulu. Penguatan peran di dalam negeri dan
peningkatan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional hendaknya dilakukan
secara simultan karena kita tidak bisa menunggu lama. Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 yang mengamanatkan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi
bahasa internasional sekarang ini sudah menempuh waktu 13 tahun. Belum lagi adanya
usaha dari negara “pesaing”, Malaysia yang gencar mengampanyekan bahasa Melayu
menjadi bahasa global dan bahasa resmi kedua (setelah bahasa Inggris) di kawasan
ASEAN. Seperti pernyataan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato’ Sri Ismail Sabri
Yaakob, yang baru-baru ini menginginkan bahasa Melayu menjadi bahasa resmi di
kawasan ASEAN, bahkan meminta dukungan Presiden Jokowi memperkuat maksud
tersebut.

Kita sebagai Warga Negara Indonesia tentu saja menolak pernyataan PM Malaysia
tersebut. Penolakan kita tentu saja didasari alasan yang kuat. Salah satu alasannya
adalah bahwa bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu meskipun sumber bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Hal itu seperti ditegaskan oleh Kepala Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, Ph.D., dalam
beberapa kesempatan. Bahkan, penolakan tersebut telah disampaikan secara tegas
dalam siaran pers oleh Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim. Mendikbudristek juga
menegaskan bahwa bahasa Indonesia lebih layak dikedepankan menjadi bahasa resmi
ASEAN dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik.

Menurut pandangan penulis, dari sisi historis, induk bahasa Indonesia memang bahasa
Melayu, khususnya Melayu Pasar. Namun, perkembangan bahasa Indonesia saat ini
sudah jauh pesat meninggalkan induknya. Dari sisi landasan hukum, kedudukan bahasa
Indonesia sudah kuat karena sudah mempunyai beberapa dasar hukum dalam bentuk
UUD, UU, serta PP seperti yang telah disebutkan di atas. Dari sisi linguistik, bahasa
Indonesia saat ini juga sudah berbeda dari bahasa Melayu, baik dari segi struktur dan
tata bahasa maupun dari jumlah kosakata dan status hubungan berdasarkan kajian
lingustik komparatif. Kalau dilihat dari kekayaan kosakata dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) yang saat ini kurang lebih mencapai sekitar 116 ribu lema, kosakata
KBBI sudah diperkaya dengan kosakata dari berbagai bahasa daerah di Indonesia,
khususnya Jawa dan Sunda. Pemerkayaan kosakata juga bersumber dari berbagai
bahasa asing, seperti Inggris, Arab, Belanda, Portugis, Spanyol, dan Cina. Sementara
itu, bahasa Melayu Malaysia hanya diperkaya dengan bahasa Arab klasik dan beberapa
dialek Melayu. Jika dilihat berdasarkan kajian lingustik komparatif dan leksikostatistik,
bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dipastikan berbeda bahasa. Dengan demkian,
dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Melayu.
Pernyataan ini diperkuat oleh Prof. Dr. Kamaruddin M. Said dari Malaysia dalam
perbincangan langsung di forum Facebook Majlis Profesor Negara tanggal 7 April 2022
yang menyatakan bahwa bahasa Melayu dan bahasa Indonesia serumpun, tetapi tak
serupa.

Soal keyakinan bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional dan lebih layak
dikedepankan untuk menjadi bahasa resmi di ASEAN seperti yang dikemukakan di atas
adalah hal yang masuk akal. Dengan statusnya sebagai bahasa modern dan ilmiah
serta bersifat fleksibel, ditambah dengan jumlah penutur bahasa Indonesia di dunia saat
ini yang mencapai 280-an juta, keyakinan tersebut bukanlah sebatas angan. Dikutip dari
laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, jumlah penutur bahasa
Indonesia sekarang ini mencapai 269 juta di Indonesia, 2 juta penutur di Amerika dan
Eropa, 2,4 juta penutur di Asia Pasifik dan Afrika, serta 5,2 juta penutur di Asia
Tenggara. Yang menggembirakan adalah jumlah pemelajar BIPA (Bahasa Indonesia
untuk Penutur Asing) saat ini mencapai 142.484 orang dan jumlah lembaga
penyelenggara program BIPA di dunia mencapai 428 lembaga. Selain kerja keras dan
penguatan diplomasi di luar negeri, semua pencapaian yang menunjukkan arah
pergerakan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional tersebut harus ditingkatkan.

Gerakan penguatan peran bahasa Indonesia di dalam negeri dan penginternasionalan


bahasa Indonesia secara simultan harus didukung dengan penggalakan penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbagai bidang kehidupan di seluruh
lapisan masyarakat. Penggalakan ini perlu diprioritaskan untuk mempertahankan
eksistensi bahasa itu sebagai lambang jati diri bangsa Indonesia dalam kehidupan
global. Gerakan itu juga merupakan upaya nyata menjadikan bahasa Indonesia berakar
kokoh di bumi Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi serta
peradaban modern di dalam kehidupan masyarakat yang kita cita-citakan. Oleh karena
itu, kerja keras dan kerja sama antara lembaga bahasa, semua unsur pemerintah,
masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan menjadi langkah strategis untuk
mewujudkan eksistensi dan peran bahasa Indonesia tersebut.

Anda mungkin juga menyukai