Anda di halaman 1dari 4

A.

Pathofisiologi
HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, sperma, cairan
vagina, dan ASI. Cara penularan telah dikenal sejak 1980-an dan tidak berubah yaitu
secara; seksual hubungan seksual, kontak dengan darah atau produk darah, eksposur
perinatal, dan menyusui. HIV muncul sebagai epidemic global pada akhir tahun 1970.
Pada tahun 2007 diperkirakan 33 juta orang diseluruh dunia hidup dengan HIV, 2 juta
orang meninggal dari komplikasi AIDS, dan 15 juta anak-anak menjadi yatim piatu
akibat kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka karena AIDS.
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit
yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar
kuman dan tempat masuk kuman. Begitu HIV memasuki tubuh, serum HIV menjadi
positif dalam 10 minggu pertama pemaparan. Walaupun perubahan serum secara total
asimptomatik, perubahan ini disertai viremia, respons tipe-influenza terhadap infeksi HIV
awal. Gejala meliputi demam, malaise, mialgia, mual, diare, nyeri tenggorok, dan ruam
dan dapat menetap selama dua sampai tiga minggu.
Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman (biseksual
atau hommoseksual), pemakaian narkoba injeksi dengan jarum bergantian
bersama  penggidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat
kesehatan yang tidak steril, serta alat untuk menorah kulit. Menurut CDC penyebab
terjadinya infeksi HIV pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah pemakaian
obat terlarang melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, dtransfusi darah 8%, dan
tidak diketahui sebanyak 7%.
Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan
seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami yang
terinfeksi HIV ke isterinya sejumlah 22% dan isteri yang terinfeksi HIV ke suaminya
sejumlah 8%. Namun penelitian ain mendapatkan serokonversi (dari pemeriksaan
laboratorium negatif menjadi positif) dalam 1-3 tahun dimana didapatkan 42% dari suami
dan 38% dari isteri ke suami dianggap sama.
Penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak bisa melalui darah, penularan melalui
hubungan seks. Penularan dari ibu ke anak karena wanita yang menderita HIV atau AIDS
sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika
prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01 % sampai 0,7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIv dan belum ada gejala AIDS kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20-
35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai
50%. Penularan juga terjadi pada proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau
kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan. Semakin lama proses persalinan semakin besar resiko, sehingga lama
persalinan bisa dicegah dengan operasi section caesarea. Transmisi lain terjadi selama
periode post partum melalui ASI, resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif
sekitar 10%.
Kasus HIV-AIDS disebabkan oleh heteroseksual. Virus ini hanya dapat
ditularkanmelalui kontak langsung dengandarah, semen, dan sekret vagina. Dan sebagian
besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong netrovirus yang
memiliki materi genetik RNA. Bilamana virus masuk kedalam tubuh penderita (sel
hospes), maka RNA diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase. DNA
provirus tersebut diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus.
Penularan secara vertikal dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan atau pada
periode intrapartum atau postpartum. HIV ditemukan pada jaringan fetal yang berusia 12
dan 24 minggu dan terinfeksi intrauterin sejumlah 30-50% yang penularan secara vertikal
terjadi sebelum persalinan, serta 65% penularan terjadi saat intrapartum. Pembukaan
serviks, vagina, sekresi serviks dan darah ibu meningkatkan risiko penularan selama
persalinan. Lingkungan biologis, dan adanya riwayat ulkus genitalis, herpes simpleks,
dan SST (Serum Test for Syphilis) yang positif meningkatkan prevalensi infeksi HIV
karena adanya luka-luka merupakan tempat masuknya HIV. Sel-sel limfosit T4/CD4
yang mempunyai reseptor untuk menangkap HIV akan aktif mencari luka-luka tersebut
dan selanjutnya memasukkan HIV tersebut ke dalam peredaran darah.
Perubahan anatomi dan fisiologi maternal berdampak pula pada perubahan uterus,
serviks dan vagina, dimana terjadi hepertropi sel otot oleh karena meningkatnya
elastisitas dan penumpukan jaringan fibrous, yang menghasilkan vaskularisasi, kongesti,
udem pada trimester pertama, keadaan ini mempermudah erosi ataupun lecet pada saat
hubungan seksual. Keadaan ini juga merupakan media untuk masuknya HIV. Penularan
HIV yang paling sering terjadi antara pasangan yang salah satunya sudah terinfeksi HIV
mendekati 20% setelah melakukan hubungan seksual dengan tidak menggunakan
kondom. Peneliti lain mengemukakan faktor yang dapat meningkatkan penularan HIV
heteroseksual dengan tidak menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang memiliki lesi pada organ vital, yang disebabkan oleh
infeksi sifilis atau herpes simpleks, meningkatkan transfer virus melalui lesi sehingga
terjadi kerusakan membran mukosa dan merangsang limfosit CD4 untuk bergabung
dengan jaringan yang mengalami inflamasi.
B. Pathway

Anda mungkin juga menyukai