Anda di halaman 1dari 3

Rafif Amirulhaq Santosa

18019020

Resume Topik 5 - Kapita Selekta Tenaga Listrik


Anniko Reva Adhi Raja: Electrical Power System in LNG Plant
LNG Power Plant, atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut Pembangit Listrik Tenaga Gas
(PLTG), adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan Liquid Natural Gas (LNG) untuk memanaskan
air menjadi uap panas untuk memutar turbin.
Pada LNG Power Plant, terdapat beberapa kompleks yang disebut train, utility area, dan
Onshore Receiving Facilities (ORS). Train merupakan area pembangkitan yang terdiri dari boiler dan
STG, utility area terdiri dari komponen pendukung pembangkitan seperti desalination plant, dan
Onshore Receiving Facilities (ORS) merupakan fasilitas penerimaan, penyimpanan, dan pengelolaan
LNG yang terdiri dari area tangki LNG dan condensator tank. Desain power plant harus sesuai dengan
basis desain yang ditentukan. Berikut adalah basis desain yang harus diikuti:

• Operasi kondisi normal: 3 Steam Turbine Generator (STG), 3 Boilers, 4 Heat Recovery Steam
Generator (HRSG)
• Steam turbine step load capability 12%, boiler ramp up capability xx ton/minute
• Generator configuration: N + 1
• Emergency system yang terdiri dari 4 EDG (Emergency Diesel Generator)
• Plant peak operating load
- With main load: Process Trains (2 Train), BOGs (2 BOG), Desalination Package (3 Desal.)
Kondisi operasi normal dari LNG Power Plant terjadi dengan menyalanya ketiga STG dan
beroperasi secara otomatis dengan mode Load Sharing ON. Setelah STG terhubung ke line, mode
sinkronisasi STG perlu dipilih. Pada mode otomatis, kecepatan, tegangan, dan sudut fasa akan secara
otomatis diatur pada rentang sinkronisasi, sehingga ketika sinkronisasi terjadi, circuit breaker akan
tertutup secara otomatis. Pada mode manual, kecepatan dan tegangan diatur secara manual.
Untuk mematikan STG, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi. Yang pertama, sebelum
unit dimatikan, beban harus dipindahkan ke dua STG lain yang beroperasi. Transfer beban harus terjadi
secara perlahan supaya tidak terjadi overload pada STG. Agar transfer beban terjadi secara perlahan,
terdapat ramp function untuk menurunkan beban dan di akhir periode ramp down breaker generator
akan terbuka secara otomatis. Apabila terjadi ketidakseimbangan beban atau trip pada STG/boiler, load
shedding akan mengkompensasi hal tersebut.
Terdapat beberapa tahapan kehilangan daya pada sistem pembangkitan:
1. Kehilangan prime generation secara total
2. Kegagalan total EDG untuk membangkitkan prime generator agar dapat kembali on line
3. Matinya sistem cadangan yang disuplai oleh baterai
Ketika prime generation mati, sistem cadangan akan aktif untuk mendukung kendali pembangkit.
Baterai UPS (Uninterruptible Power Supply) akan menyala dan menyediakan suplai DC selama
setengah jam kepada sistem kendali pembangkit agar dapat shutdown dengan aman apabila EDG gagal
menyala.
Dalam keadaan darurat ketika pembangkitan daya mati, EDG akan menyala secara otomatis
dengan mendeteksi undervoltage untuk menyuplai beban darurat pada pembangkit (pemakaian sendiri).
Terdapat empat EDG yang masing-masing memiliki kapasitas 2,3 MW dengan tegangan keluaran 6,9
kV yang dapat mendukung suplai beban. EDG pertama akan menyala dalam 15 detik kemudian diikuti
EDG kedua setelah 2 menit. Kedua EDG tersebut akan disinkronisasi pada bus darurat. Untuk
menyalakan kembali pembangkit, diperlukan tiga EDG.
Rafif Amirulhaq Santosa
18019020

Opini Terkait Materi Webinar


Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang memanfaatkan LNG sebagai bahan bakar utama
merupakan alternatif pembangkit listrik yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU). Beberapa kelebihan di antaranya:
1. Natural gas sangat berlimpah di alam, bahkan menurut International Energy Agency (IEA),
terdapat sumber daya yang dapat diambil cukup banyak untuk bertahan selama 230 tahun.
2. Pembakaran LNG jauh lebih cepat dibandingkan batu bara sehingga PLTG dapat dinyalakan
dan dimatikan lebih cepat dari PLTU.
3. PLTG menghasilkan emisi CO2 yang lebih sedikit dibandingkan PLTU.
Meskipun terdapat kelebihan-kelebihan dibandingkan PLTU, menurut saya PLTG bukan solusi energi
yang dapat diterapkan untuk jangka waktu panjang. Selain karena biayanya yang mahal akibat teknis
penyimpanannya yang lebih rumit dan membutuhkan ruang lebih besar, LNG bukan sumber energi baru
terbarukan sehingga suatu saat dapat habis. Di samping itu, meskipun emisinya lebih rendah
dibandingkan pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara, pembakaran gas tetap menghasilkan
emisi sehingga tidak berdampak positif pada lingkungan. Oleh karena itu, menurut saya Indonesia perlu
bergerak ke arah EBT dengan memanfaatkan energi dari surya, panas bumi, air laut, angin, dan
sebagainya untuk mencapai Indonesia net zero emission pada tahun 2060.
Rafif Amirulhaq Santosa
18019020

Lampiran
Bukti kehadiran di webinar:

Anda mungkin juga menyukai