Anda di halaman 1dari 2

ONCOM MERAH DAN ONCOM HITAM

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati
yang sangat banyak sehingga disebut “mega diversity”. Selain itu Indonesia juga memiliki
keragaman budaya dan makanan tradisional yang sampai saat sekarang masih tetap merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, bahkan telah dijadikan salah satu objek
penelitian ilmiah sebagai bentuk respon terhadap kemajuan bioteknologi terutama untuk
mengeksplorasi berbagai plasma nuftah asli Indonesia khususnya dari segi mikrobiologi.
Makanan-makanan tradisional yang dijadikan objek penelitian umumnya makanan yang
diproduksi melalui proses fermentasi oleh mikroorganisme seperti khamir (ragi, yeast), kapang
(molds) dan bakteri.
Di dalam masyarakat Indonesia keanekaragaman makanan produk fermentasi sangat banyak
jenisnya seperti oncom, tempe, tape ketan, tape singkong, brem cair, cairan tape ketan (badheg),
peyeum, tauco, acar, tuak, dan lain sebagainya. Dari semua jenis produk fermentasi tersebut,
oncom dan tempe merupakan jenis produk fermentasi oleh kapang yang sangat dikenal di
Indonesia khususnya di daerah Jawa Barat.
Oncom merupakan produk makanan yang dihasilkan melalui fermentasi bungkil kacang tanah
oleh kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus. Bungkil kacang tanah mengandung
serat yang tinggi dan sulit dicerna, tetapi melalui teknik fermentasi dapat diubah menjadi
makanan yang berkualitas dan mempunyai peranan yang penting dalam memenuhi kebutuhan
protein dan harganya yang relatif rendah (Winarno 1984).
Saat ini dikenal dua jenis oncom, yaitu oncom merah dan oncom hitam. Perbedaan kedua jenis
oncom tersebut terletak pada jenis kapang serta jenis bahan baku yang digunakan. Oncom merah
dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila yang mempunyai strain jingga, merah, merah
muda, dan warna peach (Siswono 2002), dan biasanya menggunakan bahan baku ampas tahu.
Sedangkan oncom hitam dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus dengan bahan baku
bungkil kacang tanah atau kulit kacang kedelai yang dicampur dengan onggok (ampas tepung
tapioka). Perbedaan warna pada oncom ditentukan oleh warna pigmen yang dihasilkan oleh
kapang yang digunakan dalam proses fermentasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Winarno
(1984) bahwa warna yang terbentuk pada oncom adalah warna dari spora kapang oncom.
Makanan produk fermentasi merupakan makanan yang memiliki karakteristik bahan yang
berbeda dengan bahan dasar aslinya, proses perubahan karakteristik ini sebagai akibat aktivitas
mikroorganisme seperti kapang, khamir ataupun bakteri untuk jangka waktu tertentu (Suliantri
dan Rahayu 1990; Anke 1997). Lebih lanjut Steinkraus (1997) mengemukakan bahwa makanan
produk fermentasi menghasilkan enzim amilase, protease, lipase untuk menghidrolisis
polisakarida, protein dan lemak, aroma dan tekstur yang menarik dan disukai oleh konsumen.
Makanan yang diolah melalui produk fermentasi akan memberikan beberapa keuntungan antara
lain lebih tahan lama, menghilangkan bau yang tidak diinginkan, meningkatkan cita rasa, aroma,
warna, tekstur dan kandungan gizi (Suliantari dan Rahayu 1990; Steinkraus 1997).
Selama proses fermentasi berlangsung, bahan baku oncom mengalami perubahan sifat fisik dan
kimia, seperti rasa, aroma, warna, tekstur, kandungan zat gizi dan sifat organoleptiknya lebih
disukai dibandingkan sebelum difermentasikan (Raharjo et al. 2000; Sofyan 2002).
Proses fermentasi dapat menghilangkan zat anti nutrisi dan racun yang biasanya terdapat pada
bahan mentah, misalnya kedelai atau kacang-kacangan yang lainnya (Suliantari dan Rahayu
1990). Aspergilus flavus adalah salah satu jenis kapang yang menghasilkan mikotoksin yang
disebut aflatoksin. Sebagaimana yang dilaporkan Kasno (2004) bahwa kontaminasi aflatoksin
pada kacang tanah dalam bentuk polong segar, polong kering, biji serta produk olahan sederhana
seperti kacang rebus, bungkil dan oncom.
Kapang oncom merah (Neurospora sitophila) dapat mereduksi (mengurangi) kandungan
aflatoksin selama proses fermentasi bungkil kacang tanah sebesar 50% , sedangkan penggunaan
kapang Rhizopus oligosporus dapat mengurangi aflatoksin bungkil sebesar 60%, sedangkan
oncom yang terbuat dari ampas tahu tidak mengandung aflatoksin (Veen et al. 1968; Slamet dan
Tarwotjo 1971). Selain itu dengan adanya aktivitas mikroorganisme selama proses fermentasi,
maka sifat-sifat bahan mentah yang tidak disukai seperti bau, rasa dan lain sebagainya dapat
ditingkatkan nilainya.

Anda mungkin juga menyukai