Cetakan 1
Cetakan 1
Design Thinking
Mata Kuliah Pilihan
Kurator/Penulis :
Kandi sekarwulan
Penelaah:
Yudistira Dwi Wardhana Asnar, S.T, Ph.D. (ITB)
Anissa Rizky Andriany, M.Psi., Psikolog
Copyright © 2022
Direktorat Pendidikan Profesi Guru
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (UUGD). mengamatkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya dalam Pasal 8
UUGD menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mampu mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Sesuai dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi bahwa pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah
program sarjana yang menyiapkan Mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan
persyaratan keahlian khusus.
Design Thinking | i
Isi modul disusun berdasarkan alur MERDEKA, yaitu: Mulai dari diri (M), Eksplorasi
konsep (E), Ruang kolaborasi (R), Demonstrasi kontekstual (D), Elaborasi
pemahaman (E), Koneksi antar materi (K), dan Aksi nyata (A). Modul dengan alur
MERDEKA diharapkan dapat membantu mahasiswa mempersiapkan diri dalam
mencapai tuntutan profesi sebagai agen yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mampu mencetak generasi yang membawa perubahan ke hal yang lebih baik.
Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim
penyusun dan berbagai pihak yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif
mewujudkan penyelesaian modul ini serta membantu terlaksananya PPG
Prajabatan. Semoga Allah Yang Mahakuasa senantiasa memberkati upaya yang
kita lakukan demi pendidikan Indonesia. Amin.
Modul PPG Prajabatan memuat materi, alur, aktivitas, dan penugasan mahasiswa
PPG Prajabatan. Kami berharap dengan adanya Modul PPG Prajabatan ini
penyelenggaraan PPG Prajabatan di seluruh LPTK dapat terselenggara secara
terstandar agar dihasilkan guru yang memiliki profil dan kompetensi sesuai
kebutuhan perkembangan dunia pendidikan secara global.
Modul ini dirancang menggunakan alur MERDEKA, yaitu Mu lai dari Diri,
Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi
Pemahaman, Koneksi antar Materi, dan Aksi Nyata. Hal ini bertujuan agar
calon guru tidak hanya mempelajari Design Thinking secara teoritis, tetapi
juga menguasai penerapan teknik-tekniknya dalam konteks pembelajaran
dan praktik sekolah. Modul ini menggunakan pendekatan pembelajaran aktif.
Calon guru diajak untuk mengembangkan pemahaman dan keterampilan
Design Thinking melalui inkuiri, curah gagasan, diskusi pustaka, praktik,
juga envisioning.
Design Thinking | v
Salam hangat,
Tim Penulis
Daftar Isi
Hlm
Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan ................... i
Topik 1. Design Thinking dan Pembelajaran yang Berpusat pada Peserta Didik
............................................................................................................................... 1
D. Demonstrasi Kontekstual................................................................................ 20
D. Demonstrasi Kontekstual................................................................................ 68
Topik 5. Fase Prototyping dan Testing Mengembangkan dan Menguji Coba Rancangan
Pembelajaran ......................................................................................................... 72
D. Demonstrasi Kontekstual................................................................................ 91
Design Thinking | ix
Ujian Akhir Smester : Proposal Inovasi Untuk Sekolah Berkeadilan .............. 107
CPMK
Design Thinking | xi
Assessment
Individu,
3 Tugas-tugas mandiri (LK dll) 15% 1, 2, 3, 4, 5, 6
kelompok
Pembelajaran yang 2
D Presentasi hasil kerja kelompok dan diskusi
Berpusat pada Peserta
Didik Diskusi kelompok: korelasi Design Thinking, pendidikan yang Video contoh Design
E
2 berpusat pada peserta didik, dan konsep empati Thinking
Design Thinking | xv
9
Kerja kelompok: mengembangkan prototipe media
Mengembangkan R
pembelajaran
dan menguji coba
rancangan D Menyajikan media pembelajaran (UTS)
2
pembelajaran
Praktik user testing: mengujicobakan prototipe media
(Prototyping and E
pembelajaran
Testing)
13
Telaah pustaka: peran Design Thinking dalam transformasi
E
pendidikan
Menonton dan diskusi video “I Can School Challenge” tentang 1. Video TED Talk
pemberdayaan peserta didik sebagai pencetus inovasi sosial Kiran Bir Sethi
15 E
dengan framework Design for Change (modifikasi Design 2. Video I Can School
Thinking untuk anak-anak) Challenge
Durasi 2 Pertemuan
Catatan: Sebelum melakukan tatap muka dengan dosen dan rekan sekelas, silakan
cermati lalu kerjakan secara mandiri alur “Mulai dari Diri” serta “Eksplorasi Konsep”.
Selamat datang di Mata Kuliah Design Thinking. Ini adalah kesempatan Anda untuk
menguatkan otot-otot kreativitas, mengembangkan keterampilan berkolaborasi, juga
menantang diri berinovasi dalam peran Anda kelak sebagai guru.
Ah, tetapi Anda bukan orang kreatif, Anda bilang? Menurut Tom dan David Kelley
dalam bukunya Creative Confidence (2022), kreativitas bukan sifat bawaan.
Kreativitas lebih mirip otot; kita semua memilikinya dan dapat melatihnya
sehingga makin kuat. Semua orang punya kemampuan untuk menciptakan
solusi kreatif dan menggerakkan perubahan.
Design Thinking | 1
Gambar 1. 1
Sumber gambar: Daniel Skrok and the
Interaction Design Foundation, CC BY-NC-SA 3.0.
Design Thinking adalah sebuah metodologi, juga sebuah pola pikir, untuk
memunculkan potensi kreatif yang ada dalam diri setiap orang. Berawal dari dunia
desain dan industri kreatif, Design Thinking kemudian meluas ke berbagai ranah
termasuk di antaranya ranah pendidikan. Sebagai pola pikir, Design Thinking
memberikan keluasan ruang untuk mencoba, melakukan kesalahan, dan belajar
dari kesalahan tersebut - berkali-kali - sehingga produk yang tercipta adalah hasil
dari proses pembelajaran terus-menerus. Dalam pola pikir Design Thinking,
“evolusi” lebih penting dari “kesempurnaan”, dan evolusi tersebut selalu berarah
pada pemenuhan kebutuhan pengguna/user.
3. Dari cerita pengalaman Anda dan rekan sekelas, apa yang dapat Anda
simpulkan tentang rancangan pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik?
Design Thinking | 3
B. Eksplorasi Konsep
Sebenarnya tidak ada satu definisi mutlak tentang apa itu Design Thinking
(Pressman, 2019). Penggunaannya berbeda-beda dalam berbagai bidang;
sebagai contoh, penerapan Design Thinking dalam bidang industri akan berbeda
dengan bidang pendidikan. Walau demikian, terdapat benang merah dalam
karakteristik Design Thinking.
Menurut Roterberg (2018), berikut adalah karakteristik yang dimiliki Design Thinking:
Iteratif (menggunakan
Logical framework pengulangan)
Strategi pemecahan
(masukan - proses - luaran
masalah
- dampak) Agile (responsif terhadap
perubahan)
Design Thinking | 5
David Kelley, pendiri dari IDEO dan Stanford School of Design Thinking (d.school),
membagi proses Design Thinking menjadi 5 fase:
Gambar 1. 2
Berangkat dari rumusan tujuan yang telah dibuat, pada fase ini perancang
akan mencipta ide-ide solusi. Proses mencipta ide dalam Design Thinking
dibuat sedemikian rupa untuk memunculkan sebanyak mungkin ide solusi (baik
secara jumlah maupun variasi), serta menunda pemikiran kritis-analitis yang
cenderung ‘membunuh’ ide-ide baru yang berpotensi menjadi inovasi.
Fase prototipe merupakan waktu bagi perancang untuk mewujudkan ide dalam
bentuk model yang menunjukkan fitur-fitur dari solusi. Model ini, yang disebut
sebagai prototipe, dapat digunakan untuk menguji dan memvalidasi ide secara
cepat serta murah sehingga perancang dapat melakukan perbaikan terhadap
produknya sebelum benar-benar diproduksi. Prototipe yang baik perlu cukup
Design Thinking | 7
Uji coba adalah fase penting dalam Design Thinking, karena di sinilah ide
solusi perancang (yang sudah berwujud prototipe) diperiksa efektivitasnya. Uji
coba memungkinkan perancang menemukan kekuatan dan kelemahan dari
idenya, juga mendapatkan umpan balik dari pengguna rancangannya. Dalam
uji coba prototipe, berlaku prinsip “tunjukkan, jangan jelaskan”: prototipe
tersebut yang akan menjelaskan (atau tidak cukup menjelaskan) ide yang
digagas perancang. Dalam uji coba, perancang cukup berdiri di tepi dan
mengamati bagaimana pengguna berinteraksi dengan prototipe idenya. Dari
pengamatan itulah perancang akan mendapatkan insight (pemahaman) yang
berguna untuk pengembangan dan penyempurnaan rancangannya.
Kelima fase ini tidak harus dilakukan secara berurutan; sebaliknya perancang
dapat memulai dari fase manapun, bergerak maju, mundur, bahkan melompati
fase sesuai kebutuhan proses.
Gambar 1. 3
Seluruh fase Design Thinking dapat menjadi proses belajar bagi perancang.
Pemahaman baru mengenai pengguna maupun produk yang dirancang tidak
hanya muncul pada fase empathize dan testing, tetapi bisa jadi muncul pada fase-
fase lainnya. Sebagai contoh, pada saat ideasi mungkin saja muncul ide: “Agar
anak-anak SD bisa berkonsentrasi lebih lama di kelas, mungkin bukan bangkunya
yang perlu didesain, tetapi proses belajarnya.” Dalam situasi tersebut, perancang
sangat mungkin melakukan modifikasi bahkan perubahan total (pivot) baik dalam
prototipe, ide, bahkan rumusan tujuannya. Fase-fase Design Thinking juga tidak
harus dijalankan berurutan; perancang dapat mulai dari fase manapun dan
mengulang fase sebelumnya jika dirasa perlu. Keluwesan mengubah arah proses
ini disebut sebagai agile approach, sedangkan proses perbaikan berulang yang
terjadi dalam berbagai fase Design Thinking tersebut dikenal sebagai iterasi.
Pendekatan yang luwes ini memungkinkan perancang beradaptasi dengan cepat
terhadap perubahan situasi atau informasi baru yang berkaitan dengan
rancangannya.
Untuk dapat menerapkan pola pikir Design Thinking, seseorang perlu menerapkan
sikap-sikap tertentu, di antaranya (Speicher, 2016; Roterberg, 2018):
c. Optimistik - percaya bahwa ada solusi yang lebih baik daripada apa yang
ada sekarang; kegagalan/kesalahan adalah kesempatan untuk belajar.
Design Thinking | 9
Proses Design Thinking terdiri atas dua bagian, yaitu “ruang masalah” yang
mencakup fase empathize dan define, serta “ruang solusi” yang mencakup fase
ideate, prototype dan testing (Lindberg et al, 2010, dalam Roterberg, 2018). Baik
ketika memahami masalah maupun mengembangkan solusi, proses Design
Thinking menggunakan cara berpikir divergen-konvergen atau Diverge-Converge.
Diverge yaitu sebuah proses di mana kita “berpikir melebar”, menampung semua
informasi dan ide seluas-luasnya. Sebaliknya proses converge adalah “berpikir
mengerucut”, yaitu mengorganisasi dan menyeleksi sehingga diperoleh informasi
atau ide paling bermakna untuk ditindaklanjuti pada fase berikutnya. Ketika
divisualisasikan dalam diagram, pola divergen-konvergen ini mirip intan kembar
atau double diamonds; dari situlah asal namanya.
Konsep Double Diamond pada Design Thinking dapat Anda pelajari dengan
menonton video-video ini:
https://www.youtube.com/watch?v=mRd7OVmiyZw
https://www.youtube.com/watch?v=CJQJlDPA1oY
https://www.youtube.com/watch?v=xjE2RV6IQzo
Seperti yang telah Anda ketahui setelah menonton video, pada Design Thinking
terdapat dua “intan” divergen-konvergen dengan elemen penting yang berbeda.
Intan pertama berfokus pada proses memahami masalah. Dimulai dengan
tahapan divergen, perancang melakukan proses riset untuk mendapatkan
berbagai temuan. Semua temuan ini harus dihimpun, tidak perlu distrukturkan
terlebih dahulu. Berangkat dari temuan tersebut, perancang memulai tahapan
konvergen untuk menstrukturkan hasil temuan dan membingkai masalah dengan
Gambar 1. 4
Sudut pandang tertentu. Masalah yang telah terfokuskan ini menjadi titik awal dari
intan kedua.
Intan kedua adalah proses menciptakan solusi atas fokus permasalahan dari
intan pertama. Pada tahapan divergen, perancang mengembangkan ide-ide kreatif
dan imajinatif sebanyak-banyaknya sebagai alternatif solusi. Semua ide ini
kemudian dikelompokkan, ditimbang dan dikerucutkan melalui tahapan konvergen
sehingga terpilih 1-2 ide prioritas yang dirasa paling sesuai sebagai solusi. Setelah
melalui proses pengembangan, ide-ide prioritas ini dapat lanjut dieksekusi menjadi
prototipe, yang pada gilirannya perlu diujicobakan agar mendapatkan masukan
dari pengguna.
Design Thinking | 11
Untuk memahami lebih dalam mengenai Design Thinking dan kreativitas, silakan
mempelajari pustaka berikut:
https://www.creativeconfidence.com/book/
d. Roterberg, C.M. (2018) Handbook of Design Thinking: Tips and Tools for
How To Design Thinking. tautan unduh:
https://www.researchgate.net/publication/329310644
Gambar 1. 5
IDEO. 2013. Design Thinking for Educators, 2nd Ed. Creative Commons.
(pustaka dapat diunduh di sini )
https://page.ideo.com/design-thinking-edu-toolkit
Apakah hal yang ingin Anda ketahui lebih jauh tentang Design Thinking?
C. Ruang Kolaborasi
Sesuai dengan karakteristik Design Thinking yang empatik dan berpusat pada
pengguna, alangkah baik jika kita memulai mengenali Design Thinking dengan
mengalami sendiri prosesnya. Di bawah ini adalah aktivitas sederhana yang dapat Anda
lakukan untuk mengalami kelima fase Design Thinking dalam waktu singkat. Silakan
berkelompok 4-5 orang dengan rekan sekelas, lalu praktikkan aktivitas berikut.
Gambar 1. 6
(dimodifikasi dari The Gift-Giving Project, d.school)
Design Thinking | 13
a. Kertas polos
b. Alat tulis
c. Stopwatch/timer
d. (jika ada) Alat-bahan prakarya seperti kertas warna, karton/kardus,
gunting, lem, alat warna, dll
Cara bermain
a) Tujuan aktivitas ini adalah merancang sebuah hadiah dan kartu ucapan
untuk klien.
Instruksi
Instruksi: tunjukkan gambar Anda pada klien. Klien, silakan berkomentar singkat
tentang rancangan hadiah dari rekan Anda. Apakah hadiah tersebut sudah sesuai
dengan kebutuhan/selera Anda?
Design Thinking | 15
Instruksi
Rancangan 2 Rancangan 3
Design Thinking | 17
Rancangan 4 Rancangan 5
Instruksi: Silakan tunjukkan - jangan jelaskan - semua ide rancangan Anda kepada
klien. Klien, silakan mengamati, bertanya, dan berikan komentar tentang ide-ide
para perancang. Anda dapat memberitahu rancangan mana yang paling Anda
sukai, juga hal-hal apa yang Anda butuhkan/inginkan tetapi belum ada pada
rancangan. Para perancang, silakan simak respon klien Anda. Waktu Anda 4 menit
dimulai dari sekarang (nyalakan stopwatch/timer).
Design Thinking | 19
D. Demonstrasi Kontekstual
Setelah mengalami satu siklus Design Thinking, kini saatnya Anda membagikan
pengalaman dan hasil kerja kelompok Anda pada rekan-rekan sekelas. Dalam
presentasi, sampaikan hal-hal berikut:
1. Tunjukkan rancangan awal dan rancangan akhir kelompok Anda, dan proses
berubahnya rancangan tersebut.
2. Berdasarkan benang merah tersebut, kesimpulan apa yang dapat Anda tarik
mengenai Design Thinking sebagai metodologi?
E. Elaborasi Pemahaman
Mari diskusikan bersama rekan kelompok Anda. Apa perbedaan dua ruang kelas ini?
Gambar 1. 7
https://www.youtube.com/watch?v=dj6sTmiD1XM&t=5s
Bersama rekan kelompok, identifikasi fase-fase Design Thinking di dalam video tersebut.
1. EMPATHIZE :
_____________________________________________________________
2. DEFINE :
_____________________________________________________________
3. IDEATE :
_____________________________________________________________
4. PROTOTYPE :
_____________________________________________________________
5. EVALUATE (TEST) :
_____________________________________________________________
Pengayaan - testimonial pendidik terhadap projek kelas berbasis Design Thinking
https://www.youtube.com/watch?v=5bfs7-vlsBA
Design Thinking | 21
Setelah menyimak video, diskusikan bersama dosen dan rekan kelompok Anda:
1. Bagaimana respon peserta didik dalam video terhadap proses belajar yang
mereka jalani?
2. Menurut Anda, apakah proses belajar tersebut sudah berpusat pada peserta
didik? Jelaskan dasar pemikiran dari pendapat Anda.
4. Jika Anda menjadi guru mereka, pembelajaran seperti apa yang akan Anda
terapkan agar peserta didik Anda mendapatkan pengalaman belajar yang
bermakna?
Luka, I. (2014). Design Thinking in Pedagogy. Journal of Education, Culture, and Society.
Tautan unduh:
http://nowadays.home.pl/JECS/data/documents/JECS=202014=20=282=29=206
3.74.pdf
Sebagai inspirasi sumber belajar, metode dan media pembelajaran, Anda juga
dapat mengeksplorasi
https://designthinkinginschools.com/
Gambar 1. 8
Design Thinking | 23
G. Aksi Nyata
Sejauh ini Anda telah berkenalan dengan Design Thinking dalam dunia
pendidikan. Mari internalisasi pola pikir Design Thinking dengan menuliskan
keprihatinan pribadi Anda terkait dunia pendidikan. Tulisan Anda perlu mencakup
hal-hal berikut:
1. Apa yang Anda ketahui tentang peserta didik pada jenjang pendidikan yang
Anda ampu? Apa kekhawatiran/keprihatinan pribadi Anda terhadap mereka?
Apa hal tentang mereka yang belum Anda pahami dan ingin Anda ketahui?\
2. Permasalahan apa yang Anda rasa paling mengganggu terkait bidang studi
yang Anda ampu? Jika ada kesempatan, apa yang ingin Anda tanyakan/gali
dari peserta didik terkait bidang studi tersebut?
Durasi 3 Pertemuan
Mulai dari pertemuan ini hingga pertemuan 10, Anda akan mengerjakan sebuah projek
untuk mempraktikkan fase-fase Design Thinking secara langsung. Hasil akhir projek ini
adalah sebuah media pembelajaran rancangan kelompok, yang nantinya dapat Anda
gunakan untuk mengajar sesuai jenjang dan bidang studi yang Anda ampu. Untuk itu,
Anda perlu membentuk kelompok beranggotakan 4-5 orang dengan rekan sekelas
yang mengampu jenjang dan bidang studi yang sama. Kelompok ini akan terus
berkolaborasi hingga akhir fase perancangan.
Ketika berbicara tentang empati pada Design Thinking, kita sedang bicara tentang
bagaimana kita dapat memahami kebutuhan dan motivasi pengguna (IDEO, 2013).
Dalam konteks pendidikan, ‘pengguna’ ialah setiap subjek di dalam lingkungan
pendidikan, misalnya para peserta didik atau peserta didik, guru, kepala sekolah, orang
tua peserta didik, dan lain sebagainya. Seperti apa karakteristik subjek sasaran kita?
Apa saja yang dialami oleh subjek tersebut? Masalah apa yang dihadapinya sehari-hari
sehingga berpengaruh terhadap kualitas pendidikan? Sebelum Anda menggali lebih
dalam, mari mengingat kembali materi sebelumnya.
Design Thinking | 25
B. Eksplorasi Kose
Gambar 2. 1
Ada beragam masalah yang Anda temui dalam praktik pendidikan, baik itu
merupakan hasil pengamatan Anda terhadap dunia pendidikan maupun
pengalaman pribadi. Tak jarang, solusi untuk permasalahan tersebut tidak cukup
efektif karena sejak awal masalah tersebut sudah bias (Todd et al, 2019). Bias
dapat terjadi ketika pemberi solusi memiliki asumsi atau persepsi pribadi atas
masalah yang ditemukannya.
“Jika saya memiliki waktu satu jam untuk menyelesaikan sebuah masalah, saya
akan menghabiskan 55 menit untuk memahami masalah tersebut dan 5 menit
untuk memikirkan solusinya.” - Albert Einstein
Pengayaan:
Untuk memperdalam pemahaman Anda terkait bias dalam memahami masalah, Anda
dapat mengakses tautan berikut sebagai bahan bacaan:
1. What is Bias?
https://www.interaction-design.org/literature/topics/bias
Design Thinking | 27
bukanlah teknik yang spesifik dimiliki oleh Design Thinking. In-depth interview
adalah metode pengambilan data kualitatif yang kerap digunakan pada berbagai
riset sosial, namun dalam Design Thinking terdapat pengembangan pada prosedur
wawancara sehingga hasil yang didapat benar-benar dapat membangun empati
kepada pengguna (Both, Utley & Doorley, …).
Tidak seperti survey interview yang melibatkan puluhan bahkan ratusan orang
dengan rumusan pertanyaan yang sama untuk semuanya, In-depth interview (IDI)
merupakan salah satu metode riset kualitatif yang hanya memerlukan sedikit
sampel disesuaikan dengan kebutuhan (Rutledge dkk, 2020). Rumusan
pertanyaan yang disiapkan sebelumnya akan menjadi acuan awal, tetapi jawaban
subjek wawancara dapat memantik munculnya pertanyaan baru untuk menggali
lebih dalam temuan tersebut.
IDI juga dilakukan secara personal, artinya Anda akan melakukan wawancara
dengan subjek satu per satu sehingga subjek lebih nyaman dan bebas
menyampaikan pendapat pribadinya dibanding jika pengambilan temuan
dilakukan di depan banyak orang seperti sebuah FGD. Akan lebih baik lagi jika
wawancara diadakan di tempat subjek tinggal, agar Anda dapat merasakan
langsung bagaimana kondisi lingkungan yang turut mempengaruhi subjek dalam
menjalani kehidupannya (bagian dari penghayatan mendalam/immerse). Oleh
karena itu, metode IDI akan menghasilkan pemahaman yang mendalam terhadap
subjek dan temuan-temuan bernilai dapat muncul ke permukaan.
https://dschool.stanford.edu/resources/chart-a-new-course-put-design-thinking-
to-work
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/9781119011071.iemp0019
https://www.wallacefoundation.org/knowledge-center/Documents/Workbook-E-
Indepth-Interviews.pdf
https://qmc.binus.ac.id/2014/10/28/in-depth-interview-wawancara-mendalam/
Gambar 2. 2
Seperti telah Anda ketahui bahwa sampel yang diambil pada IDI hanya
beberapa orang saja, untuk itu ketepatan pemilihan sampel (subjek yang dapat
memberikan pemahaman bermakna pada riset Anda) adalah prioritas utama.
Untuk tujuan itu, Anda dapat menggunakan strategi Extremes and Lenses
dalam memilih serta mengumpulkan sampel.
Design Thinking | 29
mainstream
extreme extreme
Gambar 2. 3
Lenses atau lensa dapat digambarkan sebagai poin indikator, dan dapat
ditentukan sesuai kebutuhan pengambilan sampel. Contohnya jika Anda
Gambar 2. 4
Langkah ini adalah waktu yang tepat untuk mengejawantahkan seluruh asumsi
Anda terhadap masalah yang ingin divalidasi, ataupun seluruh pertanyaan
yang Anda ingin ketahui jawabannya. Teknik terbaik untuk merumuskan
pertanyaan adalah melalui diverge-converge:
Design Thinking | 31
Gambar 2. 5
Design Thinking | 33
Setelah semua persiapan selesai, langkah ketiga adalah melakukan IDI. Agar
mendapatkan respon yang maksimal, terdapat beberapa tips dalam
melaksanakan wawancara, antara lain (Zhang, IDEOU):
2) Rancanglah sedemikian rupa agar waktu wawancara tidak lebih dari 1-2
jam, atau subjek akan lelah/bosan sehingga wawancara menjadi tidak
efektif.
Untuk dapat membangun pemahaman terhadap subjek melalui IDI, Anda akan
menggali lebih banyak terkait pikiran, perasaan, perilaku, kebutuhan, dan
Selama mewawancara, sangatlah penting untuk peka dan observatif terhadap respon
emosi subjek wawancara Anda. Apakah subjek sudah cukup nyaman untuk kita gali
lebih jauh? Apakah pertanyaan yang diajukan memicu emosi tertentu? Apakah
subjek mulai gelisah atau terlihat bosan? Selain menjadi data tambahan, observasi
terhadap respon subjek dapat memberitahu kapan kita bisa mulai menanyakan
pertanyaan kunci, atau kapan kita sebaiknya menyudahi wawancara.
https://www.ideou.com/blogs/inspiration/6-tips-from-ideo-designers-on-how-
to-unlock-insightful-conversation
https://www.ideou.com/blogs/inspiration/how-to-turn-empathy-into-your-
secret-strength
Design Thinking | 35
Pada pengolahan dan analisis data, Anda akan menerapkan pula prinsip
divergen - konvergen. Saat fase divergen, Anda akan mengumpulkan seluruh
data catatan lapangan dan hasil transkrip wawancara. Kemudian, pada fase
konvergen, Anda akan mengorganisasi dan menganalisis data. Dua strategi
yang paling umum dilakukan oleh Wallace foundation adalah mengorganisasi
temuan berdasarkan pertanyaan dan tema. Mengorganisasi temuan
berdasarkan pertanyaan maksudnya, Anda akan menempatkan seluruh
temuan sesuai pertanyaan wawancara yang telah Anda rancang, meski kita
tahu bahwa pertanyaan akan berkembang sejalan dengan alur wawancara,
maka pertanyaan yang baru dapat kita catat dan tulis hasil temuannya. Strategi
lainnya adalah mengorganisasi temuan berdasarkan tema. Dalam strategi ini,
Anda akan memecah hasil catatan lapangan dan transkrip wawancara menjadi
poin-poin temuan, kemudian tanpa lagi melihat pertanyaan atau subjek
wawancara, poin-poin tersebut dikelompokkan berdasarkan isi temuan yang
kurang lebih serupa, kemudian diberi tema yang mewakili tiap kelompok
temuan tersebut.
https://www.wallacefoundation.org/knowledge-center/Documents/Workbook-
E-Indepth-Interviews.pdf
2) Statistik dan data fakta tampak serupa, tetapi tidak sama dengan
pemahaman - Statistik dan data fakta akan memberikan kita data tentang
apa atau kapan sebuah kejadian berlangsung, sedangkan pemahaman
lebih dari sekadar pengamatan atau statistik. Pemahaman tidak memberi
tahu kita apa yang dilakukan seseorang, atau kapan hal tersebut terjadi,
melainkan pemahaman memberi tahu kita mengapa mereka melakukan
hal tersebut.
https://landor.com/five-fundamentals-of-great-design-insight
Design Thinking | 37
C. Ruang Kolaborasi
Kini saatnya Anda bersama kelompok mempersiapkan seluruh tahapan IDI. IDI
dapat dilakukan pada berbagai konteks untuk menggali berbagai informasi, namun
sesuai tema projek perkuliahan ini, Anda diminta fokus mengembangkan
instrumen observasi dan IDI kepada peserta didik sesuai jenjang dan bidang
studi masing masing. Tema wawancara Anda akan spesifik terkait masalah
belajar yang dialami peserta didik, karena pada proses berikutnya Anda akan
ditantang untuk mencari ide media pembelajaran yang dapat menyelesaikan
masalah belajar yang Anda temui dari hasil IDI.
Tentukan subjek wawancara Anda dengan strategi Extremes dan Lenses sebagai
referensi, Anda dapat menggunakan dua Lensa di bawah ini untuk wawancara.
Namun kelompok Anda juga dapat menyepakati lensa lain jika dirasa perlu.
Ambillah perwakilan dari extreme kiri dan extreme kanan untuk diwawancara
(sampel selalu diambil berpasangan seperti ini).
Gambar 2. 6
Gambar 2. 7
Pedoman Wawancara
Pertanyaan ringan :
*Catatan: ingatlah bahwa pedoman wawancara ini bersifat tentatif. Dalam IDI,
Anda bebas mengembangkan pertanyaan sesuai kebutuhan untuk menggali lebih
mendalam pemahaman terhadap subjek wawancara (peserta didik).
D. Demonstratsi Kontekstual
Bersama kelompok, lakukan IDI pada subjek (peserta didik yang memenuhi kriteria
extremes Anda). Anda dapat berbagi tugas dengan rekan sekelompok dan
mewawancara 4-6 peserta didik yang mewakili extremes dari beberapa lensa.
Rekamlah proses wawancara dengan audio recorder atau kamera video. Segera
setelah selesai melakukan IDI, catatlah hal-hal berikut:
Refleksi Wawancara
1. Apa pikiran yang paling dominan muncul saat Anda melakukan wawancara?
2. Apa perasaan yang paling dominan muncul saat Anda melakukan wawancara?
3. Hal baru apa yang Anda temui setelah mewawancara? Apakah asumsi Anda
sebelumnya sudah tervalidasi? Ceritakan hasilnya.
Design Thinking | 39
Catatan Wawancara
E. Elaborasi Pemahaman
Selamat, Anda telah berhasil mengumpulkan temuan dari in-depth interview. Mari
olah temuan dari praktik empathize yang telah Anda lakukan. Anda akan bersama-
sama mempraktikkan tahapan Divergen untuk menghimpun data temuan.
Tampunglah semua informasi/temuan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu.
Tuliskan setiap temuan hasil wawancara, satu temuan satu sticky notes. Anda
dapat menggunakan sticky notes atau menggunakan aplikasi seperti Airtable dan
lain sebagainya. Ketika menggunakan sticky notes, pastikan dalam satu sticky
notes tidak boleh ada dua atau lebih temuan, hal ini akan memudahkan Anda pada
proses berikutnya. Setelah itu, lihat seluruh poin temuan, apakah ada temuan yang
berada dalam kategori yang sama? Atau adakah hubungan yang Anda temukan
di antara kategori temuan? Setelah mengelompokkan poin-poin temuan dan
melihat hubungan di antaranya, Anda kini dapat melihat gambaran yang lebih
besar. Anda dapat melihat serta merasakan temuan mana yang paling menjadi
masalah bagi subjek dan lain sebagainya. Taruh hasil wawancara tersebut sesuai
dengan kanvas “empathy map” di bawah ini.
Tips:
Jika di lokasi Anda sulit untuk mendapatkan sticky notes, Anda dapat membuatnya
sendiri dengan memanfaatkan bagian kosong dari kertas / buku / makalah / poster
/ kalender bekas. Gunting bagian kosong tersebut agar lebih mudah dipergunakan.
Kumpulkan semua data temuan yang Anda dapatkan. Tulis satu per satu poin
temuan.
Gambar 2. 8
Pengayaan:
https://hci.stanford.edu/dschool/resources/overview/molly-nairobi-handout.pdf
https://www.interaction-design.org/literature/article/stage-2-in-the-design-thinking-
process-define-the-problem-and-interpret-the-results
Design Thinking | 41
3. Contoh: Ternyata banyak peserta didik tidak nyaman dengan kegiatan pada masa
orientasi sekolah.
4. Tuliskan rangkaian pemahaman yang Anda temukan dari peta temuan Anda.
5. Anda juga dapat membangun pemahaman baru dari 2 pemahaman yang memiliki
hubungan atau keterkaitan (carilah pola, perulangan atau kemiripan dari pemahaman
yang ditemukan) Contoh:
a. Ternyata banyak peserta didik yang tidak nyaman dengan kegiatan pada masa
orientasi sekolah
b. Ternyata peserta didik lebih senang dengan kegiatan fisik yang bersifat
membangun kerjasama kelompok.
7. Setelah menuliskan pemahaman coba pilih lima pemahaman yang Anda rasa
merupakan pemahaman inti.
Ternyata… Ternyata…
Ternyata… Ternyata…
Ternyata… Ternyata…
Ternyata… Ternyata…
Ternyata… Ternyata…
Design Thinking | 43
Ternyata…
Ternyata…
Ternyata…
Ternyata…
Ternyata…
Pengayaan:
Anda juga dapat merangkai pemahaman dengan menggunakan tabel informasi, inspirasi,
dan memorability. Pada kolom informasi Anda akan menuliskan seluruh pemahaman
yang Anda temukan. Kolom inspirasi berisi pemahaman seperti pada tabel pemahaman.
Bagian memorability adalah rangkaian diksi yang menginspirasi/memantik pemikiran
kreatif, cirinya pun lebih spesifik dan harus mudah diingat.
Gambar 2. 9
Saat ini Anda telah memiliki satu pemahaman terhadap masalah belajar yang
dialami peserta didik. untuk itu silakan petakan masalah tersebut dan lihat apakah
ada bidang studi atau materi mata kuliah lain yang berhubungan dengan masalah
tersebut. Sebagai contoh, misalnya Anda akan menemukan masalah pada
pembelajaran geometri, untuk itu Anda dapat menghubungkan teori terkait materi
tentang geometri itu sendiri dan bidang studi atau mata kuliah lainnya.
Gambar 2. 10
Design Thinking | 45
G. Aksi Nyata
1. Bagaimana intensitas dan dinamika proses yang Anda rasakan pada fase
empati?
2. Apa hal baru yang Anda dapatkan setelah menggunakan teknik empati pada
Design Thinking?
5. Apakah materi pada topik ini mengubah pandangan Anda terhadap diri sendiri,
teman, dan lingkungan khususnya lingkungan pendidikan?
6. Adakah pembelajaran pada topik ini yang dapat membantu Anda ketika
mengajar di sekolah nanti?
Tuliskan hasil kerja kelompok Anda, yaitu satu pemahaman/insight terpilih yang terkait
kebutuhan belajar peserta didik sesuai jenjang dan bidang studi yang diampu kelompok.
Kesimpulan ini akan menjadi bagian dari UTS, karena itu dokumentasikan kesimpulan
dengan rapi untuk digunakan kembali pada saat UTS.
Durasi 1 Pertemuan
Lembar Kerja:
Design Thinking | 47
B. Eksplorasi Konsep
Lalu bagaimana cara untuk merumuskan Design Challenge dengan tepat? Kita
bisa menggunakan teknik Design Thinking yang disebut Point of View (Dam &
Siang, 2020) yaitu menggabungkan pemahaman mengenai pengguna,
kebutuhannya, dan insight/temuan dari fase Empathize dalam satu kalimat yang
dapat ditindaklanjuti. Rumusan kalimatnya dapat berupa:
a. Mulailah dengan pemahaman terpilih yang telah Anda temukan dari fase
Empathize
Berikut contoh rumusan Design Challenge yang terlalu luas, terlalu sempit, dan tepat.
Gambar 3. 1
Design Thinking | 49
C. Ruang Kolaborasi
Tuliskan Pemahaman / insight yang telah anda pilih pada kegiatan sebelumnya
Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa…
Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa…
Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa… Bagaimana kita bisa…
Diskusikan bersama rekan kelompok, design challenge mana yang paling sesuai
dengan kebutuhan spesifik pengguna/peserta didik sasaran Anda. Pastikan
kalimat design challenge tidak terlalu sempit dan tidak terlalu luas. Setelah itu,
tuliskan satu Design Challenge final buatan kelompok Anda.
Design Challange
Kelompok :
Design Thinking | 51
D. Demonstrasi Kontekstual
Ceritakan secara singkat proses yang Anda dan kelompok jalani hingga memilih
design challenge kelompok. Kesulitan belajar apa yang paling mengganggu
peserta didik? Apa saja karakteristik khusus peserta didik? Apa pemahaman inti
yang kelompok Anda dapatkan dari proses crafting insights? Catatlah setiap
masukan yang didapat dari rekan satu kelas.
E. Elaborasi Pemahaman
Refleksi:
Setelah mendengar masukan dari rekan kelas, adakah bagian dari design
challenge yang ingin kelompok Anda perbaiki? Jika ada, silakan tuliskan di sini.
Design Challange
Kelompok :
Dam, R.F. & Siang, T.Y. (2020) Stage 2 in the Design Thinking Process: Define
the Problem and Interpret the Results. Interaction Design Foundation
https://www.interaction-design.org/literature/article/stage-2-in-the-design-thinking-
process-define-the-problem-and-interpret-the-results
Saat ini Anda telah memiliki pernyataan design challenge, untuk itu sekarang
petakan hubungan antara pernyataan design challenge tersebut sesuai dengan
jenjang dan bidang studi yang Anda ampu. Anda juga dapat membandingkan
design challenge tersebut dengan mata kuliah kurikulum prinsip pengajaran
asesmen yang efektif.
Gambar 3. 2
Design Thinking | 53
G. Aksi Nyata
3. Adakah ekspektasi Anda yang belum terpenuhi selama berproses pada topik
perkuliahan kali ini? Apa tindakan yang sekiranya dapat Anda lakukan untuk
memenuhi ekspektasi tersebut?
Durasi 2 Pertemuan
Permainan:
Lihatlah sekeliling Anda, apakah Anda dapat menemukan saklar untuk menyalakan lampu di
dalam ruangan? Jika ya, sekarang carilah ide sebanyak-banyaknya untuk dapat menyalakan
lampu di ruangan ini namun tanpa tangan Anda menyentuh tombol saklar.
Instruksi Permainan:
1. Tanpa berbicara sepatah kata pun, tulis ide sebanyak-banyaknya dalam waktu
tiga menit.
2. Setelah waktu habis, bacakan ide yang telah Anda hasilkan kepada seluruh
rekan satu kelas. Tidak perlu menggunakan kalimat pembuka dan penutup,
cukup poin ide saja yang dibacakan.
3. Hanya bacakan ide yang berbeda dari rekan kelas Anda. Ide yang sama tidak
perlu dibacakan.
Design Thinking | 55
1. Dalam waktu tiga menit, berapa keseluruhan ide yang dapat Anda dan rekan
kelas hasilkan?
2. Bagaimana caranya dalam waktu tiga menit Anda dapat menghasilkan ide
sebanyak itu?
B. Eksplorasi Konsep
Fase Ideate dalam Design Thinking adalah tentang bagaimana kita mengeksplorasi
berbagai alternatif ide radikal yang dapat menjadi solusi dari sebuah
masalah/kebutuhan (Doorley dkk, 2018). Biasanya ide yang dihasilkan dapat berupa
produk digital atau software, produk atau hardware, sistem, dan jasa. Dalam konteks
pendidikan, maka ide dapat berupa pengembangan kurikulum, perubahan suasana
kegiatan belajar mengajar, program sekolah, pengembangan aturan, tujuan, dan
sistem di sekolah (IDEO, 2013). Pada perkuliahan kali ini, Anda akan diajak untuk
melakukan ideasi terhadap design challenge yang spesifik terkait kebutuhan belajar
anak sesuai dengan jenjang dan bidang studi yang Anda ampu.
Mari kita lihat intan kedua pada grafik double diamond. Intan kedua merupakan fase
menciptakan solusi, Anda dapat melihat pada sisi pertama merupakan area divergen
ide (curah gagasan) kemudian pada sisi berikutnya mengerucut menjadi konvergen ide
(pengolahan, analisis, dan seleksi) untuk memilih ide metode dan media kreatif.
Gambar 4. 1
Ilustrasi oleh: macrovector/Freepik
Tahap divergen dan konvergen pada ideasi memiliki pendekatan yang berbeda karena
pola pikir yang digunakan pun berbeda. Saat tahap divergen, Anda akan lebih banyak
mengasah kemampuan otak kanan yang berhubungan dengan imajinasi, pemikiran
holistik, intuisi, seni, irama, isyarat nonverbal, visualisasi perasaan, dan berkhayal.
Berbeda dengan tahap konvergen, pada tahap ini Anda akan lebih banyak mengasah
kemampuan otak kiri yang terkait dengan sisi logika, urutan, berpikir linier, matematika,
fakta, berpikir dengan kata-kata (Pietrangelo, 2022).
Gambar 4. 2
Gambar 4. 3
Pengayaan:
Untuk memperdalam pemahaman tentang teknik ideasi dalam Design Thinking,
lakukanlah sebuah riset kecil dengan menelusuri informasi yang tersedia di
internet tentang fase ideate/ideasi.
Design Thinking | 57
Pada tahap Divergen, terdapat beberapa metode yang dapat Anda gunakan untuk
menghasilkan ide:
Langkah pelaksanaan:
a. Setiap anggota kelompok memegang alat tulis dan satu tumpuk sticky
notes. Dalam waktu yang telah ditentukan (biasanya singkat, hanya 2-3
menit) setiap orang menulis atau menggambar sebanyak-banyaknya ide
solusi dari Design Challenge.
b. Saat menulis ide, setiap anggota kelompok tidak boleh berdiskusi atau
melihat jawaban rekan lain.
d. Kegiatan dapat dilakukan dua sesi. Pada sesi kedua, anggota kelompok
diberi tambahan waktu untuk menuangkan ide-ide baru yang belum sempat
ditulis atau digambar pada sesi pertama, atau menuliskan ide baru yang
muncul karena terinspirasi dari sesi pertama.
e. Ide dapat berupa tulisan, namun lebih baik jika berupa gambar atau visual.
*Untuk mengeksplorasi metode silent brainstorm, silakan pelajari tautan berikut
https://www.sheffield.ac.uk/polopoly_fs/1.470010!/file/HowtoReverseBrainstorming.pdf
Gambar 4. 4
Design Thinking | 59
Langkah pelaksanaan:
Metode ini bertujuan agar setiap peserta dapat menuliskan ide dalam waktu
singkat sekaligus melihat ide yang telah dihasilkan rekan sehingga memberi
peluang untuk menumbuhkan ide baru.
4. Mash-ups (campur-aduk)
Gambar 4. 5
Langkah pelaksanaan:
https://www.designkit.org/methods/mash-ups
Tujuan tahapan Diverge dalam fase Ideate adalah menghasilkan ide sebanyak-
banyaknya. Pada fase ini kualitas ide tidak penting - kadang sebuah ide yang
payah bisa memantik ide lain yang lebih bagus sehingga semua ide berharga.
Pada tahapan ini perancang didorong mengeluarkan berbagai jenis ide, tetapi
berdasarkan pengalaman, para perancang yang referensinya terbatas cenderung
menghasilkan ide-ide yang terbatas baik dari segi variasi maupun jumlah. Karena
itu untuk memaksimalkan tahapan divergen dalam fase Ideate, sangat penting
bagi Anda untuk mengeksplorasi berbagai referensi.
Terkait projek kelompok untuk merancang media pembelajaran, ada baiknya jika
Anda mempersiapkan diri dengan mengeksplorasi berbagai bentuk media
pembelajaran. Media pembelajaran bukan hanya video atau poster saja; ada
beragam variasi mulai dari permainan papan/board game, simulasi, gerak dan
lagu, dongeng, puzzle dan teka-teki, aplikasi digital, dan masih banyak lagi.
Sebuah riset singkat melalui internet dapat membawa Anda pada aneka ide media
pembelajaran yang unik serta inovatif.
Design Thinking | 61
Gambar 4. 6
Christopher paul high – unsplash.com
Gambar 4. 7
Markus Spike – unsplash.com
Taruh berbagai ide media pembelajaran kreatif yang anda temukan di internet
pada kotak di bawah ini
C. Ruang Kolaborasi
Skenario 2
Design Thinking | 63
Bayangkan anda sedang berada di daerah terdepan, dan tertinggi, dimana sulit untuk
menyediakan, alat dan bahan belajar seperti di kota besar. Memperhitungkan kondisi
tersebut, ide apa saja yang dapat menjawab design challenge anda? Hasilkan
sebanyak-banyaknya ide dalam waktu 3 menit
Dalam waktu 3 menit, gambarkan berbagai macam ide yang dapat menjawab design
challenge anda namun kondisi anda dan rekan kelompok tidak memiliki anggaran
belanja untuk produksi atau pembuatan media belajar
Selamat, kelompok Anda telah berhasil mengumpulkan sangat banyak ide kreatif.
Selanjutnya Anda akan melakukan tahap konvergen untuk mengerucutkan pilihan dan
menentukan satu ide media pembelajaran yang akan Anda wujudkan menjadi nyata.
Tahapan konvergen
a. Pemungutan suara
Setiap anggota kelompok memiliki 6 kuota suara, yang terdiri dari 3 kuota
suara untuk ide yang dirasa memiliki upaya rendah atau mudah dilakukan
(selanjutnya disimbolkan dengan bentuk hati ♥) dan 3 kuota suara lainnya
untuk ide yang dirasa paling berdampak (selanjutnya disimbolkan dengan
bentuk bintang ★). Tandai ide pilihan Anda dengan kriteria simbol tersebut
untuk memudahkan proses. Anda dapat menggunakan simbol bintang dan hati
pada satu ide yang sama, juga dapat menempatkan dua hingga tiga simbol
yang sama pada satu ide jika dirasa ide tersebut beresonansi kuat bagi Anda.
Pakailah kuota suara Anda sebaik-baiknya.
Design Thinking | 65
b. Pengelompokan suara
Saat ini, Anda telah memiliki beberapa ide hasil pemungutan suara, pisahkan
ide tersebut dari ide lain yang tidak dipilih. Pindahkan ide hasil pemungutan
suara pada sistem koordinat kartesius di bawah ini dengan ketentuan poin axis
x, y adalah jumlah pada simbol ♥, ★ pada ide. Misalnya, pada satu ide terdapat
2 tanda ♥ dan tidak terdapat tanda ★, maka titik koordinatnya adalah (2,0).
Contoh lain, jika pada satu ide terdapat 2 tanda ♥ dan 4 tanda ★, maka titik
koordinatnya berada pada (2,4). Metode ini akan memudahkan Anda untuk
melihat ide mana yang memiliki upaya terberat, ide mana yang sangat
berdampak, dan ide mana yang memiliki dampak besar dengan upaya
terendah (mudah dilakukan).
Dampak (★)
Upaya (♥)
Gambar 4. 8
1) Diskusi
2) Kembangkan ide
Tuliskan secara rinci ide media pembelajaran yang akan Anda kerjakan.
Gambarkan bagaimana bentuk ide media pembelajaran tersebut beserta fitur detail
dan gagasan utama di baliknya. Lengkapi dengan skenario interaksi pengguna
ketika menggunakan media pembelajaran tersebut dari awal hingga akhir.
Fitur apa saja yang terdapat pada ide media pembelajaran anda?
Design Thinking | 67
D. Demonstrasi Kontekstual
Mari awali pertemuan ini dengan pameran sederhana. Pajanglah lembar kerja
yang Anda buat pada pertemuan sebelumnya (pengembangan ide media
pembelajaran). Di sampingnya, sertakan hasil akhir dari fase Empathize
(pemahaman terpilih), Design Challenge kelompok, dan lembar catatan umpan
balik seperti contoh di bawah ini.
Gambar 4. 9
Hal yang sudah baik/berhasil dari ide: Hal yang kurang baik/berhasil dari ide:
Ide-ide yang muncul untuk pengembangan: Pertanyaan yang muncul tentang ide:
E. Elaborasi Pemahaman
Gambar 4. 10
Saat ini Anda telah memiliki ide media pembelajaran kreatif. Coba petakan, adakah
bidang studi atau materi mata kuliah lain yang berhubungan dengan ide media media
pembelajaran Anda? Sebagai contoh, misalnya Anda akan menggunakan media belajar
di luar ruangan menggunakan ban bekas pada pembelajaran matematika, untuk itu Anda
dapat menghubungkan teori dari bidang studi atau mata kuliah lain terkait pembelajaran
di luar ruangan dan materi bidang studi yang diampu.
Design Thinking | 69
G. Aksi Nyata
Saat ini Anda telah memiliki sejumlah umpan balik dan ide pengembangan yang
didapat dari rekan satu kelas dan narasumber. Adakah dari umpan balik tersebut
yang dapat dipakai untuk pengembangan ide media pembelajaran yang telah
Anda buat? Apakah muncul inspirasi baru pengembangan ide media pembelajaran
setelah Anda mendapatkan umpan balik?
Kini saatnya Anda masuk pada fase iterasi pertama pengembangan ide media
pembelajaran. Anda dapat menelusuri internet untuk menambah gagasan pada
ide media pembelajaran. Silakan rancang ide media pembelajaran – iterasi satu,
pada lembar di bawah ini.
3. Fitur apa saja yang terdapat pada ide media pembelajaran anda?
Mari refleksikan sejenak serangkaian alur ideasi yang telah Anda jalani selama
perkuliahan. Adakah hal yang membuat Anda bersemangat atau malas selama
mengikuti perkuliahan kali ini? Adakah materi pada topik ini yang dapat membantu
Anda ketika mengajar di sekolah? Hal apa yang ingin Anda pelajari lebih lanjut?
Design Thinking | 71
Lembar Kerja
Setelah mempelajari dan mengalami sendiri beberapa fase Design Thinking yaitu
empathize, define, serta ideate, apa sajakah insight/pemahaman baru yang Anda
dapatkan? Mari dokumentasikan pemahaman tersebut dalam sebuah catatan opini.
Silakan lanjutkan kalimat berikut dengan jujur:
Setelah merefleksikan rasa/emosi tersebut, apa yang ingin saya ubah dari perkuliahan
ini, dan apa yang ingin saya pertahankan?
Kita memulai dengan bicara tentang rasa dan emosi, karena kedua hal ini terkait
erat dengan pengalaman. Ketika bicara tentang user experience (pengalaman
pengguna), kita sedang bicara tentang rasa: apakah Anda suka, nyaman, senang,
tertarik, ingin mencoba lagi suatu produk/layanan, atau Anda tidak suka, tidak
nyaman, kesal/frustasi, bosan, jera untuk mencoba lagi?
Sesuai sifatnya yaitu berpusat pada pengguna, Design Thinking memiliki satu fase
yang khusus ditujukan untuk mengamati kualitas pengalaman pengguna ketika
berinteraksi dengan suatu rancangan produk/layanan. Fase ini disebut sebagai
user-testing atau uji coba kepada pengguna. Karena yang diharapkan adalah
pengalaman yang sedekat mungkin dengan kenyataan, maka penyajian
rancangan tidak bisa dilakukan dengan sekadar paparan; rancangan harus dibuat
sedemikian rupa sehingga pengguna dapat mencoba berinteraksi dengannya. Hal
tersebut mendasari keberadaan fase prototype.
B. Eksplorasi Konsep
Design Thinking | 73
Dasar pemikiran fase prototyping adalah fakta bahwa para perancang hebat
bukannya tidak pernah gagal. Sebaliknya mereka sering gagal, tetapi kegagalan
tersebut tidak membuat mereka berhenti mencoba (Kelley, 2022). Inovasi yang
baik tidak muncul dari ketiadaan, melainkan hasil dari eksperimen yang dilakukan
berulang-ulang. Salah satu contoh terkenal adalah Thomas Alva Edison yang
berhasil menyempurnakan bola lampu listrik setelah melalui seribu eksperimen.
Ketika ditanya bagaimana rasanya gagal seribu kali, Edison menjawab bahwa ia
tidak gagal seribu kali; tetapi bola lampu tersebut dikembangkan dalam seribu
tahapan (iterasi).
1. Jenis-jenis prototipe
Ada berbagai cara untuk membuat prototipe, dan ada berbagai jenis prototipe yang
dapat dipilih sesuai kebutuhan pengujian. Pemilihan jenis prototipe biasanya
didasarkan pada tahapan perancangan; pada tahapan awal, Anda mungkin akan
memilih jenis prototipe paling sederhana karena ide rancangan Anda masih belum
sepenuhnya terbentuk. Pada tahap-tahap akhir perancangan, setelah sekian
iterasi, Anda mungkin memilih prototipe yang lebih rumit, spesifik dan mendekati
produk aslinya. Sesuai kebutuhan, prototipe dapat pula dibuat untuk menunjukkan
keseluruhan rancangan (prototipe horizontal) atau dibuat untuk menguji 1-2 fitur
khusus pada rancangan (prototipe vertikal).
Kelebihan low fidelity prototype: murah dan cepat, perubahan atau iterasi
mudah dilakukan, setiap orang bisa membuat, lebih cocok untuk menunjukkan
gambaran umum produk, mendorong munculnya ide dan saran perbaikan
karena prototipe ini jelas terlihat belum selesai.
Kelebihan dari high fidelity prototype adalah: lebih menarik - semua orang bisa
membayangkan bentuk akhir produk, uji coba akan menghasilkan masukan
yang lebih akurat, dapat diujicobakan secara luas, dan potensi penggunaannya
lebih jelas terlihat.
Design Thinking | 75
Gambar 5. 1
b. Paper prototype - termasuk low fidelity prototype, dibuat dari berbagai jenis
kertas. Dapat berupa 2D atau 3D. Murah, mudah dibuat dan diubah,
memungkinkan interaksi terbatas..
c. Model fisik - maket dan 3D print termasuk jenis prototipe ini. Model dapat
dibuat menggunakan bahan-bahan siap pakai seperti Lego, mainan hewan
atau tumbuhan, dan lain-lain. Penggunaan bahan siap pakai memudahkan
modifikasi pada model sehingga memungkinkan lebih banyak iterasi.
https://www.userinterviews.com/blog/best-customer-journey-map-templates-
examples
Gambar 5. 2
Design Thinking | 77
Permainan peran - dapat digunakan untuk mensimulasikan sistem atau produk jasa. Jenis
prototipe ini memiliki tingkat interaktivitas yang tinggi karena pengguna dapat terlibat
langsung dalam simulasi. Permainan peran umumnya membutuhkan props/alat bantu
tertentu sehingga perlu dipersiapkan dan dilatih dengan cermat.
Untuk mengetahui lebih banyak tentang prototipe baik jenis dan contohnya,
kelebihan-kekurangan, serta konteks penggunaannya, silakan mempelajari
sumber-sumber berikut:
https://www.interaction-design.org/literature/article/design-thinking-get-
started-with-prototyping
https://www.interaction-design.org/literature/topics/prototyping
https://www.interaction-design.org/literature/article/prototyping-learn-eight-
common-methods-and-best-practices
https://www.simplilearn.com/prototyping-in-design-thinking-article
https://www.tutorialspoint.com/design_thinking/design_thinking_prototype_st
age.htm
https://www.invisionapp.com/inside-design/low-fi-vs-hi-fi-prototyping/
C. Ruang Kolaborasi
1. Berapa banyak sumber daya yang kelompok Anda miliki untuk membangun
prototipe? (waktu, tenaga, dana, ketersediaan alat-bahan, dan lain
sebagainya)
2. Seberapa interaktif dan akurat prototipe yang Anda perlukan? Ingatlah bahwa
semakin tinggi fidelity dari prototipe, proses pembuatannya akan semakin sulit
tetapi interaktivitasnya juga semakin besar - artinya, masukan dari pengguna
juga akan semakin akurat.
Gambar 5. 3
Design Thinking | 79
Setelah menyepakati satu jenis prototipe yang akan dibuat, silakan susun rencana
kerja dan pembagian tugas kelompok untuk pembangunan prototipe. Lalu,
eksekusi lah rencana kerja tersebut.
Selamat berkarya!
3. Dokumentasi proses - Dapat berupa foto-foto, sketsa, sticky notes atau lembar
kerja ideasi, dll.
Pengantar prototipe tersebut dapat berupa essay, poster infografik, video singkat,
atau media lain. Usahakan untuk menyampaikan penjelasan selengkap mungkin
dalam pengantar, sehingga dosen Anda dapat memahami prototipe tersebut tanpa
banyak bertanya pada kelompok Anda. Ingat bahwa dalam fase Testing (uji coba
rancangan), lebih baik untuk “menunjukkan, jangan menjelaskan”.
E. Elaborasi Pemahaman
LANGKAH PERTAMA adalah menyepakati bentuk uji coba. Ada berbagai cara
untuk melakukan uji coba pada pengguna. Anda dan kelompok dapat memilih
salah satu atau menggabungkan beberapa metode, sesuaikan dengan kebutuhan
serta kemampuan kelompok.
3. Berdasarkan kedekatan dengan pengguna: uji coba langsung VS uji coba jarak
jauh
4. Dalam uji coba langsung, penguji bertatap muka langsung dengan pengguna.
Pada uji coba jarak jauh, pengguna berinteraksi dengan prototipe dalam
natural setting atau tempat asli mereka (misal, guru dan peserta didik mencoba
prototipe aplikasi digital di kelas sementara penguji mengamati backend data).
Kelebihannya, respon yang didapat akan lebih akurat/alamiah.
Kekurangannya, penguji tidak dapat melakukan dialog/konfirmasi dengan
pengguna.
Design Thinking | 81
8. Pada metode komparatif, pengguna diberi beberapa pilihan solusi yang serupa
dan diminta memilih satu. Metode ini berguna untuk mengukur kompetitor
(dalam konteks produk komersial), juga mengidentifikasi fitur spesifik yang
lebih disukai/dibutuhkan pengguna.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai berbagai metode uji coba kepada
pengguna, Anda dapat mengakses situs berikut:
https://www.hotjar.com/usability-testing/methods/
LANGKAH KEDUA setelah memilih metode uji coba adalah merencanakan uji
coba. Pilih sasaran pengguna sesuai jenjang yang kelompok Anda pilih. Apakah
Anda akan menyasar beberapa pengguna saja dan melakukan uji coba
mendalam? Atau Anda menyasar sekelompok pengguna (misal guru dan peserta
didik dalam satu kelas) dan mengamati respon mereka terhadap media
pembelajaran Anda? Rencanakan sesuai tujuan dan kemampuan kelompok Anda.
LANGKAH KETIGA yaitu melaksanakan uji coba, dapat Anda lakukan di luar
kelas. Jika memungkinkan rekamlah sesi uji coba tersebut. Sewaktu memfasilitasi
kegiatan uji coba, akan berguna jika Anda menerapkan tips berikut dari Interaction
Design Foundation:
2. Gunakan jeda dan berdiam diri jika perlu. Jeda tersebut dapat memancing
pengguna untuk menyampaikan sesuatu atau bertindak lebih jauh, yang bisa
jadi adalah masukan berharga.
Amati dan catat respon emosi pengguna. Kapan ia mengerutkan kening, kapan
matanya berbinar atau ia tersenyum senang? Beberapa pengguna mungkin terlalu
sopan untuk memberikan kritik, tetapi respon emosinya akan selalu bicara jujur.
Design Thinking | 83
Menambahkan hadiah bagi pemenang “Mengapa benda ini ada di sini?” (merujuk
permainan (saran dari peserta didik A) ke tombol lampu di prototipe)
Berdasarkan masukan tersebut, diskusikan perbaikan apa saja yang perlu dibuat
pada prototipe media pembelajaran Anda. Simpan hasil diskusi kelompok sebagai
catatan untuk iterasi.
G. Aksi Nyata
Setelah mengikuti perkuliahan hingga di tahap ini, Anda bersama kelompok dan
rekan sekelas telah menciptakan berbagai media pembelajaran inovatif dengan
metodologi Design Thinking. Alangkah disayangkan bukan, jika inovasi Anda
hanya berhenti pada tahap ini? Mari melangkah lebih jauh agar inovasi Anda
memberikan dampak nyata pada dunia pendidikan.
Bersama kelompok Anda, diskusikan tindak lanjut yang ingin dilakukan terkait
prototipe media pembelajaran yang sudah dibuat. Sebagai inspirasi, tindak lanjut
kelompok dapat berupa salah satu atau beberapa langkah berikut:
Design Thinking | 85
Durasi 2 Pertemuan
Sebagai pola pikir dan kerangka kerja, Design Thinking mungkin sangat berbeda dengan
pola pikir dan kerangka kerja yang selama ini diterapkan dalam praktik pendidikan formal.
Contoh paling konkretnya adalah cara pendidik memperlakukan peserta didik: jika
pembelajaran konvensional menuntut peserta didik menyesuaikan diri (baik terhadap target
kurikulum maupun pendekatan mengajar pendidik), Design Thinking mendorong agar
pendidik yang menyesuaikan diri dengan cara belajar peserta didik dan memfasilitasi
pembelajaran yang diinginkan serta dibutuhkan peserta didik. Peralihan ini tentu tidak
mudah dilakukan; ada berbagai tantangan untuk dihadapi, namun ada pula berbagai
peluang untuk dikembangkan. Mari selami tantangan dan peluang tersebut dimulai dari
pengalaman Anda sendiri.
Lembar Kerja
Refleksikan kembali pengalaman Anda ketika melakukan observasi dan praktik di
sekolah (sewaktu pertemuan 4, atau pada saat PPL). Dari pengalaman tersebut,
kondisi dan situasi apa saja yang menurut Anda….
Catatan: coba renungkan berbagai aspek seperti budaya lokal, kebijakan, budaya
sekolah, kapasitas pendidik, struktur kurikulum, karakteristik peserta didik,
sikap/keterlibatan orang tua, dan sebagainya.
B. Eksplorasi Konsep
Reflektif, non-linear
Design Thinking | 87
3. https://www.kqed.org/mindshift/29642/how-to-use-design-thinking-in-class-
step-by-step
https://www.edutopia.org/blog/design-thinking-empathy-challenge-discovery-
sharing-susie-wise
Berdasarkan hasil telaah pustaka, kita telah mengetahui bahwa Design Thinking
dapat digunakan dalam berbagai aspek praktik pendidikan seperti pembelajaran,
pengembangan organisasi, dan penanaman nilai/budaya. Namun sesuai
karakteristik Design Thinking, penggalian informasi sebaiknya tidak berhenti pada
telaah pustaka. Bagian berikutnya dari modul ini akan mengajak Anda menggali
informasi dari sumber yang paling relevan: praktisi pendidikan atau guru.
C. Ruang Kolaborasi
Pustaka mungkin dapat memberikan gambaran umum, tetapi hanya praktisi - para
subjek yang menjalankan praktik pendidikan dalam keseharian - yang memiliki
wawasan spesifik dan kontekstual mengenai apa yang terjadi di sekolah. Karena
itu, kita akan mendengarkan mereka untuk menggali lebih dalam tentang peluang
dan tantangan penerapan Design Thinking di sekolah.
Untuk mendapatkan informasi yang bermakna dari subjek wawancara, kita bisa
menggunakan salah satu alat Design Thinking yang biasa digunakan dalam fase
Empathize. Alat ini disebut sebagai 5 Why atau “5 Mengapa.” Secara sederhana,
5 Why adalah bertanya “mengapa” hingga lima kali (atau sampai kita menemukan
jawaban yang bermakna). Tujuan melakukan 5 Why adalah menemukan pain
points atau “titik rasa sakit” dari subjek.
Pain points adalah hal yang dirasa paling mengganggu, menimbulkan pengalaman
sangat tidak menyenangkan atau emosi negatif pada seseorang. Pain points juga
bisa berarti kebutuhan yang mendesak. Makhluk hidup - termasuk manusia -
cenderung mempertahankan kondisi yang nyaman baginya. Pain points adalah
kebalikan dari zona nyaman; kondisi yang “menyakitkan” akan mendorong orang
bergerak untuk menghindari atau menghilangkan sumber rasa sakit.
Design Thinking | 89
Contoh pain points terdapat dalam dua wawancara yang dilakukan dengan teknik
5 Why berikut.
Gambar 6. 1
Sumber gambar: Sekarwulan (2020)
bentuk pertanyaan bisa diubah sesuai kebutuhan, tidak harus menggunakan kata
tanya “mengapa”, “pain points”
Pedoman Wawancara
Pertanyaan ringan :
D. Demonstrasi Kontekstual
Segera setelah wawancara selesai, catatlah kilasan informasi yang paling Anda
ingat/menarik/penting.
Bisa berupa kata-kata, gestur, reaksi emosi subjek terhadap pertanyaan, atau kejadian
lainnya.
Cermati kembali rekam wawancara Anda dengan guru. Tuliskan semua informasi yang
Anda anggap penting terkait peluang dan tantangan guru dalam menerapkan Design
Thinking di sekolah.
Design Thinking | 91
E. Elaborasi Pemahaman
Setelah mendengarkan cerita para guru, kini saatnya mengolah temuan Anda dan
mengkonstruksi pemahaman empatis tentang praktik operasional sekolah. Kita
akan melakukannya dengan teknik Empathy Mapping (lihat topik 2 pertemuan 4).
Bersama kelompok, silakan periksa catatan wawancara Anda dan isilah lembar
kerja ini:
Gambar 6. 2
Sekarang, coba bandingkan temuan kelompok Anda dengan hasil telaah pustaka
(lihat bagian Eksplorasi Konsep). Pemahaman baru apa yang Anda dapatkan
tentang peluang-tantangan penerapan Design Thinking di sekolah?
Sampaikan hasil diskusi kelompok Anda pada rekan sekelas, dan simak hasil
diskusi kelompok-kelompok lain. Kesimpulan apa yang dapat Anda tarik tentang
peluang dan tantangan penerapan Design Thinking di sekolah?
Gambar 6. 3
G. Aksi Nyata
“Semua hal diciptakan dua kali: pertama dalam pikiran, dan kedua dalam
kenyataan. Kunci kreativitas adalah memulai dengan membayangkan hasil akhir;
dengan membangun visi sebagai cetak biru untuk mencapai hasil yang
diinginkan.” - Stephen Covey
Berbeda dengan Design Challenge yang dibuat dalam bentuk rumusan kalimat,
envisioning biasanya dibuat dengan pendekatan visual terlebih dahulu. Hal ini
penting karena pengembangan visi membutuhkan kemampuan berimajinasi, dan
materi visual umumnya lebih mampu mewakili imajinasi dibandingkan kata-
kata/verbal. Individu atau kelompok memilih (atau membuat sendiri) gambar-
gambar yang dirasa mewakili kondisi ideal, untuk kemudian disusun dalam sebuah
“papan visi”.
Design Thinking | 93
Jika Design Thinking berhasil diterapkan secara optimal, apa yang Anda
bayangkan akan terjadi di sekolah? Seperti apa proses belajarnya? Budaya
sekolahnya? Peserta didik dan gurunya? Interaksi di antara warga sekolah?
Bentuk ruang kelas dan bentuk sekolahnya?
Dalam waktu 5 menit, carilah gambar-gambar yang Anda rasa mewakili bayangan
Anda tersebut. Jangan berhenti dan berpikir terlalu lama saat melihat sebuah
gambar; gunakan intuisi Anda alih-alih rasio (gambar yang ‘terasa cocok’ adalah
gambar yang tepat). Jika tidak menemukan gambar yang tepat, Anda sangat boleh
menggambar sendiri. Susunlah gambar-gambar tersebut dalam selembar kertas,
atau (jika menggunakan gambar digital) pada satu platform digital seperti Google
Slides, Jamboard, atau Miro.
Gambar 6. 4
Durasi 3 Pertemuan
Design Thinking | 95
1. Berkelompok 3-4 orang dengan rekan sekelas, lalu berdirilah di dekat dinding atau
mengelilingi sebuah meja yang luas. Siapkan alat tulis, sejumlah sticky notes, dan
stopwatch. Dalam waktu 2 menit, tanpa berdiskusi, tuliskan kemampuan, skill dan
kekuatan Anda dalam selembar sticky notes.
2. Ceritakan diri Anda. Ambil waktu untuk saling memperkenalkan diri dan bercerita
tentang kemampuan/kekuatan masing-masing anggota kelompok. Lakukan proses
ini dalam suasana santai dan akrab. Tempelkan sticky notes semua anggota
kelompok di dinding/meja.
4. Sepakati peran. Tentukan peran setiap anggota kelompok dalam mencapai tujuan.
Anggota kelompok juga dapat mengajukan peran yang ingin diambil dan/atau bentuk
kontribusi yang ingin ia berikan. Catat hasilnya di sticky notes dan tempelkan di
dinding/meja.
Kegunaan praktik ini: menciptakan kesepakatan kelompok tentang tujuan bersama dan
peran setiap anggota.
Catatan: dalam praktik di lapangan, peran anggota tim mungkin perlu berubah karena
perubahan konteks/kebutuhan. Karena itu, metode ini dapat digunakan berkali-kali untuk
mengevaluasi dan menyesuaikan peran anggota.
1. Berkelompok 3-4 orang dengan rekan sekelas, lalu berdirilah di dekat dinding atau
mengelilingi sebuah meja yang luas. Siapkan alat tulis, sejumlah sticky notes, dan
stopwatch.
2. Dalam 1 menit, pilih satu di antara topik-topik berikut yang ingin dibahas oleh
kelompok:
a. Kecanduan game online/gawai pada peserta didik
b. Bullying atau diskriminasi SARA/gender di sekolah
c. Mendidikkan kesadaran lingkungan pada peserta didik
d. Kebiasaan jajan dan makan yang tidak sehat pada peserta didik
e. Atau topik lain yang dirasa menarik oleh kelompok
Tuliskan topik yang dipilih kelompok pada selembar kertas, lalu tempelkan di
dinding/meja.
2. Tentukan hal yang belum diketahui. Dalam 3 menit, tanpa berdiskusi, setiap
anggota kelompok menuliskan hal yang belum diketahui atau belum dipahami
tentang topik tersebut. Setiap poin dituliskan dalam satu sticky notes. Setelah waktu
habis, bacakan dan tempelkan sticky notes di bagian lain dinding/meja.
Kegunaan praktik ini: memetakan pengetahuan dan pertanyaan kelompok terkait topik
Catatan: ingatlah untuk selalu terbuka pada informasi baru, dan mencari tahu hal-hal
yang belum Anda ketahui/pahami alih-alih mencari afirmasi/justifikasi atas hal-hal yang
sudah Anda ketahui.
Design Thinking | 97
Praktik empati: responsive listening (dimodifikasi dari Rivers, D. 2015. The Seven
Challenges Workbook: Cooperative Communication Skills for Success at Home
and at Work. www.newconversations.net )
1. Berpasangan dengan rekan sekelas Anda. Sepakati siapa yang akan berperan
sebagai guru, dan siapa yang akan berperan sebagai peserta didik.
2. Pilih salah satu kasus berikut untuk dibahas dalam dialog antar guru dan peserta
didik.
4. Responsive listening: (a) Tanyakan mengapa peserta didik melakukan hal tersebut
dan apa yang ia rasakan; (b) Dengarkan penjelasannya dengan sungguh-sungguh;
(c) Acknowledge atau akui perasaan dan pengalaman peserta didik : caranya,
simpulkan cerita peserta didik dengan bahasa Anda sendiri; (d) Sampaikan afirmasi
Anda mengenai hal tersebut, juga konsekuensi yang mungkin terjadi jika peserta
didik terus melakukan hal tersebut; (e) Sepakati bersama solusi terhadap kasus
tersebut, dengan tetap menghormati dan mendengarkan pendapat peserta didik.
5. Anda dapat bertukar peran dengan rekan Anda dan mengulangi latihan ini dengan
pilihan kasus yang lain.
Praktik empati: Berbeda pendapat tanpa berdebat (dimodifikasi dari Zaki, J. 2019.
The War for Kindness: Building Empathy in a Fractured World. Crown Publishing)
1. Berpasangan dengan rekan sekelas Anda. Temukan satu isu/permasalahan yang Anda
berdua tidak sepakat. Isu yang dimaksud bisa sesederhana “bubur diaduk VS bubur tidak
diaduk” atau lebih kompleks seperti “mendidikkan disiplin dengan hukuman VS disiplin
positif”, tetapi Anda berdua perlu memiliki pendapat/pendirian yang berseberangan
tentang isu tersebut.
4. Setelah selesai, tutuplah dialog dengan saling mengucapkan “Terima kasih sudah
berbagi cerita dan mendengar- kan cerita saya.”
Catatan:
1. latihan ini akan terasa tidak nyaman; ketidaknyamanan akan terasa lebih kuat
seiring makin personalnya isu yang dipilih (agama, nilai-nilai keluarga, pengalaman
traumatik, dll). Silakan mengukur diri dan pilihlah isu yang sekiranya dapat Anda
dan rekan Anda tangani secara emosional.
Kini bayangkan:
Design Thinking | 99
B. Eksplorasi Konsep
Gambar 7. 1
IDEO. 2020. Equitable Learning Practices. Creative Commons.
Tautan unduh:
https://www.codesigningschools.com/toolkit-appendix
Pilihlah satu chapter/bab yang menarik minat Anda, lalu lakukan riset kecil untuk
menemukan berbagai praktik baik Design Thinking yang berkaitan dengan tema tersebut.
C. Ruang Kolaborasi
Mari gunakan inspirasi praktik baik yang telah Anda pelajari dalam situasi dunia nyata.
Design Challenge:
Bagaimana kita bisa
No Pilihan Tema Kasus Dunia Nyata
merancang program/projek
di sekolah untuk…
D. Demonstrasi Kontekstual
E. Elaborasi Pemahan
Sebagai penutup dari materi perkuliahan kita, mari perhatikan salah satu
keberhasilan Design Thinking dalam mentransformasi pendidikan dengan peserta
didik sebagai aktor utamanya.
Adalah Kiran Bir Sethi, pendiri sekolah Riverside School di Ahmedabad, India,
yang berinisiatif membawa Design Thinking menjadi praktik utama di sekolahnya.
Ia mengembangkan gerakan Design for Change untuk memberdayakan anak
menjadi agen perubahan di sekolah dan masyarakat, dengan pola pikir yang
disebutnya “kekuatan super Aku Bisa”. Sebuah penyederhanaan dari metodologi
Design Thinking, Design for Change terdiri dari empat tahapan yaitu:
Selama menjalani proses Design for Change, dalam diri peserta didik berkembang
creative confidence, yaitu rasa percaya diri bahwa mereka memiliki kekuatan yang
dibutuhkan untuk menciptakan perubahan (Taman Gagasan Anak, 2015).
Kepercayaan diri ini ditandai dengan sikap dan pola pikir “aku bisa”: aku bisa
melakukan ini sendiri; aku bisa mengubah keadaan; aku bisa menjadi bagian dari
solusi, dan lain sebagainya. Bersamaan dengan perubahan yang dibawa oleh
peserta didik, orang dewasa di sekitar akhirnya juga menyadari bahwa anak-anak
ternyata memiliki kekuatan luar biasa jika diberi kesempatan untuk berperan aktif.
Sejak dimulai pada tahun 2007, gerakan Design for Change telah diadopsi puluhan
ribu sekolah di seluruh dunia, melibatkan ratusan ribu peserta didik untuk
menciptakan inovasi sosial di lingkungan sekitar mereka. Gerakan ini
menghasilkan berbagai dampak sosial positif mulai dari pencegahan pernikahan
anak, pengembangan ruang bermain di kota, hingga lingkungan sekolah yang
lebih aman serta ramah anak - semuanya hasil inisiatif anak-anak.
Simak video-video berikut untuk mempelajari lebih jauh mengenai gerakan Design
for Change.
https://www.ted.com/talks/kiran_sethi_kids_take_charge?language=id
https://www.youtube.com/watch?v=b2yqqc8SiBU
3. Kelompok pelajar ini mentransformasi sekolah agar lebih ramah bagi peserta
didik yang menyandang disabilitas
https://www.youtube.com/watch?v=OBV4C19RThM
4. Untuk eksplorasi lebih banyak contoh projek ini, silakan search kata kunci “I
Can School Challenge”
Setelah mengeksplorasi gerakan Design for Change dan berbagai dampak positif
yang diciptakannya, mari menjadi bagian dari perubahan. Refleksikan berbagai
temuan Anda terkait praktik-praktik yang ada di sekolah, baik dari pengalaman
observasi di sekolah, pengalaman pribadi Anda, maupun berbagai artikel di media.
Adakah praktik pendidikan yang Anda rasa kurang baik (diskriminatif, tidak adil,
terdapat kekerasan, dan lain sebagainya)? Silakan selidiki lebih jauh terkait praktik
tersebut. Gunakan alat-alat Design Thinking untuk mengembangkan empati dan
pemahaman Anda terkait masalah tersebut.
Durasi 1 Pertemuan
Selamat, Anda telah sampai pada akhir perkuliahan Design Thinking. Sebagai
penutup perkuliahan, Anda diminta mengembangkan proposal program/projek
inovasi untuk sekolah (lihat pertemuan 14, Ruang Kolaborasi). Program/projek yang
Anda buat bertujuan mentransformasi praktik-praktik yang kurang baik di sekolah
menjadi praktik pembelajaran yang lebih berkeadilan. Proposal inovasi ini dikerjakan
secara berkelompok dan akan dinilai sebagai Ujian Akhir Semester (UAS).
Isi proposal Anda perlu mengandung 2 hal berikut: (1) Peta keterkaitan
program/projek dengan mata kuliah lain; (2) Paparan masalah dan pengajuan
solusi dalam bentuk program/projek.
Gambar 8. 1
G. Aksi Nyata
Kumpulkan proposal inovasi sebelum batas waktu yang ditentukan dosen Anda.
Daftar Pustaka
Topik 1: Design Thinking dan Pembelajaran yang Berpusat pada Peserta Didik
Brown, T. (2008) Design Thinking. Harvard Business Review, vol. 86, no. 6, June
2008, pp. 88–89.
Todd E., Higgs C., Mumford M. (2019). Bias and Bias Remediation in Creative
Problem-Solving: Managing Biases through Forecasting. Creativity Research
Journal. University of Oklahoma.
Both T., Utley J., and Doorley S. Understand Mixtape: Discovering Insights via
Human Engagements. Hasso Plattner Institute of Design. Stanford
University. Interaction Design Foundation. Empathize
Rutledge P.C., Jerri L., Hogg. (2020). In-depth Interviews. Wiley Online Library.
https://doi.org/10.1002/9781119011071.iemp0019
Both T., Utley J., Doorley S. Put Design Thinking to Work. Hasso Plattner Institute
of Design. Stanford University.https://dschool.stanford.edu/resources/chart-
a-new-course-put-design-thinking-to-work
Zhang M., 6 Tips from IDEO Designers on How to Unlock Insightful Conversation.
IDEOhttps://www.ideou.com/blogs/inspiration/6-tips-from-ideo-designers-on-
how-to unlock-insightful-conversation
Dam R., Siang T. (2020). Stage 2 in the Design Thinking Process: Define the
Problem and Interpret the Results. Interaction Design Foundation
https://www.interaction-design.org/literature/article/stage-2-in-the-design-
thinking process-define-the-problem-and-interpret-the-results
Dam R.F., Siang T., 2020. Stage 2 in the Design Thinking Process: Define the
Problem and Interpret the Results. Interaction Design Foundation
Pietrangelo A., 2022. Left Brain vs. Right Brain: What Does This Mean for Me?.
Healthline
https://www.healthline.com/health/left-brain-vs-right-brain
Dam R., Siang T., 2021. Design Thinking: Get Started with Prototyping.
Interaction Design Foundation.
https://www.interaction-design.org/literature/article/design-thinking-get-
started-with-prototyping
Dam R., Siang T., 2022. 5 Common Low-Fidelity Prototypes and Their Best
Practices. Interaction Design Foundation
https://www.interaction-design.org/literature/article/prototyping-learn-eight-
common-methods-and-best-practices
Hotjar. 2022. The Different Types Of Usability Testing Methods For Your Projects
https://www.hotjar.com/usability-testing/methods/
Stevens, A. (2013). How to Apply Design Thinking in Class, Step by Step. KQED.
https://www.kqed.org/mindshift/29642/how-to-use-design-thinking-in-class-
step-by-step
Zaki, J. (2019). The War for Kindness: Building Empathy in a Fractured World.
Crown Publishing
Taman Gagasan Anak. (2015). “Aku Bisa! Inspirasi dari Gerakan Design for
Change oleh Kiran Bir Sethi”. Noura Books
Jones, S. et al. (2018). “How to Build Empathy and Strengthen Your School
Community.” Harvard Graduate School of Education.
https://mcc.gse.harvard.edu/resources-for-educators/how-build-empathy-
strengthen-school-community
Wachtel, J. (2018)
https://www.iirp.edu/news/restorative-practices-and-social-emotional-
learning-go-hand-in-hand
Lain-lain
Audio-visual (video)
Service Design Academy: The Double Diamond:
https://www.youtube.com/watch?v=mRd7OVmiyZw
https://www.ted.com/talks/kiran_sethi_kids_take_charge?language=id
Gambar
Penutup
Modul Mata Kuliah Design Thinking ini disusun untuk mengasah kemampuan
calon guru dalam menciptakan inovasi pendidikan yang lebih ramah, efektif, dan
berpusat pada peserta didik dengan mengikuti rancangan alur MERDEKA; Mulai
dari diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual,
Elaborasi Pemahaman, Koneksi antar Materi, dan Aksi Nyata.
Modul ini diharapkan mampu menjadi sarana bagi para calon guru untuk melatih
otot kreativitas dan mengembangkan keterampilan berkolaborasi melalui berbagai
latihan teknik di dalam kerangka berpikir Design Thinking. Kelak, dengan berlatih
teknik berempati, memahami permasalahan, merumuskan tujuan, mencipta solusi,
mengembangkan prototipe, uji coba, dan evaluasi dapat berguna saat mereka
menjadi guru di daerahnya masing-masing.
Seperti nilai yang melekat pada kerangka berpikir Design Thinking di mana umpan
balik adalah hal yang berharga, begitu pula penulis memandang modul ini. Modul
ini diharapkan dapat berkembang melalui umpan balik yang didapat dari para
pembaca sehingga lebih tepat guna dan mampu beradaptasi pada tantangan
perkembangan zaman.
Sebagai penutup, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
turut berpartisipasi dan mendukung penyusunan modul ini. Juga penulis
menyampaikan rasa syukur dan terima kasih sedalam-dalamnya kepada berbagai
sumber pustaka yang memperkaya isi di dalam modul ini.
Äkhir kata, semoga modul ini turut menjadi bagian dalam suksesnya pelaksanaan
Program PPG Prajabatan 2022.
Kandi Sekarwulan
Lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 9 November 1980, Kandi Sekarwulan mulai
menapaki karir di bidang pendidikan ketika sedang berkuliah di Departemen
Biologi Institut Teknologi Bandung. Dimulai dengan menjadi fasilitator sanggar
kreativitas anak pada tahun 2002-2005, minatnya pada pendidikan non-formal
berlanjut dengan mengembangkan perpustakaan anak Pustakalana (2005-2007),
komunitas pendidikan Sahabat Kota (2007-2014), dan kemudian menjadi
konsultan pendidikan non-formal dengan profesi sebagai Education Program
Designer/Facilitator. Pertama kali berkenalan dengan Design Thinking ketika
menjadi pengurus Bandung Creative City Forum dan mendapatkan pelatihan dari
IDEO (2013), Kandi aktif melatihkan Design Thinking di kalangan korporat
bersama Labtek Indie (2014-2018). Secara independen Kandi juga melatihkan
Design Thinking kepada kalangan pendidik dan pengawas satuan pendidikan di
berbagai daerah di Indonesia termasuk DKI Jakarta, Banggai, Halmahera Utara,
Lombok Timur, dan Sumbawa Barat (2015-2022). Selain melatih Design Thinking,
Kandi juga menerapkan pendekatan empatik dan kreatif dalam pengembangan
berbagai rancangan program edukasi. Beberapa materi edukasi yang dibuatnya
mencakup Serial Animasi Banyu untuk Greeneration Indonesia (2009-2011),
modul dan panduan program SELAMAT untuk Save the Children (2014-2017),
Serial Pendidikan Lingkungan Tiwi untuk GSSI (2020-2021), juga modul dan
panduan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila untuk Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (2020-2022). Saat ini Kandi aktif menjalani misinya untuk
mengembangkan pendidikan di daerah Indonesia Tengah dan Timur melalui
Jagabumi Education for Sustainability.
Debby Josephine
Lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 1 Februari 1992, Debby Josephine mulai aktif
berkegiatan pada komunitas sosial semasa kuliah di jurusan Pedagogik,
Universitas Pendidikan Indonesia. Aktif bergerak dalam lingkup sosial
membuatnya leluasa menjejak lebih dalam terkait isu-isu sosial dan pendidikan
non-formal, khususnya pendidikan anak. Debby secara konsisten terlibat dalam
upaya peningkatan kapasitas anak, perempuan, dan kelompok masyarakat
selama delapan tahun terakhir. Beberapa kompetensi peningkatan kapasitas yang
dominan ia fasilitasi diantaranya: Systems Thinking, Design Thinking, Design for
Change, Theory of Change, Self Healing, dan beberapa yang lain terkait dengan
perencanaan strategis organisasi.