Anda di halaman 1dari 30

TUGAS 3

Nama : FITRIANA AFNI SHOHIHAH


NIM : 857678417
SEMESTER 7A

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas 2 SDN 02 Sidoharjo


dengan Menggunakan Peraga Huruf

Oleh :

FITRIANA AFNI SHOHIHAH

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sarana yang menentukan
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila, di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka bersatu dan berkedaulatan
rakyat dalam suasana berkehidupan bangsa yang aman, tenteram,
tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Sistem pendidikan nasional mempunyai tujuan sekaligus
sebagai alat yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-
cita dan mencapai tujuan bangsa Indonesia dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).
Sekolah sebagai tempat anak didik belajar, dengan harapan
dalam belajar akan memperoleh prestasi belajar dengan baik.
Dalam belajar tersebut prestasi akan dicapai kadang dapat
mencapai seperti apa yang diharapkan tetapi dapat pula tidak. Hal
ini karena daya serap masing-masing siswa berbeda dalam
menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Kehidupan pada abad yang akan datang semakin tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan membaca. Sebagian besar informasi
disampaikan dalam bentuk tulisan. Seiring dengan pernyataan di
atas, bertambah pentinglah membaca di kalangan bangsa-bangsa
yang ingin maju. Upaya tersebut diantaranya dilakukan melalui
pendidikan dasar.
Dalam hal ini Sekolah Dasar (SD) Negeri Senden selalu
melaksanakan pembelajaran, pendidikan semua mata pelajaran
sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam Undang-undang
Dasar tahun 1945 alinea 4 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa
dan telah ditegaskan dalam kurikulum SD 2006 (KTSP). Kenyataan
yang terjadi di SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali belum dapat memenuhi harapan sesuai dengan yang
diharapkan oleh guru, orang tua siswa maupun pemerintah.
Kenyataan di lapangan, seperti uraian di atas prestasi belajar
bahasa Indonesia (membaca permulaan) belum dapat dicapai
secara optimal. Berdasarkan pengamatan penulis, salah satu
penyebabnya adalah para guru pada umumnya dalam
menyampaikan pembelajaran hanya menggunakan salah satu
metode yaitu metode cemarah. Karena metode tersebut dianggap
paling mudah, praktis, dan efisien dilaksanakan tanpa memerlukan
persiapan yang matang. Di samping itu para guru enggan
menggunakan media pembelajaran (alat peraga).
Dengan hanya menggunakan metode ceramah, siswa merasa
sulit untuk memahami konsep yang dipelajari sehingga siswa cepat
merasa bosan dan malas untuk latihan membaca. Hal ini terbukti
bahwa sekarang di kelas I dan kelas II bahkan pada kelas yang
lebih tinggi masih ada siswa yang belum bisa membaca. Menurut
masa perkembangan siswa usia Sekolah Dasar pada hakekatnya
berada dalam tahap operasional konkrit, karena itu untuk
pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, penanaman
konsep membaca permulaan di kelas I dan kelas II sangat
diperlukan media pembelajaran (alat peraga) yang tepat sesuai
dengan karakteristik dan tingkat kemampuan siswa.
Untuk menghindari hal tersebut di atas, dalam pembelajarannya
guru harus pandai memilih dan menggunakan media atau alat
peraga yang tepat. Dalam pembelajaran membaca permulaan
penggunaan alat peraga yang tepat adalah mengenai penggunaan
alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf.
Pengaruh penggunaan alat peraga pada proses pembelajaran
bahasa memberikan dorongan pada guru dalam menyampaikan
pembelajaran membaca permualaan. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pembelajaran membaca permulaan adalah mengenai
penggunaan alat peraga pias-pias kata. Guru harus pandai memilih
dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan karakteristik
siswa sehingga dapat membantu siswa dalam mengenal huruf.
Penggunaan alat peraga tersebut harus disesuaikan dengan
materi atau pokok bahasan yang akan disampaikan, misalnya kartu
gambar, kartu nama, kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata atau
pias-pias kata, kartu kalimat. Alat peraga tersebut digunakan dalam
pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas I dan kelas II
Sekolah Dasar.
Dengan menggunakan alat peraga kartu huruf, kartu suku kata,
kartu kata atau pias-pias kata, kartu kalimat serta kartu gambar,
siswa akan mudah mengenal dan memahaminya dari pada hanya
menghafal.
Pias-pias kata adalah alat peraga berbentuk huruf, suku kata,
dan kata. Untuk mengetahui seberapa dalam dan luas
pengetahuan serta seberapa dalam penguasaan kemampuan
siswa yang telah diberikan, guru memberikan evaluasi atau tes
tentang membaca. Melalui tes membaca dapat diketahui lancar
tidaknya kemampuan siswa dalam membaca permulaan.
Pembelajaran pendidikan Bahasa Indonesia masih terlalu jauh
dari harapan tersebut di atas. Terlebih dalam hal membaca
permulaan. Membaca permulaan boleh dikatakan bahwa siswa
kelas II SD Negeri 02 Sidoharjo Kecamatan Bawang Kabupaten
Batang belum semuanya sudah bisa membaca permulaan.
Kenyataan yang ada di SD Negeri 02 Sidoharjo sesuai dengan
pengamatan penulis pada beberapa tahun terakhir masih banyak
siswa yang nilai ulangan, tugas membaca permulaan belum dapat
memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Sekolah (Kriteria
Ketuntasan Minimal / KKM) yaitu sebesar 6,5 atau 65. Kenyataan
tersebut dapat penulis paparkan data nilai siswa khusus kelas
II SD Negeri Senden tahun pelajaran 2008/2009 tentang
kemampuan membaca permulaan dengan jumlah siswa L = 12
siswa P = 9 siswa sedang KKM yang ditetapkan untuk kelas II
adalah 6,5 atau 65 sebagai berikut;

Tabel 1. Nilai Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II


Semester I SD Negeri 02 SidoharjoTahun Pelajaran 2008/2009.

No Nilai Jumlah siswa Kriteria keterangan


1 >50 0 Sangat baik Tuntas
2 65 - 79 4 Baik Tuntas
3 50 - 64 10 Cukup Belum tuntas
4 ≤ 49 7 Kurang Belum tuntas

Tabel 2. Nilai Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II


Semester II SD Negeri 02 Sidoharjo Tahun Pelajaran 2008/2009 KKM
6,5 atau 65.

No Nilai Jumlah siswa Kriteria keterangan


1 >80 8 Sangat baik Tuntas
2 65 - 79 4 Baik Tuntas
3 50 - 64 5 Cukup Belum tuntas
4 ≤ 49 4 Kurang Belum tuntas
Berdasarkan tabel nilai membaca permulaan (tabel 1 dan 2),
dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan siswa
kelas II SD Negeri Senden masih sangat kurang, karena belum dapat
memenuhi KKM 65 yang telah ditentukan SD Negeri Senden secara
keseluruhan. Berarti masih menunjukkan 9 siswa (43%) yang belum
bisa mencapai KKM.

Membaca permulaan sangat penting bagi setiap siswa, karena


dengan siswa mampu membaca permulaan, akan dapat menguasai
semua mata pelajaran yang diajarkan oleh guru pada siswa di sekolah.
Dengan berdasar pada uraian tersebut di atas maka perlu
segeralah di SD Negeri 02 Sidoharjo di tangani tentang peningkatan
kemampuan belajar membaca permulaan dengan menggunakan pias-
pias kata dan diadakan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian tindakan kelas yang segera akan dilaksanakan


peneliti adalah
Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Pias-Pias
Kata pada Siswa Kelas II SD, khususnya pada SD Negeri 02 Sidoharjo
Kecamatan Bawang Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2021/2022.

Membaca permulaan merupakan tahap awal yaitu sejak siswa


masuk sekolah dasar pada kelas I dan kelas II. Kemampuan membaca
permulaan merupakan dasar untuk menguasai berbagai mata
pelajaran. Kemampuan membaca permulaan akan sangat
berpengaruh terhadap membaca lanjut. Apabila dasar itu tidak kuat,
siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan
membaca yang memadai.

2. Rumusan Masalah
Apakah dengan pias-pias kata dapat meningkatkan
kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD Negeri
02 Sidoharjo Kecamatan Bawang Kabupaten Batang Tahun
Pelajaran 2021/2022?
3. Tujuan Penlitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah
dengan pias-pias kata dapat meningkatkan kemampuan membaca
permulaan pada siswa kelas II SD Negeri 02 Sidoharjo Kecamatan
Bawang Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2021/2022.
4. Manfaat Penrlitian
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat
memberikan manfanfaat sebagai berikut:
a) Manfaat Teoretis
a. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Sebagai bahan referensi penelitian selajutnya.
c. Dapat memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan
dalam pengajaran
Bahasa Indonesia pada kemampuan membaca permulaan.
b) Manfaat Praktis
a. Bagi Guru Bermanfaat menemukan solusi untuk
meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa
kelas II SD.
b. Bagi Siswa Meningkatnya memotivasi siswa dalam belajar
Bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan.
c. Bagi Lembaga Memberi masukan kepada guru dan
Kepala Sekolah betapa pentingnya peningkatan
kemampuan membaca permulaan untuk siswa kelas II SD.
B. Kajian Teori

A.Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan


a. Pengertian Kemampuan
Menurut Nurhasanah (2007: 423) mampu artinya kuasa
(bisa, sanggup) melakukan sesuatu; sedangkan kemampuan
artinya kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Menurut
Poerwadarminta (2007: 742) mampu artimnya kuasa (sanggup
melakukan sesuatu); sedangkan kemampuan artinya
kesanggupan; kecakapan; kekuatan.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud kemampuan adalah kesanggupan melakukan
seuatu yang dilakukan oleh siswa dengan jalan keuletan dari
sesuatu kegiatan yang telah dikerjakan secara individu.
b. Pengertian Membaca
Mempersiapkan anak untuk belajar, menurut Lerner
dalam St. Y. Slamet (2006: 159) membaca bukan hanya
mengucapkan bahasa tulis tetapi juga memahami maknanya.
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai
berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan
tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka anak
mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai
bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Ada lima tahapan
perkembangan membaca, yaitu (1) kesiapan membaca, (2)
membaca permulaan, (3) keterampilan membaca cepat, (4)
membaca luas, dan (5) membaca yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat belajar.
Kemampuan membaca merupakan suatu kemampuan untuk
memahami informasi atau wacana yang disampaikan pihak lain
melalui tulisan.
Kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan
seseorang meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan
berbagai bidang akademik, tetapi juga memungkinkan
berpartisipasi dalam kehidupan sosial budaya, politik dan
memenuhi kebutuhan emosional. Membaca juga bermanfaat
untuk rekreasi atau memperoleh kesenangan.
Soedarso dalam Mulyono Abdurrahman (2003:200)
mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas
kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-
pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan,
pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat
membaca tanpa menggerakkan mata dan menggunakan
pikiran. Bond dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 200)
mengemukakan bahwa membaca merupakan pengenalan
simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang
membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk
membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah
dimiliki.
c. Pengertian membaca permulaan
Membaca permulaan adalah membaca yang dititik
beratkan pada aspek- aspek yang bersifat teknis seperti
ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi yang wajar,
kelancaran dan kejelasan suara.
Membaca permulaan diberikan secara bertahap yakni
pra membaca dan membaca. Pada tahap pra membaca kepada
siswa diajarkan (1) sikap duduk 9 yang baik pada waktu
membaca, (2) cara meletakkan buku dimeja, (3) cara
memegang buku, (4) cara membuka dan membalik halaman
buku dan (5) melihat dan memperhatikan tulisan.
Pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II
merupakan pembelajaran membaca tahap awal kemampuan
membaca yang diperoleh siswa di kelas I dan kelas II tersebut
akan menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas
berikutnya. Jadi ada dua jenis membaca di sekolah dasar yaitu
membaca permulaan yang dilaksanakan di kelas I dan kelas II,
sedangkan membaca lanjut dilaksanakan di kelas tinggi atau
kelas III, IV, V, dan VI.
Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca
permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang mendasari
kemampuan berikutnya, maka kemampuan membaca
permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru. Sebab jika
dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lancar, siswa akan
mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan
membaca yang memadai.
d. Pengertian bahasa Indonesia
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui
bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi),
saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan
meningkatkan kemampuan intelektual. Pelajaran Bahasa
Indonesia adalah program untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan berbahasa.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
bahasa resmi negara. Fungsi Bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di setiap lembaga- lembaga pendidikan,
sebagai pemersatu bangsa, sebagai alat perhubungan di
tingkat nasional, sebagai alat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ekspresi bahasa memiliki enam komponen, yaitu (1)
fonem, (2) morfem, (3) sintaksis, (4) semantic, (5) prosodi, dan
(6) pragmatic. Menurut Gorys Keraf dalam Mulyono
Abdurrahman (2003: 183) fonem adalah satuan bahasa terkecil
dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti. Contohnya
adalah fonem l dan r pada kata “laga” dan “raga” yang
membedakan arti dari kedua kata tersebut. Menurut Lovitt
dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 183) morfem merupakan
unit terkecil dari bahasa yang mengandung makna. Contoh
kata “unnatural” yang terdiri dari dua morfem “un” dan “natural”.
Dalam bahasa Inggris, “un, re, de” dinamakan prefiks atau
disebut pembubuh depan (Parera, 1990: 19), sedangkan Gorys
Keraf dalam Mulyono Abdurrahman, (2003: 183) menyebutkan
awalan. Menurut kedua ahli tersebut, prefiks atau pembubuh
depan atau awalan disebut morfem terikat. Dalam kata
“unnatural” terdiri dari dua macam morfem, “un” sebagai mofem
terikat sedangkan “natural” sebagai morfem bebas atau kata
dasar..
Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya empat morfem
terikat, yaitu:
1) Prefiks atau awalan (misalnya ber, me)
2) Infiks atau sisipan (misalnya el, er, em)
3) Sufiks atau akhiran (misalnya kan, an)
4) Konfiks atau yang merupakan gabungan dari dua atau tiga
morfem terikat yang lain.
Morfem bebas atau morfem dasar dalam bahasa
Indonesia juga kata dasar, sedangkan morfem terikat disebut
imbuhan. Morfem adalah suatu kesatuan yang ikut serta dalam
pembentukan kata yang dapat membedakan arti. Contoh dari
kata dasar adalah “jalan” yang artinya berubah jika diberi
awalan “per” dan akhiran “an” sehingga menjadi “perjalanan”.
Sintaksis berkenaan dengan tata bahasa, yaitu
bagaimana kata-kata disusun untuk membentuk kalimat.
Menurut Keraf, sintaksis membicarakan frasa, klausa dan
kalimat. Frasa adalah satu konstruksi yang terdiri dari dua
kata atau lebih yang membentuk satu kesalahan. Contoh frasa
adalah “rumah makan” yang artinya tempat. Klausa merupakan
suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang
mengandung hubungan fungsional, dalam tata bahasa dikenal
dengan pengertian subjek, predikat, objek dan keterangan.
Contoh satu klausa adalah “ibu menanak nasi”. Contoh dua
klausa adalah “ketika ibu menanak nasi, adik menggambar
gelas di dekatnya”.
Pragmatik berkenaan dengan cara menggunakan
bahasa dalam situasi sosial yang sesuai. Dalam kehidupan
sehari-hari, orang akan mengubah cara berbicara sesuai
dengan yang diajak bicara, tujuan bicara dan berbagai faktor
lain. Pada saat berbicara dengan orang yang lebih tua akan
menggunakan cara yang berbeda dengan saat berbicara
dengan orang yang lebih muda, begitu pula cara berbicara
dengan atasan akan berbeda dengan cara berbicara dengan
bawahan.
Huruf atau abjad dalam bahasa Indonesia ada dua puluh
enam abjad, yang terdiri dari vocal (a, i, u, e, o), dan konsonan
(b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z).
e. Metode pembelajaran membaca permulaan
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana
(2001:134) metode adalah merupakan cara-cara yang ditempuh
guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar
menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar
dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan.
Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1984: 96)
menyatakan bahwa metode adalah cara, yang di dalam
fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini
berlaku bagi guru maupun siswa. Makin baik metode itu, makin
efektif pula pencapaian tujuan.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik maka
perlu adanya pemilihan metode yang tepat atau sesuai dengan
bahan atau materi pelajaran yang akan disampaikan, sehingga
bahan ajar tersebut mudah diserap, dipahami, dan dikuasai
siswa.
Akhadiah dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, (2001:
61-66), bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada
beberapa metode yang dapat digunakan antara lain: 1) metode
abjad, 2) metode bunyi, 3) metode kupas rangkai suku kata, 4)
metode kata lembaga, 5) metode global, dan 6) metode
Struktural Analitik Sistetik (SAS). Berikut akan dijelaskan
beberapa metode dalam pembelajaran membaca permulaan:
1) Metode Abjad dan Metode Bunyi
Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering
menggunakan kata lepas. Misalnya :
a) Metode abjad (dalam mengucapkan huruf
hurufnya sesuai dengan abjad “a”, “be”, “ce”, “de”,
dan seterusnya). Contoh: bo – bo bobo
b) Metode bunyi (dalam mengucapkan huruf-huufnya
sesuai dengan bunyinyaa, beh, ceh, deh, dan
seterusnya).Contoh: bo – bo beh – o – bo beh – o
– bo bobo Perbedaan antara metode abjad dan
metode bunyi terletak pada pengucapan huruf.
2) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata
Lembaga Kedua metode ini dalam penerapannya
menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.
a) Metode Kupas Rangkai Suku Kata
Penerapannya guru menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:
(1) Guru mengenalkan huruf kepada siswa
(2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf
(3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata.
Misalnya : ma – ta
m–a–t–a
ma – ta
b) Metode Kata Lembaga
Penerapannya menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut :
(1) Membaca kata yang sudah dikenal siswa
(2) Menguraikan kata menjadi suku kata
(3) Menguraikan suku kata menjadi huruf
(4) Menggabungkan huruf menjadi suku kata
(5) Menggabungkan suku kata menjadi kata
Misalnya
bola
bo – la
b–o–l–a
bo – la
bola
3) Metode Global
Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a) Mengkaji salah satu kata
b) Menguraikan huruf menjadi suku kata
c) Menguraikan suku kata menjadi huruf
d) Menggabungkan huruf menjadi suku kata
e) Merangkai suku kata menjadi kata
f) Merangkai kata menjadi kalimat
Misalnya : andi bermain catur bermain
ber – ma – in
b–e–r–m–a–i–n
ber – ma – in
bermain andi bermain catur
4) Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)
Menurut Momo dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih
(2001: 63-66) dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi
dalam dua tahap yakni:
a) tanpa buku, dan
b) menggunakan buku. Pada tahap tanpa buku,
pembelajarannya dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut:
a) Merekam bahasa siswa
Bahasa yang digunakan oleh siswa dalam percakapan,
direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan.
b) Menampilkan gambar sambil bercerita Guru
memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita
sesuai dengan gambar tersebut.
Misalnya :
ini budi
budi duduk di kursi
budi sedang belajar menulis
Kalimat tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan
sebagai bahan cerita.
c)Membaca Gambar
Misalnya: guru memperlihatkan gambar seorang ibu
yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan
kalimat, “ini ibu ani”.
d) Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar,
guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar.
Untuk memudahkan pelaksanaan dapat digunakan
media berupa papan flannel, kartu kalimat, kartu kata,
kartu huruf dan kartu gambar. Dengan menggunakan
media tersebut untuk menguraikan dan menggabungkan
akan lebih mudah.
e) Membaca kalimat secara Struktural (S)
Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar,
gambar dikurangi sehingga siswa dapat membaca tanpa
dibantu dengan gambar. Dengan dihilangkannya gambar
maka yang dibaca siswa adalah kalimat (tulisan).
Misalnya : ini bola
ini bola budi
ini bola amir
f) Proses Analitik (A)
Sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah
menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku
kata, suku kata menjadi huruf.
Misalnya : ini bola
ini – bola
i – ni – bo – la
i–n–i–b–o–l–a
g) Proses Sintetik (S)
Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam kalimat, huruf
itu dirangkai lagi menjadi suku kata, suku kata menjadi
kata, kata menjadi kalimat seperti semula.
Misalnya : i – n – i – b – o – l – a
i – ni – bo – la
ini – bola
ini bola
Secara utuh proses SAS tersebut sebagai berikut :
ini bola
ini – bola
i – ni – bo – la
i–n–i–b–o–l–a
i – ni – bo – la
ini – bola
ini bola
Dari berbagai metode di atas, tidak ada satu metode
yang paling baik. Semua metode mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Di dalam pembelajaran, guru harus
mampu memilih dan menggunakan metode sesuai
dengan bahan atau materi pembelajaran yang akan
disampaikan kepada
2. Tinjauan tentang alat peraga
a. Pengertian Alat Perga
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting
sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar
yang efektif. Setiap proses belajar mengajar ditandai dengan
adanya beberapa unsur antara lain : tujuan, bahan, metode,
dan alat serta evaluasi. Unsur alat dan metode merupakan
unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang
berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan
pelajaran agar sampai pada tujuan. Dalam pencapaian tujuan
tersebut, peranan alat bantu atau alat peraga memegang
peranan yang penting sebab dengan adanya alat peraga,
bahan pelajaran dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.
Pengertian alat peraga menurut Oemar Hamalik (2003:
51), bahwa alat bantu belajar disebut juga alat peraga atau
media belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan
untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar,
sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif.
Dengan bantuan berbagai alat, maka pelajaran akan lebih
menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, dan hasil belajar
lebih bermakna.
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:
152), bahwa alat peraga merupakan alat pembantu pengajaran
yang mudah memberi pengertian kepada peserta didik.
Sedangkan menurut Aristo Rahadi (2003: 10), alat peraga
adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan
fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih
nyata atau konkrit.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan alat peraga adalah merupakan
alat bantu yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan
proses belajar mengajar agar lebih mudah dipahami oleh siswa
sehingga proses belajar lebih konkrit, efisien dan efektif
dalam mencapai tujuan pendidikan.
b. Jenis-jenis Alat Peraga
Menurut Rukidi (1996: 101) jenis-jenis atau macam-macam alat
peraga dibedakan menjadi:
1) Alat peraga dua dimensi adalah alat peraga yang mempunyai
ukuran panjang dan lebar.
Misalnya: bagan, grafik, poster dan sebagainya.
2) Alat peraga tiga dimensi adalah alat peraga yang mempunyai
ukuran panjang lebar dan tinggi.
Misalnya: peta dasar, peta timbul, globe, papan tulis.
3) Alat peraga yang diproyeksikan adalah alat peraga yang
menggunakan proyektor sehingga gambar nampak pada layar.
Misalnya: film, slide, film strip, overhead proyektor.
c. Tujuan Penggunaan Alat Peraga
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153),
bahwa tujuan penggunaan alat peraga atau media pengajaran
adalah sebagai berikut:
1) Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih
memahami konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan.
2) Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan
bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik
untuk belajar.
3) Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam
teknologi sehingga peserta didik tertarik untuk menggunakan
media atau alat tersebut.
4) Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan
peserta didik.
d. Fungsi Alat Peraga
Di samping tujuan di atas, alat peraga juga mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif.
2) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar.
3) Meletakkan dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak
sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat
verbalisme.
4) Membangkitkan motivasi belajar siswa.
5) Mempertinggi mutu belajar mengajar. Di samping tujuan,
fungsi di atas penggunaan alat peraga dalam proses
belajar mengajar juga mempunyai nilai-nilai. Adapun nilai alat
peraga dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Dengan peragaan dapat meletakan dasar-dasar yang nyata
dalam berpikir.
2) Dapat memperbesar minat dan perhatian siswa dalam
belajar.
3) Dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar
sehingga hasil belajar betambah mantap.
4) Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat
menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri.
5) Memberikan pengalaman belajar yang lebih sempurna.
e. Penggunaan Alat Peraga Pias-Pias Kata
Di dalam proses belajar mengajar alat peraga, alat bantu
atau media pengajaran memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Alat peraga merupakan sarana
yang penting dan sangat diperlukan dalam mencapai tujuan
atau keberhasilan proses belajar mengajar. Guru hendaknya
mampu menyusun, merencanakan, mempersiapkan, memilih
dan menggunakan alat dan perlengkapan dalam pengajaran
bahasa Indonesia.
Sebelum memutuskan untuk menggunakan media atau
alat peraga tertentu, terlebih dahulu guru perlu memahami
karakteristik dari alat tersebut dan mampu memilih serta
menggunakan alat tersebut. Penggunaan dan pemilihan alat
peraga harus disesuaikan dengan:
1) Tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan
disampaikan
2) Tingkat perkembangan siswa
3) Kemampuan guru
4) Situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang
tepat
5) Memahami karakteristik dari alat peraga itu sendiri.
Seperti telah diuraikan di atas, penggunaan alat peraga
harus disesuaikan dengan bahan atau pokok bahasan yang
akan disampaikan. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya membaca permulaan yang diberikan di kelas satu
dan kelas dua Sekolah Dasar, lebih tepat jika guru memilih dan
menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf.
Penggunaan pias-pias kata bagi kelas II meliputi:
1) Sejak awal tahun pelajaran kelas II sudah mulai paragraph
(15 sampai 20 baris) maka dalam membaca dengan lafal dan
intonasi yang tepat dan wajar.
2) Kalimat-kalimat sederhana (untuk dipahami isinya) bahan
diambil dari buku-buku pelajaran yang ada kaitannya dengan
mata pelajaran IPA, IPS, Matematika.
a) Menggabungkan 2 atau 3 kata menjadi kalimat sederhana
b) Pias kalimat digabungkan menjadi bacaan sederhana
1. Lingkunganku
2. Lingkunganku dahulu rindang
3. Anak-anak sangat senang
4. Bermain di tanah lapang
5. Lingkunganku kini gersang
6. Pohon-pohon ditebang

B.Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini adalah:
Penelitian yang dilakukan oleh Sukiyem Sri Yunanik (2007)
Penelitian tentang Peningkatan Prestasi Belajar Membaca
Permulaan Melalui Penggunaan Alat Peraga Pias-pias Kata pada
Siswa Kelas I SD Negeri Rembun I Kecamatan
Nogosari Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian ini menunjukkan
pembelajaran yang menggunakan alat peraga kartu huruf atau
kartu kata (Pias-pias Kata) dengan hasil baik pias-pias kata dapat
meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan
di kelas I SD.

C.Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran pada kondisi awal pembelajaran lebih
berpusat pada guru, siswa enggan atau malas belajar membaca
sehingga diperoleh kemampuan membaca permulaan rendah
Untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan, insiatif
yang ditempuh guru dengan melakukan inovasi pembelajaran, yaitu
guru menggunakan alat peraga pias-pias kata, guru memberi
motivasi belajar kepada siswa, dan guru guru memberi penjelasan
tentang cara belajar membaca dengan pias-pias kata. Penggunaan
alat peraga secara tepat dan menarik, membuat siswa termotivasi
untuk belajar dan apa yang telah diterimanya akan lebih melekat
dalam ingatan untuk meningkatkan kemampuan belajarnya.
Dari hasil tindakan diharapkan diperoleh kemampuan membaca
permulaan siswa kelas dua meningkat dan siswa lebih senang dan
terlatih untuk belajar membaca lancar.
D.Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: jika
pembelajaran menggunakan pias-pias kata maka kemampuan
membaca permulaan siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan
Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010 akan
Meningkat.

C. Pelaksanaan Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini berlokasi di SD Negeri 02 Sidoharjo
Kecamatan Bawang Kabupaten Batang. Penelitian ini dilaksanakan
di kelas II SD Negeri 02 Sidoharjo Kecamatan Bawang Kabupaten
Batang. pada tahun pelajaran 2021/2022. Sekolah ini berada di
lingkup Kecamatan Selo dengan jumlah siswa seluruhnya 106
orang yang terdiri dari 16 siswa kelas I, 15 siswa kelas II, 20 siswa
kelas III, 25 siswa kelas IV, 16 siswa kelas V, 16 siswa kelas VI.
Staf pengajar terdiri dari 7 guru, 1 guru honorer, 1 penjaga, 1 kepala
sekolah.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 02 Sidoharjo
Kecamatan Bawang kabupaten Batang dasar pertimbangan:
a. Belajar membaca permulaan di kelas II masih rendah
b. Efisien biaya
c. Efisien waktu
d. Tenaga pengajar cukup
e. SD Negeri Senden belum pernah diadakan penelitian tindakan
kelas.
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun
pelajaran 2020/2022 yaitu mulai Agustus 2020 sampai dengan
Desember 2022.
2. Prosedur Penilitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari siklus-siklus.
Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
dicapai, seperti yang telah didesain dalam faktor-faktor yang
diselidiki. Untuk mengetahui permasalahan yang menyebabkan
rendahnya kemampuan belajar bahasa Indonesia siswa kelas II SD
Negeri Sidoharjo dilakukan terhadap kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru.
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan dalam
judul penelitian tindakan kelas ini, maka data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah mengenai penggunaan alat peraga pias-pias
kata yang dilakukan oleh guru dengan pengamatan pada saat
peneliti melaksanakan alat peraga pias-pias kata untuk
meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
Dengan berpedoman pada refleksi awal, maka prosedur
pelaksanaan penelitian melalui tahapan atau siklus, yang setiap
siklus berisi empat langkah yaitu: tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap observasi, tahap refleksi.
Secara rinci tahapan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut
a) Tahap Perencanaan
a. Mengumpulkan data yang diperlukan
b. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa dan
memecahkannya.
c. Menyiapkan rencana pembelajaran.
d. Mempersiapkan alat peraga pias-pias kata.
b) Tahap Pelaksanaan Tindakan
a. Guru menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia
dengan menggunakan alat
peraga pias-pias kata di kelas II SD (RPP).
b. Siswa belajar membaca dengan menggunakan alat
peraga pias-pias kata
pada pembelajaran bahasa Indonesia.
c) Tahap Observasi
Tindakan ini guru memonitor dan membantu siswa jika
menemui kesulitan.
d) Tahap Refleksi
Mengadakan refleksi dan evaluasi dari kegiatan 1,2,3 bila
hasil refleksi dan evaluasi siklus I menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan membaca pada siswa kelas II
maka tidak perlu dilanjutkan dengan siklus II. Namun
apabila belum menunjukkan peningkatan, dibuat siklus II.
Demikian juga untuk siklus III, dan selanjutnya sampai
kemampuan membaca permulaan meningkat.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang


dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan
pengembangan dari model Kurt Lewin. Suharsimi Arikunto
(2003: 83) mengemukakan model yang didasarkan atas
konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat
komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu:
1. Perencanaan atau planning
2. Tindakan atau acting
3. Pengamatan atau observing
4. Refleksi atau reflecting

Siklus I
Di dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia membaca
permulaan kelas II semester I metode yang cocok untuk
digunakan oleh guru adalah metode SAS. Pada tahapan
atau siklus ini guru menunjukkan gambar Lampu Lalu Lintas.
Guru memberikan tulisan di samping gambar sesuai dengan
gambar tersebut, sehingga siswa diharapkan dapat
membacanya. Guru mununjuk salah satu siswa untuk
membacanya di depan kelas.

Adapun tahapan pada siklus I adalah sebagai berikut:


a. Perencanaan Tindakan (Planing)
Sebagai subjek penelitian sebanyak 15 siswa kelas II, yang
mana masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai
rendah atau kurang dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia. Setelah diteliti masih ada beberapa siswa yang
belum lancar membaca, sehingga dalam pembelajaran
bahasa Indonesia guru perlu memilih dan menggunakan alat
peraga yang sesuai dengan materi pembelajaran yakni alat
peraga pias-pias kata atau juga disebut kartu huruf.
Setelah itu siswa disuruh mengamati gambar. Siswa disuruh
menggabungkan huruf menjadi suku kata dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata. Dari hasil
membaca dan menggabungkan huruf menjadi suku kata,
hasilnya selalu dinilai guru. Guru memberikan bantuan
kepada siswa yang mengalami kesulitan, sedangkan siswa
yang membaca dan menggabungkan huruf dengan benar
guru memberikan penguatan (reinforcement), sehingga
siswa menjadi lebih senang dan bersemangat.

b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)


Dari hasil membaca dan menggabungkan huruf menjadi
suku kata, guru menunjukkan gambar dan tulisan dengan
menggunakan kartu huruf. Guru menjelaskan cara membaca
misalnya: “Lampu Merah”. Tulisan tersebut diucapkan sesuai
dengan abjad atau dieja sehingga menjadi el-a-em=Lam;
pe- u=pu; em-e=me; er-a-ha=rah. Menjadi Lampu Merah
dan seterusnya. Guru mengajak siswa membaca bersama-
sama. Guru menyuruh salah satu siswa yang sudah lancar
membaca untuk membaca ke depan kelas, siswa yang lain
menirukan. Ini dilakukan secara bergantian dan berulang-
ulang sampai siswa yang belum lancar membaca bisa
membaca dengan benar. Guru memberikan motivasi kepada
semua siswa dan membantu siswa yang mengalami
kesulitan dalam membaca. Guru selalu mengamati
perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar membaca

C. Observasi (Observing)
Pada tahapan ini guru mengumpulkan data dan mengamati
siswa pada waktu proses pembelajaran membaca secara
langsung, sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah
bisa membaca dan manggabungkan huruf menjadi suku
kata yang disampaikan guru dengan benar. Pada tahap
pelaksanaan observasi kelas, peneliti mengamati proses
pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala
sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran, baik yang
terjadi pada guru, siswa maupun situasi kelas. Pada tahap
diskusi balikan, membahas hasil pengamatan selama
observasi dalam situasi yang saling mendukung (mutually
supportive).

d. Pengelolaan Data
Pada tahapan ini, pengolahan data dalam membaca
permulaan pada 15 subjek penelitian berdasarkan hasil
pengamatan selama pembelajaran bahasa Indonesia.
Dalam pengolahan data yang berasal dari pengumpulan
data (observasi) tersebut dinyatan berhasil apabila memiliki
target keberhasilan 41- 60% dengan criteria cukup, 61-80%
dengan criteria baik, 81-100% dengan criteria sangat baik.
Hasil pengolahan data tersebut untuk menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan pada
siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas II.

Kemampuan membaca permulaan dapat dikatakan berhasil


apabila memiliki target keberhasilan 8 siswa (41-64 %)
dengan kriteria cukup mencapai 6 siswa (65-79%) dengan
kriteria baik mencapai 1 siswa (80-100 %) dengan kriteria
sangat baik, apabila kemampuan membaca permulaan
belum menunjukkan peningkatan maka guru melaksanakan
pertemuan pada siklus berikutnya

3. Teknik Pengumpulan Data


Sesuai dengan penelitian juga sumber data yang dimanfaatkan,
maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Wawancara
Wawancara jenis ini bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak
dalam suasana formal dan dapat dilakukan berulang-ulang pada
informasi yang sama. Dengan wawancara yang mendalam peneliti
akan memperoleh informasi yang rinci dan mendalam tentang
keterampilan membaca permulaan. Teknik wawancara ini akan
dilaksanakan pada semua siswa kelas II SD Negeri Sidoharjo.
2. Observasi Langsung
Observasi yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran
berlangsung adalah observasi partisipatif agar hasilnya seobjektif
mungkin. Observasi ini untuk mengamati siswa yang belajar
membaca dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata.
3. Tes
Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan membaca
permulaan..
4. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis interaktif. Model analisis interaktif mempunyai 3 komponen
yaitu: (1) Sajian data, (2) Reduksi data, (3) Penarikan kesimpulan
atau verifikasi data.
D. Daftar Pustaka
Aristo Rahadi. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas Dirjen
Dikti. Basuki Wibowo. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. 2001.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah.
Yogyakarta: PAS. Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar.
Jakarta: Depdikbud.
http://find.galegroup.com/ips/ start.co?prodid=IPS. Reading the Media
Source:
Internet Book watch (July 2007) (216 words) From Expanded Academic
ASAP.
E. Lampiran – Lampiran
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan masalah
3. Tujuan Penelitian
4. Mafaat Penelitian
B. Kajian Teori
1. Tinjauan pustakan
2. Kerangka berpikir
3. Penelitian yang relevan
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Subyek, tempat dan waktu penelitian
2. Prosedur Penelitian
3. Teknik Pengumpulan Data
4. Teknik Analisis Data

D. Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai