Oleh:
20197011098
FAKULTAS TEKNIK
2022
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Kelebihan air hujan dapat menimbulkan banjir yang merupakan salah satu
permasalahan yang begitu populer, khususnya yang terjadi di jalan sagu kelurahan
giwu, mengingat hampir di seluruh kawasan atau area tempat tinggal di daerah
kelurahan giwu mengalami banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun
permasalahan ini belum terselesaikan, bahkan cenderung meningkat, baik frekuensinya,
luasnya, kedalamannya, maupun durasinya. Dalam mengatasi masalah banjir ini
diperlukan suatu sistem drainase yang baik, dengan didukung berbagai aspek
perencanaan yang terkait di dalamnya.
Sering banjir atau terjadinya genangan di suatu Kawasan permukiman yang masih
banyak terjadi, Salah satu daerah yang sering mengalami banjir adalah Jalan Sagu
Kelurahan Giwu kota Sorong. Hal ini terjadi karena pada Jalan Sagu tersebut belum
memiliki sistem drainase yang memadai, dengan adanya intensitas hujan yang tinggi,
potensi banjir atau genangan sangatlah mungkin terjadi.
Banjir atau genangan di Jalan Sagu juga terjadi karena sistem drainase yang
berfungsi untuk menampung genangan itu tidak mampu menampung debit yang
mengalir, hal ini disebabkan oleh kapasitas sistem yang menurun dan debit aliran air
yang meningkat. Selain itu, kondisi saluran drainase pada jalan sagu juga tidak mampu
mengalirkan air yang ada pada saluran (tergenang), banyaknya sampah yang terdapat
pada saluran , serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap saluran drainase yang
ada.
Salah satu upaya untuk mengatasi banjir maupun genangan air ini yaitu dengan
adanya suatu evaluasi sistem kelayakan pada saluran drainase yang baik, dengan di
dukung oleh aspek-aspek perencanaan yang terkait di dalamnya, atudi evaluasi sistem
merupakan serangkaian bangunan air yang digunakan untuk membuang atau
mengurangi kelebihan air dari satu kawasan sehingga dapat mengoptimalkan kawasan
yang tergenang. Seperti yang di ketahui fungsi drainase yaitu sebagai pengendali air ke
permukaan untuk memperbaiki daerah yang ada genangan air akan tetapi pada kondisi
eksisting saluran drainase di Jalan Sagu tidak berfungsi dengan baik karena ada
berbagai macam faktor misalnya terjadi penumpukkan sampah yang mengakibatkan
terjadinya banjir setiap kali hujan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu
dilakukan kajian guna menganalisis sistem drainase di Daerah Bambu Kuning Jalan
Sagu Kelurahan Giwu Kecamatan Sorong Barat Kota Sorong sehingga ditemukan solusi
yang dapat digunakan untuk menangani masalah genangan di daerah ini.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data dan dapat membantu
menangani atau mengurangi masalah drainase di Daerah Bambu Kuning Jalan Sagu
Kelurahan Giwu Kota Sorong dan pemecahan masalah menurut teori hidrologi dan
hidraulika aliran terbuka untuk dijadikan masukan terhadap Pemerintah Daerah Kota
Sorong khususnya instansi yang berwenang untuk mengatasi masalah saluran drainase.
1.5 Batasan Masalah
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Drainase
Menurut Suripin (2004), drainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu lahan, sehingga lahan dapat
difungsikan secara optimal.
Secara garis besar, konsep drainase menurut Kementerian Pekerjaan Umum dalam
buku Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan tahun 2012 terbagi
menjadi dua, yaitu:
a. Drainase Konvensional Merupakan konsep drainase yang dulu dipakai di Indonesia yaitu
mengalirkan kelebihan air (air hujan) secepatnya ke badan air terdekat, sehingga tidak
menimbulkan genangan.
Sistem drainse mayor disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama atau drainase
primer karena sistem jaringan ini dapat menampung aliran dalam debit yang besar.
Perencanaan drainase mayor ini pada umumnya menggunakan periode ulang 5 sampai 10
tahun dan pengukuran topografi yang detail.
Sistem drainase minor yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang
menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan, yang termasuk dalam sistem
drainase minor adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran air hujan di sekitar bangunan,
gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat
ditampungnya tidak terlalu besar. Umumnya drainase minor ini direncanakan untuk hujan
dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem
drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase minor.
a. Drainase Permukaan Jalan (Surface Drainage) Drainase permukaan jalan berfungsi untuk
mengendalikan limpasan air hujan dipermukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak
merusak konstruksi 6 Institut Teknologi Nasional jalan. Sistem drainase ini memanfaatkan
saluran disamping jalan untuk mengalirkan air ke badan air penerima atau resapan buatan.
b. Sistem Drainase Bawah Permukaan Jalan (Sub Surface Drainage) Drainase bawah tanah
bertujuan untuk mengalirkan air limpasan permukaan di bawah permukaan tanah dengan
menggunakan pipa, dikarenakan tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang
tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola,
lapangan terbang, taman, dan lain-lain.
a. Saluran Primer Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran dari
saluransaluran sekunder. Saluran primer relatif besar sebab letak saluran paling hilir. Aliran
dari saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
b. Saluran Sekunder Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari
saluransaluran tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
c. Saluran Tersier Saluran drainase yang menerima aliran air langsung dari saluran-saluran
pembuangan rumah-rumah. Umumnya saluran tersier ini adalah saluran kiri kanan jalan
perumahan.
Menurut Suripin (2004), sistem drainase merupakan komponen yang sangat penting
pada lapangan terbang untuk keselamatan pesawat dan umur perkerasan. Fungsi sistem
drainase pada lapangan terbang tidak jauh berbeda dengan sistem drainase jalan raya.
Kawasan lapangan udara biasanya cukup luas, maka sangat jarang drainase alami dapat
memenuhi fungsi drainase secara umum, oleh karena itu diperlukan adanya sistem drainase
khusus untuk lapangan terbang. Saluran drainase lapangan terbang terbagi menjadi dua,
yaitu drainase permukaan dan bawah permukaan. a. Drainase Permukaan
Drainase permukaan berfungsi untuk menangani air permukaan, khususnya air limpasan
dari air hujan. Langkah awal nya yaitu menentukan debit rencana, dengan menggunakan
rumus rasional. Kemudian menentukan hujan rencana dengan mempertimbangkan faktor
teknis dan ekonomis, untuk menghindari terjadinya kerusakan pada saluran juga lalu lintas
pesawat. Mempertimbangkan faktor tersebut, Federal Aviation Administration (FAA) USA
merekomendasikan periode ulang hujan rencana 5 tahunan digunakan untuk lapangan
terbang sipil, dan periode ulang hujan 2 tahunan untuk lapangan terbang militer.
Penentuan layout sistem drainase permukaan di desain berdasarkan hasil peta kontur
landasan pacu (runway), landasan taxi (taxiway), dan apron. Saluran drainase yang
direncanakan harus memenuhi ketentuan batas kecepatan yang dianjurkan yaitu 6,0-3,0
m/detik dan diameter drainase tidak boleh kurang dari 12 inchi atau 30 cm.
Struktur inlet yang direncanakan terdiri dari kotak beton dengan penutup di bagian atasnya
berupa jeruji besi cor (grate made of cash iron) atau dari beton bertulang. Jarak inlet
berkisar 60-120 meter, tergantung pada konfigurasi lapangan terbang dan kemiringan lahan.
Drainase bawah permukaan pada lapangan terbang berfungsi untuk membuang air dari
base course dan subgrade dibawah permukaan, serta menerima, mengumpulkan dan
membuang air dari lapisan tembus air. Drainase base course biasnya dipasang dekat dan
sejajar dengan tepi perkerasan. Pusat pipa drainase harus ditempatkan minimum 1 feet atau
0,3 m dibawah base course. Subgrade drainage diperlukan pada lokasi dimana air dapat naik
dibawah perkerasan sampai kurang dari 1 feet dibawah base course. Jika subgrade drain 8
Institut Teknologi Nasional dipasang sepanjang tepi perkerasan, harus mampu melayani
drainase base course. Beberapa jenis pipa yang digunakan untuk drainase bawah
permukaan diantaranya, yaitu metal, beton, atau pipa tembikar yang berlubang dengan
diameter 6 inch atau 15 cm, kecuali jika kondisi air tanah yang harus ditangani sangat besar.
Penentuan besarnya debit pengaliran pada daerah perencanaan dapat dilakukan dengan
membagi daerah tersebut menjadi beberapa blok pengaliran, sehingga seluruh dimensi saluran
dapat diperhitungkan. Blok-blok pengaliran ini ditentukan dengan memperhatikan keadaan kontur
tanah, jalan-jalan yang ada, ruang yang tersedia dan keseragaman dimensi saluran.
2.3.2. Prinsip Pengaliran
Limpasan air hujan dari awal saluran (tributary) secepat mungkin dihambat dan
diresapkan, agar ada kesempatan untuk berinfiltrasi sebesar-besarnya, sehingga dapat
mengurangi debit limpasan di daerah hilir dan mengendalikan besarnya profil saluran.
Kecepatan aliran tidak diperkenankan terlalu besar agar tidak terjadi pengerusan dan
tidak boleh terlalu rendah agar tidak terjadi pengendapan yang menyebabkan berkurangnya
luas efektif penampang saluran.
Kemiringan dasar saluran pada daerah dengan kemiringan kecil diusahakan mengikuti
permukaan tanahnya. Sedangkan untuk daerah yang kemiringannya terjal, didasarkan atas
kecepatan maksimum yang diijinkan. Pada daerah yang relatif datar, kemiringan dasar
saluran didasarkan atas kecepatan minimum yang diijinkan.
Arah pengaliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian yang ada, sehingga diharapkan
pengaliran terjadi secara gravitasi dan pemompaan dapat dihindari.
Dalam drainase perkotaan pada umumnya, waktu konsentrasi (tc) terdiri dari
penjumlahan dua komponen, yaitu:
a. Lamanya waktu melimpah diatas permukaan tanah (to), yaitu waktu yang diperlukan
untuk titik air yang terjauh dalam DPS mengalir pada permukaan tanah menuju ke alur
saluran permulaan yang terdekat. Nilai to tergantung pada beberapa faktor yaitu
kemiringan tanah, jarak yang ditempuh oleh air menuju saluran terdekat, dan koefisien run
off (pengaliran).
b. Time to flow (td), yaitu waktu yang diperlukan untuk air mengalir dari alur saluran
permulaan menuju ke suatu profil melintang saluran yang ditinjau. Besarnya td dihitung
berdasarkan karakteristik hidrolis di dalam saluran.
Apabila waktu konsentrasi harganya lebih kecil dari waktu durasi hujan (te), dalam
perhitungan intensitas hujannya, dianggap sama dengan waktu durasi hujannya, yaitu tc =
te sehingga Ic = Ie.
Koefisien limpasan diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah hujan yang jatuh
dengan yang mengalir sebagai limpasan dalam permukaan tanah tertentu. Pada suatu
daerah dengan tata guna lahan yang berbeda-beda, besarnya koefisien limpasan ditetapkan
dengan mengambil nilai rata-rata dari koefisien limpasan dengan luasan daerah
(Hardjosuprapto, 1998).
Debit ran dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian kecepatan dan luas penampang
melintang salutegak lurus arah aliran (luas basah).
Kecepatan aliran dalam saluran sangat dipengaruhi oleh perubahan tinggi hujan atau
perubahan debit. Penampang melintang saluran biasanya tidak proposional dengan
perubahan debit. Umumnya jika debit berubah menjadi besar, kecepatannya juga berubah
menjadi besar dan sebaliknya.
Kemiringan dasar saluran biasanya diatur oleh keadaan topografi dan tinggi yang
diperlukan untuk mengalirkan air. Dalam berbagai hal kemiringan ini pula dapat tergantung
pada kegunaan saluiran. Suatu kemiringan dasar saluran direncanakan sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan pengaliran secara gravitasi dengan batas kecepatan minimum
dan maksimum yang diijinkan.
2.4.7. Ambang
Ambang bebas suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air
pada kondisi rencana. Jarak itu harus cukup untuk mencegah kenaikan muka air yang
melimpah ke tepi. Besarnya ambang bebas yang umum digunakan dalam perencanaan
berkisar antara (5–30)% dari kedalaman aliran maksimum.
Penentuan stasiun utama perlu ditentukan dari berbagai pos hujan yang tersebar di
sekitar wilayah perencanaan sebagai dasar perhitungan selanjutnya. Metode yang dapat
digunakan untuk menentukan stasiun utama terdiri dari (Suripin, 2004):
Merupakan metode paling sederhana yang didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar
hujan mempunyai pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi
datar.
Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
meminimalisir ketidakseragaman jarak. Diasumsikan variasi hujan antar pos linier dan
sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan terdekat. Metode ini lebih akurat
dibandingkan dengan rata-rata aljabar, dan cocok untuk daerah datar dengan luas 500-
5.000 km2 .
c. Metode Isohyet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat. Cara ini memperhitungkan secara aktual
pengaruh dari setiap pos penakar hujan. Metode Isohyet cocok untuk daerah berbukit dan
tidak teratur dengan luas lebih dari 5.000 km2 .
Perkiraan data curah hujan yang kosong memerlukan data-data curah hujan minimal
dari dua stasiun hujan terdekat pada tahun yang sama, sebagai data pembanding. Data
curah hujan yang hilang dapat dilengkapi dengan menggunakan metode Aljabar dan metode
Perbandingan Normal. Penentuan metode dilakukan dengan melihat persentase perbedaan
data curah antara stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan data
(Hardjosuprapto,1998).
Uji konsistensi bertujuan untuk menguji kebenaran data curah hujan yang digunakan
untuk perencanaan sistem drainase konsisten atau tidak. Apabila terdapat perubahan dalam
trend data, maka perubahan tersebut perlu dikoreksi agar tetap konsisten. Ketidak
konsistennya sekumpulan data disebabkan oleh:
c. Perubahan ekosistem terhadap iklim, missal: kebakaran hutan, tanah longsor; dan
Menurut Suripin (2006), sekumpulan data hujan yang akan dianalisis harus homogen.
Ketidak homogenitas data hujan dapat disebabkan karena gangguan- gangguan atmosfir
oleh pencemaran udara atau adanya hujan buatan. Uji homogenitas ini dilakukan pada
kurva uji homogenitas dengan mengeplotkan titik H (N,TR) pada kertas grafik homogenitas.
2.5.5. Analisis Curah Hujan Harian Maksimum
Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk
memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa
sifat statistik kejadian hujan di masa akan datang akan masih sama dengan sifat statistik
kejadian hujan masa lalu. Metode yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan
harian maksimum adalah sebagai berikut:
a. Metode Gumbel
Uji kecocokan diperlukan untuk mengetes kecocokan distribusi frekuensi sampel data
terhadap fungsi distribusi peluang, yang diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi
tersebut. Pengujian yang sering dipakai adalah Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat bertujuan untuk
menentukan apakah persamaan distribusi yang terpilih dapat mewakili distribusi statistik
sampel data yang dianalisis (Suripin,2004).
Menurut Suripin (2004), analisis intensitas hujan digunakan untuk menentukan tinggi
atau kedalaman air hujan per satu satuan waktu. Data curah hujan diubah menjadi
intensitas hujan dengan cara statistik berdasarkan durasi hujan yang terjadi.
Bila tidak diketahui data untuk durasi hujan maka diperlukan pendekatan empiris
dengan berpedoman pada durasi enam puluh menit dan pada curah hujan harian
maksimum yang terjadi setiap tahun. Cara lain yang lazim digunakan adalah mengambil pola
intensitas hujan dari kota lain yang mempunyai kondisi yang hampir sama. Metode untuk
analisi intensitas hujan terdiri dari:
b. Metode Bell-Tanimoto
Street inlet merupakan lubang atau bukaan di sisi-sisi jalan yang berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju ke
saluran. Perletakan street inlet mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan terhadap lalu lintas jalan
maupun pejalan kaki.
Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpasan air hujan menuju ke arah
tersebut.
Air yang masuk street inlet harus secepatnya menuju ke dalam saluran. Jumlah street inlet
harus cukup untuk menangkap limpasan air hujan pada jalan yang bersangkutan.
2.6.2. Bangunan Terjunan
Bangunan terjunan diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada
kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan terjunan berfungsi untuk
mencegah terjadinya penggerusan pada badan saluran akibat kelebihan kecepatan dalam
saluran melewati kecepatan maksimum yang diizinkan. Bangunan ini mempunyai empat
bagian fungsional yang masing-masing mempunyai sifat perencanaan yang khas. Keempat
bagian tersebut adalah:
Bagian hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aliran menjadi super kritis.
Bagian tepat di sebelah hilir potongan U, yaitu tempat dimana energi diredam.
2.6.3. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air melewati
bawah jalan air lainnya, bawah jalan atau jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai
potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir.
Sebagian dari potongan melintang mungkin berada di atas muka air.
Sumur resapan adalah sumur yang dibuat sebagai tempat penampungan air hujan
berlebih agar memiliki waktu dan ruang untuk meresap ke dalam tanah melalui proses
infiltrasi dan perkolasi. Berdasarkan SNI T-06 (1990), persyaratan sumur resapan yaitu
sebagai berikut:
a. Persyaratan Umum
Sumur resapan dibangun pada lahan yang mudah meresapkan air dan tahan longsor;
Untuk wilayah yang memiliki kondisi sanitasi yang buruk, sumur resapan hanya
menampung air yang berasal dari atap dan disalurkan melalui talang; dan
Sumur resapan dibangun pada awal daerah aliran yang dapat ditentukan dengan mengukur
ketinggian permukaan air tanah ke permukaan tanah di sumur sekitarnya saat musim hujan.
c. Permeabilitas Tanah
Penggunaan permeabilitas tanah untuk umur resapan dibagi menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu:
Permeabilitas tanah sedang (geluh/lanau) : 2,0 – 6,5 cm/jam Permeabilitas tanah agak cepat
(pasir halus) : 6,5 – 12,5 cm/jam Permebilitas tanah cepat (pasir kasar) : > 12,5 cm/jam
d. Penempatan
e. Kondisi Topografi
Lahan dengan kemiringan >15o tidak diizinkan untuk dibuat sumur resapan agar tidak
menimbulkan kelongsoron pada pemukiman penduduk
Lahan dengan kemiringan 11o - 15o merupakan lahan dengan kemiringan sudut yang
kritis.
Lahan dengan kemiringan < 11o aman dari timbulnya longsor sepanjang sifat batuannya
tidak rawan longsor
Tanah dengan tekanan air pori tinggi dan memiliki sifat air yang jenuh
Sebagai bahan referensi pada penelitian ini, maka pada bab ini akan di paparkan
beberapa studi serupa yang pernah dilakukan beserta hasil penelitiaanya. Adapun penelitian
tersebut akan dibahas pada sub-bab berikut ini.
Penelitian dilakukan oleh Suhudi (2007). Lokasi penelitian ini berada di Jalan
Bendungan Sutami Kecamatan Klejon Kota Malang. Adapun sebab dilakukannya penelitian
ini karena intensitas curah hujan yang tinggi serta diikuti dengan sistem drainase yang
kurang baik mengakibatkan kerusakan badan jalan sehingga menimbulkan kemacetan
bahkan kecelakaan pada kawasan jalan bendungan Sutami. Oleh karena itu perlu
dilakukannya penanganan masalah banjir agar tidak terjadi kerusakan pada jalan sehingga
trasportasi lancar dan dapat menunjang perkembangan roda perekonomian daerah.
Analisis dilakukan berdasarkan data hujan harian maksimum 10 tahun yang diperoleh
dari Stasiun hujan Universitas Brawijaya dan Badan Meteorologi dan Geofisika
Karangplosong Malang dan dilakukan pengolahan data untuk kala ulang 10 tahun.
Berdasarkan hasil uji kecocokan analisis frekuensi, distribusi probabilitas yang sesuai ialah
distribusi Gumbel. Intensitas hujan diperoleh dari hitungan dengan metode Mononobe
terhadap curah hujan harian. Debit saluran drainase dihitung menggunakan metode
Rasional dan diameter saluran drainase diperoleh dari rumus Manning.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah debit banjir yang terjadi sebesar 0,3638 m3 /s
yang berasal dari curah hujan dan buangan rumah tangga. Kapasitas saluran eksisting
sebesar 0,1268 m 3 /s, sehingga saluran tidak mampu mengalirkan dabit banjir dan
menimbulkan genangan air dipermukaan perkerasan jalan. Penanganan banjir dilakukan
dengan pendimensian ulang saluran eksisting agar tidak terjadi genangan/banjir.
2.8.2 Analisis Kapasitas Saluran Drainse Jalan Raya (Studi Kasus Jalan Colombo,
Yogyakarta)
Penelitian dilakukan oleh Emiliawati (2011). Lokasi penelitian tepatnya pada Jalan
Colombo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Adapun penelitian ini
dilakukan kerena meningkatnya aliran limpasan permukaan sekaligus menurunkan resapan
air tanah yang diakibatkan oleh pertumbuhan 6 penduduk dan pembangunan yang begitu
cepat sehingga menyebabkan perubahan tata guna lahan. Banyak lahan yang awalnya
berupa daerah resapan, kini telah berubah menjadi kawasan pemukiman, industri,
perkantoran dan perdagangan yang mengakibatkan distribusi air yang timpang antara
musim penghujan dengan musim kemarau, debit banjir meningkat dan ancaman kekeringan
semakin nyata. Bencana banjir maupun kekeringan telah menimbulkan kerugian yang
sangat besar, bahkan juga memakan banyak korban.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis distribusi frekuensi
dengan Log Pearson III. Uji kesesuaian distribusi dengan menggunakan metode Chi–Kuadrat
(Chi Squere Test) dan smirnov kolmogorov. Analisis debit banjir rancangan digunakan
metode rasional.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kapasitas saluran eksisting yang tersedia tidak
memadai dalam menampung debit hujan maksimum yang terjadi sehingga diperlukan
perbaikan sistem drainase. Penanganan malasah genangan pada lokasi penelitian adalah
penambahan saluran drainase baru di bawah permukaan jalan dengan tampang ekonomis
berbentuk lingkaran atau memperbesar dimensi saluran yang ada.
Penelitian dilakukan oleh Hijayati (2013). Lokasi penelitian mencakup sebagian kecil
Desa Condongcatur dan Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta, tepatnya antara Jalan Kaliurang dan Sungai Pelang. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui penyebap genangan air yang sering terjadi pada kawasan
penelitian pada musim hujan, sehingga evaluasi kapasitas saluran drainase sangat penting
dilakukan pada saluran drainase tersebut agar dilakukan penanganan yang tepat nantinya
dalam mengatasi masalah banjir yang akan muncul.
Penelitian dilakukan oleh Purnamasari (2015). Lokasi penelitian tepatnya pada Jalan
Layang Jombor, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan
untuk melakukan evaluasi terhadap drainase eksisting jalan layang dengan cara
membandingkan debit rencana dan debit kapasitas saluran drainase.
Analisis dilakukan berdasarkan data hujan harian Stasiun Gemawang tahun 2001-2014.
Berdasarkan hasil uji kecocokan analisis frekuensi, distribusi probabilitas yang sesuai adalah
distribusi Log Pearson III. Intensitas hujan diperoleh dari hitungan dengan metode Van
Breen terhadap curah hujan harian periode ulang 10 tahun dan waktu konsentrasi di daerah
pengaliran. Debit saluran drainase dihitung menggunakan metode Rasional dan diameter
saluran drainase diperoleh dari rumus Manning.
Penelitian dilakukan oleh Bambang Supriono (2018). Lokasi penelitian Jalan Kenanga
di Kecamatan Mulyojati, Metro Barat Kecamatan Kota Metro. penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi penyebab saluran drainase yang tidak berfungsi secara optimal dan
menemukan solusi untuk masalah ini.
Metode penelitian ini adalah penggabungan antara literatur dan analisa lapangan.
Selanjutnya uji kecocokan dengan menggunakan metode smirnov-kolmogorov. Dan Chi
kuadrat Uji Smirnov-Kolmogorof adalah pengujian uji distribusi terhadap penyimpangan
data ke arah horizontal untuk mengetahui suatu data sesuai dengan jenis sebaran teoritis
yang dipilih atau tidak. Setelah Uji kecocokan, dilanjutkan dengan menghitung intensitas
curah hujan menggunakan rumus mononobe . Curah hujan yang digunakan adalah selama 5
(lima) tahun yaitu dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 dari stasiun hujan R504 balai
besar wilayah sungai Mesuji sekampung, data dilampirkan dalam bentuk curah hujan jangka
pendek menggunakan metode distribusi log pearson III. Dengan distribusi Log Pearson Type
III dapat dicari curah hujan dengan periode ulang tertentu. Hasil perhitungan untuk periode
ulang 5, 10, 25, 50, 100 dan 200 tahun.
Analisis curah hujan dengan metode Log Person Tipe III untuk kala ulang 2, 5, 25,
dan 50 tahun akan dibuat dalam bentuk perhitungan. Berdasarkan hasil perhitungan
debit saluran, maka debit saluran yang ada adalah Q = 0.0394 m3/ detik dan Q = 0.166
m3/ detik, sedangkan debit rencana adalah Q = 0,256 m3/ detik. Genangan air yang
terjadi pada lokasi studi disebabkan adanya kerusakan pada saluran dan adanya
sampah di dalam saluran drainase sehingga menghambat aliran air. Menghitung hujan
rencana antara lain, metode Distribusi Normal, Metode Distribusi Log Normal, Metode Distribusi Log
–Person III, dan Metode Distribusi Gumbel. Digunakan persamaan dalam rumus
Manning( Suripin,2004 ).
Metode yang saya gunakan dalam menghitung curah hujan rata-rata daerah
yaitu metode rata-rata aljabar, sedangkan untuk perhitungan curah hujan rancangan
memakai metode log person type III dengan kala ulang 10 tahun didapatkan hasil curah
hujan rancangannya sebesar 108,143 mm. Hasil perhitungan kapasitas saluran drainase
eksisting kemudian dilakukan pemodelan menggunakan Software HEC-RAS dengan
memasukkan nilai debit banjir rancangan. Dari hasil pemodelan HEC-RAS dan hasil
evaluasi saluran, terdapat 12 saluran dari 47 saluran yang tidak mampu menampung
debit banjir rancangan kala ulang 10 tahun. Selanjutnya direncanakan perbaikan
saluran dengan merencanakan ulang dimensi penampang saluran.
Penelitian dilakukan oleh oktamal akhir (2019). Lokasi penelitian pada kawasan
Jalan Laksda Adisucipto, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian
bertujuan untuk melakukan Evaluasi kinerja sistem drainase dengan membandingkan
debit yang masuk dan kapasitas debit saluran drainase eksisting.
analisis ini debit rencana diperoleh dengan menggunakan analisis debit banjir
kala ulang dua, lima, dan sepuluh tahun dengan metode rasional. Analisis kapasitas
drainase eksisting menggunakan persamaan Manning. Dari analisis dan pembahasan
diperoleh hasil bahwa kapasitas saluran drainase tidak memenuhi terhadap debit
rencana kala ulang dua tahun, lima tahun, dan sepuluh tahun. Hal tersebut disebabkan
oleh perbedaan dimensi saluran drainase hulu dan dimensi saluran drainase hilir serta
jarak pembuanga akhir yang cukup jauh. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
dilakukan perubahan dimensi pada saluran drainase, baik tinggi maupun lebar saluran.
Sesuai dengan tujuan dari penelititan ini, dapat diambil beberapa kesimpulan
diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Jarak pembuangan akhir (kali gajah wong dan kali
tambak banyan) dengan saluran draianse eksisting cukup jauh, hal ini mengakibatkan
bertumputnya debit pada satu titik tertentu hingga terjadi genangan. 2. Debit kapasitas
saluran drainase maksimum sebesar 3,051 m3 /s yang terdapat pada saluran eksisting
nomor 44 mampu menampung dan menyalurkan air dengan kala ulang debit rencana 2
tahun, untuk kala ulang 5 dan 10 tahun saluran tidak dapat menampung debit rencana dan
terdapat saluran hulu yang memiliki dimensi yang lebih besar dari pada saluran hilir sebagai
pembuang akhir. Berikut adalah contoh gambar perbedaan dimensi saluran hulu (saluran
nomor dua puluh tiga dan empat puluh tiga) dan saluran hilir (saluran nomor empat puluh
tujuh dan saluran nomor empat puluh Sembilan) sehingga perlu melakukan upaya
penanganan permasalahan genangan dengan cara perubahan dimensi drainase baik tinggi
maupun lebar saluran.
2.8.9 Analisis Hidrologi Dan Hidrolika Pada Saluran Drainase Ambarukmo Plaza
Menggunakan Program Hec-Ras
Penelitian dilakukan oleh Novita Somi (2020). Penelitian berlokasi di kawasan Jalan
Laksda Adisucipto. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kala ulang berapa tahun debit
banjir rencana saluran akan terlampaui dan untuk mengetahui kapasitas saluran drainase.
Analisis hidrologi menggunakan data hujan harian yang diperoleh dari BBWSSO
Yogyakarta dengan lama pencatatan 10 tahun yaitu 2007 sampai 2017. Data DED dan
master plan drainase diperoleh dari DPU Cipta Karya. Data hujan diolah menggunakan
metode analisis frekuensi sehingga diperoleh hujan rencana dengan kala ulang 2, 5 dan
10 tahun. Nilai intensitas hujan dianalisis menggunakan metode Mononobe dengan
waktu konsentrasi dihubungkan ke dalam kurva Intensitas Durasi Frekuensi. Kemudian
debit banjir rencana dihitung menggunakan rumus rasional. Analisis hidrolika
menggunakan program HEC-RAS dengan menginputkan arah aliran, dimensi dan debit.
Output model berupa gambar penampang melintang, penampang memanjang dan tinggi
muka air. Analisis kapasitas dilakukan dengan membandingan antara debit kapasitas
saluran eksisting dengan debit rencana.
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan besarnya debit pada kala ulang 2 tahun
1.152 m³/s, 5 tahun 1.479 m³/s dan 10 tahun 2.14 m³/s. Kapasitas di saluran terpasang
masih dapat menampung debit rencana dengan kala ulang 10 tahun sebesar 2.284 m³/s
Penelitian dilakukan oleh Desrin S Buta (2019). Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bugis
Kota Timur Gorontalo, dengan tujuan mengumpulkan data dari instansi terkait berupa data curah
hujan di stasiun Telaga Bunggalo dan Bone Tumbihe.
Sesuai dengan hasil perhitungan analisis curah hujan rencana diperoleh curah hujan rencana
dengan kala ulang 5 tahun sebesar 122,068 mm yang digunakan untuk mengetahui besar debit
banjir. Metode yang banyak digunakan dan juga di sarankan JICA, The Aspalt Institute, AASHTO
maupun SNI yaitu metode rasional yang merupakan rumus empiris dari hubungan antara curah
hujan dengan besarnya limpasan (debit),
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh besarnya debit yang ada pada saluran yang terputus
sebesar ∑ = 4,48204 m3 /det dan ∑ = 8,63479 m3 /det untuk saluran yang tidak terputus. Hasil dari
perhitungan dimensi saluran untuk lebar dasar saluran (b) antara 0,09 m - 0,79 m dan kedalaman
saluran (h) antara 0,07 m – 0,64 m untuk keseluruhan saluran baik yang terputus maupun tidak
terputus
2.9 Perbandingan Peneliti Terdahulu
METODOLOGI PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Emiliawati, 2011, Analisis Kapasitas Saluran Drainse Jalan Raya (Studi Kasus
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kamiana, 2010, Teknik Perhitungan Debit
Rencana Air, Graha Ilmu
Yogyakarta.
Subarka.I, 1990, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung.
Suhudi, 2007, Evaluasi Kapasitas Saluran Guna Menangani Masalah Banjir Di
Tunggadewi Malang. Suripin, 2004, Sistem Saluran Drainase Perkotaan Berkelanjutan, Andi,
Yogyakarta.
87
Triatmodjo, Bambang., 2007, HidrologiTerapan, Beta Offset, Yogyakarta.