Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN ASET

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI


PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

(Dosen Pengempu : Ida Bagus Swaputra S.E., M.M)

Disusun Oleh :

Kelas Reguler Sore 02

Semester VI

Ni Luh Seplin Aryadi 20.21.1.12310

Kadek Desi kertiani 20.21.1.12342

Putu Sri Handayani 20.21.1.12456

Richie Dana Wijaya 20.21.1.12341

Program Studi Manajement Keuangan

Sekolah Tinggi Ilmu Manajement Indonesia Handayani

2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Orang tidak dapat dengan bebas menyatakan dirinya merdeka dari "tanah" dan terpisah dari
"tanah" dalam hidup dan kehidupan. Tanah akan terus menjadi bagian dari kehidupan manusia
sejak lahir sampai mati, karena untuk hal yang paling hakiki sekalipun, kematian, manusia
membutuhkan tanah. Jadi tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. (Fahlevandlaw, 2016).
Demikian pula dalam pembangunan negara, khususnya dalam pembangunan berbagai fasilitas
kesejahteraan umum, diperlukan pula tanah yang sangat luas. Di sisi lain, tanah yang
dibutuhkan biasanya sudah memiliki hak atas tanah yang dilampirkan. Tanpa tanah,
pembangunan hanyalah sebuah rencana. Oleh karena itu, upaya pengambilalihan tanah untuk
tujuan tersebut perlu dilakukan dengan seanggun mungkin dan dengan memperhatikan peran
tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip-prinsip penghormatan terhadap hak-hak hukum
atas tanah.
Selain nilai ekonomisnya, tanah juga memiliki fungsi sosial. Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Artinya tidak hanya hak milik tetapi semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya,
apapun hak atas tanah yang dimiliki seseorang, tidak dapat dibuktikan bahwa tanahnya akan
digunakan (atau tidak) untuk kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu akan merugikan
masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya sehingga
bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemilik tanah serta masyarakat dan bangsa.
Namun, dalam beberapa hal, regulasi tidak berarti bahwa kepentingan individu
dikesampingkan sepenuhnya oleh kepentingan umum (masyarakat). UUPA juga
menitikberatkan pada kepentingan pribadi.
a. Kepentingan masyarakat dan kepentingan individu harus seimbang agar tujuan
utama dapat tercapai: kesejahteraan, keadilan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat.
(Tafsir II UU No. 5 Tahun 1960). Beberapa akibat dari asas fungsi sosial hak atas
tanah adalah sebagai berikut (Boedi Harsono, 2007, hlm. 229):
b. A. Tidak masuk akal menggunakan atau tidak memanfaatkan tanah hanya untuk
kepentingan pribadi pemegang hak, apalagi menimbulkan kerugian
b. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya sehingga
bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemilik tanah serta kepentingan
masyarakat dan negara.
c. Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus memperhatikan Rencana Tata Ruang
maupun instrumen penatagunaan tanah lainnya yang ditetapkan secara sah oleh
pihak yang berwenang; d. Pemegang hak atas tanah wajib memelihara tanah dengan
baik dalam arti menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah tersebut
d. “merelakan” hak atas tanah dicabut demi kepentingan umum Selain itu, Pasal 33
Ayat (3) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 menyatakan secara
jelas bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Hal ini jelas mengandung amanat konstitusi yang sangat mendasar bahwa tanah harus
dimanfaatkan dan dipergunakan sedemikian rupa untuk sebesar-besarnya kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia. Artinya, setiap hak atas tanah memerlukan kepastian tentang subjek,
objek, dan pelaksanaan hak (Rusmadi Murad dalam Bernhard Limbong, 2007: 75). Kekuasaan
normatif pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan didasarkan pada Pasal 33(3) UUD
1945 yang menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian, bunyi tersebut
secara tegas diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pertanahan (Lembaran Negara Tahun 1960-1010 atau dikenal juga dengan Undang-Undang
Pokok Pertanahan/UUPA).
Oleh karena itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pertanahan, Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960, Pasal 18 secara khusus
ditujukan kepada penyelenggaraan kepentingan umum, Pasal 18 menyatakan bahwa untuk
kepentingan umum, termasuk kepentingan negara dan kepentingan bersama negara dan rakyat,
hak atas tanah dapat dicabut dengan pembayaran ganti rugi yang layak dan menurut cara-cara
yang ditentukan undang-undang. Klausul ini dapat dikatakan memberikan perlindungan
terhadap hak atas tanah rakyat biasa. Pencabutan hak dimungkinkan dengan tunduk pada
syarat-syarat, misalnya, kompensasi yang layak harus diberikan. Butir 2 Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan
penyediaan tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada yang berhak atas
tanah. Kompensasi adalah ganti rugi yang layak dan adil bagi pihak yang berhak dalam proses
pengadaan tanah. Pihak yang berhak adalah pihak yang memiliki atau menguasai objek
pengadaan tanah. Dari sini terlihat letak tanah yang bertujuan sosial dan jaminan hak-hak
individu, hak-hak tersebut mengikat pembayaran ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk
kepentingan umum. Peneliti tertarik dengan kebijakan mengenai pengadaan tanah.

1.2 Pokok Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun permasalahan yang diteliti dalam paper ini
adalah bagaimanakah kebijakan pemberian ganti kerugian dalam Pengadaan Tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum?

1.3 Tujuan dan Landasan Teori


Adapaun tujuan dan landasan yang diharapkan penulis dalan penulisan paper ini yaitu:
1. Secara teori, paper ini diharapkan dapat memberikan bantuan yang bermanfaat dalam
pengembangan pengetahuan dan wawasan informasi untuk pengembangan kebijakan
kompensasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
2. Dalam pelaksanaannya, paper ini diharapkan dapat memberikan bantuan yang bermanfaat
dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang kebijakan ganti rugi pengadaan
tanah untuk pembangunan kepentingan umum.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hak Menguasai Negara


Dalam Penjelasan Umum II angka (1) UUPA, hak kolektif tersebut pada tingkat tertinggi
diangkat menjadi hak rakyat Indonesia yang meliputi seluruh wilayah Negara Indonesia. Sifat
kepemilikan tanah yang komunalistik religius dalam UUPA terlihat dalam Pasal 1 yang berbunyi
sebagai berikut:

1. Seluruh negara Indonesia adalah wilayah tanah air seluruh warga negara Indonesia yang
secara bersama-sama berkedudukan sebagai bangsa Indonesia.
2. Seluruh planet, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung dalam
wilayah bangsa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

Selanjutnya dalam Tafsiran Umum UUPA No. II(1) dijelaskan bahwa: Bumi, air dan
angkasa luar yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga merupakan
hak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diperjuangkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai semua. orang Indonesia, jadi bukan hak pemiliknya. Hak etnis merupakan
ungkapan hak ulayat, artinya dalam konsep hukum tanah nasional, hak ini merupakan hak guna
tanah yang berasal dari hak adat (Harsono, 1997: 215) Pasal 2 ayat 1 UUPA menyatakan:
Menurut ketentuan Pasal 33 Ayat 3 UUD dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai
pada tingkat tertinggi oleh Negara sebagai suatu organisasi sebagai kekuasaan seluruh rakyat.
Menurut Notonagoro, konsep hubungan langsung antara negara dan tanah dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu hubungan anatara Negara langsung dengan tanah ini sebagai subyek
perseorangan dan tidak didalam kedudukannya sebagai Negara yang menjadi personifikasi dari
rakyat seluruhnya, sehingga dalam konsepsi ini Negara tidak terlepas dari rakyat, Negara hanya
sebagai pendiri menjadi pendukung dari kesatuan 2 rakyat ( Notonagoro,1984 : 100)

Sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, negara dianugerahi hak menguasai tanah,
yaitu hak menguasai negara, guna mewujudkan kemakmuran rakyat. Menguasai hak-hak Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2(1) UUPA, yang berwenang:
A. Mengatur dan menyelenggarakan pembagian tanah, air dan ruang angkasa, persediaan,
penggunaan dan pemeliharaannya
B. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara manusia dengan bumi, air dan ruang
angkasa
C. Menetapkan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-
perbuatan hukum yang berkenaan dengan bumi, air dan ruang angkasa.

2.2 Pegadaan Tanah

Pengadaan tanah adalah kegiatan penyediaan tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak dan
adil kepada yang berhak. Kegiatan pengadaan tanah untuk tujuan pembangunan secara
teoritis didasarkan pada asas/prinsip tertentu dan dibagi menjadi dua subsistem:

1. Pengadaan tanah oleh pemerintah untuk kepentingan umum

2. Pengadaan tanah oleh pemerintah karena bukan untuk kepentingan umum (komersial).

Pada hakekatnya, pengambilalihan tanah adalah tindakan pemerintah dalam mengambil alih
tanah untuk kepentingan umum, berdasarkan kesepakatan musyawarah tentang pelepasan hak dan
ganti rugi sebelum pencabutan hak. Hasil negosiasi akan menjadi dasar pembayaran kompensasi.

Prinsip atau asas-asas secara konteks hukum pengadaan tanah meliputi:

1. Penguasaan tanah dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus
ada landasan haknya;
2. Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa
3. Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorang/badan hukum harus
melalui kata sepakat antar pihak yang bersangkutan
4. Dalam keadaan memaksa, jika jalan musyawarah tidak dapat menghasilkan kata sepakat,
untuk kepentingan umum, Penguasa (dalam hal ini Presiden) diberi kewenangan oleh
hukum untuk mengambil tanah yang diperlukan secara paksa, tanpa persetujuan yang
empunya tanah, melalui acara pencabutan hak
5. Baik dalam acara perolehan tanah atas dasar kata sepakat, maupun dalam acara pencabutan
hak, kepada pihak yang telah menyerahkan tanahnya wajib diberikan imbalan yang layak,
berupa uang, fasilitas dan/atau tanah lain sebagai penggantinya
6. Rakyat yang diminta menyerahkan tanahnya untuk proyek-proyek pembangunan berhak
untuk memperoleh pengayoman dari Pejabat Pamong Praja atau Pamong Desa. Dalam
keadaan memaksa artinya jalan lain yang ditempuh gagal, maka presiden memiliki
kewenangan untuk melakukan pencabutan hak tanpa persetujuan subyek hak menurut UU
Nomor 20 tahun 1961.

(Boedi Harsono, dalam Oloan Sitorus, , 2004: 11.) Tanah merupakan hal penting dalam
kehidupan manusia mengingat sebagian besar kehidupan bergantung pada tanah. Sedemikian penting
fungsi dan peran tanah bagi kehidupan manusia maka perlu adanya landasan hukum yang menjadi
pedoman dan sebagai bentuk jaminan kepastian hukum, dalam pelaksanaan dan penyelesaian
pertanahan, khususnya pada persoalan pengadaan hak atas tanah untuk kepentingan umum (Fauzi
Noer, 1997: 7).

2.3 Ganti Kerugian


Masalah ganti rugi merupakan hal terpenting dalam proses pembebasan lahan. Ganti rugi adalah
memberikan penggantian atas kerugian yang diderita oleh pemegang hak atas tanah karena
peralihan hak atas tanah. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyebutkan bahwa
kompensasi adalah ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak selama proses
perampasan tanah.

Penetapan besarnya ganti rugi untuk setiap bidang tanah ditetapkan oleh ketua pelaksana
pengambilalihan tanah menurut hasil penilaian jasa penilai atau penilai umum. Ganti rugi
diberikan kepada pihak yang berhak mendapat ganti rugi berdasarkan penilaian yang ditetapkan
dalam musyawarah putusan ganti rugi dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung.
Pihak yang berhak atas ganti rugi bertanggung jawab atas kebenaran dan keakuratannya. Validitas
bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan. Dan siapa saja yang melanggar ketentuan ini
akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4 Kepentingan Umum

Dalam pandangan Roscoe Pound, kepentingan umum adalah kepentingan negara sebagai badan
hukum dan penjaga kepentingan negara sebagai kepentingan umum. Pada Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 menyebutkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan negara, negara,
dan masyarakat yang wajib diwujudkan oleh pemerintah dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Menurut I Wayan Suandra, kepentingan umum pada hakekatnya adalah
semua kepentingan yang berkaitan dengan kepentingan nasional, kepentingan nasional,
kepentingan masyarakat luas, dan kepentingan pembangunan yang menurut pertimbangan
Presiden diperlukan untuk kepentingan umum. (Wayan Suandra, 1996 : 17.) Kepentingan Pada
hakekatnya masyarakat tidak dapat mengabaikan kepentingan pribadi, bahkan harus mencirikan
sebagai berikut:

a. Kepentingan pemilik tanah tidak diabaikan


b. Tidak menyebabkan pemilik tanah mengalami kemunduran dalam kehidupan selanjutnya
baik sosial maupun ekonom
c. Pemilik tanah memperoleh manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung
penggunaan tanahnya yang dilepaskan haknya
d. Ada kelayakan ganti kerugian yang diberikan kepada pemilik tanah. ( Soetandyo
Wignyosoebroto, 1991: 19)

2.5 Kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
Sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, negara dianugerahi hak menguasai tanah,
yaitu hak menguasai negara, guna mewujudkan kemakmuran rakyat. Menguasai hak-hak Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2(1) UUPA, yang berwenang:

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan persediaan dan pemeliharaan


bumi air dan ruang angkasa
2. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang – orang dengan
bumi air dan ruang angkasa tersebut
3. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antarn aorang – orang dan
perbuatan – perbuatan hukum mengenai bumi air dan ruang angkasa. Berdasarkan
kewenangannya tersebut maka Negara, mengatur peruntukan penggunaan persediaan dan
pemeliharaan bumi air dan ruang angkasa.
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Pertanahan
(Lembaran Negara Tahun 1960-104 atau disebut juga dengan Undang-Undang Pokok
Pertanahan/UUPA) mengatur bahwa untuk kepentingan umum termasuk Negara dan Negara serta
untuk kepentingan bersama orang, dengan memberikan ganti rugi yang layak dan pembatalan hak
atas tanah menurut cara yang ditentukan undang-undang. Klausul ini dapat dikatakan memberikan
perlindungan terhadap hak atas tanah rakyat biasa. Pencabutan hak dimungkinkan dengan tunduk
pada syarat-syarat, misalnya, kompensasi yang layak harus diberikan.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum perlu ditangani dengan sebaik-baiknya dan
dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan penghormatan terhadap hak
hukum atas tanah. Selain nilai ekonomisnya, tanah juga memiliki fungsi sosial. Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 menyatakan: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
Fungsi sosial inilah yang terkadang menuntut pengorbanan kepentingan pribadi tanah demi
kepentingan umum. Adapun kepentingan umum, berarti kepentingan pemerintah negara dan
rakyat harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pengadaan tanah adalah
kegiatan penyediaan tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada yang berhak.
Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk menyediakan tanah bagi kesejahteraan dan
kemakmuran pembangunan negara, bangsa dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan
yang sah dari pihak yang berhak.

Tidak semua kegiatan pembangunan dapat digolongkan sebagai pembangunan kepentingan


umum. Tanah kepentingan umum untuk pembangunan (Pasal 10 UU No 2 Tahun 2012):

a. Pertahanan Dan Keamanan Nasional


b. Jalan Umum, Jalan Tol, Terowongan, Jalur Kereta Api, Stasiun Kereta Api, Dan Fasilitas
Operasi Kereta Api
c. Waduk, Bendungan, Bendung, Irigasi, Saluran Air Minum, Saluran Pembuangan Air Dan
Sanitasi, Dan Bangunan Pengairan Lainnya
d. Pelabuhan, Bandar Udara, Dan Terminal
e. Infrastruktur Minyak, Gas, Dan Panas Bumi
f. Pembangkit, Transmisi, Gardu, Jaringan, Dan Distribusi Tenaga Listrik
g. Jaringan Telekomunikasi Dan Informatika Pemerintah
h. Tempat Pembuangan Dan Pengolahan Sampah
i. Rumah Sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah
j. Fasilitas Keselamatan Umum
k. Tempat Pemakaman Umum Pemerintah/Pemerintah Daerah
l. Fasilitas Sosial, Fasilitas Umum, Dan Ruang Terbuka Hijau Public
m. Cagar Alam Dan Cagar Buday
n. Kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/Desa
o. Penataan Permukiman Kumuh Perkotaan Dan/Ataun. Kantor Konsolidasi Tanah, Serta
Perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Dengan Status Sewa
p. Prasarana Pendidikan Atau Sekolah Pemerintah / Pemerintah Daerah.
q. Prasarana Olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah
r. Pasar Umum Dan Lapangan Parkir Umum

Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas :

a. Kemanusiaan : Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah Pengadaan Tanah harus
memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

b. Keadilan : Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah memberikan jaminan penggantian
yang layak kepada Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan
kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik

c. Kemanfaatan : Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah hasil Pengadaan Tanah
mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

d. Kepastian : Yang dimaksud dengan “asas kepastian” adalah memberikan kepastian hukum
tersedianya tanah dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan memberikan
jaminan kepada Pihak yang Berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian yang layak.

e. Keterbukaan : Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa Pengadaan Tanah
untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah.
f. Kesepakatan : Yang dimaksud dengan “asas kesepakatan” adalah bahwa proses Pengadaan
Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan
kesepakatan bersama.

g. Keikutsertaan : Yang dimaksud dengan “asas keikutsertaan” adalah dukungan dalam


penyelenggaraan Pengadaan Tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.

h. Kesejahteraan : Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah bahwa pengadaan tanah
untuk pembangunan. Dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak
yang berhak dan masyarakat secara luas.

i. Keberlanjutan : Yang dimaksud dengan asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan


dapat berlangsung secara terus menerus berkesinambungan , untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.

j. Keselarasan : Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalah bahwa Pengadaan Tanah
untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengankepentingan masyarakat dan Negara.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan Pemerintah. diselenggarakan


sesuai dengan:

1. Rencana Tata Ruang Wilayah


2. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah
3. Rencana Strategis
4. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah Penyelenggaraan Pengadaan tanah
untuk kepentingan umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan
dan kepentingan masyarakat, dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan
adil.

Kompensasi adalah ganti rugi berupa uang atau barang lain kepada seseorang yang merasa
dirugikan karena harta bendanya diambil dan digunakan untuk kepentingan orang banyak.
Kompensasi adalah ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak melanjutkan proses
pembebasan tanah. Pasal 27(2) Undang-Undang Pelaksanaan Pengadaan Tanah No. 2 Tahun 2012
meliputi:
1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan , pemilikan , penggunaan , dan pemanfaatan tanah
2. Penilaian Ganti Kerugian
3. Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian
4. Pemberian Ganti Kerugian
5. Pelepasan Tanah Instansi Inventarisasi Dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan,
Dan Pemanfaatan Tanah

Dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a meliputi kegiatan:

1. Pengukuran Dan Pemetaan Bidang Per Bidang Tanah


2. Pengumpulan Data Pihak Yang Berhak Dan Objek Pengadaan Tanah.

Melakukan inventarisasi dan identifikasi untuk mengetahui pemegang hak dan objek
pengadaan tanah. Hasil inventarisasi dan identifikasi meliputi daftar pihak berwenang yang
ditunjuk dan objek pengadaan tanah. Pihak yang berwenang meliputi nama, alamat dan pekerjaan
pihak yang menguasai/memiliki tanah. Obyek pengadaan tanah meliputi lokasi, luas, kondisi,
penggunaan tanah dan jenis pemanfaatan. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. Penilai menilai nilai
kompensasi dari setiap bidang tanah, termasuk:

1. Tanah
2. Ruang Atas Tanah Dan Bawah Tanah
3. Bangunan
4. Tanaman
5. Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
6. Kerugian Lain Yang Dapat Dinilai (Yang dimaksud dengan “kerugian lain yang dapat dinilai”
adalah kerugian nonfisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang, misalnya kerugian karena
kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi, dan nilai atas
properti sisa).

Setelah ditentukan letaknya untuk kepentingan umum, maka pemegang hak hanya dapat
mengalihkan hak atas tanahnya kepada organisasi yang memerlukan tanahnya melalui badan
pertanahan. di lokasi yang ditentukan pada saat pengumuman. Besarnya nilai ganti rugi didasarkan
pada hasil penilaian yang disampaikan oleh penilai. Memberikan risalah rapat kepada Kantor
Pertanahan. Besaran ganti rugi berdasarkan hasil evaluasi penilai menjadi dasar untuk musyawarah
dan menentukan besaran ganti rugi. Apabila sebagian dari pekarangan yang terkena pembebasan
tanah terdapat sisa-sisa yang tidak dapat digunakan lagi sesuai peruntukan dan peruntukannya,
pemegang hak dapat meminta penggantian pekarangan itu seluruhnya.

Pasal 36 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan Pemberian Ganti Kerugian
dapat diberikan dalam bentuk:

1. Uang
2. Tanah pengganti
3. Permukiman kembali : yang dimaksud dengan “permukiman kembali” adalah proses kegiatan
penyediaan tanah pengganti kepada pihak yang berhak ke lokasi lain sesuai dengan kesepakatan
dalam proses pengadaan tanah
4. Kepemilikan saham : atau yang dimaksud dengan ”bentuk ganti kerugian melalui kepemilikan
saham” adalah penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum
terkait dan/atau pengelolaannya yang didasari kesepakatan antarpihak.
5. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah
pihak misalnya gabungan dari 2 (dua) atau lebih bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d. Terkait ganti kerugian dalam bentuk uang dalam
pengadaan tanah, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dilakukan oleh instansi yang
memerlukan tanah berdasarkan validasi dari ketua pelaksana pengadaan tanah atau pejabat yang
ditunjuk. Validasi tersebut dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga hari kerja sejak berita
acara kesepakatan bentuk ganti kerugian. Pemberian ganti kerugian dilakukan dalam waktu
paling lama tujuh hari kerja sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh pelaksana pengadaan
tanah.

Kantor Pertanahan akan berkonsultasi dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja setelah hasil penilaian penilai disampaikan kepada Kantor Pertanahan
untuk menentukan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berdasarkan hasil penilaian tersebut. Hasil
kesepakatan yang dirundingkan menjadi dasar pemberian ganti rugi kepada pihak yang berhak dan
dicatat dalam catatan kesepakatan. Kompensasi akan diberikan kepada pihak yang berhak
berdasarkan hasil evaluasi yang ditentukan setelah musyawarah. Pada prinsipnya pemberian ganti
rugi harus diserahkan langsung kepada pihak yang berhak atas ganti rugi. Jika tidak, obligee dapat
memberikan kuasa kepada pihak lain atau penggantinya menurut undang-undang. Surat Kuasa
hanya dapat diperoleh dari orang yang berhak atas ganti rugi. Orang yang memenuhi syarat
termasuk:

a) Pemegang Hak Atas Tanah


b) Pemegang Hak Pengelolaan
c) Nadzir, Untuk Tanah Wakaf
d) Pemilik Tanah Bekas Milik Adat
e) Masyarakat Hukum Adat
f) Pihak Yang Menguasai Tanah Negara Dengan Itikad Baik
g) Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah
h) Pemilik Bangunan, Tanaman Atau Benda Lain Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Dalam ketentuannya ganti rugi diberikan kepada pemegang hak atas tanah. Untuk hak guna
bangunan atau hak pakai atas tanah yang bukan miliknya, ganti kerugian diberikan kepada
pemegang hak guna bangunan atau pemegang hak guna bangunan, pabrik atau benda-benda lain
yang ada hubungannya dengan tanah itu. Karena tanah itu diberikan kepada pemegang hak milik
atau hak pengelolaan. Kompensasi hak atas tanah ulayat diberikan dalam bentuk penggantian
tanah, pemukiman kembali atau bentuk lain yang disepakati oleh masyarakat adat yang
bersangkutan. Penghuni tanah milik negara yang dapat diberi ganti rugi adalah para pengguna
tanah milik negara yang patuh atau tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Misalnya, bekas pemegang hak yang telah habis jangka waktunya yang masih menggunakan atau
memanfaatkan tanah yang bersangkutan, pihak yang menguasai tanah negara berdasarkan sewa-
menyewa, atau pihak lain yang menggunakan atau memanfaatkan tanah negara bebas dengan tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan “pemegang hak dasar atas tanah” adalah mereka yang mempunyai
bukti yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk membuktikan adanya hak menguasai
yang bersangkutan atas tanah yang bersangkutan, seperti pemegang sertifikat hak guna tanah yang
belum dicabut, dan pemegang terkait dengan akta hak guna tanah. Secara tradisional tidak tunduk
pada mereka yang mengeluarkan sertifikat dan memegang izin hunian. Bangunan, tanaman atau
hal lain yang berkaitan dengan tanah yang bukan milik atau milik pemilik tanah harus diganti oleh
pemilik bangunan, tanaman atau hal lain yang berkaitan dengan tanah. Dalam pemberian ganti
rugi, pihak yang mendapat ganti rugi harus:

a) Melakukan pelepasan hak


b) Menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi
yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan. Pelepasan hak adalah kegiatan
pemutusan hubungan hukumdari pihak yang berhak kepada negara melalui lembaga
pertanahan .

Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menentukan bahwa jika pihak yang berhak
menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan musyawarah, maka ganti rugi
tersebut akan dititipkan di pengadilan negeri setempat. Hak asuh kompensasi juga berlaku untuk:

a) Pihak Yang Berhak Menerima Ganti Kerugian Tidak Diketahui Keberadaannya


b) Objek Pengadaan Tanah Yang Akan Diberikan Ganti Kerugian:
 Sedang Menjadi Objek Perkara Di Pengadilan
 Masih Dipersengketakan Kepemilikannya
 Diletakkan Sita Oleh Pejabat Yang Berwenang
 Menjadi Jaminan Di Bank
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengadaan dan pembangunan tanah untuk kepentingan umum adalah kegiatan
penyediaan tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pemegang hak.
Pengadaan tanah diatur dalam Pasal 33 UU Tahun 1945, UU No 5 Tahun 1960 dan UU No 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum. Mereka
memiliki hak untuk mengambil tanah dari negara melalui Kantor Pertanahan. Menerapkan
kebijakan ganti rugi untuk memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pemegang hak
dalam proses pengadaan tanah. Penilai menilai nilai kompensasi dari setiap bidang tanah,
termasuk:
1. Tanah
2. Ruang Atas Tanah Dan Bawah Tanah
3. Bangunan
4. Tanaman
5. Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
6. Kerugian Lain Yang Dapat Dinilai

Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:

a) Uang
b) Tanah Pengganti
c) Permukiman Kembali
d) Kepemilikan Saham
e) Bentuk Lain Yang Disetujui Oleh Kedua Belah Pihak.

Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak misalnya gabungan dari 2 (dua) atau
lebih bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
3.2 Saran
Dalam mempertimbangkan pemberian ganti rugi, sedapat mungkin harus dicapai
kesepakatan agar yang berhak dapat menerima ganti rugi itu secara langsung tanpa harus
disetorkan ke Pengadilan Negeri.

Anda mungkin juga menyukai