Disusun Oleh :
Semester VI
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1. Seluruh negara Indonesia adalah wilayah tanah air seluruh warga negara Indonesia yang
secara bersama-sama berkedudukan sebagai bangsa Indonesia.
2. Seluruh planet, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung dalam
wilayah bangsa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya dalam Tafsiran Umum UUPA No. II(1) dijelaskan bahwa: Bumi, air dan
angkasa luar yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga merupakan
hak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diperjuangkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai semua. orang Indonesia, jadi bukan hak pemiliknya. Hak etnis merupakan
ungkapan hak ulayat, artinya dalam konsep hukum tanah nasional, hak ini merupakan hak guna
tanah yang berasal dari hak adat (Harsono, 1997: 215) Pasal 2 ayat 1 UUPA menyatakan:
Menurut ketentuan Pasal 33 Ayat 3 UUD dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai
pada tingkat tertinggi oleh Negara sebagai suatu organisasi sebagai kekuasaan seluruh rakyat.
Menurut Notonagoro, konsep hubungan langsung antara negara dan tanah dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu hubungan anatara Negara langsung dengan tanah ini sebagai subyek
perseorangan dan tidak didalam kedudukannya sebagai Negara yang menjadi personifikasi dari
rakyat seluruhnya, sehingga dalam konsepsi ini Negara tidak terlepas dari rakyat, Negara hanya
sebagai pendiri menjadi pendukung dari kesatuan 2 rakyat ( Notonagoro,1984 : 100)
Sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, negara dianugerahi hak menguasai tanah,
yaitu hak menguasai negara, guna mewujudkan kemakmuran rakyat. Menguasai hak-hak Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2(1) UUPA, yang berwenang:
A. Mengatur dan menyelenggarakan pembagian tanah, air dan ruang angkasa, persediaan,
penggunaan dan pemeliharaannya
B. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara manusia dengan bumi, air dan ruang
angkasa
C. Menetapkan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-
perbuatan hukum yang berkenaan dengan bumi, air dan ruang angkasa.
Pengadaan tanah adalah kegiatan penyediaan tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak dan
adil kepada yang berhak. Kegiatan pengadaan tanah untuk tujuan pembangunan secara
teoritis didasarkan pada asas/prinsip tertentu dan dibagi menjadi dua subsistem:
2. Pengadaan tanah oleh pemerintah karena bukan untuk kepentingan umum (komersial).
Pada hakekatnya, pengambilalihan tanah adalah tindakan pemerintah dalam mengambil alih
tanah untuk kepentingan umum, berdasarkan kesepakatan musyawarah tentang pelepasan hak dan
ganti rugi sebelum pencabutan hak. Hasil negosiasi akan menjadi dasar pembayaran kompensasi.
1. Penguasaan tanah dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus
ada landasan haknya;
2. Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa
3. Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorang/badan hukum harus
melalui kata sepakat antar pihak yang bersangkutan
4. Dalam keadaan memaksa, jika jalan musyawarah tidak dapat menghasilkan kata sepakat,
untuk kepentingan umum, Penguasa (dalam hal ini Presiden) diberi kewenangan oleh
hukum untuk mengambil tanah yang diperlukan secara paksa, tanpa persetujuan yang
empunya tanah, melalui acara pencabutan hak
5. Baik dalam acara perolehan tanah atas dasar kata sepakat, maupun dalam acara pencabutan
hak, kepada pihak yang telah menyerahkan tanahnya wajib diberikan imbalan yang layak,
berupa uang, fasilitas dan/atau tanah lain sebagai penggantinya
6. Rakyat yang diminta menyerahkan tanahnya untuk proyek-proyek pembangunan berhak
untuk memperoleh pengayoman dari Pejabat Pamong Praja atau Pamong Desa. Dalam
keadaan memaksa artinya jalan lain yang ditempuh gagal, maka presiden memiliki
kewenangan untuk melakukan pencabutan hak tanpa persetujuan subyek hak menurut UU
Nomor 20 tahun 1961.
(Boedi Harsono, dalam Oloan Sitorus, , 2004: 11.) Tanah merupakan hal penting dalam
kehidupan manusia mengingat sebagian besar kehidupan bergantung pada tanah. Sedemikian penting
fungsi dan peran tanah bagi kehidupan manusia maka perlu adanya landasan hukum yang menjadi
pedoman dan sebagai bentuk jaminan kepastian hukum, dalam pelaksanaan dan penyelesaian
pertanahan, khususnya pada persoalan pengadaan hak atas tanah untuk kepentingan umum (Fauzi
Noer, 1997: 7).
Penetapan besarnya ganti rugi untuk setiap bidang tanah ditetapkan oleh ketua pelaksana
pengambilalihan tanah menurut hasil penilaian jasa penilai atau penilai umum. Ganti rugi
diberikan kepada pihak yang berhak mendapat ganti rugi berdasarkan penilaian yang ditetapkan
dalam musyawarah putusan ganti rugi dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung.
Pihak yang berhak atas ganti rugi bertanggung jawab atas kebenaran dan keakuratannya. Validitas
bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan. Dan siapa saja yang melanggar ketentuan ini
akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pandangan Roscoe Pound, kepentingan umum adalah kepentingan negara sebagai badan
hukum dan penjaga kepentingan negara sebagai kepentingan umum. Pada Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 menyebutkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan negara, negara,
dan masyarakat yang wajib diwujudkan oleh pemerintah dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Menurut I Wayan Suandra, kepentingan umum pada hakekatnya adalah
semua kepentingan yang berkaitan dengan kepentingan nasional, kepentingan nasional,
kepentingan masyarakat luas, dan kepentingan pembangunan yang menurut pertimbangan
Presiden diperlukan untuk kepentingan umum. (Wayan Suandra, 1996 : 17.) Kepentingan Pada
hakekatnya masyarakat tidak dapat mengabaikan kepentingan pribadi, bahkan harus mencirikan
sebagai berikut:
2.5 Kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
Sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, negara dianugerahi hak menguasai tanah,
yaitu hak menguasai negara, guna mewujudkan kemakmuran rakyat. Menguasai hak-hak Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2(1) UUPA, yang berwenang:
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum perlu ditangani dengan sebaik-baiknya dan
dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan penghormatan terhadap hak
hukum atas tanah. Selain nilai ekonomisnya, tanah juga memiliki fungsi sosial. Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 menyatakan: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
Fungsi sosial inilah yang terkadang menuntut pengorbanan kepentingan pribadi tanah demi
kepentingan umum. Adapun kepentingan umum, berarti kepentingan pemerintah negara dan
rakyat harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pengadaan tanah adalah
kegiatan penyediaan tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada yang berhak.
Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk menyediakan tanah bagi kesejahteraan dan
kemakmuran pembangunan negara, bangsa dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan
yang sah dari pihak yang berhak.
a. Kemanusiaan : Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah Pengadaan Tanah harus
memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
b. Keadilan : Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah memberikan jaminan penggantian
yang layak kepada Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan
kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik
c. Kemanfaatan : Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah hasil Pengadaan Tanah
mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
d. Kepastian : Yang dimaksud dengan “asas kepastian” adalah memberikan kepastian hukum
tersedianya tanah dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan memberikan
jaminan kepada Pihak yang Berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian yang layak.
e. Keterbukaan : Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa Pengadaan Tanah
untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah.
f. Kesepakatan : Yang dimaksud dengan “asas kesepakatan” adalah bahwa proses Pengadaan
Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan
kesepakatan bersama.
h. Kesejahteraan : Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah bahwa pengadaan tanah
untuk pembangunan. Dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak
yang berhak dan masyarakat secara luas.
j. Keselarasan : Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalah bahwa Pengadaan Tanah
untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengankepentingan masyarakat dan Negara.
Kompensasi adalah ganti rugi berupa uang atau barang lain kepada seseorang yang merasa
dirugikan karena harta bendanya diambil dan digunakan untuk kepentingan orang banyak.
Kompensasi adalah ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak melanjutkan proses
pembebasan tanah. Pasal 27(2) Undang-Undang Pelaksanaan Pengadaan Tanah No. 2 Tahun 2012
meliputi:
1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan , pemilikan , penggunaan , dan pemanfaatan tanah
2. Penilaian Ganti Kerugian
3. Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian
4. Pemberian Ganti Kerugian
5. Pelepasan Tanah Instansi Inventarisasi Dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan,
Dan Pemanfaatan Tanah
Melakukan inventarisasi dan identifikasi untuk mengetahui pemegang hak dan objek
pengadaan tanah. Hasil inventarisasi dan identifikasi meliputi daftar pihak berwenang yang
ditunjuk dan objek pengadaan tanah. Pihak yang berwenang meliputi nama, alamat dan pekerjaan
pihak yang menguasai/memiliki tanah. Obyek pengadaan tanah meliputi lokasi, luas, kondisi,
penggunaan tanah dan jenis pemanfaatan. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. Penilai menilai nilai
kompensasi dari setiap bidang tanah, termasuk:
1. Tanah
2. Ruang Atas Tanah Dan Bawah Tanah
3. Bangunan
4. Tanaman
5. Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
6. Kerugian Lain Yang Dapat Dinilai (Yang dimaksud dengan “kerugian lain yang dapat dinilai”
adalah kerugian nonfisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang, misalnya kerugian karena
kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi, dan nilai atas
properti sisa).
Setelah ditentukan letaknya untuk kepentingan umum, maka pemegang hak hanya dapat
mengalihkan hak atas tanahnya kepada organisasi yang memerlukan tanahnya melalui badan
pertanahan. di lokasi yang ditentukan pada saat pengumuman. Besarnya nilai ganti rugi didasarkan
pada hasil penilaian yang disampaikan oleh penilai. Memberikan risalah rapat kepada Kantor
Pertanahan. Besaran ganti rugi berdasarkan hasil evaluasi penilai menjadi dasar untuk musyawarah
dan menentukan besaran ganti rugi. Apabila sebagian dari pekarangan yang terkena pembebasan
tanah terdapat sisa-sisa yang tidak dapat digunakan lagi sesuai peruntukan dan peruntukannya,
pemegang hak dapat meminta penggantian pekarangan itu seluruhnya.
Pasal 36 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan Pemberian Ganti Kerugian
dapat diberikan dalam bentuk:
1. Uang
2. Tanah pengganti
3. Permukiman kembali : yang dimaksud dengan “permukiman kembali” adalah proses kegiatan
penyediaan tanah pengganti kepada pihak yang berhak ke lokasi lain sesuai dengan kesepakatan
dalam proses pengadaan tanah
4. Kepemilikan saham : atau yang dimaksud dengan ”bentuk ganti kerugian melalui kepemilikan
saham” adalah penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum
terkait dan/atau pengelolaannya yang didasari kesepakatan antarpihak.
5. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah
pihak misalnya gabungan dari 2 (dua) atau lebih bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d. Terkait ganti kerugian dalam bentuk uang dalam
pengadaan tanah, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dilakukan oleh instansi yang
memerlukan tanah berdasarkan validasi dari ketua pelaksana pengadaan tanah atau pejabat yang
ditunjuk. Validasi tersebut dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga hari kerja sejak berita
acara kesepakatan bentuk ganti kerugian. Pemberian ganti kerugian dilakukan dalam waktu
paling lama tujuh hari kerja sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh pelaksana pengadaan
tanah.
Kantor Pertanahan akan berkonsultasi dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja setelah hasil penilaian penilai disampaikan kepada Kantor Pertanahan
untuk menentukan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berdasarkan hasil penilaian tersebut. Hasil
kesepakatan yang dirundingkan menjadi dasar pemberian ganti rugi kepada pihak yang berhak dan
dicatat dalam catatan kesepakatan. Kompensasi akan diberikan kepada pihak yang berhak
berdasarkan hasil evaluasi yang ditentukan setelah musyawarah. Pada prinsipnya pemberian ganti
rugi harus diserahkan langsung kepada pihak yang berhak atas ganti rugi. Jika tidak, obligee dapat
memberikan kuasa kepada pihak lain atau penggantinya menurut undang-undang. Surat Kuasa
hanya dapat diperoleh dari orang yang berhak atas ganti rugi. Orang yang memenuhi syarat
termasuk:
Dalam ketentuannya ganti rugi diberikan kepada pemegang hak atas tanah. Untuk hak guna
bangunan atau hak pakai atas tanah yang bukan miliknya, ganti kerugian diberikan kepada
pemegang hak guna bangunan atau pemegang hak guna bangunan, pabrik atau benda-benda lain
yang ada hubungannya dengan tanah itu. Karena tanah itu diberikan kepada pemegang hak milik
atau hak pengelolaan. Kompensasi hak atas tanah ulayat diberikan dalam bentuk penggantian
tanah, pemukiman kembali atau bentuk lain yang disepakati oleh masyarakat adat yang
bersangkutan. Penghuni tanah milik negara yang dapat diberi ganti rugi adalah para pengguna
tanah milik negara yang patuh atau tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Misalnya, bekas pemegang hak yang telah habis jangka waktunya yang masih menggunakan atau
memanfaatkan tanah yang bersangkutan, pihak yang menguasai tanah negara berdasarkan sewa-
menyewa, atau pihak lain yang menggunakan atau memanfaatkan tanah negara bebas dengan tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “pemegang hak dasar atas tanah” adalah mereka yang mempunyai
bukti yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk membuktikan adanya hak menguasai
yang bersangkutan atas tanah yang bersangkutan, seperti pemegang sertifikat hak guna tanah yang
belum dicabut, dan pemegang terkait dengan akta hak guna tanah. Secara tradisional tidak tunduk
pada mereka yang mengeluarkan sertifikat dan memegang izin hunian. Bangunan, tanaman atau
hal lain yang berkaitan dengan tanah yang bukan milik atau milik pemilik tanah harus diganti oleh
pemilik bangunan, tanaman atau hal lain yang berkaitan dengan tanah. Dalam pemberian ganti
rugi, pihak yang mendapat ganti rugi harus:
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menentukan bahwa jika pihak yang berhak
menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan musyawarah, maka ganti rugi
tersebut akan dititipkan di pengadilan negeri setempat. Hak asuh kompensasi juga berlaku untuk:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengadaan dan pembangunan tanah untuk kepentingan umum adalah kegiatan
penyediaan tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pemegang hak.
Pengadaan tanah diatur dalam Pasal 33 UU Tahun 1945, UU No 5 Tahun 1960 dan UU No 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum. Mereka
memiliki hak untuk mengambil tanah dari negara melalui Kantor Pertanahan. Menerapkan
kebijakan ganti rugi untuk memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pemegang hak
dalam proses pengadaan tanah. Penilai menilai nilai kompensasi dari setiap bidang tanah,
termasuk:
1. Tanah
2. Ruang Atas Tanah Dan Bawah Tanah
3. Bangunan
4. Tanaman
5. Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
6. Kerugian Lain Yang Dapat Dinilai
a) Uang
b) Tanah Pengganti
c) Permukiman Kembali
d) Kepemilikan Saham
e) Bentuk Lain Yang Disetujui Oleh Kedua Belah Pihak.
Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak misalnya gabungan dari 2 (dua) atau
lebih bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
3.2 Saran
Dalam mempertimbangkan pemberian ganti rugi, sedapat mungkin harus dicapai
kesepakatan agar yang berhak dapat menerima ganti rugi itu secara langsung tanpa harus
disetorkan ke Pengadilan Negeri.