Anda di halaman 1dari 8

UUPA

ANTARA CITA-CITA DAN REALITA

Disusun Oleh

Setyaki Yogantara

19410711

Dosen Pengampu:

Mustika Prabaningrum Kusumawati, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

SEMESTER GENAP

2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang berbentuk negara
kesatuan, pernyataan ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1Menurut C.F. Strong negara kesatuan
adalah negara yang struktur kekuasaanya dan wewenang badan legislatifnya
paling tinggi yang pemerintahan negaranya dipusatkan pada pemerintah pusat.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki artian bahwa banyak
wilayah daratan yang sangat luas. Konsekuensinya maka setiap wilayah
daratan tersebut harus diatur melalui satu peraturan yang bentuknya universal
atau mencakup dan diterapkan disemua daerah.
Unifikasi peraturan tentang wilayah daratan maupun udara dan lautan di
Indonesia ini diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
pokok Agraria (UUPA). Fungsi sosial hak atas tanah merupakan salah satu hal
yang diatur dalam UUPA, fungsi sosial hak atas tanah sendiri memiliki
pengertian bahwa setiap pemegang hak atas tanah tidak boleh menggunakan
tanahnya dengan semata mementingkan kepentingan pribadinya akan tetapi
juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat umum. Indonesia juga
sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur untuk menunjang
perekonomian indonesia kearah yang lebih baik. Pembangunan infrastuktur
tadi sering terkendala terkait pembebasan lahan yang dimiliki masyarakat
karena masyarakat merasa lahan yang mereka miliki dapat mereka gunakan
dengan kehendak mereka sendiri.
Kesenjangan tergambar dari problematis ini dimana seharusnya tanah
memiliki fungsi sosial yang kemudian dapat digunakan untuk kepentingan
bersama justru tidak terlaksana dengan baik. Pengaturan yang dibuat dalam
UUPA tentang fungsi sosial tanah sulit direalisasikan pada kehidupan

1
Edie T. Hendratno, 2009, Negara Kesatuan, Desentralisasi dan Federalisme, Graha Ilmu,
Yogyakarta, hlm. 48.

2
masyarakat itu sendiri, akibatnya pembangunan yang sudah direncanakan
menjadi terhambat. Berangkat dari problematis diatas maka penulis tertarik
menulis makalah dengan judul “UUPA: CITA-CITA dan REALITA”

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah fungsi sosial hak atas tanah seharusnya dimaknai dan
diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat ?

3
BAB II
ISI

1. Pengertian dan arti penting fungsi sosial hak atas tanah


Permukaan bumi yang paling luar yaitu tanah dapat dimiliki oleh
masyarakat dengan beberapa hak atas tanah yang di Indonesia diatur dalam
UUPA. Pasal 16 UUPA menyebutkan hak-hak atas tanah yang maksud antara
lain Hak Milik, Hak sewa, Hak Pakai, Hak Guna usaha dll. Setiap subyek
hukum pemegang hak atas tanah memiliki kebebasan untuk memanfaatkan dan
menggunakan tanah sesuai dengan hak atas tanah yang dipegang. Tujuan dari
negara memberikan hak atas tanah kepada setiap masyarakat atau badan hukum
perdata adalah agar dapat terciptanya kesejahteraan umum bagi seluruh
masyarakat Indonesia sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia yang tercantum
pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Pemegang hak atas tanah tidak bisa secara serta merta memanfaatkan
tanah yang hak pemanfaat atas tanah tersebut dibagikan kepada setiap
masyarakat secara merata. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 6 UUPA yang
menyatakan bahwa tanah memiliki fungsi sosial, 2arti dari tanah memiliki
fungsi sosial adalah bahwa penggunaan tanah oleh pemegang hak atas tanah
tidak boleh semata karena kepentingan pribadinya namun harus
memperhatikan kepentingan masyarakat umum juga. Masyarakat yang
memiliki hak atas tanah memang memiliki kebebasan dalam menggunakan
tanahnya namun bila suatu saat dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat
umum maka pemegang hak atas tanah harus mau untuk merelakan tanahnya
agar digunakan untuk kepentingan umum.
Penggunaan tanah untuk fungsi sosial sangat sering terjadi pada masa
pembangunan infrastruktu sekarang, hal tersebut dikarenakan banyaknya
pembangunan yang artinya banyak lahan yang dibutuhkan guna tempat dimana
infrastruktur tesebut akan dibangun. Lahan tadi bersumber baik dari tanah yang
2
Adi Putra Parlindungan, 1987, Landreform di Indonesia: suatu studi perbandingan, Penerbit
Alumni, Bandung, hlm. 65.

4
dimiliki negara maupun tanah milik masyarakat sipil, disini pengertian fungsi
sosial atas tanah berperan penting untuk ketersediaan lahan pembangunan
infrastruktur ini. Tanah yang dimiliki masyarakat tersebut digunakan atau
diakuisisi oleh pemerintah bukan dengan cara perampasan namun melalui
kebijakan pengadaan tanah. Fungsi sosial hak atas tanah guna pembangunan
infrastruktur memiliki arti penting yaitu melalui mekanisme 3pengadaan tanah
yang kemudian akan diberikan ganti kerugian sesuai hasil musyawarah dimana
pihak yang menerima ganti kerugian ialah pemegang hak atas tanah tersebut
wajib untuk atas kebenaran dan keabsahan hak atas tanah yang diberikan ganti
kerugian akibat pengadaan tanah tersebut. Namun meskipun sudah diberikan
ganti kerugian bukan berarti penerapan fungsi sosial atas tanah melalui
pengadaan tanah ini tanpa kendala atau problematis.
2. Contoh Kasus Kendala Pengadaan Tanah
4
Dilansir dari bisnis.tempo.co Sejumlah persoalan itu terutama
permasalahan hukum dan administrasi dalam proses pengalihan status hingga
pembayaran ganti rugi terhadap obyek tanah pembangunan bandara baru itu.
Untuk kasus bandara Kulon Progo itu, Suharwanta menilai penetapan ganti
rugi terhadap tanah yang diklaim sebagai tanah Pakualaman telah ditetapkan
dulu sebelum adanya alas hak atas tanah. “Artinya belum ada bukti formal
kepemilikan dari pihak yang akan menerima ganti rugi. Ini jelas melanggar
ketentuan pemberian ganti rugi,” ujarnya. Status kepemilikan atas tanah tentu
sangat dipermasalahkan dalam kasus pembebasan lahan bandara ini, dimana
status kepemilikannya adalah pakualaman dan kasultanan Ground. Masyarakat
yang enggan meninggalkan tempat tersebut meskipun dalam musyawarah
dijelaskan akan diberikan ganti kerugian tentu menjadi penghambat dalam
perkembangan pembangunan bandara baru ini.
Kurangnya edukasi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pembangunan dan juga hukum yang mengaturnya juga menjadi problematis.
3
Rahayu Subekti, 2016, kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Yustitia. Vol. 5. Mei-Agustus 2016, Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, Solo, hlm. 382.
4
https://bisnis.tempo.co/read/1126236/pembebasan-lahan-bandara-kulon-progo-kembali-
dipersoalkan, diakses pada 13 April 2021.

5
UUPA yang mengatur fungsi sosial atas tanah seharusnya memenuhi tujuan
hukum yaitu salah satunya kemanfaatan, akan tetapi pada faktanya perlu
ditinjau kembali apakah fungsi sosial tersebut memang memenuhi unsur
kemanfaatan sebab banyak problematis yang timbul karena permasalahan
tersebut.
3. Perlindungan hukum bagi masyarakat agar tidak terjadi penyelewengan
dalam penerapan fungsi sosial
Masyarakat tentu perlu mendapat perlindungan hukum agar tidak tertindas
akibat penerapan fungsi sosial ini. Sebab dalam realitas kehidupan sehari-hari
banyak masyarakat yang merasa haknya dirampas dalam penerapan fungsi
sosial hak atas tanah ini. Hal tersebut tidak lain karena banyaknya korupsi
terhadap pengadaan tanah maka masyarakat tidak mendapat ganti rugi yang
sesuai dan adil terhadap tanahnya yang terdampak dari penerapan fungsi sosial
atas tanah guna pembangunan untuk kepentingan umum ini. Masyarakat
merasa dirugikan bila ganti rugi yang diberikan tidak setimpal sesuai dengan
yang seharusnya, sehingga hal tersebut menyebabkan masyarakat enggan
melepaskan tanah yang dikuasainya.

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Fungsi sosial atas tanah tujuannya agar dapat dilaksanakan pembangunan
yang bilamana lahan yang dibutuhkan oleh negara tidak dicukupi oleh tanah
negara maka akan menggunakan tanah masyarakat umum. Akan tetapi
kurangnya edukasi dan perlindungan hukum bagi masyarakat menyebabkan
sering terjadi hambatan dalam penerapan fungsi sosial tanah ini.
Saran
Edukasi terhadap masyarakat harus dilakukan kepada pemerintah terhadap
fungsi sosial tanah ini. Transparansi juga harus diberikan pemerintah kepada
masyarakat agar menjamin kepastian hukum bagi masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Hendratno ,Edie T., 2009, Negara Kesatuan, Desentralisasi dan Federalisme,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Parlindungan , Adi Putra, 1987, Landreform di Indonesia: suatu studi
perbandingan, Bandung: Penerbit Alumni.

JURNAL
Subekti Rahayu, 2016, kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Yustitia. Vol. 5.
Mei-Agustus 2016, Solo: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

INTERNET
https://bisnis.tempo.co/read/1126236/pembebasan-lahan-bandara-kulon-progo-
kembali-dipersoalkan, diakses pada 13 April 2021.

Anda mungkin juga menyukai