Anda di halaman 1dari 32

BAB II

LUQATHAH MENURUT HUKUM ISLAM


2.1. Pengertian Luqathah
Banyak dialek yang digunakan untuk mengungkapkan kata luqathah.
Yang paling mashur adalah dibaca dengan huruf lam berharkat dhammah, qaf
dibaca fathah atau mati.
Al-Khalil berkata, “Huruf qaf-nya mati. Jika qaf dibaca fathah maka
yang dimaksud adalah orang yang menemukan luqathah (laaqith). Demikian
secara qiyas. Hanya saja para ahli bahasa dan hadis membaca qaf-nya dengan
harakat fathah. Hingga boleh dikatakan selain itu tidak boleh.” (Al Bassam
2006, 159)
Menurut istilah fiqh Barang Temuan itu sama dengan “luqathah”.
Mendengar barang temuan / luqathah tersebut maka hal ini tertuju kepada
bentuk suatu tindakan yang mendapatkan sesuatu milik orang lain secara
tidak sengaja, sedangkan benda tersebut tidak diketahui siapa pemiliknya. Ini
berarti bahwa benda yang ditemukan itu bukanlah kepunyaan si penemu,
melainkan milik orang lain.
Luqathah berasal dari bahasa Arab, yaitu: ‫ لقطم‬- ‫ لقط‬yang berarti “benda
yang tertinggal dan didapati tak tahu siapa yang punya”. (Yunus Tth, 400)
Luqathah secara Etimologi berarti “barang temuan”. Kata barang ini
bersifat umum, bukan dikhususkan pada barang tertentu saja. Al-Luqathah
juga berarti sesuatu yang diperoleh setelah diusahakan, atau sesuatu yang
dipungut. (Haroen 2000, 260)
Secara Terminologis Fiqh, ada beberapa defenisi Luqathah yang
dikemukakan Ulama Fiqh, yaitu:
2.1.1. Luqathah menurut Abu Hanifah adalah:

“Harta yang ditemukan seseorang tidak diketahui pemiliknya


dan harta tidak termasuk harta yang boleh dimili (mubah),

13
14

seperti harta milik kafir harbi (kafir yag memusuhi orang


Islam)”. (Haroen 2000, 260)

2.1.2. Ibnu Rusyd, Luqathah adalah:

“ Sesungguhnya yang dilakukan Luqathah adalah tiap-tiap


harta orang Muslim yang ditemui karena sia-sia baik di negeri
yang sunyi, baik benda/hewan sama saja, kecuali unta”. (
Rusyd 1990, 229 )

2.1.3. Menurut Ibnu Qudamah Hanbali, adalah:

“Harta seseorang yang hilang atau jatuh dari pemiliknya dan


ditemukan oleh orang lain.” (Zuhaili 1989, 769)

2.1.4. Menurut Sayyi`d Sabiq, Luqathah adalah:

“Barang temuan adalah tiap-tiap harta yang terpelihara oleh


seseorang pada suatu tempat karena hilang dan tidak tahu
pemiliknya”. ( Sabiq 1981, 242)

2.1.5. Menurut Sudarsono, SH, barang temuan adalah: menemukan


harta seorang di jalan, yang hilang karena jatuh, terlupa dan
sebagainya. (Sudarsono, tth, 505)
Beberapa pengertian yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan
bahwa yag dikatakan Luqathah adalah barang yag tercecer di jalan dan
ditemukan oleh orang lain. Barang temuan disini bisa termasuk kepada harta,
binatang dan manusia.
Secara syara’, luqathah adalah harta yang hilang dan ia termasuk
barang yang dinginkan oleh orang-orang secara umum. ( Al Bassam 2006,
159)
15

2.2. Rukun-Rukun Luqathah


2.2.1. Mengambil barang temuan
Mengenai permasalahan mengambil barang temuan ini,
terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Menurut
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i, yang lebih utama adalah
mengambilnya (boleh mengambilnya). (Rusyd 1990, 228)
Dengan pertimbangan, apabila orang yang menemukan
khawatir barang temuan itu akan hilang/ditemukan oleh orang
yang tidak bertanggung jawab dan mengakibatkan tersia-sianya
harta tersebut. Sementara itu, di sisi lain orang Muslim wajib
menolong saudaranya sesama Muslim, yaitu denga memelihara
luqathah tersebut. Sebagaimana hadis Nabi SAW yang diriwayatkan
oleh Bukhari berikut: (Sayyid Sabiq, tth, 139)

“Siapa yang memberikan keluarga terhadap orang miskin dari duka


dan kabut dunia, Allah akan meluangkan dari duka dan kabut
kiamat. Dan siapa yang memudahkan kesibukan seseorang, Allah
akan memberikan kemudahan dunia dan akhirat. Dan Allah selalu
menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.”
(Al-Bassam 2006, 477)

Selain itu, luqathah merupakan amanah bagi penemu yang


harus dikembalikan kepada pemiliknya. (Dahlan 1997, 1022)
sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 58
berikut: (Kementrian Agama RI 2014, 93)

...         


16

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya.”

Pendapat ini juga diperboleh dari penafsiran hadis berikut:

“Hadis Sa’id bin Amir dari Syu’bah dari Khalid Khazaai dari Yazid Ibn
Abdullah bin Sakhir dari Abi Muslim dari Juradi berkata: telah
bersabda Nabi SAW: “Barang hilang milik orang mukmin adalah
nyala api neraka:. (HR. Ahmad dan Ibnu Majjah)

Larangan yang dimaksud dalam hadis di atas adalah


pengambilan manfaat dari barang temuan itu. Jadi, bukan untuk
diumumkan kepada khalayak ramai.
2.2.2. Orang yang menemukan barang
Penemuan merupakan kekuasaan terhadap sesuatu, maka yang
diperbolehkan menemukan barang temuan adalah setiap orang
yang merdeka, Muslim dan baligh.
Abu Hamid (Al-Ghazali), berpendapat yang diperbolehkan
perbuatan memungut barang temuan hanya pada negeri Islam saja
dan mengenai kecakapan seorang hamba dan orang fasik
memungut barang temuan ada dua pendapat:
2.2.2.1. Melarang memungut barang temuan, dengan alasan
karena tiada kecakapan untuk memiliki kekuasaan.
2.2.2.2. Membolehkan memungut barang temuan. Dengan
alasan, merujuk pada hadis Nabi SAW yang
berhubungan dengan barang temuan. (Rusyd 1990,
379)
17

2.2.3. Barang Temuan


Barang temuan merupakan harta yang seseorang, tidak
diketahui pemiliknya dan harta itu tidak termasuk harta yang boleh
dimiliki (al-mubah). (Haroen 2000, 260)

2.3. Hukum Memungut Barang Luqathah


Mengambil barang temuan hukumnya sunnah. Ada yang
mengatakan wajib dan ada yag mengatakan bahwa apabila barang
tersebut berada di tempat yang dianggap aman oleh penemuannya
ketika ditinggalkannya maka dianjurkan baginya untuk mengambilnya.
Akan tetapi, apabila barang tersebut berada ditempat yang tidak
dianggapnya aman ketika ditinggalkannya maka ia wajib mengambilnya.
Dan, apabila dia mengetahui adanya ketamakan dalam dirinya terhadap
barang tersebut maka haram baginya untuk mengambilnya.
Perselisihan ini berlaku bagi orang yang merdeka, balig, dan
berakal, meskipun dia bukan muslim. Sementara orang yag tidak
merdeka, belum balig, dan tidak berakal tidak dibebani untuk memungut
barang temuan. (Sabiq 2013, 219)
Terdapat perbedaan pendapat ulama fiqh tentang hukum
memungut barang temuan di jalanan. Pendapat pertama dikemukakan
ulama Malikiyah dan Hanabilah. Menurut mereka, apabila seseorang
menemukan barang ditengah jalan, maka makhruk hukumnya
memungut barang itu, karena perbuatan itu boleh menjerumuskannya
untuk memanfaatkan atau memakan barang yang haram. Disamping itu,
apabila orang bersangkutan mengambil barang itu berniat untuk
mengumumkannya dan mengembalikannya kepada pemiliknya apabila
telah diketahui, menurut mereka, mungkin saja ia lalai mengumumkanya.
Oleh sebab itu, memungut barang itu lebih banyak bahayanya dibanding
membiarkannya saja. Pendapat kedua, dikemukakan oleh ulama
Hanafiyah dan Syafi’iyah. Menurut mereka, jika seseorang menemukan
18

barang atau harta disuatu tempat sedang pemiliknya tidak diketahui,


barang itu lebih baik dipungut atau diambil, apabila orang yang
menemukan khawatir barang itu akan hilang atau ditemukan oleh orang-
orang yang tidak bertanggung jawab. Apabila kekhawatiran ini tidak ada,
maka hukum memungutnya menurut mereka boleh saja. ( Haroen 2007,
260)
Alasan mereka adalah karena seorang muslim berkewajiban
memelihara harta saudaranya, sedangkan sabda Rasulullah SAW. dalam
hadis Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim:

“Allah akan senantiasa membantu seorang hamba, selama hamba itu


membantu saudaranya”.

Disamping itu, Rasulullah SAW. dalam hadis lain menyatakan


bahwa seseorang dilarang menyia-nyiakan harta (HR al-Bukhari dan
Muslim dari Abi Hurairah)
Oleh sebab itu, menurut mereka, lebih baik barang itu dipungut
dan harta itu menjadi amanah di tangannya, dan harus dia pelihara
sampai diserahkan kepada pemiliknya. ( Haroen 2007, 261)
Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah
tergantung pada kondisi dan tempat dan kemampuan penemunya.
Hukum pengambilan barang temuan antara lain sebagai berikut:
2.3.1. Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi
penemunya apabila orang tersebut percaya kepada dirinya
bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu
sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila
benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil
oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
2.3.2. Sunnat, yakni sunnat mengambil benda-benda temuan bagi
penemunya, apabila penemu percaya pada dirinya bahwa ia
19

akan mampu memelihara benda-benda temuan itu dengan


sebagaimana mestinya, tetapi bila tidak diambilpun barang-
barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau
tidak akan diambil oleh orang-orang yang tidak dapat
dipercaya.
2.3.3. Makruh, bagi seseorang yang menemukan harta, kemudian
masih ragu-ragu apakah dia akan mampu memelihara benda-
benda tersebut atau tidak dan bila tidak diambil benda
tersebut tidak dikhawatirkan akan terbengkalai, maka bagi
orang tersebut makruh untuk mengambil benda-benda
tersebut.
2.3.4. Haram, bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian
dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak
dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara
harta tersebut sebagaimana mestinya, maka dia haram untuk
mengambil benda-benda tersebut. ( Suhendi 2014, 199-200)
Jadi hukumnya, bagi yang merasa dirinya amanah, mampu
mengumumkannya dan sanggup mencari pemiliknya maka yang
terbaik bagi orang itu adalah mengambilnya. Sebeb dengan
mengambilnya, dia telah berusaha melindungi harta orang lain dari
kesia-siaan dan tidak membiarkannya diambil oleh orang yang tidak
mampu bertanggung jawab melindunginya atau tidak sanggup mencari
pemiliknya.
Bagi mereka yang mengetahui dirinya cendrung tidak
memegang amanah dan tidak mampu mengumumkannya serta tidak
mampu mencari pemiliknya maka mereka dilarang mengambilnya.
Sebab dengan mengambilnya dia telah mendekatkan dirinya dengan
sesuatu yang diharamkan serta menghalangi pemiliknya untuk
menemukannya.
20

Mengambil barang temuan (atau barang hilang) sangat serupa


dengan wilaayah (menguasai). Jika ia mampu melakukannya dan
menunaikan hak Allah atas barang itu maka ia diberi pahala. Sebaiknya
jika dia melakukan tugasnya terhadap barang milik orang lain yang
ditemukan dan diambilnya maka ia telah menawarkan dirinya agar
jatuh dalam hal yang dilarang. ( Al Bassam 2006, 159-160)

2.4. Macam-macam Luqathah


Macam-macam benda temuan adalah sebagai berikut:
2.4.1. Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat
disimpan dalam waktu yag lama, misalnya emas, perak, pisau,
gergaji, meja dan yang lainnya.
2.4.2. Benda-benda yang tidak tahan lama, yakni benda-benda yang
tidak dapat disimpan pada waktu yang lama, misalya
makanan, tepung, buah-buahan, dan sebagainya. Benda-
benda seperti ini boleh dimakan atau dijual supaya tidak
tersia-siakan. Bila kemudian baru datang pemiliknya, maka
penemu wajib mengembalikannya atau uang seharga benda-
benda yang dijual atau dimakan. ( Suhendi 2014, 200)
Berkaitan dengan hal tersebut ini terdapat salah satu hadis:

“Dari Anas RA, dia berkata, rasulullah SAW oernah menemukan


sebutir kurma di jalan. Beliau SAW bersabda: kalau saja bukan
karena takut (kemungkinan kurma) itu bagian dari zakat
(sedekah) tentu aku akan memakannya.” (HR. Muttafaq
‘Alaih) (Al Bassam 2006, 161)
21

2.4.3. Benda-benda yang memerluka perawatan, seperti padi harus


dikeringkan atau kulit hewan perlu disamak.
2.4.4. Benda-benda yang memerlukan perbelanjaan, seperti
binatang ternak unta, sapi, kuda, kambing dan ayam. Pada
hakikatnya binatang-binatang itu tidak dinamakan al-
luqathah, tetapi disebut al-dhalalah, yakni binatang-binatang
yang tersesat atau kesasar. (Suhendi 2014, 201)

2.5. Hukum Mengetahui Ciri-ciri Luqathah Ketika Mengambilnya


Jika orang yang menemukan barang temuan mengambilnya, jika
dia mengambil dengan niat untuk menjaga, maka wajib baginya untuk
mengetahui ciri-cirinya langsung setelah dia mengambilnya dan inilah
yang dikatakan oleh Ibnu Rif’ah. Akan tetapi ucapan para jumhur
mengisyaratkan bahwa mengenai ciri-ciri barang temuan setelah
mengambilnya adalah mustahab, dan ini yang dikatakan oleh Al-Adzra’i
dan yang lainnya dan inilah pendapat yang rajih (unggul).
Namun jika dia mengambilnya dengan niat untuk dimiliki setelah
megumumkannya seperti yang akan diterangkan, maka wajib baginya
untuk mengetahuinya agar dia tahu apa yang ada dalam tanggungannya.
Akan tetapi ciri-ciri apa saja yang wajib atau disunnahkan untuk
diketahui setelah mengambilnya? Adapun ciri-ciri yang harus atau
sunnah untuk diketahui setelah mengambil barang temuan ada empat
macam secara global dan ada delapan secara terperinci. Adapun empat
ciri global yaitu mengenal bungkus, ikatan, jenis dan ukurannya. Untuk
ukuran masuk didalamnya hitungan jika barang yang dihitung,
timbangan untuk barang yang ditimbang, dan takaran untuk barang yang
ditakar dan hasta untuk barang yang dihasta. Adapun jenis mencakup:
kategori, cirinya berupa sehat atau rusak dan seterusnya, kesimpulannya
jenis artinya kategori dan sifat-sifatnya da ukuran meliputi hitungan,
timbangan, takaran, da hasta.
22

Sedangkan ‘ifash adalah wadah dimana barang temuan itu ada


didalmnya, dan wika’ yaitu ikatan yang mengikatnya, ada yang
mengatakan ‘ifash artinya mengikat dan terkadang disamakan dengan
arti tempat sebagai makna majaz dan jumhur ulama mengatakan bahwa
‘ifash artinya tempat dan ciri-ciri yang lain sudah diketahui. (Azzam
2014, 277-278)
Adapun mengetahui jumlah hitungan sesuai dengan hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Hurairah ra dia berkata : “Saya
menemukan sebuah dompet yang berisi seratus dinar lalu saya
mendatangi Nabi SAW. lalu beliau nersabda: “ Umumkan, kemudian saya
umumkan selama satu tahun,” kemudia saya mendatangi Nabi SAW. dan
beliau bersabda: “Umumkan selama satu tahun dan saya umumkan
selama satu tahun,” kemudian saya mendatangi Nabi SAW. dan beliau
bersabda: “ Umumkan selama satu tahun,” kemudian saya mendatangi
Nabi untuk keempat kalinya lalu beliau bersabda: “Kenali hitungannya,
ikatannya, dan wadahnya da jika datang pemiliknya (maka berikan) dan
jika tidak, maka bersenang-senanglah dengannya.” ( Al- Bani 2007, 242)
Walaupun nash hanya menyebutkan bungkus, ikatan, dan jumlah
hitungannya namun ciri-ciri yang lain juga sama dengan cara qiyas
karena dengan ciri-ciri seperti itulah barang temuan bisa dikenal dengan
begitu seakan sama dengan ada nash.
Maksud dari dimintanya orang yang menemukan barang temuan
untuk mengenali ciri-ciri ini agar barang tersebut tidak bercampur
dengan hartanya sendiri dan dengan begitu ia tahu benar tidaknya orang
yang mengaku-ngaku. (Azzam 2014, 279)

2.6. Hukum mengumumkan Luqathah


Orang yang memungut barang temuan harus memastikan tanda-
tandanya yang membedakannya dari barang-barang lainnya, seperti
tempat dan talinya, serta segala sesuatu yag berkaitan dengannya,
23

seperti jenis, tipe, dan kuantitasnya. Dia harus menjaga barang tersebut
sebagaimana dia menjaga hartanya. Sama saja dalam hal ini antara
barang yang berharga dan yang tidak berharga. (Sabiq 2013, 221)

“Dan dari “Iyadl bin Himar, ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda, ‘Barang
siapa yang menemukan barang pungutan maka hendaklah dia mencari
saksi dua orang yang adil, atau hendaklah dia pelihara tutup dan
tempatnya, kemudian jika si pemiliknya datang maka janganlah dia
sembunyikan barang tersebut, karena dialah yang lebih berhak atasnya.
Akan tetapi jika si pemiliknya tidak datang maka barang itu adalah harta
Allah yang ia berikan kepada siapa yang Ia kehendaki”. (HR Ahmad dan
Ibnu Majah) (diterjemahkan oleh Hamidy, Imron, Fanany 1994, 1958)

Barang tersebut menjadi titipan di tangannya. Dia tidak


bertanggung jawab ketika barag tersebut rusak kecuali apabila dia
bertindak zalim. Kemudia dia harus menyebarkan berita tentang barang
tersebut kepada masyarakat dengan segala sarana, baik dipasar maupun
di tempat-tempat lainnya dimana dia menduga bahwa pemilik barang
tersebut ada disana. (Sabiq 2013, 221)
Adapun rentang waktu untuk mengumumkan barang temuan,
sebagaimana hadist Nabi SAW yang berbunyi sebagai berikut:
24

Artinya: Dari Salamah; aku mendengar Suwaid bin Ghaflah berkata: Aku
bertemu Ubay bin Ka’ab RA, lalu dia berkata, “Aku mendapat pundi yang
berisi 100 dinar, lalu aku membawanya kepada Rasulullah SAW. maka
beliau bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun!’ aku mengumumkan
selama satu tahun dan belum mendapatkan orang yang mengenalinya.
Lalu aku datang kepada Nabi SAW. maka beliau bersabda, ‘Umumkan
(lagi) selama satu tahun!’ Akupun mengumumkan kembali selama satu
tahun, namun tidak mendapati orang yang mengenalinya. Kemudian aku
mendatangi Nabi SAW. untuk yang ketiga kalinya, maka beliau bersabda,
‘Kenali tempatnya, jumlahnya dan pengikatnya, apabila pemiliknya
datang, (maka serahkan kepadanya); dan jika tidak, maka
manfaatkanlah’. Maka, akupun memanfaatkannya. Setelah itu aku
bertemu dia di Makkah dan berkata, ‘Aku tidak tahu, apakah tiga tahun
atau satu tahun saja”. (Asqalani 2005, 444)

Dalam hadist diatas bahwa ulama Mutaakhirin (generasi


terakhir) dalam madzhab Syafi’i berkata, “Ada kemungkinan kewajiban
menyerahkan barang temuan kepada orang yang mampu menyebutkan
sifatnya dengan benar adalah berlaku sebelum barang itu dimiliki,
karena pada saat itu barang tersebut merupakan harta yang hilang dan
tidak terkait hak dengan pihak kedua. (Asqalani 2005, 447)
Al-Mundziri berkata, “tidak seorang pun diantara imam ahli
fatwa yang mengatakan bahwa barang temuan diumumkan selama tiga
tahun, kecuali sekilas keterangan yang dinukil dari Umar.” Pendapat
yang mengatakan diumumkannya barang temuan selama tiga tahun
telah dinyatakan oleh Al-Mawardi sebagai salah satu pendapat yang
ganjil dikalangan ahli fikih.
25

Ibnu Mundzir menukil dari Umar empat pendapat; yaitu tiga


tahun, satu tahun, tiga bulan, dan sepuluh hari. Tapi semua ini
diterapkan sesuai dengan besar kecilnya barang temuan. Lalu Ibnu
Hazm menambahkan pendapat kelima dari Ibnu Umar, yaitu selama
empat bulan. Setelah itu, Ibnu Hazm dan Ibnu Al Jauzi menegaskan
bahwa tambahan ini adalah salah. Dia berkata, “adapun yang tampak
bahwa Salamah telah melakukan kekeliruan, lalu dia kembali ingat dan
terus meriwatkan lafazh ‘satu tahun’, dan tidak boleh dijadikan
pedoman kecuali riwayat yang tidak mengandung unsur keraguan dari
para perawi.”
Ibnu Al-Jauzi berkata berkata, “Ada kemungkinan Nabi SAW
mengetahui bahwa pengumuman itu belum dilakukan sebagaimana
mestinya, maka beliau SAW memerintahkan Ubay untuk
mengumumkan kembali selama satu tahun, sama seperti sabda beliau
terhadap orang yang salah shalatnya ‘kembali dan shalat, sesungguhnya
engkau belum shalat”. Demikian menurut pernyataan Ibnu Al Jauzi,
akan tetapi cukup jelas hal ini tidak mungkin terjadi pada diri Ubay,
sementara dia tergolong ahli fikih terkemuka di kalangan sahabat.
Penulis kitab Al Hidayah (salah seorang ulama madzhab
Hanafi) menyebutkan satu pendapat dalam madzhab mereka bahwa
perintah untuk mengumumkan barang temuan diserahkan kepada
kebijakan orang yang menemukannya. Namun, hendaknya
mengumumkan barang itu hingga timbul keyakinan yang kuat bahwa
pemiliknya tidak akan mencari setelah itu. (Asqalani 2005, 448-449)
Apabila pemilik barang tersebut datang lalu menjelaskan tanda-
tanda dan ciri-ciri yang membedakannya dari barang-barang lainnya
maka penemu boleh menyerahkannya kepadanya, meskipun dia tidak
menunjukkan bukti. Apabila si pemilik tidak kunjung datang maka
penemu harus mengumumkan barang tersebut selama satu tahun maka
boleh bagi penemu untuk menyedekahkannya atau memanfaatkannya,
26

baik dia kaya maupun miskin, dan dia tidak wajib menggannti. (Sabiq
2013, 221)
Hukum mengumumkan barang temuan berbeda-beda. Terkadang
hukumnya wajib, kadang menjadi mandud (sunnah) sesuai keinginan dan
niat orang yang mengambilnya. Jika dia mengambilnya dengan niat
menjaga dan tidak untuk dimiliki, maka tidak wajib mengumumkannya,
sebab pengumuman tujuannya untuk memiliki sedangkan dia tidak
berniat memiliki, maka tidak wajib dan hanya mustahab. Dan jika dia
berniat memilikinya, maka mengumumkannya menjadi wajib.
Namun pendapat yang rajih (unggul) dalam mazhab Syafi’i bahwa
pengumuman adalah wajib secara mutlak baik untuk dijaga atau dimiliki.
Imam An-Nawawi mengatakan inilah pendapat yang lebih kuat dan yang
menjadi pilihan dalam mazhab. ( Azzam 2014, 279)
Jika dia berniat untuk memiliki, maka tidak boleh dimiliki kecuali
setelah dia mengumumkannya selama satu tahun sesuai dengan hadis
Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa ketika baginda Nabi ditanya tentang
barang temuan emas dan perak baginda menjawab:

‫أ‬
“Kenali ikatan dan bungkusnya kemudian umumkan selama satu tahun”
(Al-Albani 2007, 243)
Hadis di atas menunjukkan bahwa pengumuman waktunya
selama satu tahun dan jika sipemilik tidak datang, maka ia boleh
memilikinya jika dia menginginkannya.

2.6.1. Hikmah Pengumuman Satu Tahun


Hikmah dari penetapan satu tahun sebab para kafilah dagang
biasanya tidak pernah lambat datangnya dalam satu tahun, juga
karena kalau tidak satu tahun pastilah orang akan kehilangan
hartanya, dan seandainya pengumuman selama-lamanya pastilah
manusia tidak akan mengambilnya sehingga ditetapkannya satu
27

tahun lebih kepada menjaga kemaslahatan kedua belah pihak secara


bersama-sama.

2.6.2. Beberapa masalah penting yang berkaitan dengan barang


temuan
2.6.2.1. Seandainya yang menemukan meninggal dunia dalam
tengahan tahun, maka ia dilanjutkan oleh ahli
warisnya seperti yang dijelaskan oleh Az-Zarkasyi.
2.6.2.2. Seandainya yang menemuka dua orang, maka masing-
masing mengumumkannya setengah tahun, satu
orang mengumumkan sehari kemudian besoknya satu
orang lagi kemudian satu jumat dan satu jumat
kemudian satu bulan dan satu bulan sebab ia adalah
satu barang temuan dan pengumuman harus dari dua
bagiannya dan bukan hanya satu bagian sebab
keduanya masing-masing ada bagiannya dan inilah
pendapat yang lebih tepat menurut As-Subki. Namun
hal ini ditentang oleh Ibnu Ar-Rif’ah, dia berkata:
“Masing-masng mengumumkan sselama setahun
sebab dia yang menemukan untuk setengahnya dan
dia sama dengan satu barang temuan yang sempurna.
( Azzam 2014, 280)

2.6.3. Barang Temuan yang Wajib Diumumkan


Jika barang yang ditemukan berupa sesuatu yang biasanya
tidak dicari oleh pemiliknya seperti biji buah, satu suapan, maka ia
tidak perlu mengumumkannya sesuai dengan hadis yag
diriwayatkan oleh Anas dia berkata: Rasulullah SAW. menemukan
sebiji kurma terbuang di sebuah jalan raya kemudian beliau
bersabda:
28

“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,


“sesungguhnya aku akan pulang kepada keluargaku, lalu aku
menemukan sebuah kurma jatuh diatas tempat tidurku. Akupun
mengambilnya untuk aku makan, kemudian aku takut kalau kurma itu
adalah sedekah. Akupun membuangnya.” ( Al- Bani 2007, 244)

Jika berupa barang yang biasanya dicari oleh pemiliknya


namun ia hanya sedikit, ada tiga pendapat: Pertama, diumumkan
baik yang sedikit atau banyak selama satu tahun dan ini sesuai
dengan nash dan umumnya dalil. Kedua, tidak diumumkan jika satu
dinar, sesuai dengan riwayat yang mengatakan bahwa Ali RA.
Menemukan uang satu dinar kemudian ia mengumumkannya selama
tiga hari lalu Nabi SAW berkata kepadanya: “Makan saja terserah
kamu.” Ketiga, diumumkan jika sampai nisab pencuri dan tidak
diumumkan kurang dari itu, sebab ia hanya barang sepele oleh sebab
itu Aisyah ra. Berkata: “Tidak ada yang memotong tangan pencuri di
zaman Rasulullah SAW karena mencuri barang yang sepele.”
Apakah pengumuman itu wajib secara secara terus-menerus
atau terputus-putus selama setahun? Disini berkembang dua
pendapat: Pertama, wajib secara terus-menerus, kapan dia
memulainya, maka tidak boleh berhenti dan jika dia berhenti harus
diulang dari awal lagi sebab jika dia berhenti, maka informasi akan
terputus dan si pemiliknya tidak akan datang. Kedua, boleh berhenti
karena kata satu tahun bisa untuk semua, oleh sebab itu, jika dia
bernazar untuk berpuasa pada satu tahun, maka boleh ia berpuasa di
bulan-bulan yang terpisah. (Azzam 2014, 280-281)
29

2.6.4. Waktu dan Tempat Pengumuman Barang Temuan


Mengumumkan barang temuan harus pada waktu
berkumpulnya manusia seperti waktu shalat dan yang lainnya,
termasuk tempat berkumpulnya orang seperti pasar, pintu-pintu
masjid ketika orang keluar masjid dari shalat jumat sebab dengan
inilah tujuan pengumuman akan terpenuhi, dan diperbanyak
mengumumkannya di tempat ditemukannya barang tersebut sebab
orang yang kehilangan sesuatu dia akan mencarinya dimana ia
kehilangan barang tersebut, dan dipahami dari ucapannya di depan
pintu-pintu masjid bahwa tidak boleh diumumkan didalam masjid
sesuai dengn hadis dari Jabir dia berkata: “Rasulullah SAW.
mendengar seorang lelaki mengumumkan sesuatu yang hilang di
masjid kemudian Nabi berkata kepadanya: “semoga engkau tidak
mendapatkannya.” Dan dalam riwayat yang lain: “Engkau yang
kehilangan dan orang selain kamu mendapatkannya.” Hal ini karena
Rasulullah tidak suka orang meninggikan suara didalam masjid.
Jika dia mengumumkannnya didalam masjid, maka
pengumuman itu haram jika mengganggu dan jika tidak hanya
makruh dan dengan ini mungkin digabungkan antara pendapat yang
mengatakan makruh dan haram mengumumkan di dalam masjid
hanya saja ia tidak menjadi makruh jika dia bertanya kepada orang
yang ada di dalamnya termasuk dalam Masjid Nabawi dan Masjid Al-
Aqsha.
Adapun Masjidil Haram, maka boleh mengumumkannya
sebab ia tempat berkumpulnya manusia berbeda dengan masjid-
masjid yang lain dan ini pendapat yang paling kuat dari dua
pendapat di atas, ini artinya haram dilakukan di masjid-masjid yang
lain kecuali Imam An-Nawawi dalam penjelasan kitab Al-
Muhadzdzab beliau memakruhkan pengumuman di dalam Masjidil
Haram.
30

2.6.5. Waktu dan Cara Pengumuman


Sudah kita katakan bahwa penemu barang temuan jika dia
ingin memiliki barang tersebut dia harus mengumumkannya dan
pengumuman itu hendaklah sesuai dengan waktu dan tempat artinya
pada waktu dan tempat yang biasa untuk mengumumkan, dari segi
waktu selama satu tahun dari waktu diumumkan dan bukan dari
waktu menemukan dan tidak wajib harus satu tahun penuh namun
cukup pertama kalinya setiap hari dua kali pagi dan sore dan tidak
boleh waktu malam atau ketika waktu tidur siang kemudian dia
mengumumkan setelah itu satu atau dua kali dalam seminggu
apapun keadaannya pengumuman itu ada empat tingkat:
2.6.5.1. Diumumkan dua kali sehari pagi dan sore selama satu
minggu.
2.6.5.2. Diumumkan setiap hari pada sore hari selama satu
atau dua minggu.
2.6.5.3. Diumumkan setiap minggu dua atau satu kali sampai
tujuh minggu.
2.6.5.4. Diumumkan sekali atau dua kali dalam satu bulan
sampai akhir tahun dan inilah pendapat yang
masyhur.
Ada yang mengatakan dia mengumumkan selama tiga tempo
dan setiap tempo selama tiga bulan, diumumkan setiap hari
sebanyak dua kali selama tiga bulan kemudian diumumkan setiap
sore hari selama tiga bulan kemuadian setiap seminggu selama tiga
bulan kemudian satu bulan sekali selama tiga bulan namun pendapat
ini lemah.
Ada yag mengatakan bahwa apa yang mereka sebutkan bukan
mustahil, yang menjadi alat ukurnya adalah hendaknya
pengumuman tersebut tidak mengulangi pengumuman pertama
sebagian mengulang bagian yang lain. Da pengumuman diwaktu-
31

waktu pertama lebih banyak sebab pencarian pemiliknya pada saat


itu biasanya lebih banyak dan selama dua kali sehari pagi dan sore
sebab ini adalah waktu berkumpulnya orang oleh sebab itu tidak
boleh malam dan tidak juga waktu tidur siang sebab keduanya bukan
waktu berkumpul namun biasanya waktu istirahat dan tidur.
Jika pengumumannya secara terpisah-pisah apakah sudah
cukup sebagai pengumuman? Menurut pendapat yang rajih (unggul)
ini sudah cukup sebab dia sudah mengumumkan selama satu tahun
dan pendapat ini disetujui oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Ar-
Raudhah, ada yang mengatakn tidak ada manfaat dari pengumuman
itu, dan pendapat yang lebih kuat tidak harus segera sebagaimana
bisa dipahami dari ucapannya dengan menggunakan kata sambung
“kemudian” di mana dikatakan: “Dan diumumkan jenis, ciri, ukuran,
bungkus, dan ikatannya kemudian dia mengumumkannya di pasar
sampai yang terakhirnya.
Adapun cara mengumumkannya dengan mengatakan: Siapa
yang kehilangan sesuatu atau siapa yang kehilangan uang dinar dan
tidak boleh ditambah lagi sebab bisa diklaim oleh pendusta. Jika dia
menerangkan jenis dan ukuran, bungkus, dan ikatannya ada dua
pendapat: Pertama, tidak menjamin sebab hanya menyebutkan ciri
dan tidak wajib membayar. Kedua, dia menjamin sebab dia tidak bisa
dipercaya untuk menjagakannya kepada seseorang lalu masalah
disampaikan kepada hakim kemudian dia wajib membayar dengan
menyebutkan ciri itu. ( Azzam 2014,282-284 )

2.7. Beberapa Masalah Penting Yang Berkenaan Dengan Barang


Temuan
2.7.1. Permasalaha Pertama
Jika seseorang menemukan sesuatu yang tidak ada
nilainya seperti satu biji kismis dan yang semisalnya, maka
32

tidak perlu diumumkan, dan si penemu berhak memakan dan


berbuat apa saja dengannya, dan jika dia menemukan sesuatu
yang berharga namun hanya sedikit, maka menurut pendapat
yang lebih kuat tidak mengumumkan selama satu tahun
hanya saja di mana diperkirakan si pemiliknya sudah tidak
lagi mencarinya.
Ukuran barang yang kecil atau tidak berharga adalah
sesuatu yang kira-kira si pemiliknya tidak akan banyak
menyayangkan barang tersebut dan biasanya ia tidak lama
mencarinya. Barang seperti ini tidak diumumkan namun
dipegang sepenuhnya oleh si penemu dan dalam satu bahwa
Umar ra. melihat seorang laki-laki mengumumkan satu biji
kismis lalu Umar memukulnya dengan baju besi dan berkata :
“Termasuk perbuatan wara’ jika meninggalkan sesuatu yang
dimurkai oleh Allah.”
2.7.2. Permasalahan Kedua
Jika barang temuan hilang di tangan penemunya tanpa
ada kesengajaan, maka dia tidak menggantikannya sebab
barang tersebut berupa amanah di tangannya, maka sama
dengan barang titipan, jika ditemukan orang lain sedangkan
dia tahu barang itu hilang dari si penemu pertama, maka dia
harus mengembalikannya kepada penemu pertama sebab dia
berhak memiliki, mengumumkan, dan menjaganya dan hak ini
tidak hilang dengan hilangnya barang, dan jika si penemu
yang kedua tidak mengetahuinya sampai dia
mengumumkannya selama satu tahun, maka dia berhak
memilikinya karena alasan-alasan pindahnya kepemilikan
ada padanya dan tidak ada yang mengusiknya. Dengan begitu
barang tersebut menjadi hak miliknya sama seperti orang
pertama, dan yang pertama tidak berhak mengambilnya
33

sebab memiliki lebih diutamakan daripada berhak memiliki,


dan jika pemiliknya datang dia mengambilnya dari penemu
yang kedua, dan tidak meminta kepada yang pertama, sebab
dia tidak melalaikan.
Jika penemu yang kedua mengetahui penemu yang
pertama, maka hendaklah ia mengembalikan kepadanya, lalu
dia tidak mau menerimanya bahkan mengatakaan, umumkan
oleh kamu saja, lalu dia mengumumkannya, maka barang itu
menjadi miliknya juga, sebab orang pertama meninggalkan
haknya, maka ia gugur, dan jika dia berkata, umumkan dan
hasilnya di antara kita berdua lalu dia mengerjakannya ini
juga sah, sebenarnya barag itu menjadi hak mereka berdua
namun yang satu menggugugrkan haknya berupa setengah
dan mewakilkan yang lainnya. Jika orang kedua
mengumumkan dengan maksud untuk memilikinya sendiri
tanpa orang yang pertama ada kemungkinan ia boleh
melakukannya sebab alasan-alasan kepemilikan ada padanya
sehingga dia berhak memilikinya sama dengan seandainya
orang yang pertama mengizinkan untuk mengumumkannya
untuk dirinya sendiri. Bisa juga dia tidak boleh memilikinya
sebab kuasa pengumuman bagi orang yang pertama sama
dengan jika dirampas oleh seseorang dari si penemu lalu dia
mengumumkannya, demikian juga hukumnya jika yang kedua
mengetahui hal ini sama dengan hukum orang yang
menggarap tanah tak bertuan yang sebenarnya sudah digarap
orang lain lalu dia mengelolanya tanpa perizinan dari pihak
pertama.
Namun jika barang tersebut dirampas oleh seseorang
dari tangan si penemu lalu dia mengumumkannya, maka dia
tidak boleh memilikinya sama sekali sebab dia sengaja
34

mengambilnya dan tidak ada alasan-alasan padanya untuk


memiliki barang tersebut, sebab menemukan bagian dari
sebab-sebab kepemilikan dan ini tidak ada pada si perampas,
dan berbeda dengan jika ditemukan oleh orang kedua, sebab
dia menemukan dan mengumumkan.
2.7.3. Permasalahan Ketiga
Jika si penemu mengambinya dengan niat untuk
berkhianat, maka dia harus menjamin kalaupun seandainya
dia mengumumkan barang temuan tersebut setelah itu dan
ingin memilikinya setelah itu, maka dia tetap tidak ada hak
untuk memilikinya, jika pertama kali dia bermaksud
menjaganya lalu kemudian dia berkhianat dan tidak
mengumumkannya menurut pendapat yag lebih kuat dan
tidak menjadi penjaminan hanya karena berniat untuk
berkhianat sama dengan orang yang menerima titipan.
2.7.4. Permasalahan Keempat
Jika ditemukan oleh dua orang lalu keduanya
mengumumkan selama satu tahun, maka keduanya berhak
memilikinya secara bersama-sama, dan jika kita mengatakan
hak milik terhenti harus dengan cara memilih lalu salah
satunya memilih dan yang lain tidak, orang tersebut berhak
dengan separuh barang dan tidak untuk yang kedua, jika
keduanya melihat barang tersebut secara bersamaan lalu
salah satu mengambilnya atau salah satu melihat dan dia
memberitahu sahabatnya lalu si sahabat ini mengambilnya,
maka barang tersebut menjadi miliknya, sebab hak milik
orang temuan bisa didapat dengan cara menemukan dan
bukan hanya sekedar melihat sama dengan hukum berburu.
Jika salah satu berkata kepada sahabatnya, ambillah
barang itu lalu dia mengambilnya, dilihat, jika dia
35

mengambilnya untuk dirinya sendiri, maka barang tersebut


menjadi miliknya dan jika dia mengambilnya untuk yang
menyuruh, maka menjadi milik yang menyuruh sama dengan
seandainya dia menyuruhnya berburu. (Azzam 2014, 228-
290)

2.8. Pemilikan atau Pemanfaatan Barang Temuan


Apabila telah diumumkan selama satu tahun, ternyata pemiliknya
masih tidak diketahui, bolehkah barang temuan itu dimanfaatkan atau
dimakan?
Para ulama fiqh dalam masalah ini, membedakan barang temuan
yang berbentuk binatang ternak dengan barang/harta selain ternak.
Apabila barang temuan itu berupa hewan ternak, mereka sepakat
menyatakan boleh dimakan oleh penemunya.
Alasan mereka adalah hadis Rasululah SAW. lainnya yang
mengatakan bahwa:

}
“Dia (hewan ternak) itu milikmu atau milik saudaramu atau akan
diterkam harimau”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al-
Juhani). (Al-Bayan 2013, 311)

Akan tetapi, para ulama fiqh berbeda pula dalam perlu tidaknya
membayar ganti, apabila setelah setahun diumumkan tiba-tiba datang
pemiliknya menagih binatang itu, sementara hewan temuan itu telah
dimanfaatkan. Jumhur ulama mengatakan bahwa sekalipun dibolehkan
memakannya, tetapi apabila datang pemiliknya meminta hewan itu
kembali, maka wajib dibayar ganti rugi seharga hewan itu. Akan tetapi,
Imam Malik mengatakan ia tidak dikenakan ganti rugi sesuai dengan
hadis di atas.
36

Apabila yang ditemukan itu bersifat harta, bukan hewan ternak,


terdapat perbedaan pendapat ulama dalam memanfaatannya. Ulama
Hanfiah mengatakan bahwa apabila penemunya itu orang kaya, maka ia
tidak boleh memanfaatkan harta temuan itu, tetapi wajib baginya untuk
menyedekahkan harta itu kepada orang miskin, sekalipun orang miskin
itu keluarga dekatnya.
Alasan mereka adalah firman Allah dalam surat al-Baqarah : 188
yang berbunyi: (Kementerian Agama RI 2014, 31)

...     

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di


antara kamu dengan jalan yang bathil...”

Dalam sabda Rasulullah SAW. dikatakan:

}
“Tidak halal harta seorang muslim, kecuali dengan kerelaan hatinya.” (HR.
Ahmad ibn Hanbal, al-Hakim dan Ibnu Hibban)

Selanjutnya ulama Hanafiyah mengatakan bahwa apabila yang


menemukan harta itu adalah orang miskin, maka ia boleh memanfaatkan
harta itu. Alasannya, orang miskin penemu harta itu termasuk ke dalam
kandungan kalimat “maka sedekahkanlah” dalam hadis diatas, karena
tempat bersedekah itu diantaranya adalah kepada orang miskin.
Kemudian, apabila pemiliknya harta itu mengetahui bahwa hartanya
ditemukan seseorang, tetapi harta itu telah disedekahkan atau
dimanfaatkan fakir miskin, maka, menurut Ulama Hanafiyah, apabila ia
mau merelakan harta itu sebagai sedekah dan apaibla ia tidak rela maka
ia boleh menuntut ganti rugi kepada penemunya yang telah
menyedekahkannya.
37

Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila orang yang


menemukan harta itu telah mengumumkan selama satu tahun dan tidak
ada yang mengaku kehilangan barang itu, maka penemu harta itu boleh
memakan atau memanfaatkannya, baik ia kaya maupun miskin. Alasan
mereka adalah hadis Zaid ibn Ibrahim al-Juhani yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim di atas. (Haroen 2007, 264-26)
Ada pendapat lain, yaitu cukup dengan niat memiliki yang
terlintas setelah mengumumkan dan ketika memilikinya, sehingga tidak
cukup hanya dengan niat ketika mengambilnya. Ada juga yang
mengatakan bahwa barang temuan menjadi hak milik penemu jika sudah
berlalu satu tahun setelah diumumkan, dan cukup dengan niat
menjaganya ketika mengambil untuk dimiliki. Dan pendapat ini tidak
bisa dipakai jika dia mengambilnya untuk dijaga selama-lamanya dan
kita telah mengatakan dia wajib mengumumkan dan dia sudah
mengumumkannya selama satu tahun lalu setelah itu berniat
memilikinya dan inilah yang ditegaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam Al-
Basith, jika dia tidak wajib mengumumkannya lalu dia
mengumumkannya kemudian setelah itu dia berniat memilikinya dan dia
memang bermaksud begitu, maka pengumuman ini tidak dianggap ada
bahwa dia harus mengulang lagi dari tahun yang lain. (Azzam 2014, 291-
292)

2.9. Jenis-Jenis Barang Temuan


Barang temuan ada beberapa jenis, berupa hewan atau yang
lainnya. Jika berupa hewan (selain manusia), maka ia bisa dikategorikan
antara yang ditemukan di Padang Sahara atau di pemukiman, sementara
jika selain hewan maka ia dikategorikan lagi antara yang boleh dimakan.
Inilah empat jenis tersebut:
38

2.9.1. Hewan di Padang Sahara


Jika seekor hewan ditemukan di Padang Sahara, maka ia
harus dipiliah lagi menjadi dua kategori:
Kategori Pertama adalah hewan yang bisa menjaga
dirinya sendiri, dengan cara mencair air dan rumput, menjaga
dirinya sendiri dari gangguan binatang buas baik karena
tenaganya seperti unta, sapi, kuda dan keledai, atau karena
cepatnya berlari seperti kijang, kelinci, dan burung. Jenis-jenis
ini tidak boleh diambil oleh si penemunya jika dia tidak
mengetahui pemiliknya sesuai dengan hadis Nabi SAW.
tentang unta yang hilang:

“Apa pedulimu terhadapnya? Ia (unta itu) sudah membawa


wadah air dan sepatu kulitnya sendiri (kuat menahan dahaga
beberapa hari dan kuat berjalan). Ia mampu pergi ke tempat-
tempat air dan memakan pohon-pohon kayu sehingga ia
ditemui oleh tuannya.” (Al Bayan 2013, 311)
Ini merupakan isyarat dari Nabi bahwa unta panjang
leher sehingga bisa mengambil air dengan lehernya yang
panjang dan tidak perlu ada yag membantunya. Oleh sebab itu
Rasulullah bersabda:

“Dia akan mendatangi air, memakan pohon, sampai pemiliknya


datang.” (Al-Albani 2007, 243)

Namun jika ia tetap mengambil hewan tersebut, maka


kasusnya tidak keluar dari dua perkara:
2.9.1.1. Dia mengambilnya untuk dimiliki jika tidak datang,
dan ini melampaui batas dan ada jaminan, sedangkan
39

jika membiarkannya jaminan tidak gugur. Namun jika


dia tidak membiarkannya dan menyerahkannya
kepada pemiliknya jaminan gugur karena dia sudah
memberikan kepada pemiliknya dan jika dia
memberikan kepada hakim, maka dalam hal
gugurnya jaminan ada dua pendapat:
Pendapat pertama: jaminan serta-merta gugur, sebab
hakim adalah wakil dari orang yang tidak hadir.
Pendapat kedua: tidak gugur sebab terkadang orang
yag hadir tidak ada kuasa bagi hakim kepadanmya.
2.9.1.2. Dia tidak mengambilnya untuk dimiliki secara pribadi,
melainkan untuk dijaga sampai pemiliknya datang.
Jika dia tahu pemiliknya, maka dia tidak harus
menjamin sebab ia tangan amanah sampai diserahkan
kepada pemiliknya, dan jika tidak tahu pemiliknya,
maka terhadap wajib tidaknya dia menjamin barang
temuan tersebut, para ulama terbelah menjadi dua
pendapat:
Pendapat pertama: dia tidak perlu menjamin hewan yang
ditemukan untuk dikembalikan kepada pemiliknya ketika
dia tahu karena ini termasuk dalam kategori saling
membantu dalam kebajikan.
Pendapat kedua: dia harus menjamin (mengganti) sebab dia
tidak ada kuasa terhadap orang yang tidak datang, kecuali
jika ia seorang wali seperti imam atau hakim, maka tidak
ada jaminan, dalam sebuah riwayat Umar ra. memiliki
sebuah kadang tempat menyimpan hewan yang tersesat
milik kaum muslimimin.
Kategori kedua adalah hewan yang tidak bisa membela
dirinya sendiri dan tidak bisa sampai ke tempat air dan rumput
40

seperti kambing dan ayam, untuk yang ini boleh dimakan langsung
tanpa harus diumumkan baik dia orang kaya atau miskin dan dia
harus menggantikannya jika pemiliknya datang dan ini merupakan
pendapat Imam Asy-Syafi’i dan Abu Hanifah.
Sementara Imam Malik dan Dawud mengatakan: “dia tidak
menajamin dia boleh memakannya secara mubah dan tidak ada
mengganti jika pemiliknya datang, sesuai dengan hadis Nabi SAW:

“dia adalah milikmu, atau saudaramu atau milik serigala.” (Al- Albani
2007, 243)

Kita tahu apa yang boleh dimakan oleh serigala berarti mubah
dan tidak ada jaminan. Pendapat pertama adalah lebih kuat, karena
selaras dengan hadis Nabi SAW:

}
“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatnya.”
(HR. Ahmad ibn Hanbal, al-Hakim, dan Ibnu Hibban)

Karena ia adalah barang temuan, maka harus dikembalikan


secara utuh dan ia wajib mengganti jika sudah dimakan diqiyaskan
dengan barang temuan berupa harta, dan karena ia adalah hewan
yang tersesat, maka harus digantikan jika sudah dimakan sama
dengan unta dan yang lainnya.
Adapun ucapan Nabi SAW: “Dia milik kamu, atau saudara kamu
atau milik serigala,” tidak mengandung indikasi dalil atas gugurnya
jaminan, sebab Nabi SAW. mengingatkan bolehnya mengambil, dan
memakan namun tidak untuk mengganti.
41

Jika mengambil kambing dan hewan yang tidak bisa menjaga


dirinya sendiri hukumnya boleh, maka boleh mengambil anak unta
sebab dia belum bisa menjaga dirinya sama dengan kambing.

2.9.2. Hewan yang ditemukan didaerah pemukiman


Entah itu desa, kampung, kota, atau tempat yang dekat dari
tempatnya tinggal. Dalam hal ini ada perbedaan di kalangan internal
mazhab Syafi’i menjadi dua pendapat:
Pertama, Imam Asy-Syafi’i dalam versi yang dinukil dari Al-
Umm mengatakan bahwa jika ditemukan di perkampungan atau
kota, maka ia adalah barang temuan yang boleh diambil dan wajib
diumumkan selama satu tahun jika selain kambing sesuai dengan
umumnya hadis SAW: “Hewan yang tersesat milik seorang muslim
adalah makanan api.”
Kedua, dia termasuk barang temuan dan boleh diambil jika
berupa kambing dan unta, serta wajib diumumkan selama satu tahun
sama dengan semua barag temuan. Sebab sabda Nabi SAW. tentang
unta yag hilang:

“Dia mempunyai kaki dan air kantung airnya mendatangi


tempat air dan memakan pohon.” (Al Bassam 2006, 163)

Khusus untuk dikampung yang ada air dan pohon tidak


termasuk di kota yang bisa menjaganya dari sergapan binatang buas
berbeda dengan di pendesaan yang tidak bisa dijaga oleh manusia
seperti di kita, dan kambing boleh di pendesaan sebab dia bisa
dimakan oleh serigala berbeda dengan di kota, maka maknanya
berbeda ketika di pendesaan dan kota seakan perbedaan itu karena
perbedaan tempat.
42

Perbedaan dengan yang pertama adalah bahwa dilarang


mengambil hewan yang bisa menjaga dirinya seperi di padang pasir
dan tidak untuk di kota sebab dengan adanya bangunan yang banyak
dia akan diambil oleh tangan-tangan yang jahil berbeda dengan
padang pasir karena jalan-jalan orang menjaganya.
Timbul masalah lain, seandainya dia menemukan hewan yang
bisa menjaga dirinya pada zaman perampokan dan kerusakan, maka
ia boleh mengambilnya untuk dimiliki secara pasti baik di perkotaan
atau dipedesaan. (Azzam 2014, 298-299)

2.9.3. Barang Temuan yang Tidak Bisa Dimakan


Barang temuan yang tidak bisa dimakan adalah seperti uang
dan yang lainnya, maka inilah yang dijlaskan tentang syarat harus
mengumumkan ketika dia memilikinya.

2.9.4. Barang Temuan yang Bisa Dimakan


Disini ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan:
Pertama, jika berupa barang yag cepat rusak, seperti: makanan,
daging bakar, semangka, kurma basah yang tidak menjadi kering dan
sayuran, maka penemuannya boleh memilih antara memakan dan
mengganti harganya, atau menjual dan menyimpan uangnya (dan
menyerahkannya kepada pemiliknya). Ini pendapat yag shahih. Jika
dia sampai memakannya, maka dia harus mengganti harganya, lalu
diumumkan selama setahun, kemudian mengelolanya, sebab nilai
barang sama dengan barang itu sendiri, jika dia tidak mampu
membayarnya, maka tidak ada perbedaan tentang bolehnya
memakan, apakah dia harus mengeluarkan nilainya? Ada perbedaan:
Pendapat yang rajih (unggul) sebagaimana yang dikatakan oleh
Ar-Rafi’i, tidak wajib sebab ada yang ada dalam tanggungan tidak
43

takut hilang dan jika dia mengeluarkannya ia menjadi amanah di


tangannya.
Kedua, barang yang ditemukan termasuk barang yang tidak
mudah rusak dan bisa diolah seperti kurma basah yang bisa menjadi
kurma kering dan anggur yang bisa menjadi kismis dan susu yang
bisa menjadi keju dan yang lainnya, maka yag menjadi ukuran disini
adalah kemaslahatan si pemilik. Jika memang menjualnya lebih
bermaslahat, maka ia boleh menjualnya. Sementara jika pada masa
pengeringan, maka ia akan mengeringkannya. Jika si penemu
bersuka rela mengeringkannya, maka hal itu boleh-boleh saja, dan
jika tidak mampu, maka dia boleh menjual sebagian barang temuan
sebagai nafkahnya sebab kemaslahatan pada hak pemilik, berbeda
dengan hewan yang bisa dijual semua sebab biaya pengurusan pada
hewan yang bisa dijual semua sebab biaya pengurusan pada hewan
bisa berulang-ulang sehingga dia mengurangi nilai barang temuan
itu sendiri. (Azzam 2014, 299-300)

2.10. Kondisi dan Opsi Menyikapi Barang Temuan


Jika barang temuan berupa hewan, maka jika seseorang
mengambilnya dari Padang Sahara, maka ia boleh memilih antara tiga
opsi pilihan dalam memperlakukan hewan temuan yang tidak bisa
menjaga dirinya: Pertama, mengumumkannya, kemudian jika tidak ada
yang mengakui dia boleh memilikinya sendiri. Kedua, menjual barang
tersebut dengan syarat menemui hakim jika ada dan jika tidak ada dia
boleh menjualnya sendiri dan menyimpan uangnya, kemudian
mengumumkan barang yang hilang tanpa menyebutkan jumlah uangnya.
Jika pemiliknya tidak datang, maka dia boleh memiliki uang tersebut.
Ketiga, memakannya jika dia mau dan mengganti uangnya jika datang
pemiliknya dan ini sudah disepakati oleh para ulama, namun jika tidak
44

bisa memakannya sampai ia membawanya dari padang pasir ke


perkotaan tidak boleh dimiliki sebelum diumumkan.
Imam Al-Mawardi membolehkan sifat yang keempat yaitu
memilikinya secara langsung dan menyimpannya hidup-hidup untuk
dimanfaatkan susu dan anak keturunannya.
Namun sifat mana yang lebih utama? Jika berbicara tentang sifat
yang paling utama dari sifat-sifat yang ada, maka yang pertama lebih
utama dari yang kedua dan yang kedua lebih utama dari yang ketiga
sebab ia mengandung arti mempercepat pemanfaatan sesuatu sebelum
mengumumkannya.
Adapun jika barang temuan berupa hewan yang ditemukan di
daerah pemukiman, maka penemu boleh memilih opsi yang pertama da
kedua, dan tidak boleh mengambil opsi yang ketiga. Ini adalah pendapat
yang kuat.
Ada juga yang mengatakan bahwa ia boleh mengambil opsi ketiga,
karena hewan yang ditemukan di padang pasir. Pendapat ini tertolak
sebab tidak ada orang yang akan membeli barang temuan berbeda
dengan di perkotaan dan susah dipindahkan.
Hal ini berlaku jika sifat-sisfatnya sama dalam memberikan
perhatian atau tidak. Jika tidak, maka penemu harus mengerjakan yang
paling bermanfaat bagi pemilik barang. (Azzam 2014, 300-301)

Anda mungkin juga menyukai