MUHAMMAD ABDUH
Kelompok 5 :
XI MIPA 1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Teriring salam dan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan kami kesehatan sehingga masih bisa menikmati segarnya
udara sampai saat ini. Begitupun pada kekasihNya yang senantiasa
membagikan ilmunya pada kami semua sampai kita bisa sampai pada
abad peradaban ini, Muhamad SAW.
Kepada kedua orang tua kami juga yang senantiasa memberkati kami
dengan doa-doa ijabahnya, sehingga kami masih bisa menjadi salah satu
generasi penerus kesuksesan.Dan kepada ibu guru mapel agama yang
senantiasa memberikan ilmunya untuk menambah khazanah keilmuan
kami.Dan tidak lupa untuk semua sahabat-sahabat yang selalu
medukung kami dan senantiasa berbagi ilmu bersama untuk menjadi
insan cendikia yang bijaksana.Terimakasih.
Tak ada sesuatu pun yang sempurna di dunia ini.Karena itulah pasti
masih banyak kekhilafan yang kami lakukan dalam penulisan makalah
ini.Kritik dan saran selalu kami nantikan agar menjadi pembaikan bagi
kami dalam setiap pembelajaran hidup yang kami jalani.
Alhamdulillah.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
BAB 2 PEMBAHASAN 5
2.1 Biografi 5
2.2 Profesi Muhammad Abduh Sebagai Guru dan Jurnalis 7
2.3 Ide Ide Pembaharuan Muhammad Abduh 7
2.4 Karya Karya Muhammad Abduh 9
BAB 3 PENUTUP 13
3.1 Analisis 13
3.2 Kesimpulan 13
DAFTAR SUMBER 15
BAB 1 PENDAHULUAN
Salah satu sebabnya adalah, karena dalam agama terdapat ajaran yang mutlak (obsolut,
qath’i). Aspek ajaran ini diyakini sebagai dogma yang harus dianut. Sikap dogmatis ini
mendorong orang menjadi tertutup, eksklusif, dan tidak menerima pendapat dan
pemikiran baru yang –dianggap - bertentangan dengan dogma tersebut. Sikap dogmatis juga,
membuat orang berpegang teguh pada pendapat dan pemikiran lama dan tidak bisa menerima
perubahan. Dogmatisme membuat orang bersikap tradisional, statis, dan tidak rasional.
Hal inilah yang tidak dikehendaki oleh para tokoh pembaharuan pemikiran Islam.
Ummat Islam harus rasional, modern dan menerima perubahan dan pembaharuan. Hal ini
karena Islam merupakan system ajaran universal yang “mashalih likulli zaman wa almakan”
(relevan dengan setiap zaman dan tempat (keadaan)”. Menurut mereka, pintu ijtihad belum
tertutup. Pintu ijtihad masih –dan terus – terbuka. Masih banyak hal yang perlu di-ijtihad-kan.
Masih banyak aspek ajaran Islam yang bersifat relatif (nisbi, dzanni).
Dan ini harus difikirkan serta dicarikan penafsiran dan pemahaman baru sesuai dengan
tuntutan zaman. Islam menghendaki rekonstruksi sosio-moral dan sosio-etnik masyarakat
muslim, atau sesuai –atau paling tidak mendekati- dengan tatanan kehidupan Islam ideal. Dalam
pada itu, Muhammad Abduh dikenal sebagai tokoh pemikir yang independen dan bersikap
liberal, karena banyak bersentuhan dengan peradaban barat. Karena itulah, penting untuk
mengetahui bagaimana corak pemikiran salah satu tokoh pemikir Islam yang membawa
perubahan yang besar bagi dunia Islam, khususnya Mesir.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka beberapa masalah yang penulis
angkat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
_____________________________
Hamdani Hamid. Pemikiran Modern dalam Islam. (Kemenag, 2012). Hlm: 75.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Biografi
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Abdul Hasan Khairullah. Ia lahir di suatu desa di
Mesir Hilir, Mahallah Nasr, pada tahun 1849, namun tidak diketahui secara pasti daerahnya.
Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah yang berasal dari Turki, sedangkan ibunya kurang
diketahui identitasnya, selain disebutkan dalam riwayat bahwa ia termasuk dari keturunan bangsa
Arab, Umar Ibn Khatab. Masa kecil Abduh tumbuh di sebuah desa yang tidak terlalu
mementingkan pendidikan formal, namun tidak mengabaikan pendidikan agama. Kedua orang
tua Abduh selalu mendorong dirinya untuk belajar membaca dan menghafal Al Qur’an. Sampai
kemudian, di tahun 1862 Abduh dikirim ke Tanta untuk belajar Islam lebih dalam dan
memahami ilmu Nahw, Fiqh, Sharf, bahasa Arab, dan lain sebagainya. Namun masa dua tahun di
Tanta itu dilaluinya dengan sia-sia karena ia tidak mampu untuk menyerapa apa yang
dipelajarinya.
Karena sistem pembelajaran yang tidak diminatinya, saat itu di Tanta pembelajarannya
memakai sistem menghafal, akhirnya Abduh pergi dan bersembunyi di rumah pamannya, Syekh
Darwisy Khadr. Di rumah pamannya inilah, kebiasaan buruknya yang tidak mau berteman
dengan buku ditentang oleh pamannya. Ia dipaksa untuk membaca buku, walaupun sebaris. Dan
akhirnya, dengan terpaksa Abduh membaca buku-buku yang diberikan pamannya, dan pamannya
yang telah belajar Islam lebih dalam, dan telah merantau ke luar Mesir, memberikan penjelasan
yang panjang lebar terhadap bacaannya. Dari sinilah Abduh mengerti akan apa yang dibacanya
itu, dan sadar akan pentingnya ilmu yang telah disia-siakannya itu. Selanjutnya ia kembali ke
Tanta untuk meneruskan pengajarannya tentang Islam.
________________________________
Ibid. Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Hlm: 58. Ibid. Hlm: 56.
Serampungnya dari Al Azhar, pada tahun 1877, ia mengabdi di Al Azhar dan kemudian
mendirikan kegiatan belajar di rumahnya sendiri di Dar Al ‘Ulum. Sampai pada tahun 1879, saat
gurunya, Jamaluddin Al Afghani ditangkap karena dituduh mengadakan gerakan gerakan yang
menentang Khedewi Taufiq, Abduh juga dianggap terlibat dan turut ditangkap. Namun pada
tahun 1880 ia dibebaskan kembali dan diangkat menjadi tim redaktur sebuah surat kabar resmi
Mesir, Al Waqi’ al Mashriyah. Dibawah bimbingannya inilah, gerakan nasionalisme Mesir ini
mulai muncul dalam diri pemuda dan masyarakat Mesir untuk melawan tentara Inggris,
bergabung dengan perwira Urabi Pasya.
- Dan lain-lain
BAB 3 PENUTUPAN
3.1 Analisis
Dari beberapa uraian yang dijelaskan dalam tema pembahasan pada
bab sebelumnya, bahwa pemikiran Muhammad Abduh ini memiliki
dampak yang sangat besar sekali terhadap perkembangan dunia
Islam pada masa selanjutnya. Banyak dari beberapa tokoh pemikir
Islam modern yang terinspirasi dari hasil pemikirannya dan mencoba
untuk melanjutkan perjuangan Abduh dalam mengembalikan masa
keemasan Islam dengan majunya ilmu pengetahuan.
Rasyid Ridha adalah salah satu muridnya yang sangat menjunjung
tinggi hasil pemikiran Muhammad Abduh, walaupun pada
kenyataanya hasil pemikiran Ridha tidak sepenuhnya persis dengan
pemikiran Abduh, namun Ridha tetap menjunjung tinggi dan
melanjutkan perjuangan Abduh dalam mengembalikan kemajuan
Islam.
Abduh sangat menjunjung tinggi kedudukan akal dalam kehidupan
manusia. Dengan akal manusia akan mampu mengubah dunia ini
sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dengan akal pula manusia
mampu untuk mengubah dunia semaunya, sesuai dengan
kebutuhannya. Karena itulah, akal sangat penting dalam
perkembangan kehidupan manusia untuk meraih kesuksesan hidup,
dan kemajuan peradaban manusia. Namun daripada itu, akal juga
terbatas karena merupakan sebuah mahluk yang diciptakan Tuhan
Yang Maha Kuasa, sehingga akal dalam menciptakan ilmu baru harus
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak melewati batas-batas
hukum ilahi. Manusia bebas memilih dan menentukan jalan hidupnya,
namun keputusan terkahir tetap berada di bawah kuasa Tuhan Yang
Maha Kuasa.
3.2Kesimpulan
Abduh dalam perjuangannya untuk mengembalikan kemajuan umat
Islam, memberikan penyadaran kepada umat Islam untuk lepas dari
tradisi jumud dan taklid yang hanya tunduk patuh pada dogma ulama
salaf yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Akal
sebagai salah satu karunia terbesar yang Tuhan anugerahkan bagi
manusia harus senantiasa dimanfaatkan dengan cara berfikir
dinamis demi kemajuan bersama.
Namun daripada itu, ajaran-ajaran yang diturunkan Tuhan melalui
Nabinya yang berupa wahyu juga tidak boleh untuk dikesampingkan.
Akal dalam melaksanakan ijtihadnya harus berrdasarkan pada ajaran
wahyu sebagai ciptaan Tuhan dan dasar utama umat Islam, yakni Al
Quran dan Hadis.
Manusia dalam menjalani kehidupannya berhak untuk memilih hal
yang terbaik dalam hidupnya, selagi tidak bertentangan dengan
Hukum Tuhan. Dan semua yang ditentukan oleh Tuhan, manusia
diwenangkan untuk berikhtiar dalam memperoleh kebaikan dalam
hidupnya, sehingga bisa mencapai kebahagiaan. Namun segalanya
tetap ada dalam kekuasaan Tuhan yang memutuskan kahir dari
segalanya. Selagi manusia berbuat baik, maka Tuhan pun akan
memberikan yang terbaik sesuai dengan apa yang diusahakannya.