Anda di halaman 1dari 14

JIVAKA SUTTA

Dosen Pengampu: Boniran, S.Ag, M.Pd.B

Disusun Oleh

Suparno (2020111804)

Lalita Kalyaniti (2020111809)

SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA MAHA PRAJNA

JAKARTA

2022
Abstrak

Umat Buddha secara umum dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu


golongan para pertapa (Bhikkhu, Bhikkhuni, Samanera, dan Samaneri), dan
golongan para perumah tangga (Upasaka dan Upasika). Umat perumah tangga
yang baik melakukan kebijkan dengan cara menyongkong kehidupan para
pertapa, begitupun sebaliknya para pertapa yang menjalankan kehidupan yang
luhur dan menggantungkan pemenuhan kebutuhan pokoknya kepada songkongan
umat awam. Kebutuhan pokok para pertapa dalam kehidupan sehari-hari adalah
makan, sehingga para umat awam akan melakukan kebajikan dengan cara
memberi persembahan makanan kepada para pertapa. Persembahan makanan yang
dilakukan oleh umat awam memberikan berkah yang besar, tetapi jika umat awam
memberikan persembahan makanan yang tidak layak bagi para pertapa akan
menimbulkan tindakan yang tidak bajik dan juga tidak mendapatkan berkah.
Menyadari pentingnya pemahaman tentang persembahan makanan yang benar
maka penulis berusaha untuk memberikan pemahaman melalui analisis Jivaka
Sutta.

Kata Kunci: Jivaka Sutta, Persembahan Makanan, Makan Daging

Abstract

Buddhists are generally grouped into two classes, namely the class of ascetics
(Bhikkhu’s, Bhikkhuni’s, Novices, and Novices), and those of householders
(Upasaka’s and Upasika’s). Good householders make policies by supporting the
lives of ascetics, and vice versa for ascetics who live a noble life and depend on
the fulfillment of their basic needs for the support of lay people. The basic need of
ascetics in daily life is food, so the lay people will do good by giving food
offerings to the ascetics. Food offerings made by lay people give great blessings,
but if lay people make unworthy food offerings to ascetics it will lead to
unwholesome actions and also not getting blessings. Realizing the importance of
understanding about proper food offerings, the author tries to provide

i
understanding through the analysis of the Jivaka Sutta. Keywords: Jivaka Sutta,
Food Offering, Eating Meat

KATA PENGANTAR

Namo Sanghyang Adi Buddhaya,

Namo Buddhaya

Puji sukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, sang Tri
Ratna Buddha, Dhamma dan Sangha atas segala karunia dan perlindungan-nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berwujud pembahasan tentang.
Makalah ini di tulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Sutta IV di
Sekolah Tinggi Agama Buddha Maha Prajna. Kami menyadari bahwa makalah
ini dapat di selesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu kami berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan
tidak langsung memberikan masukan dan bantuan dalam penyelesaian makalah
ini. Sebagai dosen yang mengampu mata kuliah Sutta IV yang selalu membimbing
dan mengarahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tidak lupa kami
mengucapkan Sarva Satta Bhavantu Sukhitata, semoga semua mahkluk hidup
berbahagia .Svaha

Jakarta, 25 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
D. Manfaat ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Jivaka Komarabhacca ....................................................................... 3


B. Nilai-Nilai Jivaka Sutta Dalam Melaksanakan Dana ..................... 4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memeberikan persembahan makanan kepada anggota Sangha adalah


praktik kebajikan yang banyak dilakukan oleh umat Buddha. Persembahan
atau dana yang diberikan akan membuahkan berkah yang besar apabila
memenenuhi syarat-syarat kebenaran. Syarat-syarat yang akan menjadi
penentu suatu dana persembahan menjadi kebajikan besar atau kebajikan
kecil adalah; Niat (cetana) orang yang melakukan kebajikan, hal yang
dipesembahkan, cara mempersembahkan, waktu atau keadaan saat
memeberikan persembahan dan kualitas Batin penerima persembahan.

Pada umumnya umat yang melakukan kebajikan dengan memberikan


persembahan makanan berusaha untuk memberikan makanan yang terbaik
atau rasa yang enak, sehingga banyak umat yang mempersembahakan
makanan berupa daging atau ikan. Secara umum para umat berpikir bahwa
dengan memberikan makanan berupa daging dapat menyenangkan para
pertapa, tetapi para umat cenderung tidak memahami bahwa para pertapa
berlatih tidak melekat pada kenikmatan makanan atau secara sederhana para
pertapa berlatih untuk menerima makanan yang layak tanpa membedakan.

Memberikan persembahan makanan berupa daging (hasil dari


pembunuhan makhluk) jika cara memperolehnya tidak benar atau tidak
memenuhi syarat persembahan daging yang diperoleh maka tindakan itu
justru akan menjadi tindakan yang tidak bajik. Agar umat mampu melakukan
tindakan kebajikan memberikan persembahan kepada para pertapa maka
harus memahami dengan benar tenang hal-hal yang layak dan tidak layak
untuk di persembahkan dan memahami bahwa para pertapa menerima
peersembahan dari umat hanya sebagai kebutuhan yang dapat menopang
latihan untuk mencapai keluhuran.

1
B. Rumusan Masalah
1. Siapa itu Jivaka Komarabhacca?
2. Bagaimana memahami nilai-nilai jivaka sutta sebagai pedoman dalam
melaksanakan dana?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Samadhi
2. Dapat mengetahui jivaka komarabhacca
3. Dapat mengetahui nilai nilai jivaka sutta dalam pelaksanaan dana
D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini untuk menambah wawasan tentang siapa
jivaka komarabhacca dan bagaimana nilai jivaka dalam pelaksanaan dana

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. JIVAKA KOMARABHACCA

Jivaka Komarabhacca (bahasa Sanskerta: Jivaka Kumarabhrata) adalah


tabib pribadi Raja Bimbisara dari Magadha dan Siddhartha Buddha Gautama.
Ia hidup di Rajagriha, sekarang Rajgir, pada akhir abad ke-5 SM. Dalam
berbagai legenda beberapa negara Asia, Jivaka dikenal sebagai "Raja
Pengobatan". Ia dianggap sebagai sumber rujukan para tabib tradisional
(bahasa Sanskerta: vaidya) sejumlah negara di Asia.

Keterangan mengenai Jivaka dapat ditemukan dalam berbagai


naskah/kitab agama Buddha, baik dalam naskah-naskah tradisional terdahulu
yang berbahasa Pali dan Mūlasarvāstivāda maupun dalam sutta-
sutta dan Avadana di periode berikutnya. Meski disebutkan bahwa Jivaka
terlahir sebagai seorang abdi istana, riwayat leluhurnya tidak diketahui secara
pasti.

Dalam catatan sejarah dikatakan bahwa Jivaka dirawat dan dibesarkan


dalam lingkungan istana Kerajaan Magadha. Saat beranjak dewasa, Jivaka
pergi ke Taksila untuk belajar pengobatan tradisional dari seorang guru yang
terkenal. Ia kemudian menjadi murid yang menonjol di sana. Setelah belajar
selama tujuh tahun, Jivaka kembali ke Rajagriha untuk membuka praktik
pengobatan. Kecakapannya dalam dunia pengobatan membuatnya terkenal
dan ia pun diangkat menjadi tabib keluarga Kerajaan Magadha di masa Raja
Bimbisara. Jivaka juga merupakan tabib keluarga klan Shakya yang berada di
wilayah Magadha, yang mana Siddhartha Gautama lahir dari klan ini. Karena
kedekatannya dengan Siddhartha, di kemudian hari Jivaka termasuk
pendukung utama agama Buddha. Jivaka juga berperan dalam membawa Raja
Ajatasatru, yang naik tahta menggantikan ayahnya Bimbisara, menjadi
pengikut agama Buddha.

3
Naskah-naskah tradisional menceritakan bahwa Jivaka mampu melakukan
prosedur pengobatan yang rumit, termasuk tindakan medis yang dapat
ditafsirkan sebagai bedah otak -- meski interpretasi ini menjadi perdebatan
para sejarawan. Jivaka dihormati sebagai tabib teladan dan orang suci dalam
ajaran Buddha di Asia sepanjang zaman oleh buddhis dan sebagian tabib yang
tidak beragama Buddha. Jivaka dihormati oleh masyarakat India dan Thailand
sebagai pelopor pengobatan tradisional hingga saat ini, ia berperan penting
dalam semua upacara pengobatan tradisional Thailand.

Di luar itu, sosok Jivaka dalam legenda memiliki peran penting dalam
penyebaran agama Buddha meskipun beberapa legenda mengalami
penyesuaian dengan tradisi lokal di mana cerita tentang Jivaka
disampaikan. Sangha Jivakarama, yang didirikan oleh Jivaka, ditemukan pada
abad ke-7 oleh seorang peziarah Tionghoa bernama Xuan Zang. Situs tersebut
baru selanjutnya diekskavasi pada abad ke-19 . Saat ini, Sangha Jivakarama
menjadi salah satu wihara tertua dengan reruntuhan arkeologinya.

B. Nilai-Nilai Jivaka Sutta Dalam Melaksanakan Dana


Kotbah ini dibabarkan oleh Hyang Buddha disebabkan oleh adanya
seorang umat bernama Jivaka yang menanyakan tentang kebenaran suatu
pernyataan tentang memakan daging. Jivaka mendengar pernyataan bahwa
Hyang Buddha dan para Bhikkhu Sangha telah memakan daging yang tidak
layak. Karena ada keraguan dalam diri Jivaka tentang kebenaran pernyataan
tersebut maka Jivaka menanyakan langsung kepada Hyang Buddha.
Kemudian Jivaka Komarabhacca pergi menemui Hyang Buddha, setelah
bertemu ia menghormat Hyang Buddha dan ia duduk. Setelah duduk ia
berkata kepada Hyang Buddha:

“Bhante, ada hal yang telah saya dengar, yaitu bahwa mereka membunuh
makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar
makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khususnya
menyediakan untuk Beliau. Bhante, mereka yang mengatakan mereka
membunuh makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan
sadar makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khusus

4
menyediakannya untuk Beliau — pernyataan ini merupakan kutipan dari
kata-kata bhante sendiri, tanpa salah mewakilkan Beliau dengan fakta yang
salah, apakah mereka tidak menerangkan sesuai dengan dhamma dan tidak
berdasarkan pada hal yang masuk akal sehingga dapat dicela?”
“Jivaka, mereka yang mengatakan mereka membunuh makhluk hidup untuk
petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar makan daging (binatang)
yang dibunuh dengan maksud dan khusus menyediakannya untuk Beliau —
pernyataan ini tidak mengutip kata-kata-Ku, namun salah mewakilkan-Ku
dengan hal yang tak benar, dengan fakta yang salah. Jivaka, saya
mengatakan bahwa dalam tiga kondisi daging tak dimakan, yaitu: jika
(pembunuhan) itu dilihat, didengar dan diduga (pembunuhan dilakukan demi
seorang bhikkhu). Jivaka, berdasarkan pada tiga kondisi ini saya katakan
daging tidak boleh dimakan. Jivaka, tetapi saya mengatakan bahwa dalam
tiga kondisi daging dapat dimakan, yaitu jika (pembunuhan) itu tidak dilihat,
tidak didengar dan tidak diduga (pembunuhan dilakukan demi seorang
bhikkhu). Jivaka, berdasarkan pada tiga kondisi ini, saya nyatakan daging
dapat dimakan.
Sebagai pelatih diri maka hal mulia adalah menerima persembahan dengan
batin yang seimbang, tidak terpengaruh oleh baik dan buruknya persembahan
yang diberikan oleh umat. Sikap seimbang dalam menerima persembahan
berarti menerima dengan rela setiap persembahan yang diberikan oleh umat
tanpa memilih-milih dan tidak menentukan atau mematok jenis
persembahannya. Makanan apapun yang diberikan oleh umat haruslah
diterima dengan senang hati; makanan lunak, keras, sedang, enak, tidak enak,
semua merupakan pemberian yang harus diterima dengan rela.
Umat yang memiliki tingkat kehidupan yang tinggi dimana pola makan
mereka tercukupi sehingga mengkonsumsi daging adalah hal yang mudah
membuat mereka mampu memberi persembahan daging kepada bhikkhu yang
sedang berpindapata. Hal itulah yang mernjadi permasalahan sehingga Hyang
Buddha menjelaskan kriteria untuk menerima persembahan daging yang
benar, yaitu
1. Tidak meilhat ketika pembunuhan terjadi
2. Tidak mendengar jeritan makhluk yang dibunuh
3. Tidak menduga bahwa makhluk itu dibunuh untuk dipersembahkan

5
Selain itu terdapat sikap yang bijaksana terhadap makanan yang dijelaskan
oleh Hyang Buddha seperti berikut,

“Jivaka, bhikkhu tersebut dapat memenuhi undangan itu bila ia mau.


Menjelang pagi ia mengenakan jubah, mengambil patta dan sanghati, ia
mendatangi rumah orang yang mengundangnya, ia duduk di tempat yang
telah disediakan. Perumah tangga yang mengundangnya melayani beliau
dengan makanan terpilih. Namun ia tidak berpikir: ‘Sangat baik karena
seorang perumah tangga atau anaknya melayani saya dengan makanan
terpilih. Semoga, seorang perumah tangga atau anaknya akan melayani saya
dengan makanan terpilih yang sama pada masa akan datang’– hal ini tak
terpikirkan olehnya. Ia makan makanan itu tanpa terikat, tergiur atau
terpikat dengannya, tetapi ia melihat bahaya yang ada pada makanan itu dan
bijaksana bila melepaskan diri darinya. Jivaka, bagaimana pendapatmu
mengenai hal ini ? Apakah pada saat itu bhikkhu tersebut berusaha melukai
dirinya sendiri, atau ia berusaha melukai orang lain, atau ia berusaha
melukai dirinya dan orang lain?”
Pada saat menerima persembahan makanan dari umat maka seorang bhikkhu
haruslah mengembangkan perenungan yang benar, dengan mengembangkan
pandangan yang benar maka seorang bhikkhu tidak akan menuntut jenis
makanan dari umat, tidak akan digelisahkan oleh makanan dan sebaliknya
bhikkhu akan memiliki ketenangan dalam pelatihan diri.

“Jivaka, dari nafsu (raga), kebencian (dosa) dan kebodohan (moha) dapat
muncul iri hati, namun hal-hal ini telah dilenyapkan, akar-akarnya telah
dicabut, bagaikan batang pohon palem, oleh Tathagata; sehingga hal-hal itu
tidak akan muncul lagi pada kehidupan yang akan datang. Jivaka, jika hal
ini yang kau maksudkan, maka saya setuju dengan katamu.”
“Jivaka, demikianlah seorang bhikkhu hidup tergantung pada umat di desa
maupun di kota. Ia hidup dengan pikiran yang diliputi kasih sayang (karuna)
pada satu arah, dua arah, …. pikiran yang diliputi simpati (mudita) pada
satu arah, dua arah, …. pikiran yang diliputi keseimbangan batin (upekha)
…. seorang perumah tangga atau anaknya menemui beliau, ia mengundang
beliau untuk makan pada besok hari … Apakah bhikkhu itu berusaha melukai
dirinya sendiri, atau ia berusaha melukai orang lain, atau ia berusaha
melukai dirinya sendiri dan orang lain?”
“Jivaka, ia yang membunuh makhluk hidup untuk Tathagata atau murid
Tathagata adalah menimbun banyak kamma buruk (apunna) dalam lima cara

6
yaitu dalam hal ini, ketika ia berkata: ‘Pergi dan tangkap seekor binatang’,
inilah cara pertama ia menimbun banyak kamma buruk. Selanjutnya,
sementara binatang itu ditangkap, binatang ini menderita kesakitan dan
tekanan batin sebab kerongkongannya terasa sakit, inilah cara kedua
menimbun kamma buruk. Begitu pula ketika ia berkata: ‘Pergi dan bunuh
binatang itu’, inilah cara ketika ia menimbun banyak kamma buruk.
Sementara binatang itu dibunuh, binatang itu mengalami kesakitan dan
penderitaan, inilah cara keempat ia menimbun banyak kamma buruk.
Demikian pula, bilamana ia memberi kepada Tathagata atau muridnya
sesuatu yang tidak pantas diberikan, inilah cara kelima ia menimbun kamma
buruk. Jivaka, ia yang membunuh makhluk hidup (binatang) untuk Tathagata
atau muridnya adalah menimbun kamma buruk dalam lima cara ini.”
Mempersembahkan daging dengan sengaja, kepada Buddha dan para Bhikkhu
menimbulkan karam buruk karena beberapa hal seperti berikut,

1. Pergi dan tangkap seekor binatang


2. Sementara binatang itu ditangkap, binatang ini menderita kesakitan dan
tekanan batin sebab kerongkongannya terasa sakit
3. Pergi dan bunuh binatang itu
4. Sementara binatang itu dibunuh, binatang itu mengalami kesakitan dan
penderitaan
5. Bilamana ia memberi kepada Tathagata atau muridnya seseuatu yang
tidak pantas diberikan

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada umumnya umat yang melakukan kebajikan dengan memberikan


persembahan makanan berusaha untuk memberikan makanan yang terbaik
atau rasa yang enak, sehingga banyak umat yang mempersembahakan
makanan berupa daging atau ikan. Memberikan persembahan makanan
berupa daging (hasil dari pembunuhan makhluk) jika cara memperolehnya
tidak benar atau tidak memenuhi syarat persembahan daging yang diperoleh
maka tindakan itu justru akan menjadi tindakan yang tidak bajik.

Buddha juga tidak melarang maupun mewajibkan umatnya vegetarian


ataupun tidak semua kembali pada pilihannya masing-masing. Karena ada hal
yang lebih penting dalam menunjang kemajuan batin dengan melatih
moralitas, mengembangkan perhatian (meditasi), dan berlaku bijaksana dalam
hidup. Pokok pentingnya adalah memperhatikan dengan baik petunjuk dari
Sang Buddha dalam Majjhima Nikāya 55 atas tiga kondisi untuk daging yang
tidak diijinkan dan yang diijinkan.

B. Saran

Janganlah hanya karena keterikatan kita terhadap kenikmatan makan daging


kemudian kita menggunakan dalil bahwa Buddha tidak mengajarkan umatnya
untuk menghindari makan daging. Gunakanlah kebijaksanaan dan pikiran
yang penuh Meta, Karuna, Mudita, Upekkha untuk memahami betapa
bajiknya jika kita dapat menjadikan diri ini sebagai makhluk yang tidak
mengkondisikan bagi terbunuhnya makhluk lain sebaliknya kita dapat
menjadi penolong bagi makhluk lain.

8
DAFTAR PUSTAKA
STABNsriwijaya__1423640957.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Jivaka
https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/jivaka-sutta/

Anda mungkin juga menyukai