Anda di halaman 1dari 14

KEDAILAN DAN KEBENCIAN: QS.

AL-MAIDAH AYAT 8

Ilham Darojat
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Salatiga
2022

Abstrak

Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau


menegakkan keadilan pada setiap tindakan perbuatan yang dilakukan. Dalam
surah Al-Maidah ayat 8 Allah SWT berfirman yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al-
qur’an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang
bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk
menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata
'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukum dan sebagainya digunakan oleh Al-
qur’an dalam pengertian keadilan. Keadilan merupakan hal penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti apa yang dikatakan oleh Charles E.
Merriam bahwa keadilan merupakan tujuan atau prinsip dalam bernegara, yaitu
keamanan ekstrn, intern, keadilan, kesejahteraan umum serta kebebasan. Sudah
menjadi tugas sebagai pemerintah atau pemimpin sebuah negara untuk
menciptakan keadilan. Banyak teori serta definisi dari keadilan tersebut, namun
pada hakikatnya keadilan adalah memperlakukan seseorang sesuai dengan
kewajiban dan hak-haknya. Di Indonesia sendiri tujuan dari bernegara adalah agar
terpenuhinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, hal ini dapat kita
ketahui dengan baik dalam UUD 1945 dan Pancasila, pada sila ke-lima. Jika
keadilan disandingkan dengan supremasi hukum, maka keduanya ibarat dua sisi
mata uang yang tidak terpisahkan. Keadilan akan terwujud jika didukung dengan
tegaknya supremasi hukum. Begitu pula, keadilan akan terpuruk jika supremasi
hukum tidak ditegakkan. Islam mengajarkan agar keadilan dapat diterapkan dalam
setiap waktu dan kesempatan. Tegaknya keadilan akan melahirkan konsekuensi
yang logis berupa terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang harmonis.

Pendahuluan

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam dapat dilihat


dari prinsip-prinsip ajaran yang dikandungnya. Salah satu prinsip yang menempati
posisi penting dan menjadi perhatian khusus dari waktu kewaktu adalah keadilan
(al‘adalah). Keadilan secara sederhana diartikan sebagai sebuah upaya untuk
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dengan demikian, Islam mengajarkan agar
keadilan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan kesempatan. Tegaknya keadilan
akan melahirkan konsekwensi logis berupa terciptanya sebuah tatanan masyarakat
yang harmonis. Tidak terbatas dalam satu aspek kehidupan, keadilan sejatinya ada
dalam aspek yang amat luas, sebut saja misalnya aspek religi, aspek sosial, aspek
ekonomi, aspek politik, aspek budaya, aspek hukum dan sebagainya. Sebaliknya,
lunturnya prinsip keadilan berakibat pada guncangnya sebuah tatanan social. Jika
keadilan disandingkan dengan supremasi hukum, maka keduanya ibarat dua sisi
mata uang yang tidak terpisahkan. Keadilan akan terwujud jika didukung dengan
tegaknya supremasi hukum. Begitu pula, keadilan akan terpuruk jika supremasi
hukum tidak ditegakkan. Begitu pentingnya prinsip keadilan ini, dalam dasar
Negara kita Pancasila, kata adil disebut sampai dua kali, yakni pada sila kedua
“kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima “keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Sebagaimana rumusan ini, maka cita-cita berbangsa
dan bernegara para pendiri adalah menuju keadilan dalam bingkai kemanusiaan
universal dan kesejahteraan rakyat.

Pada hakikatnya, keadilan adalah suatu sikap untuk memperlakukan


seseorang sesuai dengan haknya. Dan yang menjadi hak setiap orang adalah
diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, dan golongan. Keadilan merupakan suatu bentuk kondisi
kebenaran ideal secara moral akan sesuatu hal, baik itu menyangkut benda
ataupun orang. Menurut dari sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. Kebanyakan orang percaya jika ketidakadilan harus
segera dilawan dan dihukum, serta banyak gerakan sosial dan politis yang ada di
seluruh dunia memperjuangkan menegakkan keadilan. Namun, dengan banyaknya
jumlah dan variasi teori keadilan ini memberikan pemikiran jika tidak jelas apa
yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi keadilan itu
sendiri masih belum jelas. Namun pada intinya, keadilan ialah meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya, sesuai dan profesional, tanpa adanya benih-benih
kebencian yang menjadi penyebab adanya ketidakadilan.

Pembahasan

QS. Al-Maidah Ayat 8

‫اء بِال ِْق ْس ِط ۖ َواَل يَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآ ُن َق ْوٍم َعلَ ٰى َأاَّل َت ْع ِدلُوا ۚ ا ْع ِدلُوا‬ ِ ِ ‫يا َُّأيها الَّ ِذين آمنُوا ُكونُوا َق َّو ِام‬
َ ‫ين للَّه ُش َه َد‬
َ َ َ َ َ

‫ب لِ َّلت ْق َو ٰى ۖ َو َّات ُقوا اللَّهَ ۚ ِإ َّن اللَّهَ َخبِ ٌير بِ َما َت ْع َملُو َن‬
ُ ‫ُه َو َأق َْر‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”.Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu.

Sejarah Surat Al-Maidah dan Asbabun Nuzul Ayat.


Surat Al Maidah terdiri dari 120 ayat termasuk golongan Surat
Madaniyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di Mekkah namun ayat ini
diturunkan sesudah Nabi Muhammad saw, hijrah ke Madinah, yaitu waktu haji
wada’.1 Nama yang paling populer dari surah ini adalah surah Al-Maidah, yakni
(hidangan), karena dalam rangkaian ayat-ayatnya ada uraian tentang hidangan

1
Zaini Dahlan dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1991), h. 380
yang diturunkan atas permintaan Ahl al-Kitab (ayat 112-115). Nama yang lain
adalah surah al-Uqud/akad-akad perjanjian karena ayat pertama surah ini
memerintahkan kaum beriman agar memenuhi ketentuan aneka akad yang
dilakukan. Dia juga dinamakan surah al-Akhyar/orang-orang baik, karena yang
memenuhi tuntutannya menyangkut ikatan perjanjian pastilah orang baik.
Dinamai juga surah al-Munqidzah/penyelamat. Diriwayatkan bahwa Nabi saw.
Bersabda: “Surah al-Maidah dinamai di malakut as-samawat (kerajaan Allah yang
Maha Tinggi) dengan nama surah al-Munqidzah, karena dia menyelamatkan
pembaca dan pengamal tuntutannya dari malaikat penyiksa”.2
Asbabun Nuzul Ayat
Surat Al-Maidah Ayat 8, dikatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada
Rasulullah SAW ketika orang-orang Yahudi hendak membunuh beliau. Riwayat-
riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut adalah:
Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Husain menceritakan
kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Juraij, dari
Abdullah bin Katsir, tentang firman-Nya:3

‫ني لِلَّ ِـه ُش َه َدآءَ بِالْ ِق ْس ِط ۖ َواَل جَيْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَـَٔا ُن َق ْوٍم َعلَ ٰ ٓى َأاَّل َت ْع ِدلُو ۟ا ۚ ْاع ِدلُو ۟ا ُه َو‬ ِ ۟ ۟ ِ َّ ٓ
َ ‫ٰيَأيُّ َها الذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُوا ُكونُوا َق ّٰوم‬
٨)‫ب لِ َّلت ْق َو ٰى ۖ َو َّات ُقو ۟ا اللَّـهَِإ ۚ َّن اللَّـهَ َخبِري ۢ ٌر مِب َا َت ْع َملُو َن ﴿املائدة‬
ُ ‫َأْقَر‬ 

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang


selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa,” bahwa ayat ini diturunkan kepada kaum Yahudi Khaibar yang hendak
membunuh Nabi SAW.
Ibnu Juraij berkata: Abdullah bin Katsir berkata: Rasulullah SAW pergi ke
orang-orang Yahudi untuk meminta pertolongan kepada mereka tentang diyat,
kemudian mereka hendak membunuhnya. Oleh karena itu, firman-Nya berbunyi

2
Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 3, (Ciputat: Lentera Hati, 2001), Cet. ke-1, h. 3
3
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari 8, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008), Cet. ke-1, h. 550
yang artinya: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”
Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8
Setelah Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya yang mukmin
supaya memenuhi janji-janji secara umum, kemudian menyebutkan karunia-Nya
dengan menghalalkan bagi mereka makanan-makanan yang baik mereka makan
sembelihan Ahli Kitab dan mengawini wanita-wanitanya, maka disini Allah SWT
menerangkan tentang bagaimana sebaiknya kita berlaku terhadap orang-orang
lain, baik mereka Ahli Kitab, musuh, maupun sahabat dan kerabat.4
‫ني لِلَّ ِـه ُش َه َدآءَ بِالْ ِق ْس ِط‬ ِ ۟ ۟ ِ َّ ٓ
َ ‫ٰيَأيُّ َها الذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُوا ُكونُوا َق ّٰوم‬

(Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang


selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil).

Menurut syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, dalam tafsir sya’rawi


menjelaskan, ketika Allah menyeru mukminin dengan kalimat: “hai orang-orang
yang beriman,” maka yang dikenakan perintah dan kewajiban hanyalah orang
yang beriman. Seolah-olah Dia menerangkan: “Hai orang yang mengimani-Ku
sebagai Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Kuasa laksanakan dan ambillah
ajaran-Ku.5

Adapun kalimat: “Hai manusia,” digunakan oleh Allah ketika Dia


ingin menarik perhatian seluruh makhluk kepada keyakinan akan wujud-Nya.
sedangkan mereka yang beriman termasuk dalam firman Allah: “Hai orang-orang
yang beriman!” yaitu seruan yang menuntut setiap mukmin untuk mendengar
taklif dari Tuhan yang mereka yakini keberadaan-Nya.6

Kata َ‫ ٰ ّو ِمين‬WWَ‫ ق‬maha berdiri pada ayat ini adalah sifat superlatif,
sedangkan kata dasarnya adalah ‫ قائم‬berdiri. Orang yang banyak berdiri disebut

4
Zaini Dahlan dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1991), h. 401
5
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi Jilid 3, (Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006),
Cet. I, h. 557
6
Ibid
dengan qawwam. Contohnya: seorang laki-laki yang tidak ahli dalam bidang
pertukangan mengambil sebatang kayu untuk menutup lubang yang ada
dipintunya, maka lelaki itu disebut “najir” bukan “najjar/tukang kayu”. Karena
pertukangan bukanlah keahliannya.7

Pada ayat ini, Allah berfirman: syuhada bil qisthi artinya, syahida
bil’adli/para saksi yang adil. Para pendengar Alquran diharapkan mampu
mencermati kelenturan bahasa hingga dapat membedakan antara dua hal seolah
sama tapi beda. Jadi di sana ada “qisth” dan “Aqsath”. “Qisth” berarti berlaku
adil dan “aqsath” artinya mendirikan keadilan dengan menghilangkan kezaliman.
Sedangkan “qusuth” artinya adalah kezaliman.

Menurut Hamka dalam tafsir Al-Azhar menjelaskan penafsiran


ayat diatas adalah kalau seorang mukmin diminta kesaksiannya dalam suatu hal
atau perkara, hendaklah dia memberikan kesaksian yang sebenarnya saja, yakni
yang adil. Tidak membelok-belok karena pengaruh sayang atau benci, karena
lawan atau kawan, karena yang dihadapi akan diberikan kesaksian tentangnya
kaya, lalu segan karena kayanya. Atau miskin lalu kasihan karena kemiskinannya.
Katakan apa yang engkau tahudalam hal itu, katakan yang sebenarnya, walaupun
kesaksian itu akan menguntungkan orang yang tidak engkau senangi, atau
merugikan orang yang engkau senangi.8

Menurut M.Quraish Shihab, dalam Surah an-Nisa (4) : 135


memiliki redaksi yang serupa dengan surah Al-maidah ayat (5): 8, dalam surat
ayat an-Nisa’ ayat 135 dinyatakan ‫ني بِالْ ِق ْس ِط ُش َه َدآءَ لِلَّ ِـه‬ ِ ۟
َ ‫ ُكونُوا َق ّٰوم‬sedangkan dalam surat
al-Maidah ayat 8 berbunyi ‫ني لِلَّ ِـه ُش َه َدآءَ بِالْ ِق ْس ِط‬ ِ ۟
َ ‫ ُكونُوا َق ّٰوم‬. Ayat surah an-Nisa’ di atas di
kemukakan dalam konteks ketetapan hukum dalam pengadilan yang disusul
dengan pembicaraan tentang kasus seorang Muslim yang menuduh seorang
yahudi secara tidak sah, selanjutnya dikemukakan uraian tentang hubungan pria
dan wanita, sehingga yang ingin digarisbawahi oleh ayat itu adalah pentingnya
7
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi Jilid 3, (Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006),
Cet. I, h. 557
8
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982), h. 156
keadilan, kemudian disusul dengan kesaksian. Karena itu redaksinya
mendahulukan al-Qisth (adil), baru kata syuhada (saksi-saksi). Adapun pada ayat
surat al-maidah ini, maka ia dikemukakan setelah mengingatkan perjanjian-
perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya, sehingga yang ingin digarisbawahi
adalah pentingnya melaksanakan secara sempurna seluruh perjanjian itu, dan
itulah yang dikandung oleh kata qawwamin lillah.9

Menurut Abu Ja'far, maksud ayat di atas adalah, “Wahai orang-


orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad, hendaklah kalian
menjadikan di antara akhlak dan sifat kalian adalah menegakkan kebenaran
karena Allah dan hendaklah menjadi saksi yang adil terhadap musuh-musuh dan
sahabat-sahabat kalian. Serta janganlah kalian berlaku jahat dalam memutus
perkara dan berbuat, sehingga kalian melewati apa yang dibatasi untuk kalian
berkaitan dengan musuh-musuh kalian lantaran permusuhan mereka terhadap
kalian. Selain itu, janganlah kalian sembarangan terhadap apa yang dibatasi untuk
kalian berupa hukum-hukum-Ku dan batas-batas-Ku terhadap sahabat-sahabat
kalian karena persahabatan mereka, akan tetapi berhentilah dalam semua masalah
kepada batas-Ku dan kerjakanlah perintah-Ku”.10
‫ا‬W۟‫ۚ َواَل جَيْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَـَٔا ُن َق ْوٍم َعلَ ٰ ٓى َأاَّل َت ْع ِدلُو‬

(Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu


kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil).

Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi dalam tafsir sya’rawi,


menjelaskan, keadilan yang ingin kamu tegakkan jangan sampai terpengaruh oleh
hawa nafsu. Andaikan yang akan dipersaksikan itua dalah musuhmu, ketika itu
kamu mesti lebih hati-hati dalam menegakkan keadilan, karena sering terjadi
kebencian terhadap seseorang menyebabkan dia tidak berlaku adil.11

9
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an Vol. 3, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 39
10
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 8, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), h. 549
11
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi Jilid 3, (Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi,
2006), Cet. I, h. 562
Menurut Hamka dalam tafsir Al-Azhar menjelaskan, misalnya orang yang
akan engkau berikan kesaksianmu atasnya itu, dahulu pernah berbuat suatu
penghalangan yang menyakitkan hatimu, maka janganlah kebencianmu itu
menyebabkan kamu memberikan kesaksian dusta untuk melepaskan sakit hatimu
kepadanya sehingga kamu tidak berlaku adil. Kebenaran yang ada di pihak dia,
jangan dikhianati karena rasa bencimu. Karena kebenaran akan kekal dan rasa
benci adalah perasaan bukan asli dalam jiwa, itu adalah hawa nafsu yang satu
waktu akan mereda.12
Menurut Abu Ja’far, maksud ayat ini adalah, Allah berfirman ‫ َواَل جَيْ ِر َمنَّ ُك ْم‬janganlah

sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum membawamu berbuat tidak adil


dalam hukum kalian kepada mereka dan perlakuan kalian terhadap mereka,
kemudian kalian berbuat jahat karena permusuhan antara kalian dengan mereka.
‫ب لِ َّلت ْق َو ٰى‬ ِ
ُ ‫ۖ ْاعدلُوا ُه َو َأْقَر‬
(Berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa). Dalam ayat
ini, keadilan dinyatakan “lebih dekat (aqrob) kepada takwa”. Bahkan aqrob bisa
berarti lebih dan bisa juga paling dekat. Karena itulah usaha mencapai kedudukan
takwa itu diperintahkan, dalam kalimat berikutnya: “Dan bertakwalah kepada
Allah”.13
Menurut Quriash Shihab, dalam surat al-maidah ayat 8 dinyatakan bahwa
adil lebih dekat kepada takwa. Jika ada agama yang menjadikan kasih sebagai
tuntunan tertinggi, Islam tidak demikian. Ini karena kasih dalam kehidupan
pribadi apalagi masyarakat, dapat berdampak buruk. Sedangkan adil adalah
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Jika seseorang memerlukan kasih,
maka dengan berlaku adil kita dapat mencurahkan kasih kepadanya.14
Menurut Hamka dalam tafsir Al Azhar menjelaskan, keadilan adalah pintu
yang terdekat kepada takwa, sedang rasa benci adalah membawa jauh dari Tuhan.
Apabila kamu telah dapat menegakkan keadilan, jiwamu sendiri akan merasai

12
Ibid. Hamka, h. 156.
13
Syu’bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-ayat Sosial-Politik, (Jakarta: PTSUN,
2000), h. 363
14
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an Vol. 3, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 42
kemenangan yang tiada taranya, dan akan membawa martabatmu naik di sisi
manusia dan di sisi Allah. Lawan adil adalah zalim; dan zalim adalah salah satu
dari puncak maksiat kepada Allah. Maksiat akan menyebabkan jiwa sendiri
merumuk dan merana.15
‫َو َّات ُقوا اللَّهَ ۚ ِإ َّن اللَّهَ َخبِريٌ مِب َا َت ْع َملُو َن‬

Menurut Hamka dalam tafsir Al-Azhar, maksud ayat di atas adalah


peliharalah hubungan baik dengan Tuhan, supaya diri lebih dekat kepada Tuhan.
Jiwa manusia di bawah pengawasan Tuhan, adakah dia setia memegang keadilan
atau tidak. Jika masyarakat Islam telah diberi Allah karunia kekuasaan, mengatur
pemerintahan, adakah dia adil atau tidak. Apabila yang berkuasa tidak adil, maka
yang dikuasai akan menderita dan patah hati, masa bodoh. Akhirnya hilanglah
wibawa dan kemegahan ummat itu, dan mudahlah masuk kekuatan musuh ke
dalamnya, dan mudahlah dirampas kemerdekaannya. Itulah ancaman azab siksaan
dunia, dan akan datang lagi di akhirat.16
Konsep Adil Menurut Quraish Shihab Dan Sayyid Qutub.
Persoalan keadilan merupakan salah satu persoalan pokok yang disadari
umat manusia semenjak mereka mulai berfikir. Segera setelah umat manusia
menginjak pola kehidupan bernegara (yang dimulai oleh bangsa Sumeria di
lembah Mesopotamia sekitar lima ribu tahun yang lalu) masalah keadilan dalam
pemerintahan banyak menyibukkan para pemikir khususnya para pemimpin
agama yang saat itu merupakan satu-satunya kelas terpelajar dalam masyarakat.17

Dalam Islam, keadilan pada akhirnya dan dalam renungan tertinggi di


pahami sebagai keadilan ilahi. Ada tiga nilai fundamental yang dinyatakan dalam
al-Qur’an, yaitu tauhid atau pengesahan Allah, Islam, atau penyerahan dan
ketundukan kepada Allah, dan keadilan, yaitu keyakinan bahwa segala perbuatan
kita di dunia kelak akan di nilai Allah, hakim yang Maha adil. Karena itu kita
harus bersikap dan bertindak adil.

15
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982), h. 156
16
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982), h. 157
17
Nurcholis Majdid, Islam dan Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2000), 510.
Dengan demikian, keadilan, dalam konteks al-Qur’an, tidak lepas dari
moralitas. Realisasi keadilan, pertama-tama berpedoman pada wahyu ilahi.
Keadilan itu sendiri bisa di pahami sebagai realisasi yang setia kepada hukum
ilahi.

Allah, sebagai yang Maha adil, memerintahkan manusia bersifat adil baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Keadilan adalah sendi pergaulan sosial
yang paling fundamental. Dengan nilai keadilan itulah sesungguhnya masyarakat
tercipta. Jika keadilan di langgar, maka sendi-sendi masyarakat akan goyah.
Seorang yang melanggar keadilan, barang kali akan mendapatkan keuntungan
bagi dirinya sendiri. Tapi dengan tindakannya dalam jangka panjang,
ketidakadilan akan merugikan semua orang, termasuk yang melanggar keadilan.

Maka keadilan itu sendiri bersifat multidimensional. Keadilan berkaitan


dengan dan berintikkan kebenaran (al-haqq). Keadilan berarti pula, tidak
menyimpang dari kebenaran, tidak merusak, dan tidak merugikan orang lain
maupun diri sendiri. Keadilan mengandung arti keseimbangan. Keseimbangan
merupakan juga syarat agar orang tidak jatuh, baik dalam berdiri, lebih ketika
sedang bergerak. Karena itu keseimbangan itu menimbulkan keteguhan dan
kekokohan.18

Dalam kehidupan sehari-hari, keadilan tampak dalam berbagai bentuknya.


Keadilan berarti menghukum orang sesuai dengan kesalahannya, atau
memberikan ganjaran sesuai dengan perbuatan baiknya. Keadilan juga berarti
pembagian hasil sesuai dengan kebutuhan sumbangannya dalam proses sosial.
Keadilan tampak dalam sikap hakim atau juri yang memutuskan perkara
berdasarkan hukum dan kebenaran. Dan keadilan atau kedholiman bisa sangat
tampak pada perilaku pemimpin dan pemerintahan yang mengambil keputusan
yang menyangkut kepentingan dan hak-hak masyarakat banyak. Keadilan sangat
tampak dalam permasalahan pemenuhan dan pelanggaran hak-hak asasi manusia
atau dalam pemeliharan atau kerusakan lingkungan hidup.

18
N. Dawan Raharjo, Ensikloprdi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci
(Jakarta: Paramadina, 1996), 389.
Dalam hal ini murtadha muthahari, salah seorang pemikir muslim jaman
modern, membagi pengertian pokok tentang adil dan keadilan: pertama.keadilan
mengandung pengertian pertimbangan atau keadaan seimbang (mauzun,
balanced), tidak pincang. Kedua, keadilan mengandung makna persamaan
(musawah, egaliter) dan tiadanya diskriminasi dalam bentuk apapun. Maka salah
satu maksud ungkapan bahwa seseorang telah bertindak adil ialah jika ia
memperlakukan semua orang secara sama. Ketiga, menurut al-muthahari,
pengertian tentang keadilan tidak utuh jika kita tidak memperhatikan maknanya
sebagai pemberian perhatian kepada hak-hak pribadi dan penunaian hak kepada
siapa saja yang berhak. Keeempat,makna keadilan selanjutnya ialah keadilan
tuhan, keadilan ilahi, berupa kemurahan-Nya dalam melimpahkan rahmat kepada
sesuatu atau seseorang setingkat dengan kesediaannya untuk menerima eksistensi
dirinya sendiri dan pertumbuhannya ke arah kesempurnaanya.19

Keadilan yang diterapkan untuk manusia dalam kehidupan dalam


bermasyarakat adalah keadilan sosial. Keadilan sosial adalah suatu cita-cita luhur
yang lahir dari hati nurani manusia. Cita-cita luhur ini telah mengilhami dan
menyengati berbagai pemikiran manusia dan gerakan masyarakat yang merasa
terpanggil untuk membangun sebuah masyarakat yang ideal, masyarakat yang
berkeadilan sosial.

Cita-cita Islam membentuk masyarakat dan Negara yang berdasarkan dan


berideologi keadilan sosial. al-Qur’an mengedepankan tema keadilan manusia,
Nabi Muhammmad sendiri dengan tegas diperintakan agar berlaku adil terhadap
orang-orang yang bukan muslim sekalipun (QS 42: 15), dan seorang suami yang
mempunyai istri lebih dari satu disyaratkan agar bersikap adil terhadap istri-
istrinya (QS 4: 3).

Keadilan harus ditegakkan tanpa dapat ditawar-tawar. Ia harus di perlukan


kepada siapa pun tanpa pilih kasih walaupun akibatnyaakan mengenai atau
merugikan kerabat, golongan, bahkan diri sendiri (QS 4: 135). Kebencian

19
Murtadha al-Muthahari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam (Bandung: Mizan, 1995)
54-58
terhadap golongan lain tidak boleh menjadi penyebab atau alasan untuk tidak
bersikap adil kepada mereka (QS 5: 8).

Menurut Majid Khadduri, keadilan sosial adalah keadilan yang sesuai


dengan norma-norma dan nilai-nilai, terlepas dari norma-norma dan nilai-nilai
yang mengejawantah dalam hukum, dan public dipersiapkan untuk menerima
melalui adat kebiasaan, sikap pasifnya atau alasan-alasan lainnya. Keadilan lebih
sering dikategorikan dalam keadilan distributiv, keadilan yang pokonya
berkarakter positif, lebih merupakan produk dari adat-istiadat da pengalaman
manusia dari pada suara-suara akal budi atau perintah-perintah Allah.20

Keadilan yang dibicarakan dan dituntut oleh al-Qur’an amat beragam,


tidak hanya pada proses penetapan hukum atau terhadap pihak yang berselisih,
melainkan al-Qur’an juga menuntut keadilan terhadap diri sendiri, baik ketika
berucap, menulis, atau bersikap batin.21

Penutup

Dari tulisan diatas dapat disipulkan bahwa Keadilan adalah suatu sikap
untuk memperlakukan seseorang sesuai dengan haknya. Dan yang menjadi hak
setiap orang adalah diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, dan golongan. Keadilan merupakan
suatu bentuk kondisi kebenaran ideal secara moral akan sesuatu hal, baik itu
menyangkut benda ataupun orang.

Dan menurut Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar menjelaskan penafsiran


ayat diatas “apabila seorang mukmin diminta kesaksiannya dalam suatu hal atau
perkara, hendaklah dia memberikan kesaksian yang sebenarnya saja, yakni yang
adil. Tidak membelok-belok karena pengaruh sayang atau benci, karena lawan
atau kawan, karena yang dihadapi akan diberikan kesaksian tentangnya kaya, lalu
segan karena kayanya. Atau miskin lalu kasihan karena kemiskinannya. Katakan
apa yang engkau tahudalam hal itu, katakan yang sebenarnya, walaupun kesaksian
20
Majid Khadduri, teologi Keadilan Perspektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), 257.
21
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2003), 115
itu akan menguntungkan orang yang tidak engkau senangi, atau merugikan orang
yang engkau senangi”. Pada intinya keadilan adalah sesuatu yang bersifat netral,
tidak berat kiri ataupun kanan dan selalu mengarah kepada kebijaksanaan.

Daftar Pustaka
Al-Muthahari Murtadha, ( 1995) Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam
(Bandung: Mizan)
Asa Syu’bah (2000), Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-ayat Sosial-Politik,
(Jakarta: PTSUN)
Hamka, (1982) Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas)
Khadduri Majid, (1999) teologi Keadilan Perspektif Islam (Surabaya: Risalah
Gusti)
Majdid Nurcholis, (2000) Islam dan Doktrin dan Peradaban (Jakarta:
Paramadina)
Muhammad Abu Ja’far (2008), Tafsir Ath-Thabari Jilid 8, (Jakarta: Pustaka
Azzam)
Muhammad,Abu Ja’far, (2008) Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam)
Mutawalli Sya’rawi Muhammad, (2006)Tafsir Sya’rawi Jilid 3, (Jakarta: PT.Ikrar
Mandiriabadi)
Raharjo, Dawan (1996) Ensikloprdi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina)
Shihab Quraish (2003) Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan)
Shihab,Quraish , (2001),Tafsir Al-Mishbah (Ciputat: Lentera Hati)
Shihab,Quraish , (2002)Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-
Qur’an Vol. 3, (Jakarta: Lentera Hati)
Zaini Dahlan dkk., ( 1991)Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6,
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf )

Anda mungkin juga menyukai