AL ISTISHAB Dosen Pengampu : Ahmad Muhaisin B Syarbani Tanjung, M.Ag 01 Introduction GRUB MEMBER ENIA FADILA SITAKAR 01 O506213084
WIDA YUSTIKA 02 0506212085
DINDA AMELIA 03 0506213132
AYLA NISA MEILANI
04 0506212174 02 DI HARAPKAN SEMUA FOKUS DENGAN TENANG PENGERTIAN ISTISHAB al-Istishab secara etimologi berasal dari kata “istashhaba” dalam sighat istif’al ( )استفعالyang bermakna الصحبة استمرارkalau kata الصحبة diartikan dengan teman atau sahabat dan استمرارdiartikan selalu atau terus menerus, maka istishab secara etimologi artinya selalu menemani atau selalu menyertai. ahli Ushul Fiqh mendefinisikan al-Istishab secara terminologi adalah “menetapkan hukum atas sesuatu berdasarkan keadaan sebelumya, sehingga ada argumentasi (dalil) yang menunjukkan atas perubahan keadaan tersebut”. B. Pembagian al istishabPara ulama ushul fiqh mengutarakan bahwa istishab terdapat 4 macam, yaitu : a. Istishab al-Ibaḥah al-Ashliyyah Sesuatu yang bermanfaat bagi manusia hukumnya boleh, selama belum ada dalil yang menunjukkan bahwa hukumnya haram. Contoh : pohon yang ada di hutan merupakan milik bersama dan setiap orang berhak untuk menebang dan memanfaatkan pohon dan buahnya, kecuali jika terdapat bukti bahwa hutan itu merupakan milik seseorang. Sesuai firman Allah : (Q.S. al-Baqarah : 29) Pada ayat diatas dapat diartikan bahwa mencari rezeki adalah hak setiap orang selama halal ض َج ِم ْيعًا ث ُ َّم ا ْستَوى اِلَى ِ ِي َخلَقَ لَ ُك ْم َّما فِى ْاْلَ ْر ْ ُه َو الَّذ ع ِليْم َ ت ۗ َو ُه َو ِب ُك ِل َ ٍش ْيء ٍ سمو َ س ْب َع َ َس َم ۤا ِء ف َ س ّٰوى ُه َّن َّ ال Artinya: Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Qs Al- Baqarah 29 dan tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hukumnya haram. b. Istishab al-Bara`ah al-Ashliyyah Tetap berada pada hukum asal yang belum ada perubahannya. Setiap manusia tidak memiliki beban, hal ini tetap berlaku sampai dengan adanya dalil yang menyatakan perubahannnya. Contoh : wudhu seseorang hukumnya sah jika tidak ada hal yang membatalkannya. c. Istishab an-nasbsbi Istishab Maqlub (pembalikan) Penentuan status hukum pada masa lalu yang bentuk sebelumnya merupakan penetapan untuk masa kedua karena pada masa pertama tidak sesuai dengan dalil yang spesifik. Contoh: adanya seseorang yang dihadapkan pertanyaan, apakah Muhammad kemarin berada di tempat ini? Karena kemarin ia benar- benar melihat Muhammad disini. Maka ia menjawab, benar ia berada disini kemarin. d. Istishab Al-Washfi Al-Tsatibi Berdasarkan anggapan masih tetapnya sifat yang dipercayai ada pada masa lalu, hingga saat ini sampai ada bukti dalil yang menyatakan perubahnya. Contoh : jika orang bertayamum , dalam pertengahan shalat ia melihat air. Maka, menurut ijma’shalatnya tidak batal, karena keabsahan shalat itu ditentukan sebelum melihat air. Kebiasaan ini akan terus berlanjut, hingga ditemukannya dalil yang menunjukkan bahwa penetapan tersebut batal. C. Kedudukan Al-Istishhab Sebagai Dalil HukumPaling tidak ada enam pendapat ulama, tentang boleh atau tidaknya Istishhab dijadikan metode menggali hukum ketika tidak ada dalil Al-Qur‟an atau Al- Sunnah.Pendapat ulama Malikiyah, mayoritas ulama Syafi‟iyah, ulama Hanabilah dan ulama Zhahiriyah. berpendapat bahwa Istishhab dapat dijadikan sebagai dalil hukum secara mutlak.Mayoritas ulama Hanafiyyah dan ulama Kalam, diantaranya Abu al-Husain al-Bashri, berpendapat bahwa Istishhab tidak dapat dijadikan sebagai dalil hukum, karena untuk memperoleh suatu hukum harus dengan dalil. Al-Kayya menyebutkan bahwa ulama Mutaakhkhirin Hanafiyah berpendapat bahwa Istishhab hanya dapat berlaku untuk menafikan hukum suatu kejadian, bukan untuk menetapkanhukumnya.Menurut Abu Ishaq pendapat yang sah dari Imam Syafi‟i bahwa Istishhab itu hanya dapat dipakai untuk mentarjih hukum suatu peristiwa. D. Kaidah yang didasarkan kepada istsihhabSesuatu yang sudah yakin tidak dapat dihilangkan dengan keraguan.Maksudnya, sesuatu keyakinan tidak bisa dibatalkan oleh sesuatu yang diragukan.Pokok sesuatu itu adalah ketetapan yang telah ada menurut keadaan semula, sehingga terdapat ketetapan sesuatu yang mengubahnya.Maksudnya, pada dasarnya seluruh hukum yang sudah ada dianggap berlaku terus sampai ditemukan dalil yang menunjukkan hukum itu tidak berlaku lagi.Pokok segala sesuatu itu pada dasarnya boleh sampai datang dalil yang menunjukkan keharaman.Maksudnya, pada dasarnya dalam hal-hal yang sifatnya bermanfaat bagi manusia hukumnya adalah boleh dimanfaatkan, kebolehan itu berakhir ketika datang dalil lain yang menunjukkan keharamannya.Pokok seseorang tidak dibebanitanggung jawab sebelum adanya sesuatu yang menetapkan tanggung jawab seseorang Maksudnya, pada dasarnya seseorang tidak diberikan beban tanggung jawab sebelum adanya dalil yang menetapkan tanggung jawab seseorang itu. E. Aplikasi Istishhab pada Ekonomi dan Keuangan SyariahTuduhan Cacat pada Objek Jual-BeliSalah satu contoh aplikasi istishab adalah pada kasus akad jual-beli, pihak pembeli menuntut pada penjual bahwa barang yang telah dibelinya terdapat kecacatan (‘aib) dan pihak pembeli hendak mengembalikan barang tersebut kepada pihak penjual karena dikalim terdapat kecacatan pada barang tersebut. namun, ada perbedaan pandangan antara penjual dan pakar yang mengerti apakah cacat (‘aib) yang dimaksud itu tergolong cacat atau bukan. Dalam hal ini, maka pembeli tidak memiliki hak untuk mengembalikan atau meminta ganti rugi atas barang tersebut (Moh Mufid, 2019). Hal itu dikarenakan bebasnya baran itu dari kecacatan adalah sebuah keyakinan yang tidak dapat dihilangkan dengan keraguan, yaitu dalam memandang apakah kecacatan yang dimaksud adalah bisa dikategorikan sebuah cacat atau bukan. Oleh karena itu, sejalan dengan konsep istishab dan kaidah fikih asasiyah yang berbunyi “al-yaqȋn lâ yazȗlȗ bi al-syak, maka pihak penjual dalam konteks ini dimenangkan dengan tanpa adaya kewajiban untuk memberikan ganti rugi atas kecacatan yang belum jelas tersebut. ? Any Question? Everyone?? SYUKRON 🙏🙏🙏