Anda di halaman 1dari 24

PSYCHOSOMATIC

Makalah :
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Terapi Islam Klasik dan Kontemporer

Disusun Oleh Kelompok II :


Finna Astri Widiyana (04020320026)
Firdaus Azami (04040320081)

Dosen Pengampu :
Dr. Agus Santoso, S.Ag, M.Pd

Kelas :
BKI B3

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan limpahan
rahmat, sehingga kami dari kelompok II dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Psychosomatic”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi
Agung Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya kepada cahaya Islam.
Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah terapi
islam klasik dan kontemporer yakni bapak Dr. Agus Santoso, S.Ag, M.Pd atas bimbingan
belajar dan pengarahannya kepada saya dan teman-teman, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan,
untuk itu segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 28 Maret 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................I
DAFTAR ISI.....................................................................................................................II
BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................................III
A. Latar Belakang.......................................................................................................III
B. Rumusan Masalah..................................................................................................III
C. Tujuan Pembahasan...............................................................................................IV
BAB II : PEMBAHASAN..................................................................................................1
A. Pengertian Psychosomatic Menurut Islam...............................................................1
B. Pengertian Psychosomatic Menurut Barat...............................................................2
C. Penyebab, Tanda / Gejala dan Jenis-Jenis Psychosomatic......................................4
D. Solusi Islam dalam Mengatasi Psychosomatic......................................................12
BAB III : PENUTUP........................................................................................................15
A. Simpulan................................................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................17

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Orang yang mengalami psikosomatik seringkali mengeluhkan gangguan fisik
yang berulang, misalnya sakit maag, sakit kepala, migraine, darah tinggi atau gatal-
gatal karena keluhan berulang ini disebabkan oleh stres emosional. Oleh karena itu
menjadi penting memperhatikan aspek emosional dalam mengobati orang yang
mengalami gangguan psikosomatik. Beberapa penyakit dapat dikategorikan ke dalam
jenis penyakit psikosomatik, diantaranya diabetes tipe 2, yang mana pada penyakit
tersebut stres memiliki efek besar terhadap perkembangan, keparahan serta
kekambuhannya. Psikosomatik yang sering dialami mahasiswa berdasarkan data
wawancara dan observasi yang peneliti lakukan adalah gangguan maag, migraine,
gangguan kulit dan pernafasan dalam hal ini adalah asma. Penelitian Barsky dkk.
menemukan bahwa sebanyak 20% dari pasien yang datang ke dokter untuk
pengobatan primer mengalami gejala fisik yang memiliki penyebab psikologis murni.
Penyakit psikosomatik adalah kelainan yang mempengaruhi tubuh dan pikiran.
Penyakit ini memiliki dasar emosional yang menyebabkan gejala fisik, dengan
demikian stres berat bertanggung jawab atas 90% dari penyakit ini. Gangguan
psikosomatik merupakan masalah kesehatan mental yang muncul pada mahasiswa
kedokteran di Universitas Nigeria. Di eropa, Komisi Statistik Eropa (EUROSTAT)
mengidentifikasi cardiovascular diseases (CVD) sebagai penyakit yang menempati
posisi pertama terkait penyebab kematian pada tahun 2013, yang mana penyakit
kardiovaskular ini tergolong sebagai salah satu jenis gangguan psikosomatik.
Diperkirakan bahwa lebih dari 90% kunjungan pasien ke dokter disebabkan oleh
masalah kesehatan yang sebagiannya dipengaruhi oleh stres, dengan demikian
gangguan psikosomatik merupakan hal yang sebenarnya telah umum terjadi namun
seringkali tidak disadari.1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian psychosomatic ?
2. Bagaimana kondisi orang yang terkena psychosomatic ?
3. Sebutkan jenis-jenis psychosomatic ?

1
Ila Nurlaila Hidayat, Witrin Gamayanti, Dengki, Bersyukur dan Kualitas Hidup Orang yang Mengalami
Psikosomatik, Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 7 No. 1, 2020, Hal. 79-80
III
4. Bagaimana solusi islam dalam menghadapi psychosomatic ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari psychosomatic.
2. Untuk mengetahui kondisi dari orang yang terkena psychosomatic.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis psychosomatic.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara menangani psychosomatic dalam prespektif
islam.

IV
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psychosomatic Menurut Islam


Dalam ajaran Islam menyebutkan batin manusia itu terbagi menjadi dua yaitu
ruhani dan jasmani. Di dalam nafsu nafsani terdapat emosi dan intelektual yang
berisi kan positif dan negatif. Dalam firman Allah SWT Q.S. Al-Syams : 7-10 :
Artinya : “Demi nafs (jiwa) dan penyempurnaanya. Allah mengilhamkan kepadanya
kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
dan merugilah orang yang mengotorinya”. Segenap perbuatan yang kita lakukan
memberi kesan pada hati. Ketika kita melakukan perbuatan jelek atau buruk, maka
akibatnya perbuatan itu akan menutupi qalbu kita. Sebagaimana dalam firman Allah
SWT Q.S. Al-Muthafifin : 14 : Artinya : “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang
mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka”.
Hati yang tertutup oleh kebanyakan maksiat akan membuatnya menjauhkan kita
dari mendengar suara nurani sendiri. Akibatnya banyak sekali orang yang terjerumus
didalam kegelisahan dan ketakutan sehingga menimbulkan penyakit yang serius
yaitu psikosomatik. Menurut Achmad Mubarok, dalam bukunya Psikologi Qurani
menjelaskan, bahwa psikosomatik adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh
faktor-faktor kejiwaan dan sosial seseorang, jika emosinya menumpuk dan
memuncak. Maka hal itu dapat menyebabkan kekacauan dan kegoncangan dalam
dirinya. Jika faktor-faktor yang menyebabkan memuncaknya emosi itu secara
berkepanjangan tidak dapat dijauhkan, maka ia dipaksa untuk selalu menekan
perasaanya. Maka perasaan tertekan, cemas, kesepian dan kebosanan yang
berkepanjangan dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya. 2
Disini semakin banyak kita temui tipe-tipe manusia yang jauh dari kehidupan
bahagia. Mereka rakus akan harta dunia, berlaku munafik, kafir atau inkar kepada
kebesaran dan kemurahan Allah Swt. Padahal sejak lahir manusia telah memiliki
potensi lahiriah (fitrah) berupa sifat kesucian atau kebaikan dan juga keburukan.
Sebagaimana dikemukakan dalam Al-Qur’an surat As-Syam ayat 8 yang artinya :
“Maka mengilhamkan pada jiwanya itu (jalan) kefasikan dan ketakwaanya”.
Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia dapat menderita gangguan fisik
yang disebabkan oleh gangguan mental (somapsikotis) dan sebaliknya gangguan

2
Zakiah Derajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta : PT Gunung Agung, 1982), Hal. 72
1
mental dapat menyebabkan penyakit fisik (psikosomatik). Dan diantara faktor mental
yang diidentifikasikan sebagai potensial yang dapat menimbulkan gejala tersebut
adalah keyakinan agama. 3 Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh gangguan atau
penyakit mental tersebut antara lain dapat dilihat dari perasaan, pikiran, tingkah laku
dan kesehatan badan. Dari segi perasaan, gejalanya antara lain menunjukkan rasa
gelisah, iri, dengki, sedih, kecewa, putus asa, bimbang dan rasa marah. Dari segi
pikiran dan kecerdasan, gejalanya antara lain lupa dan tidak mampu
mengkonsentrasikan pikiran dan suatu pekerjaan karena kemampuan berfikir
menurun.
Dari segi tingkah laku sering menunjukkan tingkah laku yang tidak terpuji,
seperti suka menganggu lingkungan, mengambil milik orang lain, menyakiti dan
memfitnah. Apalagi keadaan buruk ini berlarut-larut dan tidak mendapatkan
penyembuhan, besar kemungkinan penderita akan mengalami psikosomatik atau
penyakit jasmani yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan, seperti hipertensi (darah
tinggi), lumpuh, gangguan pencemaan dan lemah syaraf. 4
Menurut Djam’an
mengatakan bahwa bahan pengobatan dalam lapangan psikosomatik atau penyakit
jiwa, hanya dapat diobati melalui agama. Dalam Al-Quran terdapat banyak petunjuk-
petunjuk untuk melakukan psikoterapi Islam terhadap sesama manusia. Karena Al-
Quran didalamnya berisi berbagai persoalan hidup dan sebagai petunjuk. Al-Qur’an
dan Al-Hadis merupakan dasar pegangan bagi umat Islam meraih kebahagiaan dunia
dan akhirat. Misalnya : “penyakit sesak nafas atau dada bagaikan tertekan karena
adanya ketidakseimbangan ruhani”. Dalam hal ini dokter bisa menyarankan kepada
pasien muslim untuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an untuk memberikan sugesti agar
pasien merasa tenang dan nyaman, sehingga secara kejiwaan terbantu untuk
melakukan pengobatan pada dampak fisiknya. 5
B. Pengertian Psychosomatic Menurut Barat
Perbedaan Psikologi Barat dengan Psikologi Islam yaitu:
1. Jika Psikologi Barat merupakan produk pemikiran dan penelitian empirik,
Sedangkan Psikologi Islam sumber utamanya adalah wahyu Kitab Suci Al-
Qur’an dan Hadist, yakni apa kata kitab suci tentang jiwa, dengan asumsi
bahwa Allah SWT sebagai pencipta manusia yang paling mengetahui

3
Jalaluddin Rahmat, Psikologis Agama, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), Hal. 154
4
A.F. Jae lani, Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, (Jakarta : Amzah, 2000), Hal. 82
5
Djam’an, Islam dan Psikosomatik (penyakit jiwa), (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), Hal. 14
2
anatomi kejiwaan manusia. Selanjutnya penelitian empirik membantu
menafsirkan kitab suci.
2. Jika tujuan Psikologi Barat hanya tiga; menguraikan, meramalkan dan
mengendalikan tingkah laku, maka Psikologi Islam menambah dua poin;
yaitu membangun perilaku yang baik dan mendorong orang hingga merasa
dekat dengan Allah SWT.
3. Jika konseling dalam Psikologi Barat hanya di sekitar masalah sehat dan
tidak sehat secara psikologis, konseling Psikologi Islam menembus hingga
bagaimana orang merasa hidupnya bermakna, benar dan merasa dekat
dengan Allah SWT. 6
Menurut Iin Tri Rahayu sebagaimana yang dikemukakan oleh Atkinson dalam buku
Psikologi Umum, terdapat enam teknik psikoterapi / Intervensi / penanganan psikologis
yang digunakan oleh para psikiater atau psikolog secara umum. 7 Yaitu:
1. Teknik terapi psikoanalisis, yaitu bahwa di dalam tiap-tiap individu
terdapat kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan yang menyebabkan
konflik internal tidak terhindarkan. Teknik ini menekankan fungsi
pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls seksual dan
agresif dari ide.
2. Teknik terapi perilaku, yang menggunakan prinsip belajar untuk
memodifikasi perilaku individu.
3. Teknik terapi kognitif perilaku, yaitu teknik memodifikasi perilaku dan
mengubah keyakinan maladaptif. Ahli terapi membantu individu
mengganti interpretasi yang irasional terhadap terhadap suatu peristiwa
dengan interpretasi yang lebih realistik.
4. Teknik terapi humanistik, yaitu teknik dengan pendekatan fenomenologi
kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesungguhnya dan
memecahkan masalah mereka dengan intervensi ahli terapi yang minimal.
5. Teknik terapi eklektik atau integratif, yaitu memilih dari berbagai teknik
terapi yang paling tepat untuk klien tertentu, ketimbang mengikuti dengan
kaku satu teknik tunggal.

6
Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, (Jakarta : Penerbit Pustaka Al-Husna, 1992), Hal. 295
7
Iin Tri Rahayu, Psikoterapi Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer, (Malang, UIN Malang Press,
2009), Hal. 215-216
3
6. Teknik terapi kelompok dan keluarga. Terapi kelompok adalah teknik
yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan
perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah
serupa. Sedang terapi marital dan terapi keluarga adalah bentuk terapi
kelompok khusus yang membantu pasangan suami-istri, atau hubungan
orang tua dan anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk
berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.
Tidak ada pengertian tentang agama dan tidak menjalankan sama sekali ajaran agama,
menyebabkan oraang tidak bias menolong ketentraman hatinya sendiri, karena ilmu
pengetahuan pada umunya hanya mengisi fikiran tetapi tidak apa-apa bagi perasaan.
Maka kita disaarankan supaya untuk mempelajari agama disamping konsultasi jiwa yang
dilaksanakan secara berkala, disamping pengalaman dalam merawat orang secara
individual, ternyata bahwa perawatan jiwa dapat pula dilakukan secara massal. Semakin
dekat seseorang kepada Tuhan dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin
tentramlah jiwanya serta semakin mampu ia menghadapi kekecewaan dan kesukaran
dalam hidupnya, dan demikian pula sebaliknya. 8
Sedangkan dalam Islam Al-Ghazali lebih menyoal penyakit jiwa dari sudut
perilaku (alakhlaq) positif dan negatif, sehingga bentuk-bentuk terapinya juga
menggunakan terapi perilaku. Dalam hal ini ia menyatakan : Menegakkan (melakukan)
akhlak (yang baik) merupakan kesehatan mental, sedang berpaling dari penegakan itu
berarti suatu neurosis dan psikosis. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa bentukbentuk
psikoterapi menurut Al-Ghazali adalah meninggalkan semua perilaku yang buruk dan
rendah, yang mengotori jiwa manusia, serta melaksanakan perilaku yang baik untuk
membersihkannya. Perilaku yang baik dapat menghapus, menghilangkan dan mengobati
perilaku yang buruk. Upaya seperti itu dapat menjadikan jiwa manusia suci, bersih, dan
fitri sebagaimana ia baru dilahirkan dari rahim ibunya. Pendekatan agama dapat
dilakukan dan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan terhadap Tuhan dan
doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan positif. 9
C. Penyebab, Tanda / Gejala dan Jenis-Jenis Psychosomatic
1. Jenis-Jenis Psychosomatic
Banyak macam penyakit psikosomatik, tetapi yang prevalensinya paling tinggi
adalah hipertensi dan disiplidemia (kolesterol terlalu rendah atau tinggi). Kedua

8
Zakiah derajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta : PT Gunung Agung, 1982), Hal. 78
9
Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, (Jakarta : Penerbit Pustaka Al-Husna, 1992), Hal. 237
4
penyakit itu berkorelasi dengan berbagai penyakit serius yang bahkan berisiko
kematian, namun sering dianggap ringan atau tidak disadari oleh penderitanya.
Padahal sesuai dengan data Riskesdas 2013, hipertensi adalah masalah kesehatan
dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Di samping itu, pengontrolan
hipertensi belum adekuat meskipun tersedia obat-obatan yang efektif. Setiap tahun
komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia. Hipertensi
menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian
karena penyakit stroke. Tahun 2030 Diperkirakan akan terus meningkat mencapai
23,3 juta kematian. 10 Penyakit psikosomatik lain yang bisa disebutkan di sini
diantaranya sariawan, maag, sakit kulit (dermatitis), fibromyalgia, ginjal bahkan
kanker dan stroke.
Hawari menyebutkan gangguan-gangguan Psikosomatik antara lain :
a. Dispepsia Fungsional, yaitu keluhan tidak enak di perut bagian atas
yang bersifat intermitten, sementara pada pemeriksaan tidak ada
kelainan organ.
b. Hipertensi esensial, diagnosis ini ditegakkan karena hingga kini
belum ditemukan penyebab, morfologis, kimiawi atau diagnosa
klinis yang membuktikannya, sehingga untuk menetapkan
diagnosisnya harus disisihkan penyebab adanya gangguan ginjal,
hormonal, jantung, dan syaraf.
c. Asma bronkiale, aliran ekspirasi terhalang sehingga ketika bernafas
akan terdengar wheezing atau mengi.
d. Depresi, yaitu gangguan afektif dengan suasana hati depresi (sedih
yang dalam dan lama), kehilangan minat, gairah dan mudah lelah.11
Dari semua penyakit tersebut, yang jumlahnya paling dominan diderita
masyarakat adalah hipertensi, kolesterol, dan sistem saluran darah (jantung).
Berikut adalah penjelasannya.
a. Hipertensi Tekanan darah menjadi data yang pertama dan utama ketika seseorang
mengeluh sakit (vital sign), karena perubahannya telah diketahui selalu
berhubungan dengan berbagai penyakit, bahkan dapat menjadi indikator berat
ringannya suatu penyakit. Ketika seseorang mengeluh sakit, pastilah akan dimulai
dengan pemeriksaan tekanan darahnya. Tekanan darah diukur dengan tensimeter

10 Kemenkes RI, ‘Pusdatin Hipertensi’, Infodatin, Hipertensi, 2014, hal. 1-7.


11 Hawari, Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, (Jakarta: FKUI, 2006), hal. 19.

5
untuk mendapatkan angka sistolik dan angka diastolik. Seorang individu
diklasifikasikan menderita hipertensi apabila tekanan darah sistolik 140-160,
diastolik 90-100. Hipertensi biasa muncul pada usia 30-50 tahun, dan akhirnya
menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun. 12 Informasi ini
sangat menarik untuk diperhatikan.
Maramis (1980) menerangkan ada dua macam hipertensi yaitu esensial
(primer) dan sekunder. Hipertensi primer merupakan gangguan spesifik yang
dapat disebabkan oleh gangguan psikis, kepribadian kompulsif yang memiliki
presdiposisi secara genetik dan telah merepresi dan menekan kekerasan.
Hipertensi ini merupakan reaksi terhadap emosi tertekan, sebagai mekanisme
adaptif dan pertahanan tubuh akibat aktivitas sistem saraf simpatik yang
berlebihan. Hipertensi ini muncul sebagai akibat dari vasokonstriksi dan respons
otonom lainnya.
Hipertensi oleh WHO disebut silent killer, karena satu dari lima individu
dengan kondisi tersebut tidak sadar memilikinya. Komplikasi hipertensi
menyebabkan morbiditas dan mortalitas dan menjadi masalah kesehatan dunia.13
Penelitian di Indonesia juga menemukan hipertensi bersama kolesterol tinggi
mengakibatkan penyakit SSD, yang secara internal memengaruhi sistem organ
vital, dapat merusak jantung, paru-paru, pembuluh darah, otak, dan ginjal yang
sangat berisiko kematian.14
Black dan Garbutt menjelaskan bahwa stres dapat menjadi faktor risiko
penyakit dan berkoneksi langsung ke hipertensi melalui kebiasaan tidak sehat,
seperti pola makan yang buruk, penggunaan alkohol, atau merokok, yang
berkontribusi terhadap tingginya tekanan darah dan penyakit jantung. Laporan
penelitian pada tahun 2010 menyebutkan gejala hipertensi muncul karena
interaksi beberapa faktor meliputi: usia, seksualitas, pendidikan, pekerjaan,
genetik, asupan garam dan alkohol, tingkat aktivitas yang rendah, kelelahan,
kepribadian, tingkat stres, faktor emosional, takut, marah, dendam, kepahitan, dan
kebencian. Hipertensi esensial prevalensinya lebih tinggi pada pasien pemarah.

12 Karl Peltzer and Supa Pengpid, “The Prevalence and Social Determinants of Hypertension among Adults in
Indonesia: A Cross-Sectional Population-Based National Survey”, International Journal of Hypertension, 2018, hal. 1-
9.
13 WHO and UN Partners, “Country Statistics and Global Health Estimates”, 2015.
14 Wika Hanida dkk., “Korelasi Aspek Spiritual dengan Kadar Interleukin-6 Serum pada Pasien Hemodialisis Kronik”,
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 3(1), 2018, hal. 3.

6
Banyak hal yang memengaruhi hipertensi pada masyarakat Indonesia, yaitu:
faktor sosio demografi (umur dan jenis kelamin), genetik, pendidikan, pekerjaan,
obesitas, perilaku dan gaya hidup (pola makan, merokok, minum alkohol dan
minuman berkafein, garam, lemak, kurang aktivitas fisik, kelelahan, serta
karakteristik kepribadian dan emosional yaitu pemarah. Pasien hipertensi sebagian
besar memiliki kecenderungan kepribadian obsesi kompulsif dengan predisposisi
emosi yang tinggi. Klien memiliki kebutuhan yang besar dalam cinta dan
kekuasaan, pendendam, memulai konflik dan sulit beradaptasi terhadap stres dan
perubahan kondisi.15
Beberapa penelitian tentang penanganan hipertensi di Amerika menghasilkan
rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut. Satu studi metaanalisis dengan 4.072
subjek mengenai berbagai upaya mengurangi tekanan darah sistolik melalui
program pendidikan, konseling, training, dan monitoring mandiri, serta intervensi.
Penelitian tersebut mendapatkan bahwa konseling lebih efektif dibanding
kombinasi training dan monitoring mandiri.16 Penelitian lain merekomendasikan
modifikasi gaya hidup komprehensif untuk mengontrol tekanan darah.17
Penelitian berikutnya merekomendasikan penanganan hipertensi melalui
pengaturan asupan makan, olahraga teratur dengan intensitas sedang (150 menit
per minggu), berkebun, jalan cepat, bersepeda, atau aerobik lainnya. Selanjunya
hasil review sistematik dan meta analisis menghasilkan satu rekomendasi yang
meyakinkan pentingnya pendekatan psikologis untuk mengurangi stres.18 Diawali
dengan pengukuran emosional distress, terutama berkaitan dengan kesejahteraan
dalam kehidupan perkawinan.19
Dari berbagai informasi tersebut, maka dapat dipahami gejala hipertensi
esensial muncul karena beberapa faktor yang berinteraksi yaitu:

15 Ekowati Rahajeng dan Sulistyowati Tuminah, “Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia”, Maj
Kedokt Indon, (2009), hal. 58-87.
16 L. Ebony Boulware and others, “An Evidence-Based Review of Patient-Centered Behavioral Interventions for
Hypertension”, American Journal of Preventive Medicine, 21(3),2001, hal. 221-232.
17 Lawrence J. Appel, “Effects of Comprehensive Lifestyle Modification on Blood Pressure Control: Main Results of
the Premier Clinical Trial”, Journal of the American Medical Association, 289(16), 2003, hal. 2083-2093.
18 Rainforth M.V. and others, “Stress Reduction Programs in Patients with Elevated Blood Pressure: A Systematic
Review and Meta-Analysys”, Current Hypertension Reports, 2007, hal. 520-528.
19 Ranak Trivedi and others, “The Association of Emotional Well-Being and Marital Status with Treatment Adherence
among Patients with Hypertension”, Journal of Behavioral Medicine, 2008, hal. 489-497.

7
1. Faktor sosio demografi (umur, dan jenis kelamin), pendidikan, dan
pekerjaan.
2. Faktor psikofisik: obesitas, perilaku dan gaya hidup, pola makan, merokok,
minum alkohol dan minuman berkafein, garam, lemak, karakteristik
kepribadian dan emosional yaitu pemarah, tingkat stres, takut, marah,
dendam, kepahitan, dan kebencian.
3. Faktor fisik: genetik, obesitas, kurang aktivitas fisik, dan kelelahan. Secara
ringkas, faktor hipertensi adalah kompleks, khususnya faktor psikofisik,
stres, pribadi kompulsif dan pemarah, serta gaya hidup tidak sehat.
Hal yang paling menonjol yang penting untuk diperhatikan adalah sebagai
berikut. Hipertensi biasa muncul sejak 30 tahun dan menjadi komplikasi sejak 40
tahun. Hipertensi merupakan bentuk psikosomatis dan sering tidak disadari
penderitanya padahal berisiko kematian. Tindakan pencegahan adalah sangat
penting karena penyakit itu merupakan silent killer, yang secara internal
memengaruhi sistem organ vital, dapat merusak jantung, paru-paru, pembuluh
darah, otak, dan ginjal. Penanganan hipertensi idealnya dilakukan secara
multikomponen, dan pendekatan psikologis khususnya konseling menjadi
langkah pertama dan utama dalam terapi. Dilanjutkan dengan pemeriksaan stres
dan pengelolaan stres, serta mendorong pengubahan gaya hidup. Penanganan
hipertensi juga dapat melalui cara-cara tradisional sebagai terapi alternatif sesuai
dengan minat masyarakat.
b. Kolesterol
Kolesterol merupakan sejenis lipid dalam aliran darah dan di setiap sel
tubuh, bermanfaat untuk proses metabolisme seperti membantu mencerna lemak,
memperkuat membran sel, dan membuat hormon. Lipid (lemak), bersama
dengan protein dan karbohidrat, adalah komponen utama dari sel-sel hidup.
Kolesterol dan trigliserida berperan sebagai sumber tenaga. Saat kadar lemak
dalam aliran darah terlalu tinggi atau terlalu rendah akan terjadi kondisi
dislipidemia.20
Faktor kolesterol adalah: gaya hidup, asupan makan. Kadar trigliserida
yang tinggi dikarenakan kegemukan, konsumsi alkohol, gula,

20 Kemenkes RI, “Situasi Kesehatan Jantung”, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014, hal. 3.

8
hiperkolesterolemia familial, dan dari keluarga penderita diabetes. Kolesterol
juga ditemukan berkorelasi dengan hipertensi, dan stroke.21
Memperhatikan berbagai keterangan tentang psikosomatis, stres, hipertensi
primer dan kolesterol di muka, didapatkan beberapa pengertian yaitu:
1. Stres merupakan faktor risiko hipertensi maupun kolesterol, dan
sebaliknya, hipertensi dan kolesterol masing-masing dapat memicu
munculnya penyakit lain yang lebih serius.
2. Hipertensi dan kolesterol secara bersama-sama berisiko memunculkan
penyakit sistem saluran darah yang mematikan seperti stroke dan
penyakit jantung. Keduanya muncul di usia 30-40 tahun
3. Dinamikanya menunjukkan kedua penyakit tersebut adalah gangguan
atau penyakit psikosomatik.
4. Memahami berbagai faktor penyebab dan risikonya, maka
direkomendasikan pengelolaan hipertensi dan kolesterol, juga penyakit
yang muncul sebagai akibat keduanya, dirawat secara multikomponen
dan melibatkan interdisiplin bidang, termasuk pengobatan tradisional.
2. Faktor / Penyebab Psychosomatic
Selaras dengan penjelasan tentang hubungan stres dan psikosomatik,
mekanisme psikoneurologi serta diagnosisnya, Maramis menjelaskan bahwa
dalam tata laksana psikosomatik perlu diperiksa secara langsung pada pasien
tentang beberapa faktor yaitu :
a. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran
ekonomi, pekerjaan, hubungan dengan keluarga dan orang lain,
minatnya, kebiasaan dalam pekerjaan, dan waktu istirahat.
b. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam
hubungan seksual, adanya anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
c. Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pengalaman
masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan
dan tembakau.
d. Faktor psikologik, seperti stres psikologik, keadaan mental waktu
sakit, status di dalam keluarga, dan stres yang timbul.

21 Rustika, “Asupan Asam Lemak Jenuh dari Makanan Gorengan dan risikonya terhadap Kadar Lipid Plasma pada
Kelompok Usia Dewasa”, 2004, Puslitbang Biomedis dan Farmasi.

9
Perkembangannya kemudian beberapa ahli menyebutkan sejumlah faktor
telah tercatat memodulasi kerentanan individu terhadap penyakit psikosomatik,
yaitu:
a. Peristiwa hidup dan beban allostatic
b. Sikap dan perilaku kesehatan
c. Dukungan sosial
d. Kesejahteraan psikologis
e. Spiritualitas (beragama dan semangat)
f. Kepribadian (Alexithymia dan Tipe A)
Dari beberapa faktor yang telah disebutkan di muka, terdapat dua faktor
yang paling dominan dan sejak lama diterima sebagai faktor psikosomatik yakni
sebagai berikut.
a. Faktor penyakit psikosomatik pertama: stres kehidupan (Allostatic overload)
terdiri dari kriteria A dan kriteria B yaitu :
Kriteria A: adanya sumber gangguan yang dapat diidentifikasi saat ini dalam
bentuk peristiwa kehidupan penting yang baru saja terjadi dengan ataupun
tanpa stres kronis; stressor dinilai terlalu berat atau masalah/bebannya dinilai
sudah menyeluruh, dan melampaui batas keterampilan coping (cara
menghadapi stres) individu. Misal seorang anak yang mengalami pelecehan
seksual sekaligus juga mendapatkan perlakuan kasar di rumah, dan dia tidak
dapat menghindarinya.
Kriteria B: Stresor dikaitkan dengan satu atau lebih dari tiga fitur berikut,
yang telah terjadi dalam waktu enam bulan setelah timbulnya sumber stres
(stressor) yaitu:
1) Setidaknya tampak ada dua di antara gejala-gejala berikut: kesulitan
tertidur, tidur gelisah, bangun pagi, kurang energi, pusing, kecemasan
umum, lekas marah, kesedihan, dan demoralisasi,
2) Penurunan yang signifikan dalam fungsi sosial atau pekerjaan,
3) Penurunan yang signifikan dalam penguasaan lingkungan (perasaan
kewalahan oleh tuntutan kehidupan sehari-hari).22

22 Giovanni A. Fava and others, “Diagnostic Criteria for Use in Psychosomatic Research’, Psychother Psychosom”,
1995,hal. 1–8.

10
b. Faktor penyakit psikosomatis kedua: perilaku individu berkepribadian tipe A
(Type A behavior). Kriterianya: setidaknya 5 dari 9 karakteristik berikut harus
ada, yaitu:
1) Tingkat keterlibatan yang berlebihan dalam pekerjaan dan kegiatan lain
yang tunduk pada tenggat waktu,
2) Rasa semua adalah betul-betul mendesak dan sangatlah penting,
3) Tampilan fitur motorik yang ekspresif (ucapan cepat dan eksplosif,
gerakan tubuh tiba-tiba, ketegangan otot wajah, gerakan tangan) yang
menunjukkan perasaan berada di bawah tekanan waktu,
4) Permusuhan dan sinisme,
5) Iritabilitas (mudah tersinggung, emosional),
6) Kecenderungan untuk mempercepat aktivitas fisik (serba terburu-buru),
7) Kecenderungan untuk mempercepat aktivitas mental (serba tergesa,
Jawa:kemrungsung),
8) Keinginan kuat untuk pencapaian prestasi dan kebutuhan pengakuan yang
tinggi,
9) Persaingan/kompetitif yang tinggi.23
3. Gejala Psychosomatic
Untuk mengenali penderitaan seorang klien / pasien sebagai penderita
psikosomatik ataukah tidak, maka perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Gejala atau simtom dari gangguan psikosomatik yang sering dikeluhkan
pasien/klien meliputi:
1. berdebar-debar, tengkuk pegal, tekanan darah tinggi (gejala
kardiovaskular);
2. ulu hati perih, kembung, gangguan pencernaan (gejala gastrointestinal);
3. sesak nafas, mengi (gejala respiratorius);
4. gatal, eksim (gejala dermatologi);
5. encok, pegal, kejang, sakit kepala (gejala musculoskeletal);
6. gangguan haid, keringat dingin disertai berdebar-debar (gejala hormonal-
endokrin).24

23 Piero Porcelli and Jenny Guidi, “The Clinical Utility of the Diagnostic Criteria for Psychosomatic Research: A
Review of Studies”, Psychotherapy and Psychosomatics, 84(5), 2015, hal. 265–272.
24 Yulizar Darwis, Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Dasar Di Purkesmas, (Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, 2004), hal. 21.

11
Kalangan medis membagi diagnosis penderita gangguan psikosomatik
menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Mereka yang memiliki keluhan fisik, tetapi tidak terdapat penyakit fisik dan
kelainan organik yang dapat menyebabkan keluhan tersebut.
2. Mereka yang memiliki kelainan organik primer dengan penyebab faktor
psikologis
3. Mereka yang memiliki kelainan organik dan gejala lain yang timbul karena
faktor psikologis, seperti kecemasan sebagai akibat adanya penyakit organik.
D. Solusi Islam dalam Mengatasi Psychosomatic
Stres merupakan gejala penyakit terbesar di abad modern. Istilah stres telah
meluas dipergunakan di berbagai kalangan, termasuk ilmuwan dan masyarakat
muslim. Al-Qur'an telah menggunakan permisalan yang memakai prinsip mekanika
beban untuk menggambarkan persoalan yang dihadapi manusia. Prinsip mekanika
beban merupakan konstruk awal yang melahirkan penelitian mendalam tentang stres.
Secara keseluruhan surat Al-Qur'an yang membahas tentang konsep beban dalam
permasalahan manusia berbunyi :

َ َ‫اَلَ ْم نَش َْرحْ لَـك‬


۱ َ‫صد َْرك‬
۲ َ‫ع ْنكَ ِو ْز َرك‬َ ‫ض ْعنَا‬َ ‫َو َو‬
۳ َ‫ظه َْرك‬ َ ‫ض‬ ْ ْۤ ‫الَّذ‬
َ َ‫ِي ا َ ْنق‬
۴ َ‫َو َرفَ ْعنَا لَـكَ ِذك َْرك‬
۵ ‫س ًرا‬ ْ ُ‫فَ ِا نَّ َم َع ا ْلع‬
ْ ُ‫س ِر ي‬
۶ ‫س ًرا‬ ْ ُ‫اِنَّ َم َع ا ْلع‬
ْ ُ‫س ِر ي‬
َ ‫فَ ِا ذَا فَ َر ْغتَ فَا ْن‬
۷ ‫ص ْب‬
۸ ‫غ ْب‬َ ‫َواِ ٰلى َربِكَ فَا ْر‬
Artinya: “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? dan Kami pun
telah menurunkan bebanmu darimu, yang memberatkan punggungmu, dan
Kami tinggikan sebutan (nama)mu bagimu, Maka sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan),
tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada
Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah [94]: 1-8)

12
Catatan:
1) Yang dimaksud dengan beban di sini ialah kesusahan-kesusahan yang diderita
Nabi Muhammad s.a.w. dalam menyampaikan risalah. KAA
2) Meninggikan nama Nabi Muhammad s.a.w di sini Maksudnya ialah
meninggikan derajat dan mengikutkan namanya dengan nama Allah dalam
kalimat syahadat, menjadikan taat kepada Nabi Termasuk taat kepada Allah dan
lain-lain.
3) Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah
selesai berdakwah. Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai
mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang
mengatakan: apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.
Surat di atas telah memasukkan perspektif subjektif dan objektif tentang
stres. Ayat kedua (beban) lebih berorientasi pada perspektif objektif, namun ayat
ketiga (punggung) dan ayat satu (dada) lebih mengandung perspektif subjektif. Ayat
selanjutnya dari surat ini dapat memberikan inspirasi bagaimana seseorang
mengatasi stres yang dihadapinya. (Hasan, 2008)
Pertama, dalam prinsip mekanika tuas, terdapat hukum dimana beban akan
mudah diangkat pada lengan tuas yang lebih tinggi (lebih panjang). Hal ini
memberikan gambaran bahwa, ketika seseorang menghadapi stres maka ia MAL
harus melihat permasalahan dari tempat yang lebih tinggi dengan tujuan agar I
manusia dapat melihat permasalahan secara keseluruhan. Sehingga, manusia akan
dapat melihat bahwa "sesudah kesulitan ada kemudahan".
Kedua, setelah manusia melihat secara keseluruhan permasalahannya, maka
ia tak boleh berpangku tangan melainkan harus melakukan pekerjaan satu persatu,
baik untuk menyelesaikan masalah tersebut atau untuk tujuan lainnya.
Ketiga, berhubungan dengan menejemen waktu, yaitu cara pengaturan waktu
untuk mengerjakan suatu pekerjaan agar tidak menumpuk- numpuk. Hal ini juga
berlaku dalam hal penyelesaian masalah, masalah harus diselesaikan satu persatu
agar beban menjadi lebih ringan.
Keempat, merupakan anjuran untuk melakukan semua tahap itu dengan
sungguh-sungguh dan penuh pengharapan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

13
Jika, keempat langkah tersebut telah dilakukan, maka dada akan rasa lapang.
Lapang dada secara psikologis artinya mendapatkan ketenangan, secara biologis
artinya tidak menderita penyakit yangberkaitan dengan dada atau pernapasan.
Jadi, berdasarkan surat di atas beserta penafsiran dan analisisnya, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam menghadapi masalah ada empat hal yang harus dilakukan
oleh manusia, diantaranya yaitu: 1) melihat permasalahan secara keseluruhan, 2)
menyelesaikan permasalahan, 3) menyelesaikan permasalahan satu persatu, dan 4)
berdoa kepada Allah subhanahu wa ta'ala, karena Allah Sang Maha Pemberi
Keputusan.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Achmad Mubarok, dalam bukunya Psikologi Qurani menjelaskan,
bahwa psikosomatik adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh faktor-faktor
kejiwaan dan sosial seseorang, jika emosinya menumpuk dan memuncak. Maka hal
itu dapat menyebabkan kekacauan dan kegoncangan dalam dirinya. Jika faktor-faktor
yang menyebabkan memuncaknya emosi itu secara berkepanjangan tidak dapat
dijauhkan, maka ia dipaksa untuk selalu menekan perasaanya. Maka perasaan
tertekan, cemas, kesepian dan kebosanan yang berkepanjangan dapat mempengaruhi
kesehatan fisiknya.
Perbedaan Psikologi Barat dengan Psikologi Islam yaitu : (1) Jika Psikologi
Barat merupakan produk pemikiran dan penelitian empirik, Sedangkan Psikologi
Islam sumber utamanya adalah wahyu Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadist, yakni apa
kata kitab suci tentang jiwa, dengan asumsi bahwa Allah SWT sebagai pencipta
manusia yang paling mengetahui anatomi kejiwaan manusia. Selanjutnya penelitian
empirik membantu menafsirkan kitab suci. (2) Jika tujuan Psikologi Barat hanya tiga;
menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku, maka Psikologi Islam
menambah dua poin; yaitu membangun perilaku yang baik dan mendorong orang
hingga merasa dekat dengan Allah SWT.
Banyak macam penyakit psikosomatik, tetapi yang prevalensinya paling tinggi
adalah hipertensi dan disiplidemia (kolesterol terlalu rendah atau tinggi). Kedua
penyakit itu berkorelasi dengan berbagai penyakit serius yang bahkan berisiko
kematian, namun sering dianggap ringan atau tidak disadari oleh penderitanya.
Padahal sesuai dengan data Riskesdas 2013, hipertensi adalah masalah kesehatan
dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Di samping itu, pengontrolan
hipertensi belum adekuat meskipun tersedia obat-obatan yang efektif. Setiap tahun
komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia. Hipertensi
menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian
karena penyakit stroke. Tahun 2030 Diperkirakan akan terus meningkat mencapai
23,3 juta kematian. Penyakit psikosomatik lain yang bisa disebutkan di sini
diantaranya sariawan, maag, sakit kulit (dermatitis), fibromyalgia, ginjal bahkan
kanker dan stroke.

15
B. Saran
Sebagai seorang muslim, sepatutnya kita harus mengetahui jenis-jenis dan
dampak yang ditimulkan dari psikomatis, maka dari itu kita harus menjaga
kebersihan hati maupun pikiran supaya kita selalu dihindarkan dari penyakit yang
dapat merusak tubuh

16
DAFTAR PUSTAKA

Ekowati Rahajeng dan Sulistyowati Tuminah. (2009). “Prevalensi Hipertensi dan


Determinannya di Indonesia”. Maj Kedokt Indon.

Derajat, Zakiah, (1982), Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta : PT Gunung
Agung,

Djam’an, (1975), Islam dan Psikosomatik (penyakit jiwa), Jakarta : Bulan Bintang.

Hania, A. B. P. (2008). Pengantar Psikologi Kesehatan Islami. Jakarta: Rajagrafindo


Persada.

Giovanni A. Fava and others. (1995). “Diagnostic Criteria for Use in Psychosomatic
Research’, Psychother Psychosom”.

Hawari. (2006).Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Jaelani, A.F., (2000), Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, Jakarta : Amzah.

Nurlaila Hidayat, Ila, Witrin Gamayanti, Dengki, Bersyukur dan Kualitas Hidup Orang
yang Mengalami Psikosomatik, Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 7 No. 1, 2020

Karl Peltzer and Supa Pengpid. (2018).“The Prevalence and Social Determinants of
Hypertension among Adults in Indonesia: A Cross-Sectional Population-Based
National Survey”, International Journal of Hypertension.

Kemenkes RI. (2014). "Pusdatin Hipertensi", Infodatin, Hipertensi.

Kemenkes RI. (2014). “Situasi Kesehatan Jantung”, Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.

L. Ebony Boulware and others. (2001). “An Evidence-Based Review of Patient-Centered


Behavioral Interventions for Hypertension”, American Journal of Preventive

17
Medicine, 21(3).

Lawrence J. Appel. (2003). “Effects of Comprehensive Lifestyle Modification on Blood


Pressure Control: Main Results of the Premier Clinical Trial”, Journal of the
American Medical Association, 289(16).

Maramis, W. F. (1980). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University


Press.

Mohammad Akhtar Hussain and others. (2016). “Prevalence, Awareness, Treatment and
Control of Hypertension in Indonesian Adults Aged ≥ 40 years: Finding from the
Indonesia Family Life Survey (IFLS)”, PLoS ONE, 11(9).

Piero Porcelli and Jenny Guidi. (2015). “The Clinical Utility of the Diagnostic Criteria
for Psychosomatic Research: A Review of Studies”, Psychotherapy and
Psychosomatics, 84(5).

Rahmat, Jalaluddin, (2011), Psikologis Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Rainforth M.V. and others. (2007). “Stress Reduction Programs in Patients with Elevated
Blood Pressure: A Systematic Review and Meta-Analysys”, Current Hypertension
Reports.

Ranak Trivedi and others. (2008). “The Association of Emotional Well-Being and Marital
Status with Treatment Adherence among Patients with Hypertension”, Journal of
Behavioral Medicine.

Rustika. (2004). “Asupan Asam Lemak Jenuh dari Makanan Gorengan dan risikonya
terhadap Kadar Lipid Plasma pada Kelompok Usia Dewasa”. Puslitbang Biomedis
dan Farmasi.

WHO and UN Partners. (2015). “Country Statistics and Global Health Estimates”.

Wika Hanida dkk., (2018). “Korelasi Aspek Spiritual dengan Kadar Interleukin-6 Serum

18
pada Pasien Hemodialisis Kronik”, Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 3(1).

Yulizar Darwis. (2004). Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Dasar Di Purkesmas.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat
Kesehatan Jiwa Masyarakat.

19

Anda mungkin juga menyukai