Anda di halaman 1dari 15

Catatan Politik Hukum

© Ni Wayan Putri Shanty

Pertemuan 1
Hubungan Antara Politik dan Hukum

Hukum dan politik merupakan dua hal yang berbeda, tetapi dalam sistem ketatanegaraan di
Indonesia, saling bersinggungan baik sebagian maupun keseluruhan. Termasuk ketika berprofesi
sebagai notaris.

Dalam sistem ketatanegaraan hubungan antara hukum dan politik dapat dipahami dengan tiga cara:
a. Hukum sebagai tujuan politik → politik dan hukum punya pemahaman yang sama. Artinya
tidak saling menggunakan satu dengan yang lain.
b. Hukum sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik → hukum berada di bawah politik,
karena tujuan politik yang diutamakan. Tujuan politik ditentukan lebih dahulu, kemudian
hukum dijadikan alat untuk mencapai tujuan politik yang sudah ditentukan. Yang
membedakan adalah, ada kesenjangan antara apa yang menjadi tujuan hukum dan apa yang
menjadi tujuan politik. Dengan demikian, posisi hukum tidak setara dengan posisi politik.
c. Hukum sebagai rintangan untuk memenuhi tujuan politik → lebih banyak ketika kita
melihat ketentuan perundang-undangan itu bersifat apakah itu pembatasan/ larangan.
Prinsipnya adalah, ketika ada kontestasi politik maka ada persyaratan-persyaratan yang
tidak serta merta seseorang itu bisa memenuhi Hasrat politik.

Apabila dikaitkan dengan politik hukum kenotariatan, sangat mungkin bicara hukum sbg poin-
poin di atas. Misal, apabila berbicara mengenai apakah UUJN dimaksudkan untuk mencapai
politik tertentu. Kalau menggunakan 3 kemungkinan di atas, maka posisi hukum bisa sangat relatif.
Kalau dia sebagai alat, maka dia posisinya subordinat dari politik, Jadi bukan politiknya yang
terpengaruh hukum, tetapi hukumnya yang di bawah pengaruh politik.

Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, tiga kecenderungan di atas bisa


bermacam-macam. Bisa jadi kepentingan politik itu lebih didahulukan ketika dia berkaitan dengan
hal-hal yang bersifat kontestasi politik. Misalnya berkaitan dgn pemilu, partai politik, terdapat
batas bawah parlemen. Bagi beberapa partai politik, hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak
mendukung keberadaan mereka. Akan tetapi Sebagian partai politik yang besar merasa senang
dengan adanya batas bawah parlemen.

Tiga tipe hubungan antara politik dan hukum tidak hanya berkaitan erat dengan environment,
tetapi juga berkaitan dengan topik peraturan perundang-undangan yang akan dibahas. Kalau topik
peraturan perundang-undangannya tidak berkaitan erat dengan kompetisi politik, misalnya UU
mengenai agraria, tentu tetap tidak steril dari politik, tetapi bukan dalam rangka politik untuk
mencari kekuasaan.

Hukum dan politik itu dalam beberapa aspek terdapat persinggungan, apakah keseluruhan maupun
sebagian. Misalnya, apabila melihat proses pembentukan perundang-undangan maka hukum itu
adalah produk politik. Karena pembentuk undang-undang adalah Presiden dan DPR yang kedua
duanya adalah aktor politik. Kedua duanya adalah jabatan yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Ketika membentuk undang-undang juga ada proses politik yang mendahuluinya, yaitu Presiden
dan DPR (Lembaga negara politis dan DPR) mereka bertemu membahas, menyetujui, dan
akhirnya keluar produk hukum.
Proses inilah yang dikatakan sbg proses politik yang pada akhirnya ia berujung pada hukum/
peraturan perundang-undangan. Jadi hukum adalah produk dari proses politik. Karena ia
produk politik, maka hukum yg dihasilkan tidak steril dari kepentingan politik, termasuk ketika
bicara mengenai UUJN.
Di UUJN, ada pasal yang memberikan perlindungan bahwa ketika notaris itu akan diperiksa, oleh
penegak hukum maka harus ada izin dari Majelis Pengawas Notaris. Tetapi pasal ini kemudian
diajukan ke MK, dipertanyakan konstitusionalitasnya. Dasar yang digunakan adalah setiap orang
punya persamaan di depan hukum. Kalau notaris diberikan privilege untuk mendapatkan
perlindungan, harus meminta izin kepada Majelis Pengawas Daerah itu mencerminkan asas
equality before the law. Dari perkara itu keluar putusan yang mengatakan bahwa Pasal yang
menyatakan harus izin MPD tidak konstitusional.
Kemudian ada perubahan UUJN. Yang menarik adalah, perubahan UUJN menghidupkan kembali
Lembaga yang memberikan perlindungan terhadap notaris, walaupun namanya bukan Majelis
Pengawas Notaris tetapi Majelis Kehormatan Notaris. (MKN) MKN ini kemudian di dalam
perubahan UUJN punya kewenangan yang sama, artinya penegak hukum apabila ingin memeriksa
notaris harus izin kepada MKN.
Jadi ada dua politik hukum yang berbeda:
a. Apakah benar bahwa perlindungan thd notaris adalah bentuk dari ketidaksamaan di muka
hukum, atau;
b. Ini adalah bentuk perlindungan profesi notaris
Akhir dari perdebatan ini adalah, UU Perubahan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi kembali.
Oleh Mahkamah Konstitusi, MKN ini dianggap bukan sebagai cerminan dari ketidaksamaan di
depan hukum, tetapi cermin dari perlindungan profesi jabatan notaris. Artinya, kewenangan MKN
untuk memberikan izin ketika ada notaris yang akan diperiksa, itu dianggap konstitusional oleh
Mahkamah Konstitusi. Sampai saat ini, perlindungan terhadap notaris terhadap MKN ketika ada
pihak yang ingin memeriksa, harus memerlukan izin MKN.

Kesimpulan
Hukum sebagai produk politik → di rentang waktu tertentu dia punya karakter A, tetapi di era
selanjutnya ia bisa punya karakter yang berbeda.
Hukum adalah produk politik karena aktifitas politik itu mendahului sebelum terjadinya hukum.
Ada aktifitas pembentukan perundang-undangan yang merupakan aktifitas politik yang berujung
pada pembentukan undang-undang. Undang-undangnya sendiri itu hukum, tetapi ia hasil dari
produk aktifitas politik. Oleh karenanya ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh untuk
memastikan bahwa hukum yang merupakan produk politik itu konstitusional atau legal.

3 Dimensi Politik
Ada tiga dimensi politik yang berkaitan dengan hukum: a) dimensi institusional atau kelembagaan
yaitu pengadilan, kejaksaan, dsb; b) dimensi normative, berkaitan dengan norma atau peraturan
perundang-undangan; c) dimensi proses, berkaitan dengan proses politik.Mmisalnya relasi antara
pengadilan dengan kejaksaan.
Dalam perspektif institusional, maka pendirian Lembaga negara yang legitimate dengan
kewenangan provisional dan fungsi yang tertentu atau spesifik.
Dari perspektif normatif, ada norma hukum
Dari perspektif proses, hukum merupakan alat dari prosedur, hukum acara misalnya

Relasi Hukum Dan Politik


Fungsi progresif → lebih melihat ke depan, memicu pembangunan sosial
Fungsi menjaga ketertiban → lebih melihat kepada/ memastikan apa yang ada berjalan tertib dan
lancar
Fungsi konservatif → fungsi konservatif dari hukum adalah akomodasi, sedangkan fungsi progresif
dari hukum adalah alat merekayasa masyarakat. Tidak mengakomodasi apa yang saat ini telah
terjadi, tetapi dia atau hukum itu memberikan arah masyarakat kedepannya. Hukumnya kemudian
mendukung pencapaian dari tujuan yang ingin dicapai.
Fungsi progresif hukum → contoh: masyarakat Indonesia pada tahun 90an tidak terlalu nyaman
dengan penggunaan safety belt, tetapi pembentuk undang-undang berpikir bahwa hal ini tidak
dapat dibiarkan. Undang undang lalu lintas pada saat itu mewajibkan, tetapi tidak direspon dengan
baik oleh masyarakat karena tidak adanya sosialisasi yang baik. Kemudian pemerintah tetap pada
tujuannya dan melalui sosialisasi dsb, masyarakat diajak untuk berubah. Hal demikian yang
disebut dengan hukum mengubah keadaan sosial yang ada.

Relasi Hukum dan Sistem Politik


Dalam banyak hal, sistem politik memiliki pengaruh yang besar terhadap hukum.
Dalam negara totaliter, ada tendensi bahwa hukum itu berada di bawah politik
Dalam negara demokratis, hukum atau posisi hukum dan politik itu dinamis, terkadang hukum
yang di atas/ politiknya yang di atas. Tetapi tidak selalu politiknya itu berada di atas hukum.
Karena di dalam negara demokrasi ada hubungan yang dinamis antara suprastruktur politk
(lembaga negara) dengan infrastruktur politik (lembaga yang bersifat non negara).

Cara untuk mencapai agar hukum itu relatif otonom


• Ketika membicarakan mengenai proses politiknya, maka karena parlemen itu isinya
bermacam-macam, akan sulit untuk memajukan hanya sekelompok kepentingan saja.
Tidak semua partai politik itu akan menyetujui preferensi politik dari partai politik tertentu
saja. Jadi, akan ada mekanisme check and balances sendiri di dalam proses politik.
• Proses atau prosedurnya itu juga bisa membatasi kerangka bekerjanya. Prosedur itu yang
kemudian didiskusikan dan kemudian mengatakan bahwa tidak bisa, prosedur itu hanya
berlaku pada satu atau dua partai politik saja. Intinya adalah, ketika berbicara mengenai
peraturan perundang-undangan maka tidak hanya aktor politiknya yang berdiskusi, tetapi
prosedurnya juga penting.
• Lembaga peradilan yang mandiri membatasi aspirasi politik. Keberadaan Lembaga
peradilan tidak hanya sebagai tempat untuk menyelesaikan persoalan politik, tetapi juga
untuk memastikan bahwa produk politik yang berupa peraturan perundang-undangan itu
tidak terlampau bernuansa politis. Harus ada alasan yang menjelaskan kenapa bunyi
pasalnya seperti ini.

Poin Lembaga peradilan tersebut, berkaitan erat dengan judicial review. Ada kewenangan baik
MK maupun MA untuk menguji keputusan-keputusan politik termasuk keputusan untuk
membentuk peraturan perundang-undangan.
Legal awareness → komitmen internal untuk memperhatikan nilai hukum dan peraturan
perundang-undangan, internalisasi nilai nilai hukum itu juga yang kemudian menjadikan hukum
itu relative otonom.

Faktor yang menyebabkan otonomi dalam hukum modern


1. Faktor formal → hukum harus memenuhi formalitas tertentu, seperti bersifat abstrak,
umum, sistematis, menggunakan Bahasa hukum. Dan adanya apparatus hukum yang
professional.
Abstrak → tidak menunjuk pada aktifitas tertentu yang sudah kontekstual tetapi umum.
Contoh: barang siapa mengambil barang orang lain tanpa hak → kata kerjanya mengambil
barang orang lain tanpa hak, tetapi tidak menceritakan mengenai barang apa yang diambil.
Jadi konteksnya abstrak (tidak mengacu pada kasus konkrit tertentu)
Umum → berkaitan dengan entitasnya. Tidak menunjuk pada individu atau sekelompok
individu tertentu. Contoh: penggunaan frasa barang siapa, setiap orang
Sistematis → logis dari pasal 1 s/d terakhir tidak ada pertentangan di dalamnya
Gaya Bahasa hukum → gaya Bahasa yang mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik
2. Faktor material → berkaitan erat dengan substansinya.
Dua aspek yang penting dari hukum
1. Aspek statis → substansinya, lebih kepada teksnya
2. Aspek dinamis → pemahaman terhadap substansi hukumnya, lebih kepada ekspresi atas
teks.

Akibat dari dua aspek tersebut


• Dua aspek tersebut harus bersifat seimbang. Kalau terlalu kaku/ rigid maka dia tidak
mengadaptasikan diri terhadap keadaan sosial yang ada. Kalau terlalu dinamis maka dia
akan menimbulkan ketidakpastian dan melegitimasi kesewenang-wenangan hukum

Pertemuan 2
Makna Politik Hukum

Pengertian Politik Hukum


Menurut Mahfud MD:
• Politik hukum merupakan konfigurasi politik yang melahirkan hukum
• Politik hukum adalah legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum yang akan
diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantikan hukum
lama, dalam rangka mencapai tujuan negara
Menurut Satjipto Rahardjo
• Aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan
hukum tertentu dalam masyarakat. Jadi politik hukum berguna untuk mencapai tujuan
sosial dan hukum tertentu

Hubungan antara politik dan hukum menurut Mahfud MD


• Politik sebagai independent variable yang ekstrim dibedakan atas politik yang demokratis
dan politik yang otoriter, sedangkan hukum sebagai dependent variable dibedakan atas
hukum yang responsive dan hukum yang ortodoks.
• Konfigurasi politik yang demokratis akan melahirkan hukum yang reponsif
• Konfigurasi politik yang otoriter akan menghasilkan hukum yang ortodoks atau konservatif

Indikator sistem politik


Konfigurasi Sistem Politik Demokratis Konfigurasi Politik Otoriter
• Parpol dan parlemen kuat, menentukan • Parpol dan parlemen lemah, di bawah
Haluan atau kebijakan negara kendali eksekutif
• Lembaga eksekutif (pemerintah) netral • Lembaga ekekutif intervensionis
• Pers bebas, tanpa sensor dan • Pers terpasung, diancam senior dan
pemberedelan pemberedelan

Indikator karakter produk hukum


Karakter Produk Hukum Responsif Karakter Produk Hukum Ortodoks
• Pembuatannya partisipatif • Pembuatannya sentralistik dominatif
• Muatannya aspiratif • Muatannya positivist instrumentalistik
• Rincian sebagai limitatif • Rincian isinya open interpretative

Pengertian Politik Hukum Nasional


Menurut Sugeng Istanto:
• Bagian dari ilmu hukum positif yang mengkaji kebijakan pemerintah Indonesia dalam
rangka menetapkan hukum yang seharusnya berlaku di Indonesia guna memenuhi
perubahan kehidupan masyarakat
Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara:
• Politik Hukum Nasional merupakan kebijakan hukum yang hendak diterapkan atau
dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah

Politik Hukum Kenotariatan


Politik Hukum Kenotariatan merupakan bagian dari ilmu hukum positif yang mengkaji kebijakan
pemerintah dalam rangka menetapkan hukum yang seharusnya berlaku guna memenuhi
kebutuhkan masyarakat

Unsur-Unsur Politik Hukum Kenotariatan


• Hukum positif → peraturan perundang-undangan yang berlaku
• Kebijakan/ aktifitas pemerintah → pertimbangan yang menjadi dasar pembenaran
perbuatan
• Dalam rangka menetapkan hukum kenotariatan yang seharusnya (ius constituendum), guna
memenuhi perubahan kehidupan masyarakat

Arti Penting Politik Hukum


Politik hukum berperan untuk mengarahkan → dalam rangka pembuatan dan penegakan hukum
guna mencapai cita-cita dan tujuan negara

Politik hukum berperan sebagai kerangka dasar pemikiran


• untuk mencapai cita cita dan tujuan negara
• untuk merumuskan nilai nilai dalam suatu kebijakan
• untuk pembentukan sistem hukum
• untuk mewujudkan cita-cita hukum

Politik Hukum Nasional


Dapat dibedakan menjadi dua yaitu politik hukum nasional materiel dan politik hukum nasional
formil
Politik Hukum Nasional Materiil → berkaitan dengan prinsip penyelenggaraan negara, yaitu
Indonesia sebagai negara hukum
Peraturan perundang-undangan merupakan instrument penting dalam negara hukum, untuk
memastikan keteraturan dalam penyelenggaraan negara
PHN materiil berisi tujuan negara, ide/ cita-cita yang melatarbelakangi hukum, sistem hukum, dan
arah kebijakan
Politik Hukum Nasional Formil → berisi hukum yang berlaku di wilayahnya (ius contitutum) dan
arah perkembangan hukum yang dibangun (ius constituendum)
PHN formil merupakan cara pemerintah menentukan kebijakan yang dipilih dalam menetapkan
hukum yang berlaku. Prosesnya dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan,
hingga pengundangan.
Pertemuan 3
Politik Hukum Indonesia

Politik Hukum antara Kebijakan dan Kebijaksanaan


Kebijakan (policy) → serangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan (bidang hukum) guna
mencapai tujuan dan sasaran yang dikehendaki
Kebijaksanaan (wisdom) → tindakan atau kegiatan seketika, melihat urgensi situasi yang dihadapi
berupa pengambilan keputusan di bidang hukum

Kajian Politik Hukum Nasional


Bagian ilmu hukum yang mengkaji kebijakan pemerintah (isi) dalam menetapkan hukum yang
seharusnya berlaku (proses) guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Termasuk tujuan hukum dan
saranan untuk mencapai tujuan hukum
Arah politik hukum nasional → Menyusun sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu
dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui
perundang-undangan colonial dan hukum nasional yang diskriminatif

Proses Pembentukan Perundang-undangan


Prolegnas → instrument perencanaan program penyusunan/ pembentukan Undang-Undang yang
disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis, di mana penyusunannya dilakukan oleh
Pemerintah dan DPR
Prolegnas merupakan potret rencana pembangunan peraturan perundang-undangan sekaligus
mekanisme perencanaan pembentukan perundang-undangan itu sendiri.

Maksud Penyusunan Prolegnas


1. memberi gambaran objektif tentang kondisi umum di bidang perundang-undangan di
tingkat pusat
2. Menyusun skala prioritas penyusunan RUU sebagai program yang berkesinambungan dan
terpadu sebagai pedoman bersama dalam pembentukan UU dalam rangka mewujudkan
sistem hukum nasional
3. Menyelenggarakan sinergi antar Lembaga yang berwenang membentuk peraturan
perundang-undangan di tingkat pusat

Tujuan Prolegnas
1. Mempercepat proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari
hukum nasional
2. Membentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan dan perekat bidang
pembangunan lainnya serta mengaktualisasikan fungsi hukum
3. Mendukung upaya dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, dengan penggantian
peraturan perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak
sesuai
4. Mendukung upaya dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, dengan penggantian
peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak
sesuai dengan masyarakat
5. Menyempurnakan UU yang sudah ada tetapi tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat
6. Membentuk undang-undang baru yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat

Pertemuan 4
Politik Hukum Kenotariatan

Hukum Mendominasi Politik


Contoh hukum determinan terhadap politik → hukum adat. Ketika hukum adat dilanggar, maka
hukum yang mendominasi masyarakat sekitar
Contoh yang terjadi di masyarakat: masyarakat yang bukan beragama Hindu namun tinggal di
Bali, ketika hari raya nyepi mereka tetap harus mengikuti peraturan adat yang terdapat di Bali
seperti tidak bepergian keluar rumah dan tidak menyalakan lampu

Politik Mendominasi Hukum


Asumsinya adalah das sein, konsepsinya adalah pembentukan undang-undang
Contoh → Presiden dengan DPR membentuk undang-undang, yang nantinya akan ada pendapat
dari berbagai elit politik. Pendapat tersebut yang akan mempengaruhi pembentukan undang-
undang, hingga akhirnya muncul undang-undang yang merupakan produk politik. Dalam
pembentukan UU tersebut, ada kepentingan yang berasal dari aspirasi masyarakat, tetapi ada juga
yang merupakan kepentingan golongan/ partai.
Contoh yang nyata → dibentuknya UU Cipta Kerja.

Politik dan Hukum Interdeterminan


Ada sinergi antara politik dan hukum.
Mochtar Kusumaatmadja → politik tanpa hukum zolim, hukum tanpa politik lumpuh
Politik tanpa hukum, zolim → kalau hanya politik itu berjalan, nantinya akan bersifat otoriter dan
mengeluarkan produk-produk hukum yang konservatif (tidak mendengar aspirasi masyarakat).
Oleh karena itu, hukum disebut sebagai pokok yang harus menggerakan politik
Hukum tanpa politik, lumpuh → hukum hanya berwujud tulisan, tidak diterapkan dalam suatu
aktifitas. Aktifitas yang ada di dalam masyarakat juga tidak tertampung dalam hukum yang ada.

Apabila diterapkan di UUJN


Ketika bicara politik hukum kenotariatan, maka juga berbicara mengenai ius constitutum dan ius
constituendum untuk memenuhi perubahan kehidupan masyarakat. Hal ini juga berkaitan dengan
hukum yang responsive/ hukum yang memenuhi kebutuhan aspirasi masyarakat. Lingkup kajian
dari politik hukum kenotariatan adalah isi dan juga caranya
Apabila berbicara mengenai cara pemerintah untuk menetapkan hukum yang berlaku → maka hal
ini merupakan politik hukum formil
Apabila berbicara untuk isi yang menjadi dasar pemerintah untuk menetapkan hukum yang belaku
→ maka hal ini merupakan politik hukum materiil

Maka, apabila berbicara mengenai politik hukum kenotariatan formal → meliputi ius constitutum,
perubahan kehidupan masyarakat, ius constituendum, proses perubahan ius constitutum ke ius
constituendum
Politik hukum kenotariatan materiil → ada tujuan, latar belakang, cita-cita, keberadaan sistem
hukum pada saat hukum itu ada dan arah kebijakan yang ditempuh
Sebelum ada UUJN Nomor 30 Tahun 2004, apa yang menggerakkan RUUJN Nomor 30 Tahun
2004 atau perubahan kebutuhan masyarakat akan hukum?
Sebelum adanya UUJN, ada aturan-aturan yang mengikuti Staatblad 1860 Nomor 3 seperti
honorarium, wakil notaris, dsb. Hal itu diatur dalam aturan yang berbeda-beda. Kemudian ada
kebutuhan-kebutuhan penggunaan jasa notaris di masyarakat, yang memang menginginkan satu
unifikasi hukum pada saat itu. Jadi tidak kemudian masyarakat harus melihat terlebih dahulu, misal
kalau honorarium notaris seperti apa. Notaris pun sendiri tidak perlu melihat banyak aturan,
sehingga perlu adanya penyatuan aturan-aturan yang pernah ada di bidang kenotariatan untuk
kemudian disatukan dalam UUJN.

Pertemuan 5
Politik Hukum Kenotariatan

Politik Hukum Pengangkatan Notaris


Pengangkatan Notaris → diawali dari Pasal 2 UUJN dan dilakukan oleh Menteri Kehakiman
Sebelum notaris melaksanakan jabatan, ia melaksanakan sumpah atau janji
Makna melaksanakan jabatan → membuat akta, di luar itu bukan pelaksanaan jabatan notaris
Notaris diangkat oleh Menteri bukan karena kewenangannya, tetapi karena pendelegasian

Pengaturan tentang pengangkatan jabatan notaris mengalami tiga fase:


1. UU Nomor 2 Tahun 2014
2. UUJN Nomor 30 Tahun 2004
3. Sebelum UU Nomor 30 → Diatur dalam Staatblad Nomor 3 Tahun 1860 (Notaris diangkat
oleh raja) dan UU Nomor 33 Tahun 1954 (notaris diangkat oleh pengadilan negeri)

Perubahan yang Terdapat Dalam Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 2014


• Perubahan mengenai syarat magang → magang dilaksanakan dalam waktu paling singkat
24 bulan. Filosofinya adalah agar orang menjadi lebih mampu menjadi notaris
• Perubahan yang terdapat dalam Pasal 3 huruf h → syarat untuk diangkat sebagai notaris
adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang tercela atau melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih
Dalam politik hukum, notaris tidak boleh tersangkut kasus pidana karena ia merupakan
perpanjangan tangan dari negara

Pertemuan 6
Politik Hukum Kenotariatan

Kewenangan Notaris yang Utama → membuat akta autentik. Akta autentik memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna
Kewenangan tambahan → cyber notary, akta wakaf, hipotik pesawat terbang
Pasal 15 ayat 3 UUJNP:
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), notaris mempunyai kewenangan
lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
Penjelasan pasal 15 ayat 3:
Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary),
membuat akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang

Perbandingan Notaris
Common law Civil law
Bukan pejabat umum Pejabat umum
Diangkat oleh organisasi profesi, berdasarkan Diangkat oleh negara
pengalaman sebagai lawyer
Tidak selalu dibutuhkan Pendidikan khusus Pendidikan hukum, Pendidikan khusus ujian,
tambahan dan magang
Menyusun dokumen hukum Membuat akta autentik
Tidak ada pembedaan antara akta autentik Ada pembedaan antara akta autentik dengan
dengan akta di bawah tangan akta di bawah tangan
Tidak memberi banyak perhatian terkait Membawa konsekuensi yang berbeda sebagai
konsekuensi, karena tidak ada perbedaan alat bukti
Pertemuan 7
Politik Hukum Kenotariatan

Kedudukan Akta Notaris Dalam Pembuktian Alat Bukti


Dalam UUJN, akta otentik dikatakan sebagai alat bukti yang kuat.
Akta adalah tulisan-tulisan yang dimaksudkan sebagai alat bukti
Kenapa di dalam kenotariatan alat bukti tertulis bersifat otentik? Hal ini tidak terlepas dari yang
membuat
Pasal 1868 → suatu akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-
undang atau dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat
Siapa yang dimaknai pejabat umum?
Pejabat umum adalah siapa yang dimaksudkan dalam UUJN → dalam hal ini adalah notaris

Makna oleh ≠ makna di hadapan


Oleh → akta itu dibuat oleh pejabat umum, tidak ada penghadapnya
Dalam politik hukum maknanya adalah produk hukum dari notaris, ada akta yang tanpa
penghadap, alat bukti yang dibuat oleh notaris tanpa adanya penghadap → dalam ilmu kenotariatan
disebut dengan akta pejabat (ambtelijk acte). Contoh: Berita Acara RUPS, Berita Acara Undian
Dihadapan → ada penghadapnya, di depan notaris ada penghadapnya → dalam ilmu kenotariatan
disebut dengan partij acte/ akta penghadap. Contoh: AJB

Perbedaan ambtelijk acte dgn partij acte


Di partij acte ada penghadap, di ambtelijk acte tidak
Di dalam minuta aktanya ambtelijk acte cukup di tandatangani oleh notaris dan saksi, sementara
di partij acte dibutuhkan tanda tangan penghadap

Bagaimana pertanggungjawaban notaris di dalam kedua akta itu?


Dalam politik hukum, ambtelijk acte dapat juga dikatakan sebagai kesaksian notaris. Sehingga
notaris bertanggung jawab penuh terhadap isi akta itu. Kalau terdapat kesalahan dalam substansi
akta, bisa menjadi pelanggaran pidana (dapat dikatakan keterangan palsu).
Dalam partij acte, substansinya tanggung jawab daripada para pihak. Notaris hanya bertanggung
jawab dalm hal persyaratan formalitasnya. Kalau terdapat kesalahan dalam persyaratan, maka
hanya dianggap sebagai pelanggaran administratif.

Akta di bawah tangan kedudukan pembuktiannya berbeda dengan akta otentik


Akta otentik kekuatan pembuktiannya sempurna → Pasal 1870 KUHPerdata
Makna sempurna → memenuhi tujuan dibuatnya akta itu (memberikan perlindungan, menjamin
kepastian dan ketertiban hukum)
Menjamin kepastian → apa yang ada di dalam akta itu merupakan perbuatan hukum yang
sesungguhnya, sehingga dapat dikatakan sempurna
Akta di bawah tangan tidak menjamin kepastian, ketertiban, dan adanya perlindungan hukum.
Akta di bawah tangan baru menjadi alat bukti ketika para pihak mengakui tanda tangannya

Akta otentik dapat terjadi karena dua hal


Akta otentik karena perintah undang undang → Pendirian PT
Akta otentik karena permintaan para pihak → AJB, APHT

Pengawasan Notaris
Sebelum UUJN → pengawasannya ada pada hakim (dasarnya ada pada UU Nomor 14 Tahun 1970)
Kewenangan kekuasaan kehakiman tidak hanya pada litigasi/ peradilan, tetapi juga administratif
UU Nomor 14/ 1970 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 35/ 1999 → dicabut
Diganti dengan UU Nomor 4/ 2004 → ada perbedaan yang sangat signifikan sekali, kewenangan
daripada hakim hanya di bidang peradilan saja
Setelah UUJN → Bukan lagi hakim yang menjadi pengawas, tetapi menteri → dibentuk Majelis
Pengawas Notaris sebagai delegasi dari Menteri
Majelis pengawas bukan pelindung notaris, ia mengawasi

Anda mungkin juga menyukai