Pertemuan 1
Hubungan Antara Politik dan Hukum
Hukum dan politik merupakan dua hal yang berbeda, tetapi dalam sistem ketatanegaraan di
Indonesia, saling bersinggungan baik sebagian maupun keseluruhan. Termasuk ketika berprofesi
sebagai notaris.
Dalam sistem ketatanegaraan hubungan antara hukum dan politik dapat dipahami dengan tiga cara:
a. Hukum sebagai tujuan politik → politik dan hukum punya pemahaman yang sama. Artinya
tidak saling menggunakan satu dengan yang lain.
b. Hukum sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik → hukum berada di bawah politik,
karena tujuan politik yang diutamakan. Tujuan politik ditentukan lebih dahulu, kemudian
hukum dijadikan alat untuk mencapai tujuan politik yang sudah ditentukan. Yang
membedakan adalah, ada kesenjangan antara apa yang menjadi tujuan hukum dan apa yang
menjadi tujuan politik. Dengan demikian, posisi hukum tidak setara dengan posisi politik.
c. Hukum sebagai rintangan untuk memenuhi tujuan politik → lebih banyak ketika kita
melihat ketentuan perundang-undangan itu bersifat apakah itu pembatasan/ larangan.
Prinsipnya adalah, ketika ada kontestasi politik maka ada persyaratan-persyaratan yang
tidak serta merta seseorang itu bisa memenuhi Hasrat politik.
Apabila dikaitkan dengan politik hukum kenotariatan, sangat mungkin bicara hukum sbg poin-
poin di atas. Misal, apabila berbicara mengenai apakah UUJN dimaksudkan untuk mencapai
politik tertentu. Kalau menggunakan 3 kemungkinan di atas, maka posisi hukum bisa sangat relatif.
Kalau dia sebagai alat, maka dia posisinya subordinat dari politik, Jadi bukan politiknya yang
terpengaruh hukum, tetapi hukumnya yang di bawah pengaruh politik.
Tiga tipe hubungan antara politik dan hukum tidak hanya berkaitan erat dengan environment,
tetapi juga berkaitan dengan topik peraturan perundang-undangan yang akan dibahas. Kalau topik
peraturan perundang-undangannya tidak berkaitan erat dengan kompetisi politik, misalnya UU
mengenai agraria, tentu tetap tidak steril dari politik, tetapi bukan dalam rangka politik untuk
mencari kekuasaan.
Hukum dan politik itu dalam beberapa aspek terdapat persinggungan, apakah keseluruhan maupun
sebagian. Misalnya, apabila melihat proses pembentukan perundang-undangan maka hukum itu
adalah produk politik. Karena pembentuk undang-undang adalah Presiden dan DPR yang kedua
duanya adalah aktor politik. Kedua duanya adalah jabatan yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Ketika membentuk undang-undang juga ada proses politik yang mendahuluinya, yaitu Presiden
dan DPR (Lembaga negara politis dan DPR) mereka bertemu membahas, menyetujui, dan
akhirnya keluar produk hukum.
Proses inilah yang dikatakan sbg proses politik yang pada akhirnya ia berujung pada hukum/
peraturan perundang-undangan. Jadi hukum adalah produk dari proses politik. Karena ia
produk politik, maka hukum yg dihasilkan tidak steril dari kepentingan politik, termasuk ketika
bicara mengenai UUJN.
Di UUJN, ada pasal yang memberikan perlindungan bahwa ketika notaris itu akan diperiksa, oleh
penegak hukum maka harus ada izin dari Majelis Pengawas Notaris. Tetapi pasal ini kemudian
diajukan ke MK, dipertanyakan konstitusionalitasnya. Dasar yang digunakan adalah setiap orang
punya persamaan di depan hukum. Kalau notaris diberikan privilege untuk mendapatkan
perlindungan, harus meminta izin kepada Majelis Pengawas Daerah itu mencerminkan asas
equality before the law. Dari perkara itu keluar putusan yang mengatakan bahwa Pasal yang
menyatakan harus izin MPD tidak konstitusional.
Kemudian ada perubahan UUJN. Yang menarik adalah, perubahan UUJN menghidupkan kembali
Lembaga yang memberikan perlindungan terhadap notaris, walaupun namanya bukan Majelis
Pengawas Notaris tetapi Majelis Kehormatan Notaris. (MKN) MKN ini kemudian di dalam
perubahan UUJN punya kewenangan yang sama, artinya penegak hukum apabila ingin memeriksa
notaris harus izin kepada MKN.
Jadi ada dua politik hukum yang berbeda:
a. Apakah benar bahwa perlindungan thd notaris adalah bentuk dari ketidaksamaan di muka
hukum, atau;
b. Ini adalah bentuk perlindungan profesi notaris
Akhir dari perdebatan ini adalah, UU Perubahan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi kembali.
Oleh Mahkamah Konstitusi, MKN ini dianggap bukan sebagai cerminan dari ketidaksamaan di
depan hukum, tetapi cermin dari perlindungan profesi jabatan notaris. Artinya, kewenangan MKN
untuk memberikan izin ketika ada notaris yang akan diperiksa, itu dianggap konstitusional oleh
Mahkamah Konstitusi. Sampai saat ini, perlindungan terhadap notaris terhadap MKN ketika ada
pihak yang ingin memeriksa, harus memerlukan izin MKN.
Kesimpulan
Hukum sebagai produk politik → di rentang waktu tertentu dia punya karakter A, tetapi di era
selanjutnya ia bisa punya karakter yang berbeda.
Hukum adalah produk politik karena aktifitas politik itu mendahului sebelum terjadinya hukum.
Ada aktifitas pembentukan perundang-undangan yang merupakan aktifitas politik yang berujung
pada pembentukan undang-undang. Undang-undangnya sendiri itu hukum, tetapi ia hasil dari
produk aktifitas politik. Oleh karenanya ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh untuk
memastikan bahwa hukum yang merupakan produk politik itu konstitusional atau legal.
3 Dimensi Politik
Ada tiga dimensi politik yang berkaitan dengan hukum: a) dimensi institusional atau kelembagaan
yaitu pengadilan, kejaksaan, dsb; b) dimensi normative, berkaitan dengan norma atau peraturan
perundang-undangan; c) dimensi proses, berkaitan dengan proses politik.Mmisalnya relasi antara
pengadilan dengan kejaksaan.
Dalam perspektif institusional, maka pendirian Lembaga negara yang legitimate dengan
kewenangan provisional dan fungsi yang tertentu atau spesifik.
Dari perspektif normatif, ada norma hukum
Dari perspektif proses, hukum merupakan alat dari prosedur, hukum acara misalnya
Poin Lembaga peradilan tersebut, berkaitan erat dengan judicial review. Ada kewenangan baik
MK maupun MA untuk menguji keputusan-keputusan politik termasuk keputusan untuk
membentuk peraturan perundang-undangan.
Legal awareness → komitmen internal untuk memperhatikan nilai hukum dan peraturan
perundang-undangan, internalisasi nilai nilai hukum itu juga yang kemudian menjadikan hukum
itu relative otonom.
Pertemuan 2
Makna Politik Hukum
Tujuan Prolegnas
1. Mempercepat proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari
hukum nasional
2. Membentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan dan perekat bidang
pembangunan lainnya serta mengaktualisasikan fungsi hukum
3. Mendukung upaya dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, dengan penggantian
peraturan perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak
sesuai
4. Mendukung upaya dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, dengan penggantian
peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak
sesuai dengan masyarakat
5. Menyempurnakan UU yang sudah ada tetapi tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat
6. Membentuk undang-undang baru yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat
Pertemuan 4
Politik Hukum Kenotariatan
Maka, apabila berbicara mengenai politik hukum kenotariatan formal → meliputi ius constitutum,
perubahan kehidupan masyarakat, ius constituendum, proses perubahan ius constitutum ke ius
constituendum
Politik hukum kenotariatan materiil → ada tujuan, latar belakang, cita-cita, keberadaan sistem
hukum pada saat hukum itu ada dan arah kebijakan yang ditempuh
Sebelum ada UUJN Nomor 30 Tahun 2004, apa yang menggerakkan RUUJN Nomor 30 Tahun
2004 atau perubahan kebutuhan masyarakat akan hukum?
Sebelum adanya UUJN, ada aturan-aturan yang mengikuti Staatblad 1860 Nomor 3 seperti
honorarium, wakil notaris, dsb. Hal itu diatur dalam aturan yang berbeda-beda. Kemudian ada
kebutuhan-kebutuhan penggunaan jasa notaris di masyarakat, yang memang menginginkan satu
unifikasi hukum pada saat itu. Jadi tidak kemudian masyarakat harus melihat terlebih dahulu, misal
kalau honorarium notaris seperti apa. Notaris pun sendiri tidak perlu melihat banyak aturan,
sehingga perlu adanya penyatuan aturan-aturan yang pernah ada di bidang kenotariatan untuk
kemudian disatukan dalam UUJN.
Pertemuan 5
Politik Hukum Kenotariatan
Pertemuan 6
Politik Hukum Kenotariatan
Kewenangan Notaris yang Utama → membuat akta autentik. Akta autentik memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna
Kewenangan tambahan → cyber notary, akta wakaf, hipotik pesawat terbang
Pasal 15 ayat 3 UUJNP:
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), notaris mempunyai kewenangan
lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
Penjelasan pasal 15 ayat 3:
Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary),
membuat akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang
Perbandingan Notaris
Common law Civil law
Bukan pejabat umum Pejabat umum
Diangkat oleh organisasi profesi, berdasarkan Diangkat oleh negara
pengalaman sebagai lawyer
Tidak selalu dibutuhkan Pendidikan khusus Pendidikan hukum, Pendidikan khusus ujian,
tambahan dan magang
Menyusun dokumen hukum Membuat akta autentik
Tidak ada pembedaan antara akta autentik Ada pembedaan antara akta autentik dengan
dengan akta di bawah tangan akta di bawah tangan
Tidak memberi banyak perhatian terkait Membawa konsekuensi yang berbeda sebagai
konsekuensi, karena tidak ada perbedaan alat bukti
Pertemuan 7
Politik Hukum Kenotariatan
Pengawasan Notaris
Sebelum UUJN → pengawasannya ada pada hakim (dasarnya ada pada UU Nomor 14 Tahun 1970)
Kewenangan kekuasaan kehakiman tidak hanya pada litigasi/ peradilan, tetapi juga administratif
UU Nomor 14/ 1970 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 35/ 1999 → dicabut
Diganti dengan UU Nomor 4/ 2004 → ada perbedaan yang sangat signifikan sekali, kewenangan
daripada hakim hanya di bidang peradilan saja
Setelah UUJN → Bukan lagi hakim yang menjadi pengawas, tetapi menteri → dibentuk Majelis
Pengawas Notaris sebagai delegasi dari Menteri
Majelis pengawas bukan pelindung notaris, ia mengawasi