Anda di halaman 1dari 11

OPTIMALISASI SISTEM IPAL RSUD Dr.

SOEDARSO PONTIANAK
UNTUK MENGURANGI PENCEMAR FOSFAT (PO4-) PADA LIMBAH
CAIR
Portunata 1)

Abstrak
Fosfat merupakan salah satu unsur yang terdapat secara bebas di alam dan terdapat juga dalam
deterjen sebagai salah satu komponen yang dapat mengikat kotoran. Kandungan fosfat yang
berlebih didalam badan air dapat menyebabkan permasalahan yang kompleks. Fosfat tersebut
dapat memicu pertumbuhan secara signifikan tumbuhan air seperti eceng gondok karena
merupakan unsur penting yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya dan dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem badan air karena dapat menghambat proses penetrasi oksigen dan sinar
matahari kedalam badan air. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar pencemar fosfat dari
outlet sistem IPAL RSUD Dr. Soedarso Pontianak karena hasil pengujian air limbah pada outlet
IPAL RSUD Dr. Soedarso Pontianak sebelum dibuang ke badan air Sungai Raya menunjukkan
kadar fosfat yang melebihi baku mutu parameter yang telah ditetapkan. Penelitian yang dilakukan
menggunakan metode observasi lapangan dan pengujian skala laboratorium dengan metode
jartest. Dalam penelitian ini untuk menurunkan kadar pencemar fosfat dalam sistem IPAL
menggunakan media tawas sebagai koagulan untuk mengikat senyawa fosfat membentuk jonjot –
jonjot/ flok yang dapat mengendap secara gravitasi. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi
tawas berbanding terbalik dengan konsentrasi fosfat dalam air saat dilakukan pengujian dengan
menggunakan jartest. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai fosfat (PO4-)
pada sampel (Y) dan dosis koagulan tawas (X). Diperoleh persamaan regresi y = -0,3458x +
5,8715dengan R2 = 0,8454. Beberapa rekomendasi perbaikan sistem IPAL dengan penambahan
bak koagulasi/ flokulasi dengan menggunakan pengadukan cepat dan lambat serta penambahan
bak pengendap dengan mengoptimalkan fungsi bak yang ada.
Kata-kata kunci: fosfat, tawas, jartest

1. PENDAHULUAN sesuai peraturan dan perundang –


undangan yang ada. Sistem IPAL yang
Limbah cair yang berasal dari rumah
baik akan menghasilkan keluaran yang
sakit merupakan sumber pencemar yang
secara kualitas ramah bagi lingkungan
potensial bila tidak dikelola dengan baik,
yang dalam hal ini badan air sebagai
karena terdapat beberapa zat pencemar
penerima buangan air limbah tersebut.
berbahaya sebagai hasil keluaran dari
proses kegiatan rumah sakit itu
Fosfat sebagai salah satu unsur yang
sendiri.Limbah cair rumah sakit itu
terdapat dalam limbah cair rumah sakit
sendiri bersifat pathogen dan infeksius
kebanyakan berasal dari instalasi loundry
yang sangat berbahaya bagi mahluk
(cuci), wastafel, dapur, kamar mandi dan
hidup. Oleh sebab itu adanya sistem
wc, instalasi operasi, instalasi
IPAL yang baik merupakan kewajiban
laboratorium, bagian farmasi dan bagian
bagi para penyelenggara kegiatan rumah
administrasi. Fosfat secara umum
sakit. IPAL tersebut harus memenuhi
digunakan sebagai salah satu bahan aktif
persyaratan serta ketentuan – ketentuan

1
dalam deterjen yang berfungsi untuk pengolahan belum memenuhi standar
mengikat kotoran dan pembentuk buih. baku mutu yang telah ditetapkan oleh
Fosfat yang berlebih dalam badan air Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
akan dapat menyebabkan pertumbuhan Republik Indonesia Nomor 05 Tahun
tanaman air tidak terkendali, karena 2014 tentang Baku Mutu Limbah cair
fosfat juga sebagai salah satu unsur dengan kadar yang diijinkan adalah 2
utama dalam pupuk. mg/l dan Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
RSUD Dr. Soedarso Pontianak Air dan pengendalian Pencemar Air
merupakan rumah sakit negeri yang kini dengan kadar yang dijinkan 0,2 mg/l.
telah memiliki standar layanan rumah
sakit tipe kelas B dengan kapasitas 410 Penelitian ini bertujuan untuk
tempat tidur inap dengan klasifikasi mengetahui efektifitas tawas sebagai
mulai dari kelas VIP sampai kelas 3, koagulan untuk menurunkan kadar
aktifitas pelayanan medis yang dilakukan pencemar fosfat serta memberikan
rumah sakit soedarso mulai dari layanan contoh desain penambahan bak
gawat darurat serta rawat jalan, layanan koagulasi/ flokulasi dan bak pengendap
poliklinik, layanan medical check up, guna mengoptimalkan kinerja sistem
layanan rawat inap, layanan intensive IPAL RSUD Dr. Soedarso Pontianak.
care unit (ICU), layanan radiologi,
layanan farmasi, layanan laboratorium,
layanan kamar operasi, layanan
2. METODE PENELITIAN
haemodialisa, layanan gizi, layanan
fisioterapi serta kegiatan penunjang Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
lainnya yang berlokasi di Jalan Bangka februari 2017 sampai dengan bulan juni
Belitung Laut, Pontianak Tenggara, No. 2017 dan dilakukan di RSUD Dr.
1 Kota Pontianak, Kalimantan Barat Soedarso Pontianak. Pengambilan tempat
78111. Sesuai dengan kegiatannya penelitian ini dikarenakan RSUD Dr.
selama 24 jam rumah sakit ini Soedarso merupakan rumah sakit
menghasilkan bahan buangan yang pemerintah yang telah memiliki IPAL
mengandung bahan-bahan organik, serta lokasinya yang berada dipinggir
anorganik/bahan kimia beracun dan Sungai Raya. Penelitian yang dilakukan
bahan berpotensi infeksi (infeksius) yang merupakan penelitian/ observasi
dapat mencemari lingkungan. lapangan dan percobaan skala
laboratorium dengan parameter yang
Berdasarkan data hasil pengujian akan diteliti yaitu fosfat dan pH.
triwulan yang dilakukan terhadap
kualitas air limbah RSUD Dr. Soedarso Langkah pertama dalam penelitian ini
Pontianak pada tanggal 11 Nopember dilakukan dengan mengidentifikasi
2016 diperoleh Fosfat (PO4¯ ) = 4,5 mg/l . sumber – sumber penghasil limbah cair
Hal ini menunjukkan bahwa hasil di RSUD Dr. Soedarso Pontianak dengan
pengamatan langsung. Selanjutnya
2
OPTIMALISASI SISTEM IPAL RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
UNTUK MENGURANGI PENCEMAR FOSFAT (PO4-) PADA LIMBAH CAIR
(Portunata)
melakukan penghitungan besaran debit d. Dihidupkan jartest, diatur kecepatan
limbah cair yang dihasilkan dan pengadukan 100 rpm dengan
mengukur dimensi masing – masing unit potensio yang ada selama 1 menit.
bak pengolah limbah cair dalam sistem e. Bila telah stabil dimasukkan
IPAL serta menentukan dosis koagulan koagulan secara bersamaan waktu
optimum yang akan digunakan yang dihitung mulai detik itu selama 1
dalam hal ini tawas dengan menggunakan menit.
metode jartest setelah terlebih dahulu f. Dikurangi kecepatan menjadi 40
mengambil sampel air limbah pada rpm, dibiarkan selama 15 menit.
saluran inlet dan outlet IPAL dengan g. Diturunkan beaker gelas segera
masing – masing sebanyak 5 kali dituang kedalam kerucut imhoff
pengulangan dengan total 28 sampel melalui dindingnya secara hati-hati
untuk kemudian sampel tersebut dibawa agar flok yang terjadi tidak pecah.
ke laboratorium kesehatan Pontianak h. Dilakukan pengendapan selama 30
sebagai laboratorium pengujian. menit, setiap 5 menit dicatat
ketinggian flok, selanjutnya diputar
Langkah pengujian dengan terlebih pelan-pelan imhoffnya supaya flok
dahulu membuat larutan tawas dengan yang menempel pada dinding turun.
variasi konsentrasi 6%, 7%, 8%, 9% dan i. Diambil bagian atasnya
10% dengan cara tawas seberat 6 gr, 7 gr, (beningannya) dengan dituangkan
8 gr, 9 gr dan 10 gr dilarutkan masing – pelan-pelan dan dimasukkan
masing ke dalam 100 ml air suling kedalam botol sampel.
(aquades). j. Diulangi langkah a sampai i sampai
Langkah kerja pengujiannya: semua variabel tertentu terevaluasi.
a. Diperiksa kekeruhan contoh air, dan
juga pH-nya.
b. Disiapkan contoh air sebanyak 6
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
beaker gelas, masing-masing 1 liter
(diukur dengan gelas ukur), secara 3.1 Hasil Penelitian
acak diberi label K (kontrol) dan P
(perlakuan) P1, P2, P3, P4 dan P5 Pada penelitian ini telah dilakukan jartest
selanjutnya. Diletakkan diatas koagulan tawas terhadap konsentrasi
jartest. Fosfat dalam limbah cair RSUD Dr.
c. Disiapkan koagulan tawas 6 % Soedarso Pontianak. Perlakuan ini
dengan tabung reaksi, kemudian dilakukan pemberian tawas dengan lima
masukkan ke dalam sampel P1, P2, variasi konsentrasi tawas 6%, 7%, 8%,
P3, P4 dan P5 dengan 5 kali 9% dan 10%. Hasil analisa laboratorium
pengulangan untuk setiap dosis dengan metode spektrofotometri
masing-masing. menunjukan bahwa perlakuan masing-
masing kadar tawas pada limbah cair
RSUD Dr. Soedarso menghasilkan
konsentrasi Fosfat yang relatif sama dan
3
cenderung menurun
dengan penambahan
kadar tawas, seperti
ditunjukan pada
gambar 1 dan gambar
2.

Sumber: Portunata (2017)


Gambar 1. Grafik Rata-Rata Konsentrasi Fosfat Hasil Pemberian Tawas

5
Kontrol

4 6%
7%
3 8%
9%
2
10%

0
Dosis Tawas (mg/L)

Sumber:Portunata (2017)
Gambar 2. Grafik Dosis Tawas Terhadap Konsentrasi Fosfat

4
OPTIMALISASI SISTEM IPAL RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
UNTUK MENGURANGI PENCEMAR FOSFAT (PO4-) PADA LIMBAH CAIR
(Portunata)

Sumber: Portunata (2017)


Gambar 3. Grafik Regresi Respon Konsentrasi Fosfat
Persamaan yang berada di garis linear nilai Fosfat pada sampelnya, atau
y=-0,3458x + 5,8715 yang selama dosis tawas tinggi maka akan
mempunyai nilai Koefisiensi semakin rendah nilai Fosfat pada
Determinasi (KD) R2 = 0,8454. sampel. Slope ini juga menunjukkan
Maka pembacaan hasil tersebut, pendugaan penurunan kadar Fosfat.
antara lain: Artinya, pendugaan penurunan nilai
Fosfat pada sampel akan menurun
1. Persamaan Y mengartikan bahwa Y
sebanyak -0,3458 gf (gram force).
fungsi X. Artinya bila Y adalah nilai
3. Nilai 5,8715 disebut juga intercept.
(PO4-) pada sampel dan fungsi X
Dalam hal ini intercept mengartikan
adalah dosis koagulan tawas, maka
bahwa pada nilai X (dosis koagulan
nilai (PO4-) pada sampel (Y)
tawas) = 0, maka nilai Y (nilai
bergantung pada dosis koagulan
tawas (X). Fosfat pada sampel) adalah sebesar
2. Nilai -0,3458x disebut juga slope 5,8715 gf. Atau intercept
atau kemiringan yang menentukan mengartikan nilai awal
arah regresi linear. Dalam hal ini, perhitungan X (dosis koagulan
karena nilai kemiringannya negatif tawas).
maka menunjukkan hubungan yang 4. Diketahui KD adalah sebesar =
negatif, artinya makin tinggi nilai 0,8454. Dengan mengakarkan nilai
dosis koagulan tawas makin rendah 0,8454 didapat hasil 0,9194. Hasil

5
pengakaran tersebut (0,9194) Secara umum ada tiga langkah dalam
merupakan Koefisien Korelasi nya. proses koagulasi-flokulasi, yaitu :
Artinya keeratan korelasi antara a. Penambahan bahan koagulan dan
nilai Fosfat pada sampel dan dosis pengatur pH kedalam. Mula-mula
koagulan tawas sebesar 0,9194. Arti diukur pH-nya (pH dikontrol pada
nilai korelasi tersebut dapat dilihat rentang 6-8), kemudian tambahkan
pada Tabel 1 sebagai berikut: bahan koagulan (tawas) kedalam
sambil diaduk dengan cepat agar
Tabel 1.Nilai Koefisiensi Korelasi bahan koagulan tersebut terdispersi
Nilai Koefisien Keterangan dengan cepat dan terdistribusi secara
Korelasi merata. Pengadukan ini sangat
0,00 – 0,199 Sangat rendah penting sebab jika tidak merata
0,20 – 0,399 Rendah reaksi hanya akan berlangsung pada
0,40 – 0,599 Cukup titik penambahan koagulan. Jika
0,60 – 0,799 Kuat setelah penambahan tawas pada
0,80 – 1,000 Sangat kuat menjadi asam, maka dapat
Sumber: Sudjana (1982) ditambahkan Kalsium hidroksida
(Ca(OH2)) untuk menaikkan pH-nya.
Nilai KF 0,9194 termasuk pada kategori b. Koagulasi terjadi karena reaksi kimia
sangat kuat. maupun kimia fisika yang kompleks
Jadi, korelasi antara nilai Fosfat pada dan perubahan yang terjadi mengarah
sampel terhadap dosis koagulan tawas ke pembentukan endapan-endapan
sangat kuat, atau penurunan nilai Fosfat padat yang halus. Untuk membantu
yang dipengaruhi dosis koagulan tawas terjadinya penggumpalan endapan,
sangat kuat. Kemudian KD (Koefisien maka muatan listrik dari masing-
Determinasi) sebesar 0,8454 artinya masing dispersi koloid harus
sebanyak 84,5 % perubahan nilai Fosfat dinetralkan untuk menghilangkan
dipengaruhi oleh dosis koagulan tawas. daya tolak menolak. Netralisasi
Sedangkan sisanya sebesar 15,5 % potensial zat dilakukan dengan
(100% - 84,5%) merupakan faktor lain menambahkan muatan listrik yang
diluar variabel bebasnya. berlawanan ke dalam .
c. Dengan cara pengadukan perlahan-
3.2 Optimalisasi Bak Koagulasi/Flokulasi lahan terjadi flokulasi karena
partikel-partikel halus berhubungan
Melaksanakan optimalisasi berdasarkan dan kontak satu sama lainnya
data analisa kebutuhan koagulan pada membentuk gumpalan yang lebih
skala laboratorium. Dari data di atas, besar. Gumpalan yang terdapat
guna menerapkan optimalisasi di dalam cairan dengan cara pengikatan
lapangan diambil dosis tawas 10% secara mekanis, adsorbsi dari koloid
dengan effisiensi penurunan kandungan dengan gumpalan dan netralisasi dari
Fosfat mencapai 84,6%. muatan listrik positif benda koloid

6
OPTIMALISASI SISTEM IPAL RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
UNTUK MENGURANGI PENCEMAR FOSFAT (PO4-) PADA LIMBAH CAIR
(Portunata)
dengan muatan negatif gumpalan bentuk presepitat berfungsi sebagai inti
(Metcalf and Eddy, 1979). flok.

3.3 Bahan Koagulan


3.3.2 Dosis tawas pada bak
koagulasi
3.3.1 Tawas (alum)
Dari data penelitian didapat dosis tawas
Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3) atau tawas 10% per liter adalah 10 gram tawas +
adalah suatu jenis koagulan yang sangat 100 ml air akuades, maka kebutuhan
populer dan digunakan secara luas, sudah tawas dapat dihitung dengan persamaan :
dikenal bangsa Mesir pada awal tahun
2000 SM. Alum atau tawas sebagai Dosis tawas jartest Dosis Tawas Bak

penjernih air mulai diproduksi oleh volume bea ker glass volume bak
pabrik pada awal tahun 1500.Alum atau
tawas merupakan bahan koagulan yang
Dosis tawas jartest = 10 gram = 0,01 kg
paling banyak digunakan karena bahan
Volume beakerglass = 500 ml = 0,5 L
ini paling ekonomis (murah), mudah Volume bak koagulasi/flokulasi
didapat di pasaran serta mudah = 14,39 m3 = 14390 L
penyimpanannya (Alaerts dan Santika,
1987). 0,01 kg X
Reaksi yang terjadi jika alum Dosis Tawas Bak  
dimasukkan ke dalam air, yaitu terjadi 0.5 L 14390
proses hidrolis, yang sangat dipengaruhi 143,9 = 0,5X
oleh pH yang bersangkutan. Kisaran pH 143 , 9
untuk jenis koagulan alum sebesar 6-8. X 
0 .5 L
Reaksi alumunium sulfat:
= 287,8 kg
3 H 2 SO4  Al2O3  15 H 2O  Al2 ( SO4 ) 3 .18 H 2O

Apabila dimasukkan di dalam air akan Kebutuhan air untuk mengencerkan


terjadi reaksi sebagai berikut : tawas dengan asumsi jika volume bak
hanya terisi separuhnya.
Reaksi penguraian :
3 2 a) Kebutuhan tawas separuh dari total
Al2 ( SO4 ) 3  2 Al  3 SO4
volume bak
287,8 kg
Reaksi hidrolisa:   143,9  143900 gram
2
Al 2 ( SO4 ) 3  6 H 2 O  2 Al ( OH ) 3  3 H 2 SO4
b) Kebutuhan air tiap 10 gr tawas
Ion Al 3 berperan sebagai elektrolit ditambah 100 mL air
positif pada proses destabilisasi partikel 143900
 x 100 ml  143900 ml  1439 L
koloid. Senyawa Al (OH )3 dalam 10

7
3.3.3 Dosis tawas pada bak flokulasi = 0,1 x 164,9 cm
= 16,49 cm
Debit = 164,12 liter/menit
= 2,74 liter/detik 3.3.4 Bak sedimentasi
Dari data hasil penelitian menunjukkan
Volume basah = Debit x Waktu tinggal
adanya perbedaan kecepatan dalam
bak flokulasi
pengendapan flok rata-rata sebelum
Volume basah = 2,74 l/dtk x 30 mnt
perlakuan 0 ml/ menit dan sesudah
= 2,74 l/dtk x 1800 dtk
perlakuan dengan dosis tawas 6% pada 5
= 4932 l = 4,932 m3
menit pertama sampai keenam masing-
masing 2,37 ml/ menit; 1,92 ml/ menit;
Diambil faktor desain 20%, sehingga:
0,74 ml/menit; 0,56 ml/menit; 0,43 ml/
Volume bak flokulasi
menit. Pada dosis 7%pada 5 menit
= Volume basah + 0,20 (Volume basah)
pertama sampai keenam masing-masing
= 4932 x 0,20 (4932)
4,13 ml/ menit; 2,10 ml/ menit; 1,79 ml/
= 5918,4 liter = 5,918 m3
menit; 0,92 ml/ menit; 0,75 ml/ menit;
dan 0,66 ml/ menit. Pada dosis 8% pada
Ukuran bak flokulasi :
5 menit pertama sampai keenam masing-
Panjang bak = 2,7 m
masing 6,53 ml/ menit; 3 ml/ menit; 1,89
Lebar bak = 4,1 m
ml/ menit; 1,28 ml/ menit; 0,95 ml/
Tinggi air = 1,30 m
menit; dan 0,75 ml/ menit. Pada dosis 9%
Tinggi bak = 2,60 m
pada 5 menit pertama sampai keenam
masing-masing 6,92 ml/ menit; 3,7 ml/
Diameter impeller = 0,5 x diameter bak
menit; 2,33 ml/ menit; 1,63 ml/ menit;
= 0,5 x 164,9 cm
1,28 ml/ menit; dan 0,99 ml/ menit. Pada
= 82,45 cm
dosis 10 pada 5 menit pertama sampai
keenam masing-masing 7,14 ml/ menit;
Tebal buffle vertikal = 0,1 x diameter bak
5,26 ml/ menit; 2,54 ml/ menit; 2,08
= 0,1 x 164,9 cm
ml/menit; 1,57 ml/menit; dan 1,38 ml/
= 16,49 cm
menit.
Jarak pengaduk dari dasar
= 0,1 x diameter bak
Tabel 2. Kecepatan pengendapan flok dengan menggunakan metode jartest
Waktu Dosis tawas (ml)
(menit) 6% 7% 8% 9% 10%
5 2,37 4,13 6,53 6,92 7,14
10 1,92 2,10 3,00 3,7 5,26
15 0,74 1,79 1,89 2,33 2,54
20 0,56 0,92 1,28 1,63 2,08
25 0,43 0,75 0,95 1,28 1,57
Sumber: Portunata (2017)
8
OPTIMALISASI SISTEM IPAL RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
UNTUK MENGURANGI PENCEMAR FOSFAT (PO4-) PADA LIMBAH CAIR
(Portunata)
Kecepatan pengendapan flok diteliti pemberian variasi dosis tawas yang
untuk mendapatkan data karakter flok optimal.
dihasilkan sehingga diketahui kecepatan
pengendapan flok (ml/ menit) yang akan Debit = 118,4 liter/detik
diaplikasikan pada bak sedimentasi Volume = Debit x Waktu tinggal bak
terutama menghitung “zona lumpur”. pengendap
Data tabel menunjukkan bahwa masing- = 118,4 l/dtk x 2 jam
masing dosis yang diberikan pada waktu = 118,4 l/dtk x 7200 detik
pengendapan lebih dari 5 menit terjadi = 852480 liter = 852,48 m3
“fase kompresi” atau pemadatan lumpur
(flok), dapat dilihat dengan semakin Volume bak pengendap
berkurangnya volume lumpur. Semakin = Volume basah + 0,20 (Volume basah)
lama waktu pengendapan terlihat volume = 852,48 m3 + 0,20 (852,48 m3)
lumpur persatuan waktu semakin kecil. = 1022,976 m3
Ini berarti bahwa kecepatan pengendapan
partikel flok cukup baik. Dengan demikian, banyaknya lumpur
selama 2 jam adalah:
Penetapan ini berdasarkan kepada = 547,452 ml/mnt x 120 menit
effisiensi penurunan kadar Fosfat dan = 65694,24 ml = 65,694 liter

Tabel 3. Kriteria desain untuk bak sedimentasi


Parameter Satuan Nilai
Waktu tinggal Jam 1,5-2,5 2
Dimensi
a. Segi empat
(rectangular)
- Kedalaman m 3-5
3,6
- Panjang m 15-90
25-40
- Lebar m 3-24
6-10
- Kecepatan pengikisan lumpur m/menit 0,6-1,2
1
(Sludge scraper speed)
b. Lingkaran
- Kedalaman m 3-5
4,5
- Diameter m 3,6-60
12-45
- Kemiringan alas mm/m 60-160
80
(Bottom slope)
- Kecepatan pengikisan lumpur r/menit 0,02-
0,03
(Sludge scraper speed) 0,05

Sumber: Metcalf and Eddy (1979)

9
4. KESIMPULAN mg/l dengan dosis tawas dibawah 10,9%.
Dengan demikian penambahan bak
Koagulasi/ Flokulasi dengan pengadukan
Dari pengujian laboratorium diketahui
cepat dan lambat serta penambahan
sistem IPAL RSUD Dr. Soedarso
koagulan tawas pada sistem IPAL RSUD
Pontianak yang ada saat ini belum
Dr. Soedarso Pontianak bisa menurunkan
optimal dalam menurunkan kadar
kadar pencemar fosfat secara optimal
pencemar fosfat diketahui dari uji
sebelum limbah cair tersebut dibuang ke
kualitas limbah cair yang hasilnya
badan air Sungai Raya.
melebihi baku mutu sesuai peraturan
yang ada. Hal ini dikarenakan sistem
Tujuan yang bisa diprioritaskan yaitu
IPAL RSUD Dr. Soedarso Pontianak
mengurangi penggunaan deterjen yang
yang menggunakan pengolahan Anaerob,
tidak ramah lingkungan, guna
Bak sarang tawon dan penggunaan bak
meminimalkan kadar pencemar
desinfektan belum bisa menurunkan
parameter fosfat yang masuk pada IPAL
kadar fosfat dalam limbah cair. Metode
RSUD Dr. Soedarso Pontianak serta
yang digunakan dalam sistem IPAL
perlu dilakukan kajian dan penelitian
tersebut cenderung hanya untuk
lebih lanjut untuk meminimalisir
mengurangi kadar pencemar yang
parameter pencemar lain selain fosfat
bersifat organik dan bakteri, sedangkan
serta kajian mengenai daya dukung dan
untuk pencemar yang bersifat kimia
daya tampung Sungai Raya terhadap
masih belum bisa optimal dilakukan.
beban pencemar.
Dengan menggunakan metode jartest dan
pembacaan menggunakan spektrofometri
5. DAFTAR PUSTAKA
diperoleh hasil optimal yang dapat
menurunkan kadar fosfat sebesar 1,696
Alaerts, G dan Santika Sri Sumentri.
mg/l menggunakan dosis tawas 10%.
1987. Metoda Penelitian Air.
Dan penghitungan kadar pencemar fosfat
Surabaya: Usaha Nasional.
yang diperbolehkan sebesar 2 mg/l sesuai
dengan dengan Peraturan Menteri Metcalf and Eddy. 1979. Waste Water
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Engineering Treatment Disposal
Nomor 05 Tahun 2014 tentang Baku Reuse. New Delhi: Mc Graw Hill
Mutu Limbah Cair dan Peraturan Publishing Co, Ld.
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yang Portunata. 2017. Optimalisasi Sistem
diaplikasikan dalam rumus regresi IPAL RSUD Dr. Soedarso
y = -0,3458x + 5,8715 dan digunakan Pontianak Untuk mengurangi
dalam penelitian ini diperoleh hasil untuk Pencemar Fosfat (PO4-) Limbah
dosis tawas sebesar 10,9%. Hal ini berarti Cair. Penelitian Tesis
penelitian untuk menurunkan kadar
pencemar fosfat telah berhasil karena
berada dibawah baku mutu yang telah
ditetapkan yaitu kadar fosfat dibawah 2

10
OPTIMALISASI SISTEM IPAL RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
UNTUK MENGURANGI PENCEMAR FOSFAT (PO4-) PADA LIMBAH CAIR
(Portunata)

11

Anda mungkin juga menyukai