Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

KELUARGA BERENCANA

(KB)

Oleh

MARYATI M

NIP. 197403041992122001

PUSKESMAS PERAWATAN AIR BINTUNAN

DINAS KESEHATAN BENGKULU UTARA

1
TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya Penulis masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini

Makalah ini penulis buat guna melengkapi salah satu syarat untuk kenaikan
pangkat/golongan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.

Akhir kata, penulis berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan teman-teman. Masukan dan saran dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan
demi kelengkapan makalah ini.

Girimulya, Maret 2023


Penulis

Maryati M

2
Nip. 197403041992122001

3
DAFTAR ISI

JUDUL ...........................................................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................

A. Pengertian KB
B. Tujuan KB
C. Manfaat KB
D. Jenis-jenis KB
E. Sasaran KB
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan berKB
G. Ruang lingkup KB
H. Bagaimana pentingnya menjalankan program KB
I. Peran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
J. Hhh
K. M

BAB III PENUTUP .......................................................................................................

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program KB (keluarga berencana) adalah upaya pemerintah dalam
mengatasi permasalahan pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang
meningkat tajam, disisi lain program pemerintah ini juga bertujuan untuk
menekan angka garis kemiskinan masyarakat. Upaya program tersebut telah
tertuang di dalam RPJMN 2004-2009, yaitu dengan memberikan prioritas
kepada kelompok masyarakat miskin tersebut dengan cara menurunkan angka
kelahiran melalui Program Keluarga Berencana Nasional. Visi dari program
Keluarga Berencana Nasional sendiri adalah untuk mewujudkan "Keluarga
Berkualitas Tahun", Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat,
maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Program Keluarga Berencana merupakan salah satu Program Sosial
Dasar yang sangat penting artinya bagi kemajuan suatu daerah. Program ini
memberikan konstribusi yang besar bagi Pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM) di masa kini dan masa yang akan datang. Pelaksanaan pelayanan
Keluarga Berencana yang berkualitas dilandasai oleh Undang-Undang Nomor
10 tahun 1992 tentang perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
keluarga sejahtera. Sejalan dengan itu kebijaksanaan pelayanan Keluarga Berencana
(KB) tidak hanya berorientasi pada angka kelahiran tetapi juga
terfokus pada upaya-upaya pemenuhan permintaan kualitas pelayanan.
Tantangan terbesar dalam peningkatan upaya penggalakkan kembali program
keluarga berencana ini adalah dari tingkat kesadaran masyarakat itu sendiri.
Memasuki era baru program KB di Indonesia diperlukan adanya
reorientasi dan reposisi program secara menyeluruh dan terpadu. Reorientasi
dimaksud terutama ditempuh dengan jalan menjamin kualitas pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang lebih baik serta menghargai

5
dan melindungi hak-hak reproduksi yang menjadi bagian integral dari hak-hak
azasi manusia yang bersifat universal.3 Prinsip pokok dalam mewujudkan
keberhasilan program KB dimaksudkan adalah peningkatan kualitas di segala
bentuk serta kesetaraan dan keadilan gender melalui pemberdayaan perempuan serta
peningkatan partisipasi pria.
Partisipasi pria/suami dalam KB adalah tanggung jawab pria/suami dalam kesertaan
ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan dan
keluarganya. Bentuk partisipasi pria/suami dalam KB
dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria/suami
secara langsung (sebagai peserta KB) adalah pria/suami menggunakan salah
satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi (kontrasepsi
pria), serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami (metode sanggama terputus dan
metode pantang berkala). Rendahnya partisipasi pria dalam KB selain disebabkan oleh
faktor sosial-budaya, juga karena kampanye dan sosialisasi yang minim, kurangnya
pemahaman tentang kontrasepsi pria, rendahnya minat suami dalam mengakses informasi
tentang KB dan kesehatan reproduksi, serta sarana pelayanan KB bagi pria yang masih
perlu ditingkatkan dan terbatasnya pilihan alat kontrasepsi yang tersedia (hanya kondom
dan vasektomi). Penggunaan metode kontrasepsi modern bagi pria di Indonesia kurang
dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan. Rendahnya keterlibatan pria dalam
penggunaan metode kontrasepsi mantap (vasektomi) diakibatkan oleh adanya
kekhawatiran para pria setelah vasektomi mereka akan kehilangan kejantanannya. Hal ini
sama dengan hasil penelitian yang dilakukan di Zambia oleh Chirambo (2002)
bahwa pria takut terjadi impotensi karena vasektomi.5 Juga adanya salah
persepsi dan pandangan yang negatif bahwa vasektomi itu sama dengan
pengebirian, sehingga pria enggan untuk menjalani vasektomi (Martinez et all,
2002).

6
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian KB?
2. Apa tujuan KB?
3. Manfaat KB
4. Apa saja Jenis-jenis KB?
5. Siapa saja yang dijadikan Sasaran KB?
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan berKB
7. Ruang Lingkup KB?
8. Bagaimana Pentingnya menjalankan Program KB?
9. Peran BKKBN dalam program KB

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian KB
2. Mengetahui Tujuan KB
3. Mengetahui Manfaat KB
4. Mengetahui berbagai Jenis-jenis KB
5. Mengetahui Sasaran dari KB
6. Mengetahui siapa saja yang menjadi ruang lingkup KB
7. Mengetahui pentingnya Program KB

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KB
Secara umum, pengertian Keluarga Berencana (KB) adalah usaha untuk
mengukur jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Pemerintah Indonesia
lantas mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan
tersebut (Sulistyawati, 2013).
Program Keluarga Berencana memungkinkan pasangan dan individu untuk
memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah anak dan jarak umur antar anak
(spacing) yang mereka inginkan, cara untuk mencapainya, serta menjamin tersedianya
informasi dan berbagai metode yang aman dan efektif.
Berdasarkan UU No 52 Tahun 2009, pengertian Keluarga Berencana adalah
upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu strategi untuk mendukung
percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan mengatur waktu, jarak, jumlah
kehamilan, sehingga dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan ibu hamil
mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin (Kemenkes RI, 2014).
Pengertian keluarga berencana selanjutnya adalah upaya mewujudkan keluarga
berkualitas melalui promosi, perlindungan dan bantuan dalam hak-hak reproduksi untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jarak kehamilan,
membina ketahanan serta kesejahteraan anak, melansir dari laman BKKBN.
Menurut World Health Organization (2016), Keluarga Berencana (Family
Planning) dapat memungkinkan pasangan usia subur (PUS) untuk mengantisipasi
kelahiran, mengatur jumlah anak yang diinginkan, dan mengatur jarak serta waktu
kelahiran. Hal ini dapat dicapai melalui penggunaan metode kontrasepsi dan tindakan
infertilitas.

8
Jadi, Keluarga Berencana (Family Planning) adalah suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan alat
kontrasepsi yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia sejahtera.

B. TUJUAN KB
Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil sesuai
dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak
agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya (Sulistyawati, 2013).
Tujuan dari pengertian Keluarga Berencana lainnya yaitu untuk menurunkan angka
kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut maka diadakan kebijakan yang
dikategorikan dalam tiga fase (menjarangkan, menunda, dan menghentikan) maksud dari
kebijakan tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia
muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua (Hartanto, 2002).

Ada 2 tujuan dari program Keluarga Berencana yakni tujuan umum dan tujuan khusus,
yakni:

1. Tujuan Umum untuk mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun
kembali dan melestarikan fondasi yang kokoh bagi pelaksanaan program KB untuk
mencapai keluarga berkualitas.

2. Tujuan Khusus untuk memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga
dan bangsa; mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan
bangsa; Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang berkualitas,
termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

9
C. MANFAAT KB
Setelah memahami pengertian Keluarga Berencana, pahami juga manfaatnya. Beberapa
manfaat untuk program Keluarga Berencana (KB) adalah sebagai berikut:
1.Manfaat bagi Ibu
Untuk mengatur jumlah anak dan jarak kelahiran sehingga dapat memperbaiki
kesehatan tubuh karena mencegah kehamilan yang berulang kali dengan jarak yang
dekat. Peningkatan kesehatan mental dan sosial karena adanya waktu yang cukup
untuk mengasuh anak, beristirahat dan menikmati waktu luang serta melakukan
kegiatan lainnya.
2.Manfaat bagi Anak
Anak dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang hamil dalam keadaan sehat.
Setelah lahir, anak akan mendapatkan perhatian, pemeliharaan dan makanan yang
cukup karena kehadiran anak tersebut memang diinginkan dan direncanakan.
3.Manfaat bagi Suami
Program KB bermanfaat untuk memperbaiki kesehatan fisik, mental, dan sosial
karena kecemasan berkurang serta memiliki lebih banyak waktu luang untuk
keluarganya.
4.Manfaat bagi Seluruh Keluarga
Dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental dan sosial setiap anggota keluarga.
Di mana kesehatan anggota keluarga tergantung kesehatan seluruh keluarga. Setiap
anggota keluarga akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh
pendidikan.
5.Menurut (WHO, 2018) manfaat KB adalah sebagai berikut.
1. Mencegah Kesehatan Terkait Kehamilan
Kemampuan wanita untuk memilih untuk hamil dan kapan ingin hamil memiliki
dampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraannya. KB mencegah kehamilan
yang tidak diinginkan, termasuk wanita yang lebih tua dalam menghadapi
peningkatan risiko terkait kehamilan. KB memungkinkan wanita yang ingin
membatasi jumlah keluarga mereka. Bukti menunjukkan bahwa wanita yang
memiliki lebih dari 4 anak berisiko mengalami kematian ibu. Dengan mengurangi

10
tingkat kehamilan yang tidak diinginkan, KB juga mengurangi kebutuhan akan
aborsi yang tidak aman.
2. Mengurangi Angka Kematian Bayi (AKB)
KB dapat mencegah kehamilan dan kelahiran yang berjarak dekat dan tidak tepat
waktu. Hal ini berkontribusi pada beberapa angka kematian bayi tertinggi di
dunia. Bayi dengan ibu yang meninggal akibat melahirkan juga memiliki risiko
kematian yang lebih besar dan kesehatan yang buruk.
3. Membantu Mencegah Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) KB mengurangi risiko kehamilan yang
tidak diinginkan di antara wanita yang hidup dengan HIV, mengakibatkan lebih
sedikit bayi yang terinfeksi dan anak yatim. Selain itu, kondom pria dan wanita
memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV.
4. Memberdayakan Masyarakat dan Meningkatkan Pendidikan
KB memungkinkan masyarakat untuk membuat pilihan berdasarkan informasi
tentang kesehatan seksual dan reproduksi serta memberikan peluang bagi
perempuan untuk mengejar pendidikan. tambahan dan berpartisipasi dalam
kehidupan publik, termasuk mendapatkan pekerjaan yang dibayar.
5. Mengurangi Kehamilan Remaja
Remaja hamil lebih cenderung memiliki bayi prematur atau bayi berat lahir
rendah (BBLR). Bayi yang dilahirkan oleh remaja memiliki angka kematian
neonatal (AKN) yang lebih tinggi. Banyak gadis remaja yang hamil harus
meninggalkan sekolah. Hal ini memiliki dampak jangka panjang bagi mereka
sebagai individu, keluarga dan komunitas.
6. Perlambatan Pertumbuhan Penduduk
KB adalah kunci untuk memperlambat pertumbuhan penduduk yang tidak
berkelanjutan dengan dampak negatif yang dihasilkan pada ekonomi, lingkungan,
dan upaya pembangunan nasional dan regional.

11
Ada beragam manfaat program KB bagi pasangan suami istri, antara lain:
1. Menekan kehamilan yang tidak diinginkan
Alat kontrasepsi berfungsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
Alat kontrasepsi juga berfungsi untuk menurunkan risiko melahirkan di usia
terlalu muda atau terlalu tua. Jika perempuan yang terlalu muda dan belum
menopause melakukan hubungan intim tanpa menggunakan alat kontrasepsi,
maka ada kemungkinan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Sementara itu,
melahirkan di atas usia 35 tahun dapat berisiko pada wanita dan menyebabkan
kematian. 
2. Mendorong kecukupan ASI dan pola asuh anak yang baik
Apabila anak yang belum berusia satu tahun sudah memiliki adik, maka tumbuh
kembangnya berisiko terganggu. Normalnya, jarak anak pertama dan kedua
antara 3 hingga 5 tahun. Jika anak yang belum berusia 2 tahun sudah memiliki
adik, maka ASI untuk anak pertama tidak bisa penuh 2 tahun. Hal tersebut
memungkinkan anak mengalami gangguan kesehatan. Sementara itu, orang tua
yang memiliki dua anak akan mengalami kesulitan membagi waktu. Sehingga
anak yang lebih besar akan kurang perhatian. Padahal, anak masih
membutuhkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Beberapa manfaat KB
untuk anak yaitu:
a. Pertumbuhan dan kesehatan anak terjaga dengan baik.
b. Anak mendapatkan perhatian, pemeliharan, dan makanan yang cukup. 
c. Masa depan dan pendidikan anak terencana dengan baik.
3. Mencegah gangguan kesehatan mental keluarga
Sebagian wanita berisiko mengalami depresi setelah melahirkan. Depresi
biasanya hilang jika ibu mendapatkan dukungan dari pasangan. Jika terjadi
kelahiran anak dengan jarak dekat, maka risiko depresi akan meningkat. Depresi
juga dapat terjadi pada ayah, jika belum siap secara fisik dan mental. Kedua
kondisi tersebut dapat dicegah dengan melakukan program KB. Jika kehamilan
diatur sedemikian rupa, pasangan suami istri bisa hidup lebih sehat dan

12
sejahtera. Sementara itu anak dapat tumbuh secara maksimal dan perencanaan
kehamilan akan berjalan matang.
4. Mengurangi angka kematian bayi dan ibu
Perlu dipahami, KB dapat mencegah kehamilan dan kelahiran yang berjarak
dekat dan tidak diinginkan. Dengan begitu angka kematian bayi juga dapat
berkurang. Ibu meninggal akibat melahirkan dan disertai kesehatan yang buruk
juga dapat dihindari.
5. Mencegah gangguan kesehatan reproduksi
Hamil di usia terlalu muda, terlalu tua, atau kehamilan yang berjarak terlalu
dekat dapat menimbulkan risiko. Ibu hamil dapat mengalami masalah selama
kehamilan, seperti hipertensi, preeklamsia, persalinan prematur, dan sebagainya.
Adanya program KB, kehamilan dapat direncanakan dengan lebih baik,
sehingga risiko gangguan kesehatan reproduksi dapat dicegah.
6. Mencegah terjadinya penyakit menular seksual
Hubungan seksual tidak terlepas dari risiko terjadinya penyakit menular seksual,
meskipun dilakukan antara suami istri. Penyakit menular seksual (PMS) ini
yaitu sifilis, gonore, hingga HIV/AIDS. PMS dalam dicegah dengan
penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom. 

13
D. JENIS-JENIS KB

1. Pil KB

Jenis alat kontrasepsi pertama disini adalah pil KB. Pil KB bersifat temporer dan
dibagi ke dalam 2 golongan, yaitu jenis yang mengandung hormon progesteron dan
kombinasi progesteron-estrogen.

Alat kontrasepsi satu ini masih tergolong murah, namun cukup merepotkan
karena harus rutin dikonsumsi setiap hari. Bahkan untuk beberapa jenis pil KB, kamu
harus meminumnya di jam yang sama tidak boleh berbeda untuk memaksimalkan
tingkat keberhasilannya.

Meskipun begitu, tingkat keberhasilan dalam penggunaan alat kontrasepsi ini


terbilang cukup baik, tingkat kegagalan hanya 8% jika penggunanya menggunakan
secara teratur.

 Efek Samping Pil KB:


 Meningkatkan risiko darah tinggi dan penyakit kardiovaskular
 Peningkatan berat badan
 Dapat mengganggu produksi ASI
 Pendarahan tiba-tiba di luar jadwal menstruasi
 Rasa mual
 Sakit kepala dan terkadang ada rasa tidak nyaman pada payudara

14
 Gairah seks menurun
 Kelebihan:
 Pil KB tidak memengaruhi kesuburan, jadi meskipun Anda meminumnya dalam
jangka waktu yang lama, masih bisa hamil setelah berhenti mengonsumsi pil
kontrasepsi tersebut
 Pil KB juga dapat mengatasi berbagai gangguan kesehatan seperti mengatasi nyeri
haid, mencegah kurang darah dan mencegah penyakit kanker.
2. Suntik KB

Suntik KB dibagi menjadi 2 tipe, ada yang menunda kehamilan selama 1 bulan
ada pula untuk 3 bulan. Jenis kontrasepsi ini hampir mirip dengan pil KB, namun jika
pil KB harus rutin dikonsumsi setiap hari, sedangkan suntik rutin setiap satu bulan
atau 3 bulan sekali.
Kontrasepsi ini juga termasuk dalam kategori temporer dan masih tergolong
murah, dengan tingkat kegagalan 3persen dalam pencegahan kehamilan.
 Efek Samping suntik KB:
 Rasa mual
 Peningkatan berat badan
 Gairah seks menurun

15
 Pendarahan di luar jadwal menstruasi atau bahkan tidak menstruasi
samasekali
 Sakit kepala
 Jerawatan
 Kelebihan:
 Suntik KB aman digunakan bagi wanita menyusui setelah 6 minggu
pascapersalinan
3. Implan/Norplant/Susuk

Kontrasepsi jenis ini merupakan penanaman sebuah benda kecil seukuran batang
korek api yang dimasukkan ke bagian bawah kulit, umumnya pada lengan bagian
atas. Implan termasuk dalam kategori KB temporer, dengan jangka waktu pencegahan
kehamilan selama 3 tahun.
Bagi pasangan yang ingin menunda kehamilan dalam jangka cukup lama dan
tidak ingin repot, metode satu ini dapat dijadikan pilihan.

16
Meski harganya relatif lebih mahal dibandingkan menggunakan pil atau suntik
KB, tingkat kegagalan sangat baik yaitu hanya 1persen. Dan bagi Mama yang masih
menyusui, dapat menggunakan jenis KB ini karena tidak mengganggu produksi ASI.
 Efek Samping implan:

 Rasa nyeri di bagian lengan atas atau tempat implan ditanam

 Menstruasi tidak teratur

 Peningkatan berat badan

 Kesulitan hamil kembali setelah implan dilepas


 Kelebihan:
 Susuk KB aman digunakan bagi wanita menyusui dan dapat dipasang setelah 6
minggu pascapersalinan
4. IUD/Spiral

IUD (Intra Uterine Device) atau yang sering dikenal dengan kontrasepsi
spiral ini, merupakan salah satu alat kontrasepsi yang cukup diminati oleh banyak
pasangan di Indonesia. Selain karena jangka waktu pencegahan kehamilan yang

17
cukup lama, tidak memerlukan perawatan rumit, juga tingkat kegagalannya
rendah.
IUD biasa diletakkan di dalam rahim untuk menghadang sel sperma
menembus sel telur. Terdapat 2 jenis IUD yaitu yang terbuat dari tembaga dan
dapat bertahan selama 10 tahun, atau yang mengandung hormon dan bertahan
selama 5 tahun.
 Efek Samping IUD:
 Keram perut atau rasa sakit pada bagian bawah perut
 Pendarahan yang cukup banyak saat menstruasi atau bahkan menstruasi tidak
teratur
 Dapat lepas atau bergeser (jika lepas biasanya akan keluar bersama darah
haid)
 Dapat terjadi infeksi jika tubuh menolak keberadaan IUD
 Kelebihan:
 IUD sangat praktis digunakan karena dapat dipasang dan dilepas dengan
mudah setiap saat dengan bantuan tenaga kesehatan atau dokter.
 Kontrasepsi ini adalah kontrasepsi jangka panjang karena dapat digunakan
selama 5 tahun

5. Vasektomi

18
Vasektomi adalah tindakan KB yang dilakukan untuk menghentikan aliran
sperma dengan cara menutup saluran vas deferens pada pria. Hal ini memerlukan
tindakan medis atau operasi dan bersifat permanen. Bagi pasangan yang tidak ingin
memiliki keturunan lagi biasanya akan menggunakan cara ini sebagai salah satu option
mencegah kehamilan.
Namun, karena hal ini bersifat permanen, akan lebih baik pria yang akan
melakukan sterilisasi ini benar-benar mantap dan yakin sebelum menjalani tindakan. Dan
pria yang melakukan tindakan ini tidak perlu takut karena tidak menyebabkan ejakulasi,
tidak menurunkan gairah seks, atau kemampuan ereksi.
 Efek samping vasektomi:
Bisa terdapat darah di dalam air mani
Memar pada testis beberapa bulan pasca operasi

Pendarahan atau pembekuan darah pada area testis

Infeksi pasca operasi

Perasaan tidak nyaman pasca operasi


Kelebihan:
Vasektomi bisa dikatakan 99 persen efektif mencegah kehamilan. Namun, evaluasi
cairan semen perlu dilakukan paling tidak 3 bulan setelah pelaksanaan vasektomi
untuk mengetahui apakah masih ada sperma yang disimpan dan ikut keluar bersama
cairan semen atau tidak
Vasektomi tidak memengaruhi kinerja seksual pria

6. Tubektomi

19
Tubektomi merupakan tindakan KB permanent atau sterilisasi pada perempuan,
yang dilakukan dengan cara memotong atau menutup tuba falopi sehingga sel telur tidak
masuk ke dalam rahim, sekaligus menghalangi sperma untuk masuk ke dalam tuba falopi.
Sama seperti vasektomi, tindakan ini juga memerlukan operasi, tidak
mempengaruhi gairah seks ataupun menopause.
Efek samping tubektomi:
 Nyeri pada panggul atau perut
 Infeksi pasca operasi

 Pendarahan

 Komplikasi

 Beberapa orang juga dapat mengalami hamil ektopik


 Kelebihan:
 Cara ini sangat efektif mencegah kehamilan
Setiap alat kontrasepsi ataupun tindakan pencegahan kehamilan memang memiliki
kelebihan dan kekurangan sendiri. Efek sampingnya pun akan berbeda-beda setiap orang,
ada orang yang mungkin akan mengalaminya, tapi ada pula yang tidak akan
merasakannya. Mama dapat mengonsultasikannya pada dokter kandungan, sebelum
memilih alat kontrasepsi, terutama jika Mama saat ini masih menyusui si Kecil.
7.  Kontrasepsi sederhana tanpa alat
1) Senggama Terputus
Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama dilakukan sebagaimana
biasa, tetapi pada puncak senggama, alat kemaluan pria dikeluarkan dari liang

20
vagina dan sperma dikeluarkan di luar. Cara ini tidak dianjurkan karena sering
gagal, karena suami belum tentu tahu kapan spermanya keluar.
2) Pantang Berkala (sistem berkala)
Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa
subur.Selain sebagai sarana agar cepat hamil,kalender juga difungsikan untuk
sebaliknya alias mencegah kehamilan. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar
dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu, kadang
juga istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.

21
E. SASARAN KB
Sasaran langsung program KB adalah PUS, yaitu pasangan yang wanitanya berusia
antara 15-49 tahun. Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan
hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan, PUS
diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif sehingga memberikan efek
langsung penurunan fertilitas (BAPPENAS, 2017). Sasaran tidak langsung program KB
adalah kelompok remaja 15-19 tahun, organisasi dan lembaga kemasyarakatan, instansi-
instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat yang diharapkan dapat
memberikan dukungannya dalam pelembagaan NKKBS, dan wilayah dengan laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi (BAPPENAS, 2017).
Sasaran strategis BKKBN tahun 2015 - 2019 yang tertera pada Rencana strategis
BKKBN 2015-2019 adalah menurunnya laju pertumbuhan penduduk (LPP), menurunnya
angka kelahiran total (TFR) per WUS, meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR),
menurunnya unmet need, menurunnya angka kelahiran pada remaja usia 15 -19 tahun
(ASFR 15 – 19 tahun), dan menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari Wanita
Usia Subur (WUS [15-49 tahun]) (BKKBN, 2015). Dalam menggunakan kontrasepsi,
keluarga atau PUS pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam 3 fase, yaitu fase menunda atau
mencegah kehamilan (wanita yang berusia di bawah 20 tahun), fase menjarangkan
kehamilan (wanita yang berusia 20-35 tahun), serta fase menghentikan atau mengakhiri
kehamilan/ kesuburan (wanita berusia di atas 35 tahun) (BKKBN, 2015).

22
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEIKUTSERTAAN BER-KB
Menurut (Jidar, 2018) faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan KB yaitu:
1. Umur
Umur merupakan hitungan waktu dalam fase hidup manusia (Rachman, 2017).
Umur terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat ia akan berulang tahun. Umur
menjadi indikator dalam kedewasaan di setiap pengambilan keputusan untuk
melakukan sesuatu yang mengacu pada setiap pengalamannya. Umur seseorang akan
mempengaruhi perilaku sedemikian besar, karena semakin lanjut umurnya, maka
semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih berbakti dari usia
muda (Notoatmodjo, 2010) dalam (Huda, 2016). Kebahagiaan dan kesejahteraan
keluarga waktu melahirkan sangat dipengaruhi oleh kesehatan PUS, jumlah kelahiran
atau banyaknya anak yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Oleh karena itu
umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi
akseptor KB (Ekarini, 2008) dalam (Kartika, 2015).
Umur ibu yang ideal dalam kehamilan yaitu pada kelompok umur 20-35 tahun.
Sebaliknya pada kelompok umur < 20 tahun berisiko sebab pada kelompok umur
tersebut perkembangan biologis, yaitu reproduksi belum optimal dengan emosi yang
cenderung labil. Selain itu, kehamilan pada kelompok usia di atas 35 tahun
merupakan kehamilan yang berisiko tinggi (Astutik, 2018). Berdasarkan usia subur
atau masa reproduksi wanita, usia wanita dibagi dalam tiga periode usia <20 tahun
(Usia reproduksi muda), usia 20-35 tahun (Usia reproduksi sehat), dan usia >35 tahun
(Usia reproduksi tua) (Sumaila, 2011). Pembagian kelompok ini berdasarkan data
epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan pada usia <20 tahun akan
menyebabkan kematian ibu dan bayi, sedangkan 20-35 tahun merupakan usia
produktif sehat (Kemenkes RI, 2014).
2. Jumlah Anak Hidup
Jumlah anak adalah banyaknya hitungan anak yang dimiliki. Jumlah anak menuju
pada kecenderungan dalam membentuk besar keluarga yang diinginkan. Dengan
demikian, besar keluarga akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah anak,

23
karena setiap keluarga berupaya untuk mencapai jumlah anak dengan menggunakan
caranya sendiri (Jidar, 2018).
3. Pekerjaan
Menurut (Haryanto, 2004) dalam (Yarsih, 2014) pekerjaan adalah kegiatan atau
aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan, guna memenuhi kebutuhan
sehari-hari dalam memenuhi hidup. Dalam hal status pekerjaan ibu, proporsi unmet
need ditemukan lebih tinggi pada ibu yang bekerja. Proporsi unmet need pada ibu
bekerja lebih cenderung tinggi karena adanya kesibukan dan kurangnya kesempatan
dalam mengakses alat kontrasepsi. Namun terdapat beberapa ibu yang bekerja
memiliki motivasi yang lebih untuk memenuhi kebutuhan KB mereka, sehingga
angka kejadian unmet need lebih kecil (Fadhila, 2016). Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian (Jidar, 2018) ternyata ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang menjadi
unmet need lebih besar dibanding ibu yang bekerja.
4. Pendidikan
Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan
kemampuan berpikir dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan
dapat mengambil keputusan yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. (Ningrum, 2015). Pendidikan bisa mempengaruhi kondisi
unmet need karena orang berpendidikan akan memiliki pengetahuan yang lebih
tentang permasalahan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Dengan demikian,
mereka bisa menentukan alat atau cara yang ingin digunakan dalam ber-KB, sehingga
dapat lebih menghindari kemungkinan terjadinya unmet need (Sariyati, 2015).
Seorang wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi berhubungan dengan
penurunan jumlah unmet need (Wulifan, 2017). Menurut (Nzokirishaka, 2018) wanita
yang tidak memiliki pendidikan lebih berisiko mengalami unmet need daripada
wanita yang memiliki pendidikan lanjut dan pendidikan tinggi. Pengetahuan tentang
KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran
kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan pasangan yang mengikuti program KB, makin besar pula
pandangan suami istri bahwa anak adalah asalan penting untuk mengikuti program

24
KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi PUS untuk
mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk mengatur jumlah anaknya (Kartika,
2015). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian (Sariyati, 2015) menyatakan bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar kejadian unmet need.
Semakin mengetahui tentang kontrasepsi maka semakin tinggi seseorang untuk tidak
menggunakan kontrasepsi, hal ini dikarenakan seseorang sudah mengetahui
pengetahuan bagaimana cara mencegah kehamilan secara alami sehingga mereka
tidak bersedia menggunakan kontrasepsi secara modern atau kontrasepsi yang
menggunakan alat (Sariyati, 2015).
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan KB tetapi
juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa metode
kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih berpendidikan.
Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana
yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan metode
kontrasepsi (Estiwidani, 2017).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pendidikan formal adalah jalur
pendidikan yang terstruktur yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi. UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal
17 ayat 2 tentang Pendidikan Dasar menjelaskan bahwa pendidikan dasar berbentuk
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat
serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau
bentuk lain yang sederajat. Pada pasal 17 ayat 3 dijelaskan bahwa pendidikan
menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan dalam perguruan tinggi (UU
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 19).

25
Kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga berencana telah menjadi salah
satu strategi utama dalam pelaksanaan program KB. Di Amerika Serikat, data yang
ada menunjukkan bahwa kaum pria lebih memiliki antusias untuk berperan serta
dalam keluarga berencana, dimana peserta yang menggunakan kondom sebesar 13%
dan lebih dari 15% memilih melakukan metode operasi pria (MOP) (WHO, 2011)
dalam (Mariyam, 2020). Amerika serikat merupakan salah satu negara maju yang
menempati urutan ke-14 terbaik dalam masalah pendidikan (Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah, 2018). Pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keikutsertaan suami menjadi akseptor KB (Saifuddin,
2010) dalam (Mariyam, 2020). Pendidikan seseorang dapat mendukung atau
mempengaruhi tingkat pengetahuan, dan taraf pendidikan yang rendah selalu
bergandengan dengan informasi dan pengetahuan yang terbatas (Brahm, 2007, dalam
Syukaisih, 2015). Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa metode kalender
(kontrasepsi sederhana) lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih
berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan
keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait
dengan metode kontrasepsi (Estiwidani, 2017). Dalam hal ini, dapat diketahui bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tahu juga bagaimana mencegah
terjadinya kehamilan tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi.
5. Pengetahuan
Seseorang yang berpengetahuan tinggi akan lebih mudah memahami dan dapat
dengan mudah menyerap tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan kesehatan
sehingga orang-orang tersebut dapat mengetahui dan memiliki tingkat kesadaran
untuk merubah perilaku- perilaku mereka agar menjadi lebih baik dibandingkan
dengan orang berpengetahuan rendah. Pengetahuan yang tinggi dapat diperoleh dari
pendidikan yang tinggi serta dapat diperoleh dari informasi yang ia dapatkan.
Rendahnya pengetahuan seseorang akan membuat mereka sulit dan tidak mudah
memahami dengan apa yang disampaikan orang lain sehingga terdapat hambatan
dalam menyaring informasi yang mereka dapat tersebut sehingga dapat berpengaruh
terhadap perilaku yang mereka miliki (Notoatmodjo, 2012) dalam (Azzahra, 2018).

26
Orang yang memiliki pengetahuan yang baik dapat memahami masalah kesehatan
khususnya kesehatan reproduksi, dimana mereka dapat memilih alat kontrasepsi yang
sesuai dengan mereka sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya unmet
need KB (Gusti, 2003) dalam (Azzahra, 2018). Hal ini sejalan dengan penelitian
(Yanti, 2018) mengatakan bahwa kejadian unmet need KB lebih besar pada PUS
dengan pengetahuan kurang dibandingkan dengan pengetahuan baik. Pengetahuan
responden yang kurang tentang KB, salah satunya menjadi penyebab tingginya
kejadian unmet need.
Istri yang memiliki pengetahuan baik tetapi unmet need KB dikarenakan adanya
efek samping saat menggunakan alat atau metode kontrasepsi, sehingga timbul
keengganan seseorang untuk menggunakan alat atau cara kontrasepsi apapun. Hal ini
juga dikarenakan tidak adanya dukungan dari suami, sedangkan pada PUS yang
bukan unmet need KB dengan pengetahuan baik dikarenakan PUS yang mengerti,
mau, dan sadar untuk menggunakan alat atau cara kontrasepsi (Ahmadi, 2005) dalam
(Wahab, 2014).
Jepang merupakan salah satu negara maju dimana mayoritas akseptor KB adalah
suami (pria) dengan angka mencapai 80%, kemudian diikuti dengan Amerika (35%)
(BKKBN, 2003) dalam (Setiawan, 2010). Kondom merupakan salah satu alat
kontrasepsi sederhana berupa kantong yang terbuat dari karet tipis, berwarna atau
tidak untuk dipasang pada penis pria saat ereksi sebelum dimasukkan ke dalam
vagina sehingga bila terjadi ejakulasi air mani tertampung di dalamnya dan tidak
masuk ke dalam vagina, dengan demikian konsepsi dapat dihindari (BKKBN, 2007)
dalam (Maksum, 2012). PUS yang menggunakan kondom sebagai alat atau cara
kontrasepsi merupakan kelompok unmet need. Menurut (Segal, 1993) dalam
(Maksum, 2012) menjelaskan bahwa alat kontrasepsi kondom pria relatif jarang
digunakan di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, walaupun
kepopuleran metode KB ini mungkin meningkat seiring dengan meluasnya
kekhawatiran tentang AIDS dan penyakit menular yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Pengetahuan masyarakat khususnya PUS tentang KB pria merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keikutsertaan seorang pria untuk menggunakan alat

27
kontrasepsi (BKKBN, 2008) dalam (Maksum,2012). Menurut (Jansen, 2020)
menunjukkan bahwa semakin mengetahui tentang kontrasepsi maka akan semakin
besar untuk seseorang untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi atau semakin besar
kejadian unmet need. Hal ini dikarenakan seseorang sudah mengetahui bagaimana
cara mencegah kehamilan secara alami sehingga mereka tidak bersedia menggunakan
kontrasepsi secara modern atau kontrasepsi yang menggunakan alat.

G. RUANG LINGKUP KB
Ruang lingkup program KB mencakup sebagai berikut :
a. Ibu
Dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran. Adapun manfaat yang
diperoleh oleh ibu adalah sebagai berikut :
1. Tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang
terlalu pendek, sehingga kesehatan ibu dapat terpelihara terutama
kesehatan organ reproduksinya.
2. Meningkatnya kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh
adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak dan beristirahat
yang cukup karena kehadiran akan anak tersebut memang diinginkan.
b. Suami
Dengan memberikan kesempatan suami agar dapat melakukan hal berikut.
1) Memperbaiki kesehatan fisik
2) Mengurangi beban ekonomi keluarga yang ditanggungnya
c. Seluruh Keluarga
Dilaksanakannya program KB dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental,
dan sosial setiap anggota keluarga, dan bagi anak dapat memperoleh
kesempatan yang lebih besar dalam hal pendidikan serta kasih saying orang
tuanya.
Ruang lingkup KB secara umum adalah sebagai berikut:
1) Keluarga Berencana
2) Kesehatan reproduksi remaja

28
3) Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
4) Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
5) Keserasian kebijakan kependudukan
6) Pengelolaan SDM aparatur

H.BAGAIMANA PENTINGNYA MENJALANKAN PROGRAM KB?


Ada banyak manfaat yang dapat diberikan melalui pelaksanaan program Keluarga
Berencana itu sendiri, diantaranya:
1. Membantu untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan maupun
tidak diinginkan oleh pasangan. Masih banyaknya pasangan yang mengalami hal ini
mengindikasikan bahwa informasi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi masih
belum merata di antara masyarakat Indonesia.
2. Adanya kehamilan yang tidak diinginkan seperti yang disebutkan tadi dapat
meningkatkan resiko untuk terjadinya aborsi pada Ibu. Oleh karena itu, program ini
diharapkan mampu untuk menekan angka ini agar tidak banyak terjadi di masyarakat.
3. Penggunaan alat kontrasepsi yang digalakkan melalui program pemerintah ini
diharapkan nantinya mampu untuk menekan angka kematian yang dialami oleh Ibu.
4. Program KB sendiri juga tidak hanya ditujukan untuk Ibu, tetapi juga diharapkan
dapat mengurangi terjadinya kematian pada bayi sehingga angka ini dapat ditekan
lebih jauh lagi.
5. Pemakaian alat kontrasepsi dapat membantu untuk mengurangi risiko untuk terjangkit
penyakit HIV/AIDS yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
6. Pelaksanaan program KB pada akhirnya diharapkan mampu untuk menjaga kesehatan
dari mental anggota keluarga sehingga mereka dapat hidup dalam keadaan yang lebih
sejahtera.
Program Keluarga Berencana dengan berbagai manfaat yang dimiliki mampu untuk
membawa masyarakat Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik lagi.

29
I. Peran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BKKBN adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang berada di bawah dan


bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan. BKKBN mempunyai
tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana. Dalam melaksanakan tugas, BKKBN
menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana
2. Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana

3. Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan


penyelenggaraan keluarga berencana

4. Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian


penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana

5. Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan


penyelenggaraan keluarga berencana

6. Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan


penyelenggaraan keluarga berencana
Selain fungsi di atas, BKKBN juga menyelenggarakan fungsi:
1. Penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
2. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan
bkkbn;

3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab bkkbn;

4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan bkkbn; dan

30
5. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian penduduk
dan penyelenggaraan keluarga berencana.

31
1. Periode perintisan (1950-an – 1966)
Organisasi keluarga berencana dimulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga
Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Nama
perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF). PKBI
memperjuangkan terwujudnya keluarga-keluarga yang sejahtera melalui 3 macam usaha
pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, mengobati
kemandulan serta memberi nasihat perkawinan.
Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen
Kehakiman. Kelahiran Orde Baru pada waktu itu menyebabkan perkembangan pesat
usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah tanah air.
Dengan lahirnya Orde Baru pada bulan Maret 1966, masalah kependudukan
menjadi fokus perhatian pemerintah yang meninjaunya dari berbagai perspektif.
Perubahan politik berupa kelahiran Orde Baru tersebut berpengaruh pada perkembangan
keluarga berencana di Indonesia. Setelah simposium Kontrasepsi di Bandung pada bulan
Januari 1967 dan Kongres Nasional I PKBI di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1967.

2. Periode keterlibatan pemerintah dalam program KB nasional


Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada
pidatonya “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-
usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat
dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato
Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari
kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional. Selanjutnya pada tanggal 7
September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada
Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:
1. membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam
masyarakat di bidang Keluarga Berencana.

32
2. mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat
menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur
Pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968
mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim
yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana.
Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta
tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober
1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat
Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai
Lembaga Semi Pemerintah.

3. Periode Pelita I (1969–1974)


Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah
dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33
Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status
badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan
langsung dibawah Presiden.
Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan
berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta
kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan Periode Klinik (Clinical
Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana (KB)
masih sangat kuat, untuk itu pendekatan melalui kesehatan yang paling tepat.

4. Periode Pelita II (1974–1979)


Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga
pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan
mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang

33
mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan
penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.
Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada
kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal
dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun
1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

5. Periode Pelita III (1979–1984)


Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong
peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan
pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB
yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga
dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava
Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat
penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE
dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan
“Safari KB Senyum Terpadu”.

6. Periode Pelita IV (1983–1988)


Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono
sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik
sebagai Menteri Kesehatan. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain
melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan
masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut
ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai
dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi
pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.
Pada periode ini juga secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28
Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di
Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye

34
LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan
logo Lingkaran Biru KB.

7. Periode Pelita V (1988–1993)


Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini
gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan
pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye
Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat
terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis
kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi.
Pada periode ini ditetapkan UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan,
maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan
keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

8. Periode Pelita VI (1993–1998)


Pada Pelita VI dikenalkan pendekatan baru yaitu “Pendekatan Keluarga” yang
bertujuan untuk menggalakan partisipasi masyarakat dalam gerakan KB nasional. Dalam
Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998,
Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala
BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian.
Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap
sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi,
maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi
Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri
Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN
dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan.

35
9. Periode pasca-Reformasi

Logo BKKBN (2010-2 Januari 2020)

Dari butir-butir arahan GBHN Tahun 1999 dan perundang-undangan yang telah
ada, Program Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program untuk
meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan
kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran,
pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan
keluarga. Arahan GBHN ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2000.
Sejalan dengan era desentralisasi, eksistensi program dan kelembagaan keluarga
berencana nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai dengan Keppres
Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian diubah menjadi Keppres Nomor 09 Tahun 2004
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang
keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota selambat-
lambatnya Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU Nomor 22 Tahun 1999
(telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian tahun
2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era desentralisasi.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009,
berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang
tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga
36
Berencana Nasional. Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan
misi “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan
keluarga kecil bahagia sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, BKKBN
mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-
Undang tersebut di atas. Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan
kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan
fungsional dengan BKKBN (pasal 54 ayat 1 dan 2).
Peran dan fungsi baru BKKBN diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden
Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Peraturan Kepala BKKBN Nomor
82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi dan Peraturan Kepala BKKBN Nomor
92/PER/B5/2011 tentang Organisasi Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan
Kependudukan dan Keluarga Berencana, sehingga perlu dilakukan
perubahan/penyesuaian terhadap Renstra BKKBN tentang Pembangunan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2010-2014 meliputi penyesuaian untuk
beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya.
Pasca Reformasi Kepala BKKBN telah mengalami beberapa pergantian yaitu
pada periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa. Setelah
itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal
dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan.
Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr.
Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan
Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006. Setelah itu

37
digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN pada
tanggal 24 November 2006.
Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi
badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September
2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).
Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

J. Sejarah KB di Indonesia
Gerakan Keluarga Berencana (KB) yang kita kenal sekarang ini dipelopori oleh
beberapa tokoh, baik dalam maupun luar negeri.Pada awal abad ke 19 di Inggris upaya
KB mula-mula timbul atas prakarsa sekelompok orang yang menaruh perhatian pada
masalah kesehatan ibu.Maria Stopes (1880-1950) menganjurkan pengaturan kehamilan di
kalangan kaum buruh Inggris. Di Amerika Serikat dikenal Margareth sanger (1883-1996)
dengan program Birth Control-nya yang merupakan pelopor kelompok Keluarga
Berencana modern. Pada 1917 didirikan National Birth Control League dan pada
November 1921 diadakan konferensi nasional Amerika tentang pengontrolan kehamilan
dengan Margareth sanger sebagai ketuanya. Pada 1925 ia mengorganisasikan konferensi
internasional di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of
Birth Control League. Selanjutnya pada 1927 Margareth sanger menyelenggarakan
konferensi populasi dunia di Jenewa yang melahirkan International Women for Scientific
Study on Population dan International Medical Group for the Investigationa of
Contraception. Pada 1948 Margareth Sanger ikut melopori pembentukan komite
international keluarga berencana yang dalam konferensi di New Delhi pada 1952
meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federasi ini
memilih Margareth Sanger dan Rama Ran dari India sebagai pimpinannya.Sejak saat itu
berdirilah perkumpulan-perkumpulan Keluarga Berencana di seluruh dunia termasuk di

38
Indonesia yang mendirikan perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Di
Jakarta, perintisan dimulai di Bagian Kebidanan dan Kandungan FKUI/RSUP (sekarang
rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) oleh tokoh-tokoh seperti Profesor Sarwono
Prawirohardjo, Dr. M. Joedono, Dr. Hanafi Wiknjosastro, Dr. Koen S. Martiono, Dr. R.
Soeharto, dan Dr. Hurustiati Subandrio. Pelayanan keluarga berencana dilakukan secara
diam-diam di poliklinik kebidanan FKUI/RSUP. Setelah mengadakan hubungan dengan
IPPF serta mendapatkan dukungan dari para pelopor keluarga berencana setempat,
pada 23 desember 1957 perkumpulan keluarga berencana Indonesia (PKBI) resmi berdiri,
dengan Dr. R. Soeharto sebagai ketua.
Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak
yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah beberapa cara atau
alternative untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk
kontrasepsi atau pencegahan kehamilan atau perencanaan keluarga. Metode kontrasepsi
bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi sel telur
wanita (fertilisasi), atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi
(melekat) dan berkembang didalam rahim.Kontrasepsi dapat bersifat reversibel (kembali)
atau permanen (tetap). Kontrasepsi yang reversibel adalah metode kontrasepsi yang dapat
dihentikan setiap saat tanpa efek lama dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan
untuk kembali memiliki anak.Metode kontrasepsi permanen atau yang kita sebut
sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan karna
melibatkan tindakan operasi. Metode kontrasepsi juga dapat digolongkan berdasarkan
cara kerjanya yaitu metode barrier (penghalang), contohnya kondom yang menghalangi
sperma, metode hormonal seperti konsumsi pil, dan metode kontrasepsi alami yang tidak
menggunakan alat-alat bantu maupun hormonal, namun berdasarkan fisiologis seorang
wanita dengan tujuan untuk mencegah fertilisasi (pembuahan).
Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektifitas,
keamanan, frekuensi pemakaian, efek samping, serta kemauan dan kemampuan
untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal tersebut,
pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta peran dari agama dan

39
kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut, faktor lainnya adalah frekuensi
melakukan hubungan seksual.

K. Informasi Petugas Kesehatan


Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE). Keluarga Berencana yang dilaksanakan oleh
pihak kesehatan termasuk dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan pada umumnya.
Dalam melaksanakan program Keluarga Berencana, perlu diperhatikan bahwa bidang
tanggung jawab kesehatan mencakup segi-segi pelayanan media teknis dan pembinaan
partisipasi masyarakat. Agar partisipasi masyarakat dapat dicapai, perlu adanya usaha-
usaha penyuluhan kepada masyarakat secara intensif, terutama yang ditujukan kepada
golongan – golongan yang datang ke klinik dan masyarakat di lingkungan klinik. Tujuan
penyuluhan kesehatan dalam Keluarga Berencana adalah agar masyarakat dapat
menjadikan Keluarga Berencana sebagai pola kehidupan, artinya masyarakat mengetahui,
memahami, serta menyadari pentingnya Keluarga Berencana sehingga mau
melaksanakannya untuk kesehatan dan kesejahteraan bagi keluarganya, masyarakat, serta
negara pada umumnya. Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KIE adalah :
a. Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.
b. Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu (status pendidikan,
social ekonomi dan emosi) sebagaimana adanya.
c. Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dipahami.
d. Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari
kehidupan sehari-hari.
e. Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan dan risiko yang dimiliki ibu
Setiap penggunaan kontrasepsi harus memperhatikan hak-hak reproduksi
individu dan pasangannya sehingga harus diawali dengan pemberian informasi
yang lengkap. Informasi yang diberikan kepada klien harus disampaikan
selengkap-lengkapnya, jujur, dan benar tentang metode kontrasepsi yang akan
digunakan. Dalam memberikan informasi ini penting sekali adanya komunikasi
verbal antara petugas kesehatan dengan klien. Ada anggapa banyak klien sering

40
melupakan informasi lisan yang telah diberikan oleh petugas kesehatan. Oleh
sebab itu, untuk mencegah hal tersebut perlu diberikan informasi tertulis jika
perlu, dibacakan kembali.

L. Biaya Pelayanan
Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari pengertian diatas
maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni:
a. Penyedia pelayanan kesehatan
Biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan kesehatan adalah besarnya
dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.
b. Pemakai jasa pelayanan kesehatan
Biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.
Sumber Biaya Kesehatan. Secara umum sumber biaya kesehatan ini dapat dibedakan atas
dua macam:
a. Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah tergantung dari sistem pemerintahan
yang dianut, ditemukan di negara yang bersumber biaya kesehatannya sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah.
b. Sebagian di tanggung oleh masyarakat
Pada beberapa negara sumber biaya kesehatan juga berasal dari masyarakat.
Pada negara seperti ini masyarakat diajak berperan serta, baik dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan maupun dalam pemanfaatan jasa
pelayanan kesehatan. Macam-macam Biaya Kesehatan. Biaya kesehatan banyak
ragamnya, tergantung pada kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Secara umum biaya kesehatan dibedakan atas dua macam:
a. Biaya pelayanan kedokteran

41
Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan dan
atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk
mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan
atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat, yakn dengan tujuan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah
penyakit.
Syarat pokok pembiayaan kesehatan. Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah
memenuhi beberapa syarat pokok yakni:
a. Jumlah
Tersedianya dana dalam jumlah yang cukup dalam arti dapat membiayai
penyelenggaraan seluruh upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak
menyulitkan masyarakat yang memanfaatkannya.
b. Penyebaran
Mobilisasi dana kesehatan yang ada sesuai dengan kebutuhan.
c. Pemanfaatan
Alokasi dana pelayanan disesuaikan dengan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang
diinginkannya. Faktor biaya untuk memperoleh kontrasepsi terkadang menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi klien dalam menentukan pilihan kontrasepsi yang
akan digunakan. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai
faktor, termasuk faktor biaya, pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang
pilihan ibu terhadap pemilihan kontrasepsi, karena tidak ada beban dalam
menggunakan kontrasepsi, sebaliknya jika pendapat keluarga kurang memadai
terkadang klien enggan menggunakan kontrasepsi karena tidak tersedianya
pendapatan yang akan digunakan untuk menggunakan kontrasepsi.

42
M. Sosial Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta; buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari kata budhi atau budi dan akal. Jadi budaya adalah segala sesuatu yang
dihasilkan oleh akal dan budi tersebut. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. (Prof. Koentjaraningrat)
Kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan
akal. Budaya merupakan perkembangan majemuk dari budidaya yang berarti daya dari
budi sehingga dibedakan antara budaya yang berarti daya dari budi berupa cipta, karsa,
dan rasa dan kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa Koentjaraningrat
1990 (dalam Munandar 2000). Kebudayaan atau peradaban mengandung pengertian yang
luas meliputi pemahaman, perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat- istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang
diperoleh dari anggota masyarakat.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya,
dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan
untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam
semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh
moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Budaya mempengaruhi
pemilihan alat kontrasepsi. Umumnya masyarakat lebih memilih mengikuti budayanya
daripada memilih kontrasepsi- kontrasepsi yang telah dijelaskan oleh petugas kesehatan,

43
misalnya bidan. Padahal pemilihan kontrasepsi karena pengaruh budaya itu belum tentu
sesuai dengan kondisi atau kebutuhan ibu yang mengakibatkan terjadinya gangguan
fisiologi pada ibu tersebut.
Seperti diketahui, Keluarga Berencana (KB) merupakan program skala Nasional
yang dikelola oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
yang sangat bermanfaat untuk menghasilkan keluarga yang berkualitas. Program keluarga
berencana sering kali disalah artikan sebagai program menolak kehadiran anak, namun
sebenarnya program ini bertujuan mewujudkan keluarga sehat, bahagia, dan sejahtera.
Dalam penerapannya, BKKBN selaku badan pengelola program keluarga berencana
mendorong masyarakat untuk memakai alat kontrasepsi guna mencegah atau menunda
kehamilan hingga saat yang tepat.

44
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara umum, pengertian Keluarga Berencana (KB) adalah usaha untuk mengukur
jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Pemerintah Indonesia lantas
mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan tersebut
(Sulistyawati, 2013). Jadi, Keluarga Berencana (Family Planning) adalah suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan alat
kontrasepsi yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia sejahtera.
Pengertian keluarga berencana selanjutnya adalah upaya mewujudkan keluarga
berkualitas melalui promosi, perlindungan dan bantuan dalam hak-hak reproduksi untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jarak kehamilan,
membina ketahanan serta kesejahteraan anak, melansir dari laman BKKBN.
Tujuan dari pengertian Keluarga Berencana lainnya yaitu untuk menurunkan angka
kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut maka diadakan kebijakan yang
dikategorikan dalam tiga fase (menjarangkan, menunda, dan menghentikan) maksud dari
kebijakan tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia
muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua
Manfaat KB Jika semua itu direncanakan dengan baik, peluang menciptakan keluarga
berkualitas pun akan semakin besar. Dari tujuan dan manfaat program keluarga berencana di
atas, Anda bisa melihat bahwa program KB tidak ada kaitannya dengan menolak kehadiran
anak. Program KB justru dirancang untuk menyehatkan dan menyejahterakan keluarga
Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita ikut menyukseskan program keluarga
berencana.
Untuk bisa merasakan manfaat program keluarga berencana, Anda dan pasangan bisa
berkonsultasi dengan dokter di puskesmas terdekat. Dokter akan menjelaskan beberapa
pilihan alat kontrasepsi dan menyarankan jenis yang paling cocok untuk Anda dan pasangan.
Ada pun saja Jenis-jenis KB diantaranya Pil, Suntik, Kondom, Implan, AUD, tubektomi dan
Vasektomi.

45
Sasaran langsung program KB adalah PUS, yaitu pasangan yang wanitanya berusia
antara 15-49 tahun. Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan
hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan, PUS
diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif sehingga memberikan efek
langsung penurunan fertilitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan berKB Tingkat pendidikan tidak saja
mempengaruhi kerelaan menggunakan KB tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa
studi telah memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan
yang lebih berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan
keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait
dengan metode kontrasepsi.
Ruang Lingkup KB Ruang lingkup KB secara umum adalah sebagai berikut, keluarga
berencana, kesehatan reproduksi remaja, ketahanan dan pemberdayaan keluarga, penguatan
pelembagaan keluarga kecil berkualitas, keserasian kebijakan kependudukan. Bagaimana
pentingnya menjalankan program KB Ada banyak manfaat yang dapat diberikan melalui
pelaksanaan program Keluarga Berencana itu sendiri, diantaranya: Membantu untuk
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan maupun tidak diinginkan oleh
pasangan. Adanya kehamilan yang tidak diinginkan seperti yang disebutkan tadi dapat
meningkatkan resiko untuk terjadinya aborsi pada Ibu. Oleh karena itu, program ini
diharapkan mampu untuk menekan angka ini agar tidak banyak terjadi di masyarakat.
Penggunaan alat kontrasepsi yang digalakkan melalui program pemerintah ini diharapkan
nantinya mampu untuk menekan angka kematian yang dialami oleh Ibu.
Program KB sendiri juga tidak hanya ditujukan untuk Ibu, tetapi juga diharapkan dapat
mengurangi terjadinya kematian pada bayi sehingga angka ini dapat ditekan lebih jauh lagi.
Pemakaian alat kontrasepsi dapat membantu untuk mengurangi risiko untuk terjangkit
penyakit HIV/AIDS yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Pelaksanaan program
KB pada akhirnya diharapkan mampu untuk menjaga kesehatan dari mental anggota keluarga
sehingga mereka dapat hidup dalam keadaan yang lebih sejahtera.
Peran BKKBN dalam program KB tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Dalam melaksanakan

46
tugas, BKKBN menyelenggarakan fungsi: Perumusan kebijakan nasional di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana, Penetapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana, Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana, Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi
di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana,
Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

B. SARAN
1. Bagi penulis
Penulis berharap dengan adanya makalah ini penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
ini tepat waktu dan mendapatkan kritik dan saran dari teman-teman yang membaca
makalah ini agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
2. Bagi Pembaca
Semoga yang membaca makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya tentang masalah kb dan jenis-jenis KB yang ada di Indonesia.

47
DAFTAR PUSTAKA

- https://patalan.bantulkab.go.id/first/artikel/764-Macam---macam-Alat-Kontrasepsi--KB-
- https://www.merdeka.com/jatim/pengertian-keluarga-berencana-yang-menarik-diketahui-
ini-penjelasannya-kln.html
- http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/5951/4/Chapter%202.pdf.pdf
- https://www.k24klik.com/blog/program-keluarga-berencana-pengertian-manfaat-tujuan/
- http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1602420014/BAB_2.pdf
- https://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-penggunaan-alat-kontrasepsi
- BKKBN. Diakses pada 2022. PELAYANAN KB
- Kemenkes RI. Diakses pada 2022. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana
- https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Kependudukan_dan_Keluarga_Berencana_Nasional

48

Anda mungkin juga menyukai