Penerimaan perpajakan tahun 2021 tumbuh 2,9% dengan fokus pada kebijakan yang mendukung
pemulihan ekonomi dan melanjutkan reformasi.
Penerimaan perpajakan 2016 – 2021
Priode 2016 – 2019, penerimaan perpajakan tumbuh rata – rata sebesar 6,4% per tahun sejalan
dengan kinerja ekonomi yang meningkat.
Tahun 2020, perpajakan diperkirakan terkontraksi 9,2% sebagai dampak pandemic covid-19
Tahun 2021 ditargetkan tumbuh sebesar 2,9% seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi.
Perpanjakan untuk mendukung pemulihan mendukung pemulihan dan transformasi ekonomi
- Peningkatan kualitas sumber daya manusia : pemberian insentif untuk kegiatan vokasi
dan litbang untuk meningkatkan kualitas SDM
- Penguatan sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi : dukungan perpajakan
dan proses bisnis layanan dengan user friendly berbasis IT , mengembangkan layanan
kepaenan dan cukai berbasis digital.
Optimalisasi dan reformasi perpajakan
- Mengoptimalkan penerimaan melalui perluasan basis pajak
- Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan
- Meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang pelayanan organisasi, SDM, IT,
dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak.
- Melakukan ekstensifikasi barang kena cukai.
Penerimaan pajak
Penerimaan pajak tumbuh 2,6% dengan mengoptimalkan penerimaan melalui perluasan basis
pajak dan pelaksanaan reformasi serta mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui
pembirian insentif perpajakan yang selektif dan terukur.
Pertumbuhan Penerimaan
Pajak 2016 - 2021
Tahun Nominal Persen
2016 1.106,0 4,3%
2017 1.151,0 4,1%
2018 1.313,3 14,1%
2019 1.332,7 1,5%
2020 1.198,8 -10,0%
2021 1.229,6 2,6%
Perkembangan PNBP
Dalam periode 2016 – 2019, PNBP tumbuh rata – rata 13,2% tiap tahunnya. Pertumbuhan PNBP
terutama dipengaruhi oleh tren harga komoditas dunia. Pada tahun 2020, akibat pandemi covid-
19, PNBP mengalami kontraksi sebesar 28,1%. Dalam APBN 2021, seiring dengan pemulihan
aktivitas ekonomi, PNBP diharapkan dapat tumbuh besar sebesar 1,4% mencapai Rp298,2 T
Rincian belanja Negara menurut organisasi berdasarkan penjelasan Pasal 11 Ayat 5 UU No.17
Tahun tentang Keuangan Negara disesuaikan dengan susunan kementerian Negara/lembaga
pemerintahan pusat. Dibawah ini adalah contoh susunan kementerian Negara/lembaga
pemerintahan. Misalnya kode 01 untuk MPR. Meskipun demikian terdapat pembiayaan dan
perhitungan yang menampung kegiatan:
- Lembaga negara yang belum mempunyai bagian anggaran sendiri, seperti KPK
- Lembaga yang menerima penugasan (public service) untuk melaksanakan program
pemerintah dan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, contoh
Komisi Ombudsman
- Perusahaan yang menerima penugasan (public service) untuk melaksanakan
programpemerintah dan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
contoh TVRI
- Lembaga negara yang melaksanakan kegiatan yang bersifat mendesak, tidak terencana
dan atau tidak bersifat terus menerus (crash program), contoh BPS dalam melaksanakan
sensus
- Lembaga negara yang menjalankan kegiatan yang anggarannya tidak dapat dibebankan
pada bagian anggaran yang ada, contoh Sucofindo.
Sedikit berbeda dengan Masa Orde Lama, misalnya untuk tahun 1952 dan 1953 disusun
berdasarkan kementrian dan perusahaan negara, misalnya Bagian I (Pemerintah Agung dan
BadanBadan Pemerintahan Tertinggi), dan Bagian IBW I (Jawatan Penggadaian). Pada waktu itu
masingmasing bagian ditetapkan melalui satu undang-undang. Langkah untuk menerapkan
secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, telah dilakukan perubahan klasifikasi
anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional.
Selama kurun waktu 1947 sampai dengan 1949 fungsi anggaran diklasifikasikan menurut fungsi
adalah dinas biasa, dinas luar biasa, dan dinas luar biasa istimewa. Kemudian mulai tahun 1957
fungsi anggaran diklasifikasikan menjadi enam sektor:
- Sektor umum, yang terdiri dari Badan-badan Pemerintah Tertinggi dan Keuangan
- Sektor keamanan, yang terdiri dari Pertahanan, Kehakiman, DalamNegeri dan Hubungan
Antar Daerah
- Sektor kemakmuran, yang terdiri dari agraria, pertanian, perekonomian, perdagangan,
perindustrian, dinas perbelanjaan, perhubungan, pelajaran dan pekerjaan umum dan
tenaga
- Sektor kebudayaan, yang terdiri penerangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan dan,
agama
- Sektor sosial, yang terdiri dari: kesehatan, sosial, perburuhan, pergerakan tenaga rakyat,
Veteran
- Sektor luar negeri Kemudian pada Masa Orde Baru sampai dengan APBN 2004,
klasifikasi fungsi dibedakan antara sektor dan sub sektor, misalnya Sektor Pengairan,
terdiri dari subsektor Subsektor Pengembangan dan Pengelolaan Pengairan
Subsektor Pengembangan dan Pengelolaan Pengairan dan Subsektor Pengembangan dan
Pengelolaan Sumber-sumber air. Tetapi dengan UU Keuangan Negara, maka rincian belanja
menurut fungsi berdasarkan penjelasan Pasal 11 ayat 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara fungsi terdiri dari sebelas 11 fungsi dan 79 sub fungsi.
Kesebelas fungsi terdiri adalah:
- Pelayanan Pemerintahan Umum
- Pertahanan
- Ketertiban,
- Keamanan dan Hukum
- Ekonomi
- Perlindungan Lingkungan Hidup
- Perumahan dan Permukiman
- Kesehatan
- Pariwisata dan Budaya
- Agama
- Pendidikan
- Perlindungan Sosial.
Dalam proses penganggaran, dasar alokasi anggaran adalah program-program yang diajukan
oleh kementerian negara/lembaga. Besaran anggaran untuk masing-masing fungsi atau sub
fungsi merupakan kompilasi anggaran dari program-program yang termasuk fungsi atau
subfungsi yang bersangkutan. Selanjutnya, kompilasi dari alokasi anggaran tersebut menjadi data
statistik yang disusun mengikuti standar internasional sebagaimana ditetapkan dalam
classification of the functions of government (COFOG) yang dipublikasikan oleh PBB. Dengan
demikian, klasifikasi belanja Negara menurut fungsi dapat dipergunakan sebagai alat analisis
(tools of analysis) yang menggambarkan perkembangan belanja suatu negara menurut fungsi,
subfungsi dan program, yang selanjutnya dapat diperbandingkan dengan negara lainnya yang
rincian belanjanya mengikuti COFOG. Rincian belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi atau
jenis belanja, berdasarkan penjelasan Pasal 11 Ayat 5 UU No.17 Tahun tentang Keuangan
Negara, maka belanja negara dirinci berdasarkan klasifikasi ekonomi/jenis belanja yang terdiri
dari atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga subsidi, hibah, bantuan sosial
dan belanja lain-lain. Dengan perubahan format baru, maka pengeluaran pembangunan pada
APBN sebelumnya diklasifikasikan dalam belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan
belanja lain-lain.