Anda di halaman 1dari 9

APBN 2021 Pendapatan Negara

Pendapatan Negara dalam APBN Tahun 2021


Anggaran Pendapatan Negara Rp. 1.743,6 T
Penerimaan Perpajakan Rp. 1.444,5 T
Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp. 298,2 T
Penerimaan Hibah Rp 0,9 T

Kebijakan pendapatan Negara untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional


melalui pemberian insentif sejalan dengan reformasi diperpajakan dan PNBP. Pada tahun 2021
pendapatan Negara meningkat 2,6%.
Pertumbuhan Pendapatan
Negara
2016 - 2021
Tahun Nominal Persen
2016 1.555,9 3,2%
2017 1.666,4 7.1%
2018 1.943,7 16,6%
2019 1.960,6 0,9%
2020 1.699,9 -13,3%
2021 1.743,6 2,6%

Penerimaan perpajakan tahun 2021 tumbuh 2,9% dengan fokus pada kebijakan yang mendukung
pemulihan ekonomi dan melanjutkan reformasi.
Penerimaan perpajakan 2016 – 2021
Priode 2016 – 2019, penerimaan perpajakan tumbuh rata – rata sebesar 6,4% per tahun sejalan
dengan kinerja ekonomi yang meningkat.
Tahun 2020, perpajakan diperkirakan terkontraksi 9,2% sebagai dampak pandemic covid-19
Tahun 2021 ditargetkan tumbuh sebesar 2,9% seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi.
Perpanjakan untuk mendukung pemulihan mendukung pemulihan dan transformasi ekonomi
- Peningkatan kualitas sumber daya manusia : pemberian insentif untuk kegiatan vokasi
dan litbang untuk meningkatkan kualitas SDM
- Penguatan sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi : dukungan perpajakan
dan proses bisnis layanan dengan user friendly berbasis IT , mengembangkan layanan
kepaenan dan cukai berbasis digital.
Optimalisasi dan reformasi perpajakan
- Mengoptimalkan penerimaan melalui perluasan basis pajak
- Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan
- Meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang pelayanan organisasi, SDM, IT,
dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak.
- Melakukan ekstensifikasi barang kena cukai.

Penerimaan pajak
Penerimaan pajak tumbuh 2,6% dengan mengoptimalkan penerimaan melalui perluasan basis
pajak dan pelaksanaan reformasi serta mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui
pembirian insentif perpajakan yang selektif dan terukur.
Pertumbuhan Penerimaan
Pajak 2016 - 2021
Tahun Nominal Persen
2016 1.106,0 4,3%
2017 1.151,0 4,1%
2018 1.313,3 14,1%
2019 1.332,7 1,5%
2020 1.198,8 -10,0%
2021 1.229,6 2,6%

Target pajak 2021 Rp 1.229,6 T (2020: Rp1.198,8 T)


PPh : Rp.683,8 T
PPN & PPnBM : Rp.518,5 T
PBB : Rp.14,8 T
Priode 2016 – 2019, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan rata – rata sebesar 6,4% antara
lain dipengaruhi oleh peningkatan kinerja ekonomi dan harga komoditas utama. Pada tahun 2020
penerimaan pajak terkontraksi dampak dari perlambatan ekonomi dan pembirian insentif dampak
pandemic covid-19
Tahun 2021, penerimaan pajak akan melanjutkan dukungan pemulihan ekonomi secara lebih
terukur dan diproyeksikan tumbuh positif sejalan dengan prospek membaiknya perekonomian
dan dukungan kelanjutan reformasi administrasi pajak.
Penerimaan pajak
pada tahun 2021 akan didukung oleh kinerja positif penerimaan PPh serta PPN & PPnBM yang
diprospek membaiknya aktivitas ekonomi.
- Penerimaan PPh tumbuh rata – rata sebesar 5,0% dalam periode 2016 – 2019 seiring
dengan peningkatan ekonomi dan kenaikan harga komoditas. Pada tuhan 2020.
Terkontaksi 13,2% akibat penurunan ekonomi dan pemberian insentif fiskal pandemic
covid-19
- Pada tahun 2021, diperkirakan tumbuh 2,0% terutama karena pulihnya harga komoditas
- Dalam periode 2016 – 2019, PPN dan PPnBM tumbuh rata – rata sebesar 8,8% pertahun,
pada tahun 2020, PPN dan PPnBM diperkirakan akan terkontaksi akibat penurunan
aktivitas ekonomi dan kebijakan insentif percepatan pengembalian PPN untuk membantu
likuiditas dunia usaha dampak pandemic Covid-19
- Pada APBN tahun 2021, PPN dan PPnBM diproyeksikan meningkatkan sejalan
membaiknya prospek perekonomian perbaikan adminitrasi pajak, dan implementasi pajak
atas pedagangan melalui sistem elektronik (PSME)
Kepabeanan dan cukai
Penerimaan kepabeanan dam cukai tahun 2021 diproyeksikan meningkat 4,5% seiring dengan
kondisi perekonomian domestik yang mulai membaik serta menggeliatnya perekonomian global
Target kepabeanan & cukai 2021 Rp215,0 T (2020:Rp205,7 T)
Cukai : Rp.180,0 T
Bea Masuk : Rp33,2 T
Bea keluar : Rp1,8 T
Kebijakan
- Dukungan pemulihan ekonomi nasional
insentif kepabaenan terutama untuk kemudahan ekspor dan impor memenuhi kebutuhan
bahan baku local dan relaksasi bagi kawasan berikat (KB) & kemudahan impor tujuan
eskpor (KITE)
- Penataan ekosistem logistik nasional
Dengan target menurunkan biaya logistik, menurunkan waktu logistik, peringkat trading
across border (TAB) dalam EODB naik dari 116 ke 87
- Dukungan transformasi ekonomi
Pengembangan sistem pengawasan cukai terintegrasi (excise connection), pengembangan
smart customs and excise system
Penerimaan Negara bukan pajak
Diproyeksikan meningkat seiring dengan peningkatan harga komoditas terutama minyak bumi
dan optimalisasi PNPB berbasis pelayanan.
PNBP 2021 Rp298,2 T (2020: Rp294,1 T)
Pendapatan BLU : Rp58,8 T
PNBP SDA : Rp104,1 T
Pendapatan KND : Rp26,1 T
PNBP lainnya : Rp109,2 T
Kebijakan
- Penyempurnaan regulasi PNBP
- Optimalisasi lifting migas melalui peningkatan iklim investasi sektor mogas dan
mengendalikan cost recovery
- Optimalisasi penerimaan deviden dengan mempertimbangkan aspek kesinambungan dan
mitigasi risiko serta efisien kinerja BUMN
- Insentif PNBP dengan pemberian tariff s.d Rp0 atau 0%
- Peningkatan layanan baik pada K/L dan BLU

Perkembangan PNBP
Dalam periode 2016 – 2019, PNBP tumbuh rata – rata 13,2% tiap tahunnya. Pertumbuhan PNBP
terutama dipengaruhi oleh tren harga komoditas dunia. Pada tahun 2020, akibat pandemi covid-
19, PNBP mengalami kontraksi sebesar 28,1%. Dalam APBN 2021, seiring dengan pemulihan
aktivitas ekonomi, PNBP diharapkan dapat tumbuh besar sebesar 1,4% mencapai Rp298,2 T

APBN 2021 Belanja Negara


Didorong untuk lebih optimal dengan pendekatan spending better yang fokus pada pelaksanaan
program prioritas, berbasis hasil (result based), dan efisiensi kebutuhan dasar, serta antisipatif
terhadap berbagai tekanan (automatic stabiizer)
Pertumbuhan Belanja
Negara 2016 - 2021
Tahun Nominal Persen
2016 1.864,3 3,2%
2017 2.007,4 7,7%
2018 2.213,1 10,3%
2019 2.309,3 4,3%
2020 2.739,2 18,6%
2021 2.750,0 0,4%

Belanja negara Rp 2.750,0 T


Tumbuh 0,4 %
Belanja pemerintah pusat Rp1.954,5 T
Transfer kedaerah dan dana desa Rp795,5 T
Belanja pemerintah pusat
Diarahkan untuk menjadi momentum transisi menuju adaptasi kebiasaan baru secara bertahap,
menyelesaikan permasalahan disektor kesehatan, ekonomi, dan sosial uang dihadapi Indonesia
pascapandemi covid-19, serta penguatan reformasi untuk keluar dari middle income trap.
Efisiensi belanja
Melalui penajaman biaya operasional sejalan dengan perubahan proses kerja
Mendukung prioritas pembangunan
Untuk percepatan pemulihan ekonomi
Optimalisasi teknologi informasi
untuk meningkatkan kualitas layanan publik dalam penyelenggaraan pemerintah dan pemberian
pelayanan (service delivery)
Redesign sistem perencanaan dan pengangguran
upaya perbaikan dalam bentuk peningkatan integrasi dan konvergensi kegiatan pembangunan
antar K/L, pengurangan potensi duplikasi kegiatan antar K/L, serta penajaman rumusan program
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi
komposisi menurut klasifikasi fungsi dipengaruhi oleh prioritas dan kebijakan pemerintah,
dengan mempertimbangkan kewengan pemerintah pusat.
Total belanja pemerintah pusat Rp1.954,5 T
- Pelayanan umum Rp526,2 T (26,9%)
- Pertahanan Rp137,2 T (7,0%)
- Ekonomi Rp511,3 T (26,2%)
- Perlindungan sosial Rp260,1 T (13,3%)
- Pendidikan Rp175,2 T (9,0%)
- Agama Rp11,1 T (0,6%)
- Kesehatan Rp111,7 T (5,7%)
- Pariwisata Rp5,3 T (0,3%)
- Perumahan & fasilitas umum Rp33,2 T (1,7%)
- Perlindungan & lingkungan hidup Rp16,7 T (0,9%)
Fungsi pelayanan umum (26,9%)
sejalan dengan upaya pemerintah mendorong birokrasi serta layanan publik yang lebih tangkas,
efektif, produktif, dan kompetitif, termasuk pemenuhan kewajiban pemerintah.
Fungsi ekonomi (26,2%)
diarahkan untuk mendukung berbagai kegiatan pemerintah dalam pembangunan ekonomi
melalui peningkatan ketahanan pengan dan energy, pembangunan infrastruktur, serta
pembangunan teknologi dan informatika.
Fungsi perlindungan sosial (13,3%)
difokuskan untuk membantu masyarakat bahwa terutama dalam menghadapi dampak pandemi
covid-19 yang diperkirakan masih akan berlanjut ke tahun 2021
Di Indonesia, rencana belanja negara disusun setiap tahun melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Belanja negara dalam APBN tersebut digunakan untuk keperluan
penyelenggaraaan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan,
dijelaskan klasifikasi belanja negara menurut jenis belanjanya, yaitu:
- Belanja pegawai
Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan
kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai honorer yang akan
diangkat sebagai pegawai lingkup pemerintah. Baik yang bertugas di dalam maupun di
luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka
mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Belanja pegawai digunakan
untuk belanja gaji dan tunjangan PNS dan TNI/POLRI, belanja gaji dokter pegawai tidak
tetap, belanja uang makan PNS, belanja uang lauk pauk TNI/POLRI, belanja uang
lembur PNS, dan lain-lain yang berhubungan dengan pegawai.
- Belanja barang
Belanja barang adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembelian barang atau jasa
yang habis pakai untuk memproduksi barang atau jasa yang dipasarkan maupun tidak
dipasarkan. Serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual
kepada masyarakat di luar kriteria belanja bantuan sosial serta belanja perjalanan. Belanja
barang digunakan untuk belanja barang operasional, belanja barang non-operasional,
belanja barang badan layanan umum (BLU), dan belanja barang untuk masyarakat atau
entitas lain.
- Belanja modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan untuk pembayaran
perolehan aset atau menambah nilai aset tetap yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya
yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal digunakan untuk belanja modal tanah,
belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal
jalan, irigasi, dan jaringan, belanja modal lainnya, serta belanja modal badan layanan
umum (BLU).
- Belanja bunga utang
Belanja bunga utang adalah pengeluaran anggaran yang digunakan untuk membayar
kewajiban atas penggunaan pokok utang, baik utang dalam negeri maupun utang luar
negeri. Belanja bunga utang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan dari utang
yang sudah ada dan perkiraan utang baru. Pembayaran bunga utang meliputi pembayaran
kewajiban pemerintah atas bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan bunga
obligasi negara, pembayaran kewajiban pemerintah atas diskon SPN dan diskon obligasi
negara, pembayaran diskon SBSN, dan denda.
- Belanja subsidi
Belanja subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan utuk
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi
hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau
masyarakat. Belanja subsidi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu belanja subsidi energi
(BBM, LPG, tenaga listrik) dan belanja subsidi non-energi.
- Belanja hibah
Belanja hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk transfer uang atau barang
kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, BUMN, BUMD, serta
pemerintah daerah. Belanja hibah bersifat sukarela, tidak wajib, tidak mengikat, tidak
perlu dibayar kembali serta tidak terus menerus. Dilakukan dengan naskah perjanjian
antara pemberi hibah dan penerima hibah dengan pengalihan hak dalam bentuk uang,
barang, atau jasa.
- Belanja bantuan sosial
Dilansir dari laman resmi Badan Pemeriksa Keuangan, belanja bantuan sosial adalah
transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial. Pengeluaran ini bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan bersifat tidak terus menerus serta selektif. Belanja bantuan
sosial digunakan untuk belanja rehabilitas sosial, belanja pemberdayaan sosial, belanja
perlindungan sosial, belanja penanggulangan bencana, belanja jaminan sosial, dan belanja
penanggulangan kemiskinan.
- Belanja lain-lain
Belanja lain-lain adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran atas kewajiban
pemerintah yang tidak masuk dalam kategori belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, belanja bunga utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial.
Belanja lain-lain bersifat mendesak dan tidak bisa diprediksi. Belanja lain-lain biasanya
digunakan untuk belanja lain-lain dana cadangan dan risiko fiskal, belanja lain-lain
lembaga non-kementerian, belanja lain-lain bendahara umum negara, dan belanja lain-
lain tanggap darurat.
- Transfer ke daerah
Transfer ke daerah adalah semua pengeluaran anggaran yang dialokasikan kepada
pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Transfer ke daerah meliputi transfer dana bagi hasil, transfer dana alokasi
khusus, transfer dana alokasi umum, transfer dana penyesuaian, dan transfer otonomi
khusus.

Rincian belanja Negara menurut organisasi berdasarkan penjelasan Pasal 11 Ayat 5 UU No.17
Tahun tentang Keuangan Negara disesuaikan dengan susunan kementerian Negara/lembaga
pemerintahan pusat. Dibawah ini adalah contoh susunan kementerian Negara/lembaga
pemerintahan. Misalnya kode 01 untuk MPR. Meskipun demikian terdapat pembiayaan dan
perhitungan yang menampung kegiatan:
- Lembaga negara yang belum mempunyai bagian anggaran sendiri, seperti KPK
- Lembaga yang menerima penugasan (public service) untuk melaksanakan program
pemerintah dan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, contoh
Komisi Ombudsman
- Perusahaan yang menerima penugasan (public service) untuk melaksanakan
programpemerintah dan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
contoh TVRI
- Lembaga negara yang melaksanakan kegiatan yang bersifat mendesak, tidak terencana
dan atau tidak bersifat terus menerus (crash program), contoh BPS dalam melaksanakan
sensus
- Lembaga negara yang menjalankan kegiatan yang anggarannya tidak dapat dibebankan
pada bagian anggaran yang ada, contoh Sucofindo.
Sedikit berbeda dengan Masa Orde Lama, misalnya untuk tahun 1952 dan 1953 disusun
berdasarkan kementrian dan perusahaan negara, misalnya Bagian I (Pemerintah Agung dan
BadanBadan Pemerintahan Tertinggi), dan Bagian IBW I (Jawatan Penggadaian). Pada waktu itu
masingmasing bagian ditetapkan melalui satu undang-undang. Langkah untuk menerapkan
secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, telah dilakukan perubahan klasifikasi
anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional.
Selama kurun waktu 1947 sampai dengan 1949 fungsi anggaran diklasifikasikan menurut fungsi
adalah dinas biasa, dinas luar biasa, dan dinas luar biasa istimewa. Kemudian mulai tahun 1957
fungsi anggaran diklasifikasikan menjadi enam sektor:
- Sektor umum, yang terdiri dari Badan-badan Pemerintah Tertinggi dan Keuangan
- Sektor keamanan, yang terdiri dari Pertahanan, Kehakiman, DalamNegeri dan Hubungan
Antar Daerah
- Sektor kemakmuran, yang terdiri dari agraria, pertanian, perekonomian, perdagangan,
perindustrian, dinas perbelanjaan, perhubungan, pelajaran dan pekerjaan umum dan
tenaga
- Sektor kebudayaan, yang terdiri penerangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan dan,
agama
- Sektor sosial, yang terdiri dari: kesehatan, sosial, perburuhan, pergerakan tenaga rakyat,
Veteran
- Sektor luar negeri Kemudian pada Masa Orde Baru sampai dengan APBN 2004,
klasifikasi fungsi dibedakan antara sektor dan sub sektor, misalnya Sektor Pengairan,
terdiri dari subsektor Subsektor Pengembangan dan Pengelolaan Pengairan
Subsektor Pengembangan dan Pengelolaan Pengairan dan Subsektor Pengembangan dan
Pengelolaan Sumber-sumber air. Tetapi dengan UU Keuangan Negara, maka rincian belanja
menurut fungsi berdasarkan penjelasan Pasal 11 ayat 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara fungsi terdiri dari sebelas 11 fungsi dan 79 sub fungsi.
Kesebelas fungsi terdiri adalah:
- Pelayanan Pemerintahan Umum
- Pertahanan
- Ketertiban,
- Keamanan dan Hukum
- Ekonomi
- Perlindungan Lingkungan Hidup
- Perumahan dan Permukiman
- Kesehatan
- Pariwisata dan Budaya
- Agama
- Pendidikan
- Perlindungan Sosial.
Dalam proses penganggaran, dasar alokasi anggaran adalah program-program yang diajukan
oleh kementerian negara/lembaga. Besaran anggaran untuk masing-masing fungsi atau sub
fungsi merupakan kompilasi anggaran dari program-program yang termasuk fungsi atau
subfungsi yang bersangkutan. Selanjutnya, kompilasi dari alokasi anggaran tersebut menjadi data
statistik yang disusun mengikuti standar internasional sebagaimana ditetapkan dalam
classification of the functions of government (COFOG) yang dipublikasikan oleh PBB. Dengan
demikian, klasifikasi belanja Negara menurut fungsi dapat dipergunakan sebagai alat analisis
(tools of analysis) yang menggambarkan perkembangan belanja suatu negara menurut fungsi,
subfungsi dan program, yang selanjutnya dapat diperbandingkan dengan negara lainnya yang
rincian belanjanya mengikuti COFOG. Rincian belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi atau
jenis belanja, berdasarkan penjelasan Pasal 11 Ayat 5 UU No.17 Tahun tentang Keuangan
Negara, maka belanja negara dirinci berdasarkan klasifikasi ekonomi/jenis belanja yang terdiri
dari atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga subsidi, hibah, bantuan sosial
dan belanja lain-lain. Dengan perubahan format baru, maka pengeluaran pembangunan pada
APBN sebelumnya diklasifikasikan dalam belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan
belanja lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai