Anda di halaman 1dari 2

RESUME

Judul : IQ, EQ, dan SQ


Identitas Penulis
Nama : Farel Syauqi
NIM : 2210203008
Semester : II/A

1. Intelligence Quotient (IQ)


Kecerdasan adalah anugerah istimewa yang dimiliki oleh manusia, sedangkan
makhluk lain memiliki kecerdasan yang terbatas. Manusia mampu memahami segala
fenomena kehidupan secara mendalam, mampu mengetahui suatu kejadian kemudian
mengambil hikmah dan pelajaran darinya, menjadi lebih beradab dan menjadi bijak, semua
itu dikarenakan manusia memiliki kecerdasan sehingga dapat dijadikan sebagai alat bantu di
dalam menjalani kehidupannya di dunia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kecerdasan
adalah perihal cerdas, perbuatan mencerdaskan, kesempurnaan perkembangan akal budi
(seperti kepandaian, ketajaman pikiran).
Orang sering menyamakan arti intelegensi dengan kecerdasan intelektual (IQ).
Kecerdasan intelektual (IQ) adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Tes
kecerdasan hanya dirancang untuk mengukur proses berfikir yang bersifat konvergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan
informasi yang diberikan. Dengan demikian, kecerdasan intelektual hanya memberikan
sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan
seseorang secara keseluruhan.
Beberapa ciri yang berhubungan dengan tingkatan inteligensi serta pengaruhnya
terhadap proses belajar, Syamsu Yusuf membagi dalam 10 ciri, yaitu: 1) Idiot (IQ: 0 – 29); 2)
Imbecile (IQ: 30 – 40); 3) Moron atau Debil (mentally handicapped/mentally retarded), (IQ:
50 – 69); 4) Kelompok bodoh (dull/borderline) (IQ: 70 – 79); 5) Normal rendah (below
average), (IQ: 80 – 89); 6) Normal sedang, (IQ: 90 – 109); 7) Normal tinggi (above
average), (IQ: 110 – 119); 8) Cerdas (superior), (IQ: 120 – 129); 9) Sangat cerdas (very
superior/gifted), (IQ: 130 – 139); 10) Genius (IQ: 140 ke atas).

2. Emotional Quotient (EQ)


Emosi merupakan suatu gejala psikofisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi,
sikap, dan tingkah laku, serta mengejawantahkan dalam bentuk ekspresi tertentu. Emosi dapat
dirasakan secara psiko-fisik karena terkait langsung dengan jiwa dan fisik. Ketika emosi
meledak-ledak, ia secara psikis memberi kepuasan, tapi secara fisiologis membuat jantung
berdebar-debar atau langkah kaki terasa ringan, juga tidak terasa ketika berteriak puas
kegirangan.
Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosi atau “emotional intelligence” merujuk
kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain.
Istilah kecerdasan emosional (EQ) dilontarkan pertama kali pada tahun 1990 oleh
Peter Salovey dan Jack Mayer dari Harvard University of New Hampsire untuk menerangkan
kualitas-kualitas itu antara lain: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,
mengendalikan amarah, kemandirian, menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan
masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Mereka
menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan emosinya,
mengeluarkan atau membangkitkan emosi, seperti: emosi untuk membantu berfikir,
memahami emosi dan pengetahuan tentang emosi serta untuk merefleksikan emosi secara
teratur seperti mengendalikan emosi dan perkembangan intelektual.
Daniel Goleman menjelaskan kemampuan kecerdasan emosional menjadi lima
wilayah penting, yaitu kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi diri, empati (mengenali
emosi orang lain), dan keterampilan sosial.

3. Spiritual Quotient (SQ)


Kata spiritualitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “spirituality”, kata dasarnya
“spirit” yang berarti: “roh, jiwa, semangat”. Kata spirit sendiri berasal dari kata Latin
“spiritus” yang berarti: luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (courge),
energi atau semangat (vigor) dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata Latin
spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian).
Cooper, mendefinisikan makna spiritual sebagai berikut: “Dengan spiritual
dimaksudkan kerinduan dan pencarian manusia yang abadi dan sudah ada sejak keberadaan
manusia itu sendiri, untuk terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dan lebih dapat
diandalkan daripada ego kita sendiri, dengan kata lain keterhubungan kita dengan jiwa kita,
dengan sesama kita, dengan kancah sejarah dan alam, dengan hembusan jiwa yang satu
adanya, dan dengan misteri kehidupan itu sendiri.” Spiritualitas merupakan galian terdalam
dan sumber dari karakter hidup.
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang berada di bagian diri yang dalam
berhubungan dengan kearifan di luar ego atau pikiran sadar. SQ adalah kesadaran yang
dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada, tetapi kita juga secara kreatif
menemukan nilai-nilai baru. SQ tidak bergantung pada budaya maupun nilai. Ia tidak
mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai
itu sendiri.
Menurut guru sufistik (dalam Aliah Purwakania), terdapat tujuh tingkat spiritualitas
manusia, dari yang bersifat egoistik sampai yang suci secara spiritual. Hal ini bukan dinilai
oleh manusia melainkan langsung oleh Allah. Tingkatan ini terdiri dari: 1) Nafs Ammarah
(The Commanding Self); 2) Nafs Lawwamah (The Regretful Self); 3) Nafs Mulhimah (The
Inspired Self); 4) Nafs Muthma’innah (The Contented Self); 5) Nafs Radhiyah (The Pleased
Self); 6) Nafs Mardhiyah (The Self Pleasing to God); 7) Nafs Sfiyah (The Pure Self).

REFERENSI
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214146210004.pdf

Anda mungkin juga menyukai