Anda di halaman 1dari 9

Titis Sangha Maheswari

042484943
Balance Score Card

Balance Score Card (BSC) pertama kali dipublikasi dalam artikel Robert S Kaplan dan
David P Norton di Harvard Business Review tahun 1992 dalam sebuat artikel berjudul “Balance
Scorecard-Measures that Drive Performance”. Artikel tersebut merupakan laopran dari
serangkaian riset dan eksperimen terhadap 12 perusahaan besar di USA dan kanada dilanjutkan
dengan diskusi-diskusi rutin sepanjang tahun untuk mengembangkan suatu model pengukuran
kinerja yang baru (Yuwono et al. 2002). Kajian intesif membuahkan konsep BSC sebagai sistem
pengukuran kinerja yang bersifat komprehentif dan ontegral. BSC dikembangkan sebagai sistem
pengukuran yang dapat memudahkan pengambilan keputusan memandang organisasi dari
berbagai perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Pengukuran kinerja BSC dimulai dari suatu premis bahwa tolak
ukur keuangan yang selama ini digunakan menyebabkan organisasi melakukan tindakan yang
keliru akibat bias informasi yang diberikan. BSC memiliki peran sebuah sistem manajemen
strategis. Keberhasilan BSC sebagai sistem manajemen strategis dituangkan dalam tulisannya
“Bakanced Scorecard as a Strategic Management System” dalam Harvard Business review tahu
1996. Pada fase ini, BSC mengikuti pergeseran zaman dimana terdapat perubahan pengelolaan
dari tangible assets menuju intangible assets.

Menurut Mulyadi (2001), pendekatan BSC sebagai strategi yang telah dirumuskan pada
tahap perumusan strategi diterjemahkan kedalam sasaran-sasaran strategis yang mencakup empat
perspektif komprehensif sseperti keuangan, customers, proses bisnis internal, serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Komprehensifan dan kekoherenan rencana strategis yang dihasilakn melalui
pendekatan BSC berdampak pada proses perencanaan berikutnya, yaitu penyususnan program
dan penyusunan anggaran. Progarm dan anggaran yang digunakan untuk menjabarkan lebih
lanjut inisiatif strategis pilihan berisi rencana jangka panjang dan jangka pendek yang
komprehensif dan koheran pula. Pada akhornya, berdasarkan perkembangan implementassinya,
BSC mampu berperan sebagai suatu sistem pengukuran kinerja manajemen atau sistem
manajemen strategis yang diturunkan dari visi dan misi strategis serta merefleksikan aspek-aspek
terpenting dari suatu bisnis.

Menurut Kaplan & Noryon (2000) BSC memiliki berbagai keseimbangan antara lain:

1. Keseimbangan antara ukuran eksternal (para pemegang saham dan pelanggan) dengan
berbagai urusan internal (proses bisnis peting, inovasi, serta pembelajaran dan
pertumbuhan).
2. Keseimbangan finansial-nonfinansial perspektif (pelanggan, bisnis internal dan
pertumbuhan pembelajaran).
3. Keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek
4. Keseimbangan antara pemusatan proses dan pemusatan orang
5. Keseimbangan ukuran hasil dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan
perusahaan dan Scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil
yang objektif dan mudah dengan faktor penggerak kinerja berbagai ukuran hasil yang
subjektif dan agak berdasarkan pertimbangan sendiri.

Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategi adalah mampu
menghasilkan rencana strategis yang memiliki karakteristis sebagai berikut:

a. Komprehensif: Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicukup dalam


perencanaan strategis, dari yang sebelumnya terbatas pada perspektif keuangan, meluas
ke tiga perspektif yang lain: pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana stategis ke perspektif non keuangan tersebut
menghasilkan manfaat berikut:
1. Menjanjikan kinerja keuangan yang belipat ganda dan berjangka panjang
2. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks
3. Kekomprehensifan sasaran strategis merupakan respon yang pas untuk memasuki
lingkungan bisnis yang kompleks. Dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategis ke
empat perspektif, rencana strategi perusahaan mencakup lingkup yang luas, memadai
untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks.
b. Koheren: Kekoherenan sasaran strategis yang dihasilakan dalam sistem perencanaan
strategis memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategis
yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Balance Score Card dapat
menghasilkan dua macam kekoherenan, yaitu:
1. Kekoherenan antara misi dan visi perusahaan dengan program dan rencana laba
jangka pendek.
2. Kekoherenan antara berbagai sasaran strategi yang dirumuskan dalam tahap
perencanaan strategi.
c. Seimbang: Keseimbangan sasaran strategi yang dihasilkan dalam 4 perspektif meliputi
jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal.
Keseimbangan penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan antara
perspektif keuangan dan non keuangan, dimana tujuan keuangan sering kali
menyebabkan arah yang berbeda dengen prosesnya. Pemahaman keseimbangan dalam
BSC juga tercermin dengan selarasnya kartu nilai personal staf dengan kartu nilai
organisasi sehingga setiap personal yang adqa di dalam organisasi tersebut bertanggung
jawab untuk memanjukan organisasi.
d. Terukur: Keterukuran sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan stategi
menjanjikan ketercapauan berbagai sasaran strategi yang dihasilka oleh sostem tersbeut.
Keterukuran sasaran-sasaran strategi di ketiga perspektif tersebut menjanjika perwujudan
berbagai sasaran stretegi non keuangan sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda
dan berjangka panjang.

Peranan BSC sebagai sistem manajemen strategi dijelaskan Mulyadi (2001) sebagai berikut:

1. Mempermudahkanpenerjemahan visi dan misi ke dalam perencanaan strategi yang


komprehensif dan koheren.
2. Menjadi working model untuk mengomunikasikan strategis organisasi sehingga
memudahkan penerjemahan strategi organisasi sehingga memudahkan penerjemahan
strategi ke dalam perencanaan strategis.
3. Memperjelas umpan balik tentang pelaksanaan perencanaan strategis sehingga
memudahkan evaluasi terhadap rencana operasi dan perencanaan strategis
Menurut Gasperz (2006), BSC dapat juga membantu manajemen yang membantu
menerjemahkan strategi ke dalam tindakan. Perusahaan-perusahaan inovatif yang
menggunakannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang mengelola strategis perusahaan
sepanjang waktu. Perusahaan-perusahaan inovatif menggunakan fokus penggukuran BSC untuk
melaksanakan proses-proses manajemrn kritis berikut:

1. Mengklarifikasi dan menerjemahkan visi dan strategi perusahaan


2. Mengomunikasikan dan mengaitkan tujuan-tujuan strategis dengan ukuran-ukuran
kinerja
3. Merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan inisiatif-inisiatif strategis.
4. Menegmbangkan umpan-balik dan pembelajaran strategis untuk peningkatan terus-
menerus di masa detang.

Sistem manajemen strategis Balanced Scorecard (Gaspersz,2006)

Gambar diatas menjelaskan bahwa Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran
taktis atau operasiobal. Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai sebuah sistem
manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan mengguakan fokus
pengukuran Scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting (Kaplan &
Norton 2000), seperti:

1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi


2. Mengomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran stategis
3. Merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai ukuran inisiatif strategis
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

Persiapan Organisasi dalam Implementasi BSC

Perusahaan-perusahaan yang inovatif telah menggunakan BSC sebagai sistem manajemen


strategis untuk mengelola strategi mereka dalam jangka panjang. Scorecard juga memungkinkan
untuk menjembatani gap utama yang ada di perusahaa, yaitu antara pengembangan dan formulasi
strategi dengan proses implementasinya. Menurut Kaplan & Norton ada 4 hambatan spesifik
terhadap pelaksanaan strategis yang efektif, yaitu:

1. Visi strategi tidak dapat dijalankan (not actionable)


Hambatan pertama pelaksana strategi terjadi ketika perusahaan tidak mampu
menerjemahkan visi dan stateginya ke dalam istilah yang dapat dipahami dan
ditindaklanjti. Permasalah ini biasanya dialami oleh perusahaan karena belum disepakati
bahasa baku untuk menjelaskan visi agar stategi dapat dipahami dan dijalankan.
2. Stategi tidak terhubung dengan sasaran-sasaran (goals) departemen, tim, dan individu
Hambatan kedua muncul ketika kebutuhan jangka panjang statego unit bisnis tidak
diterjemahkan ke dalam tujuan departemen, tim, dan individu. Hal fatal sering terjadi
ketika organisasi makin membesar adalah tidak dilakukannya peremcanaan strategi SDM
agar tercipta keselarasan antara tujuan, visi, dan kompetensi individu dengan organisasi
di setiap tingkatannya.
3. Strategi tidak terhubungan dengan alokasi sumber daya
Hambatan ketiga dalam pelaksanaan strategi adalah kegagalan untuk mengaitkan
program aksi dan alokasi sumber daya dengan prioritas strategi jangka panjang
perusahaan. Dewasa ini, banyak perusahaan memiliki proses yang terpisah antara
perencanaan stategis jangka panjang dan anggaran belanaja jangka pendek.
Konsekuensinya adalah bahwa pendanaan dan alokasi modal seringkali tidak selaras
dengan prioritas-prioritas stategis.
4. Umpan balik yang diperoleh bersifat taktis bukan strategis
Hambatan terakhir dalam pelaksanaan strategis adalah kekurangnya umpan balik tentang
pelaksanaan dan keberhasilan strategis reguler dan bukan sekedar tinjauan operasional.
Proses umpan balik dan pembelajaran strategis pada Balanced Scorecard mempunyai 3
unsur penting, yaitu:
a. Kerangka kerja strategis bersama yang mengomunikasikan strategis dan memberi
kesempatan kepada para partisipan untuk melihat bagaimana aktivitas perorangan
mereka memberikan kontribusi dalam mencapai stategi keseluruhan.
b. Proses umpan balik yang mengumpulkan data kinerja strategi dan memberikan
kesempatan pengujian hipotesis mengenai saling ketergantuangan antaa tujuan dan
inisiatif strategis.
c. Proses pemecahan persoalan tim yang manganalisis dan mempelajari data kinerja dan
menyesuaikan strategi dengan kondisi dan persoalan yang muncul.

Tahapan untuk membangun Balanced Scorecard pada organisasi mengacu pada teori Kaplan dan
Norton adalah sebagai berikut:

a. Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja


b. Balanced Scorecard sebagai alat ntuk mebgimplementasikan stategi organisasi
c. Alignment
d. Implementasi BSC dan Evaluasi

Tahapan umum penyususnan BSC

Menurut Yuwono et al. (2004), langka-langka penyusunan Balanced Scorecard adalah:

1. Membangun konsesusu atas pentingnya perubahan manajemen


Untuk mendapatkan daya dorong yang memadai bagaimana proses implementasi
Balanced Scorecard akan mendapatkan hasil maksimal maka isu tentang perubahan
manajemen harus ditempatkan di awal proses. Tujuannya adalah agar Balanced
Scorecard dipandang sebagai sarana manajemen yang akan mengubah sistem dan proses
manajemen secara mendasar.
2. Pembentukan tim proyek
Proses pengembangan Balanced Scorecard merupakan salah satu kekuatan besar dari
semua pendekatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk secara khusus membahas siapa
yang berpartisipasi dan kapan. Tim harus terdiri dari para manajemen level atas yang
memahami keseluruhan permasalahan perusahaan di mana masukan-masukannya akan
sangat berguna bagi proyek.
3. Mendefinisikan industri, menjelaskan perkembangannya, dan peran perusahaan
Tujaun tahap ini adalah mengembangkan sebuah dasar dalam menyususn konsesnsus
erbagai karakteristik dan persyaratan industri dan untuk sampai pada definisi yang jelas
tentang posisi dan peran perusahaan saat ini.
4. Menentukan unit atau SBU
Pada umumnya, balanced scorecard diperlukan bagi unit bagi unit bisnis strategi yang
memiliki pelanggan, saluran distribusi, fasilitas produksi, dan tolak ukur keuangan yang
terpisah. Sebelum SBU didefinisikan dan dipilih, arsitek harus mempelajari hubungan
antara satu SBU dan SBU yang lain, dan organisasis ecara keseluruhan
5. Mengevaluasi sistem pengukuran yang ada
Pada umumnya sebagian besar organisasi tidak memiliki satu set tolak ukur yang
seimbang, mereka terlalu fokus pada tolak ukur keuangan jangka pendek dan
mengabaikan tujuan jangka panjang.
6. Merumuskan/mengonfirmasikan visi perusahaan
Untuk mengembangkan suatu pernyataan visi yang baik harus dibuat perkiraan tentang
apa yang mungkin dihargai dan dinilai oleh pelanggan. Setelah merumuskan visi,
sebelum beranjak pada pengembagan Scorecard, kita harus mendapatkan suatu
konfirmasi final tentang bagaimana pandangan masing-masing peserta terdapat visi
tersebut.
7. Merusukan perspektif
Setalah komprehensif dan konsep bisnis dirumuskan, kemudian perlu dipilih perspektif
untuk membangun scorecard finansial, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran,
dan pertumbuhan.
8. Merinci visi berdasarkan masing-masing perspektif dan merumuskan seluruh tujuan
strategis
Balance Scorecard utamanya merupakan suatu alat utuk merumuskan dan
mengimplementasikan strategis perusahaan. Model tersebut harus dilihat sebagai
instrumen untuk menerjemahkan visi dan strategi yang abstrak ke dalam tolak ukur dan
sasaran yang spektif. Dengan kata lain, Balance Scorecard yang dirumuskan dengan baik
merupakan presentasi perusahaa. Jadi, tujuan langkah ini adalah untuk menerjemahkan
visi ke dalam istilah nyata dari perspektif yang telah disusun
9. Mengidentifikasi faktor-faktor penting bagi kesusksesan
Faktor-faktor kunci keberhasilan digunakan untuk menjawab apa yang ingin dilakukan
oleh perusahaan dalam bisnis untuk membedakannya dengan pesaing. Cara cocok untuk
memulai bagian ini adalah dengan membentuk kelompok diskusi untuk menentukan,
misalnya sasaran-sasaran stratgis yang telah dirumuskan sebelumnya.
10. Mengembangkan tolak ukur, identifikasi penyebab, dmpak, dan membuat keseimbangan
Pada langkah ini, kita mengembangkan tolak ukur kunci yang relevan bagi pemakaian
akhir kerja kita. Tantang terbesar adalah menemukan hubungan sebab-akibat yang jelas
dan meciptakan keseimbangan diantara berbagai tolak ukur tunggal meskipun pada
praktiknya seringkali lebih cocok dibagi kedalam 2 bagian.
11. Mengembangkan Top level Scorecard
Ketika langkah-langkah sebelumnya sudah lengkap, scorecard tingkat tinggi diletakkan
bersama-sama untuk dipresentasikan dan mendapatkan persetujuan pihak-pihak terkait.
Untuk menfasilitasi impelmentasi, sebelum masuk kedalam pengembangan scorecard,
smeua orang didalam organisasi perlu berpola pikir efisien dalam beberapa hak yang
dikerjakan dan dipikirkan.
12. Rincian Scorecard dan tolak ukur oleh unit organisasi
Berdasarkan tolak ukur perusahaan dan organisasi. Scorecard tingkat tinggi dan tolak
ukur diuraikan dan dilaksanakan ke unit-unit organisasi tingkat yang lebih rendah.
Seberapa jauh angka perusahaan pada suatu tolak ukur tertentu biasanya diperngaruhi
oleh aktiivitas yang berbeda-beda yang dilakuka oleh berbagai unit pada bernagai tingkat
organisasi
13. Merumuskan sasaran
Tiap-tiap tolak ukur yang digunakan harus memiliki sasaran. Suatu perusahaan
membutuhkan sasaran jangka pendek dan panjang sehingga ia akan memeriksa bagianya
secara kontini dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan pada waktunya.
14. Mengembangkan rencana kegiatan
Untuk melengkapi Scorecard, kita harus mendpesifiaksi langkah-langkah yang diambil
untuk mencapai sasaran dan visi yang telah diterapkan. Rencana ini harus mencakup
orang-orang yang bertanggung jawab dan seetuju untuk laporan sementara dan terakhir.
15. Implemtasi Scorecard
Untuk memelihara konsistensi pada Scorecard, diperlukan basis yang kontiniu agar
fungsinya sebagai alat manajemen yang dinamis dapat berjalan. Rencana impelementasi
harus mencakup aturan dan cara yang disarankan untuk menyakinkan bahwa “balanced
scorekeeping” menjadi bagian sehari-hari di perusahaan.

Banyak organisasi swasta, pemerintah dan nirlaba yang telah menggunakan balance scorecard.
Balance scorecard semakin banyak diadopsi di Eropa, Australia, dan Asia, baik organisasi besar,
menengah dan kecil. Industri pengguna balanced scorecard sendiri terdiri dari berbagai macam
perusahaan, sperti bank,konstruksi, jasa konsultansi, IT, perminyakan, farmasi, penerbangan,
asuransi, manufacturing, perusahaan dagang, dan distribusi. Di Indonesia sedah banyak contoh
perusahaan besar aik nasional maupun multinasional conpany yang suksus manaikan profit
perusahaannya dan mampu bersaing di pasar secara berkelanjutan setelah menerapkan BSC.
Beberapa diantaranya adalah produsen produk FMCG Ubilever, perusahaan farmasi SOHO
Group yang pernah meraig Balance Score Card Hall of Fame Award tahun 2007 yang
merupakan ajang pemghargaan bagi perusahaan di dunia yang mencapai kinerja luar biasa
melalui penerapan Balance Scorecard, PT Garuda Indonesia pada industri penerbangan,
kementrian Keuangan pada pemerintahan, dan lain sebagainya.

Sumber:

Saefuddin, Asep. Dkk. Balance Scorecard. 2017. PT Penerbit IPB Press. Bandung

Anda mungkin juga menyukai