Anda di halaman 1dari 55

KHARISMA KIAI DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY

5.0 DI PONDOK PESANTREN BAHRUL’ ULUM SIRANDU


MULYOHARJO PEMALANG JAWA TENGAH

PROPOSAL

Proposal yang ditulis untuk memenuhi sebagaian persyaratan pengajuan Skripsi

TIARA SAFIRA EMANI


NIM : 3190005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG
2023

1
2
KHARISMA KIAI DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY
5.0 DI PONDOK PESANTREN BAHRUL’ ULUM SIRANDU
MULYOHARJO PEMALANG JAWA TENGAH

PROPOSAL

Proposal yang ditulis untuk memenuhi sebagaian persyaratan pengajuan Skripsi

TIARA SAFIRA EMANI


NIM : 3190005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang sudah
memberikan seluruh rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menuntaskan
proposal skripsi ini. Shalawat serta salam mudah-mudahan tercurahkan kepada
nabi kita Nabi agung Muhammad SAW beserta keluarganya serta para
sahabatnya, yang mana dia sudah membawa kita dari lembah kebodohan
kelembah penuh dengan ilmu pengetahuan. Laporan penelitian proposal skripsi ini
disusun selaku salah satu ketentuan untuk mengerjakan skripsi pada program
Strata-1 di Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah
Tinggi Ilmu Tarbiyah Pemalang. Skripsi yang berjudul “ Kharisma Kiai Dalam
Pembelajaran Era Society 5.0 Di Pondok Pesantren Bahrul’ ulum Sirandu
Mulyoharjo Pemalang”.
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini bisa terlaksana
dengan baik berkat dorongan dari banyak pihak. Guna itu, dikesempatan ini maka
peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Hj. Amiroh, M.Ag sebagai ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Pemalang terimakasih atas seluruh dukungannya.
2. Ibu Nisrokha, S.Pd. I., M.Pd sebagai Ketua Program Studi S1 Pendidikan
Agama Islam terima kasih atas seluruh dorongan dalam bidang akademik.
3. Bapak Dr. Khaerudin, S.Pd.I., M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing I serta
Bapak Ridwan, S.Th.I., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing II yang sudah
membagikan tutorial serta arahan sepanjang proses penyusunan proposal
skripsi.
4. Orang Tua tercinta yang sudah banyak memotivasi serta jadi penyemangat,
pengorbanan dan do’a yang tulus tiada hentinya tiap dikala dan keluarga besar
yang senantiasa mendukungan serta memotivasi dalam penataan proposal
skripsi.
5. Orang-orang tersayang, Kristia Monika, Siti Ma’rifah dan Muhammad Adi
Saputra yang selalu memberi semangat serta kegembiraan.
6. Sahabat-sahabati PMII Ki Patih Sampun, Terimakasih telah menyediakan
wadah pergerakan untuk peneliti.

ii
7. Teman satu jiwa dan satu angkatan STIT Pemalang yang sudah menemani
serta memberi dukungan setiap saat dan semua pihak yang sudah terlibat
dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

Penulis memahami bahwa proposal skripsi ini tidak lupa dari bermacam
kekurangan. Penulis mengharapkan anjuran serta kritik dan masukan demi
kesempurnaan serta perbaikannya sehingga kesimpulannya laporan proposal
skripsi bisa menunjukkan khasiat untuk bidang pembelajaran dan bisa dibesarkan
lebih lanjut lagi.

Pemalang, 22 Desember 2022

Tiara Safira Emani

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Fokus Penelitian..................................................................................5
C. Rumusan Masalah...............................................................................5
D. Tujuan Masalah..................................................................................6
E. Manfaat Penelitian..............................................................................6
1. Manfaat Teoritis...........................................................................6
2. Manfaat Praktis............................................................................7
BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA....................................8
A. Deskripsi Konseptual Fokus Penelitian..............................................8
1. Konsep Kharisma..............................................................................8
2. Konsep Kiai.....................................................................................12
3. Konsep Pembelajaran era society 5.0...........................................20
4. Konsep Pondok Pesantren.............................................................29
B. Hasil Penelitian Yang Relevan.........................................................35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................38
A. Jenis Penelitian.................................................................................38
B. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................38
C. Data dan Sumber data.......................................................................39
D. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data.........................................39
E. Prosedur Analisi Data.......................................................................41
F. Pemeriksaan Keabsahan Data...........................................................42
1. Kredibilitas......................................................................................43
2. Transferabilitas................................................................................45
3. Dependability..................................................................................45
4. Confirmability.................................................................................46

iv
G. Sistematika Penulisan.......................................................................46
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pondok pesantren merupakan tempat belajar agama Islam bagi siswa
(santri) di bawah bimbingan gurunya (Kiai). Sebagai lembaga pendidikan
Islam tertua di Indonesia, yakni ada sejak zaman Walisongo menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa, pondok pesantren telah menunjukkan
kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut
mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Keberhasilan para santri lulusan pondok
pesantren tentu sangat dipengaruhi oleh peran kiai yang menjadi pengasuh
dan pemilik pesantren di pondok pesantren tersebut.
Di sebuah pondok pesantren, kiai merupakan sosok pemimpin yang paling
tinggi secara jenjang jabatan. Maka dari itu kiai memiliki fungsi peran dan
tanggung jawab yang sangat penting serta berpengaruh dalam
penyelenggaraan proses belajar di pondok pesantren dan pencapaian para
santri nya.2
Secara umum kiai memiliki peran dan kemampuan yang sama sebagai
pimpinan di sebuah lembaga pendidikan, namun sebenarnya kiai memiliki
kemampuan yang memiliki keunggulan dari segi pemahaman ke dalam agama
yang telah diperoleh dan dipegang secara bertahun-tahun. 3 Kiai dianggap
masyarakat sebagai orang yang terhormat dan terpandang pada sebuah
lingkungan dan dianggap memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh
orang-orang awam pada umumnya. Kiai pun memiliki hak bahwa apa yang
beliau katakan tidak boleh dibantah. Biasanya seorang Kiai disuatu daerah
memiliki jumlah pengikut yang banyak dengan kemampuannya sebagai
karunia dari Allah SWT.4
1
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan
Perkembangannya (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 3.
2
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi.
(Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 31
3
ibid
4
Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), hlm. 13.

1
2

Sedangkan itu para santri yang menimba ilmu agama di pondok pesantren
mempunyai kewajiban buat patuh pada Kiai. Kiai dipercaya ialah orang yang
telah menggapai makrifat sehingga apabila dekat dengan Kiai, bisa pula
memperoleh keberkahan, kemuliaan serta karomah dari Allah SWT. 5
Pondok pesantren yang berada di Indonesia dianggap kurang kompeten
dalam menjalankan pendidikan yang seharusnya dapat membangun bangsa
Indonesia lebih kuat dan modern karena pelajaran dan ajaran yang dibawanya
dirasa kurang mengikuti perkembangan zaman pada saat ini. Sehingga pada
saat itu pemerintahan Belanda membuat sekolah-sekolah formal berbasis
pendidikan umum. Sejak saat itu muncul sebuah persaingan antara
pembelajaran resmi serta pembelajaran pesantren yang disebut dengan
lembaga pendidikan colonial karena berbasis ilmu pengetahuan umum,
sementara pondok pesantren lebih mengutamakan pendidikan agama.6
Sebagaimana Al-Qur’an juga sudah menerangkan dalam firman Allah Q.S.
An-Nahl ayat 125:
َ‫نُ اَ َّن َربَّك‬M‫الَّتِى ِه َي اَحْ َس‬MMِ‫م ب‬Mُْ‫ا ِد ْله‬MM‫نَ ِة َو َج‬M‫ ِة ْال َح َس‬Mَ‫ع اِلَى َسبِ ْي ِل َربِّكَ بِ ْل ِح ْك َم ْه َو ْال َموْ ِعظ‬ُ ‫ُا ْد‬
»۱۲۵  : ‫ض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ِه َوهُ َواَ ْعلَ ُم بِ ْل ُمهتَ ِد ْينَ «النحل‬ َ ‫هُ َو اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
“Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan ajaran yang
baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk”.7

Berdasarkan peneliti yang di lakukan oleh Pristian Hadi dengan judul


“Tantangan Pendidikan islam dalam Menghadapi Era Society 5.0.”
menjelaskan bahwa: era revolusi membawa masyarakat dalam melakukan
inovasi-inovasi sebagai langkah dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan
masyarakat pada saat ini. Setiap zaman pasti terjadi revolusi, sebagaimana saat
ini telah dilaluinya masa revolusi industri kemudian kini beralih pada masa
5
Shohibul Wafa Tajularifin, Tanbih Tawasul Manaqib Bahasa Indonesia (Tasikmalaya:
Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren suryalaya), hlm. 7.
6
Dimas Setiyo Wicaksono,” Peranan pondok pesantren dalam menghadapi generasi alpa
dan tantangan dunia pendidikan era society 5.0”,(skripsi, Bengkulu: institut agama islam negeri
iain bengkulu), hlm.5.
7
Departemen Agama RI,Al- Quran dan Terjemahannya, Bandung: JABAL, 2010, hlm. 281.
3

digitalisasi yang ditandai dengan adanya percepatan dan perubahan pada


teknologi dan informasi yang sangat berdampak pada seluruh aktivitas
kehidupan masyarakat modern. Maka dari itu masyarakat saat ini dituntut
untuk dapat berfikir kritis dan solutif.8
Peran penting pondok pesantren dalam mengemban amanah dalam UU
Sisdiknas mendapat tantangan berat dengan hadirnya revolusi industri 4.0
yang belum secara tuntas diadaptasi secara maksimal oleh pesantren namun
sudah dihadapkan harus beradaptasi dengan era society 5.0. Sebagaimana
diketahui kehadiran era industri 4.0 maupun era society 5.0 tidak seluruhnya
disambut gegap gempita oleh masyarakat namun disambut pula dengan
kekhawatiran. Munculnya kekhawatiran bersumber dari perilaku masyarakat
dalam memanfatkan kemajuan teknologi secara tidak produktif dan lebih
cenderung negatif serta bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang diyakini
masyarakat selama ini. Dari persoalan tersebut melahirkan fenomena booming
santri di lembaga pendidikan pondok pesantren, dimana masyarakat
berbondong-bondong memilih pendidikan bagi anak-anaknya di pondok
pesantren dengan menggantungkan harapan agar anak-anak mereka terhindar
dari pergaulan penggunaan kemajuan teknologi terutama ICT yang menggerus
perilaku/ahlak mulia mereka. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah besar
bagi pesantren, karena dihadapkan pada tugas menjaga tumbuhnya perilaku
mulia pada anak tetapi juga tidak menutup diri terhadap kemajuan teknologi.9
Berkaitanya dengan era society 5.0 Pondok pesantren bahrul ulum sudah
memberikan kontribusi dengan pembentukan masyrakat lingkungan sekitar
yang religius dengan pengajian yang diadakan oleh pondok pesantren dengan
menggunakan teknologi HP maupun laptop agar semua masyarakat dapat
mengikuti dengan cara live di media youtube dan instagram, Pemanfaatan ICT
dalam pembelajaran di pesantren pada masa covid -19 memang dilakukan
namun masih pada taraf teknologi ICT yang sederhana seperti penggunaan

8
Pristian Hadi Putra.Tantangan Pendidikan Islam dalam Menghadapi Society 5.0, Jurnal
Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. 19, No. 02, 2019, hlm. 99 – 110.
9
Ahmad Nurul Huda& Fauzi. dialektika pendidikan pesantren di tengah era society 5.0,
Jurnal Kewarganegaraan, Vol. 6, No. 1 Juni 2019, hlm 1062.
4

aplikasi whats’app untuk pembelajaraan jarak jauh, perekaman video


menggunakan HP.10
Proses pembelajaran dengan menggunakan media tersebut juga terbilang
memudahkan para tenaga pengajar, tetapi di sisi lainjuga, keterbatasan
jaringan masih menjadi kendala dalam proses pembelajaran. Selain itu juga
kekhwatiran tenaga pengajar kepada para santri mereka diantaranya
dikarenakan terbukanya akses informasi seperti sekarang. Adapun yang
dirasakan media ini membuat para santri lemah dalam keimanan, Membatasi
atau mengurangi keta’zdhiman terhadap guru, Membuat para santri mudah
terjebak dengan mode yang tidak senonoh dan Malas menulis, Belum
didukung dengan Fasilitas pendukung yang lainnya, semisal LCD dll.11
Pemanfaatan media melalui internet harus dilakukan dengan cara yang harus
terencana dan tersistematis sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kehadiran
media sangat membantu santri untuk memahami suatu konsep tertentu yang
sulit untuk dijelaskan dengan bahasa verbal. Oleh karenanya pemanfaatan
media akan tergantung pada kedudukan atau kemampuan Kiai maupun santri
memahami cara kerja media tersebut.12
Menurut Anderson, kedudukan kiai tidak hanya bertugas memberi
bimbingan rohani (mursyid) saja, tetapi juga diharapkan mampu melakukan
pekerjaan-pekerjaan magis karena dianggap memiliki kesakten (karomah).13
Dari karomah-karomah yang dimiliki kiai itulah biasanya santri tidak berani
untuk menentang karena takut kualat dan mereka berusaha untuk menjadi
santri yang disayangi agar mendapat berkah dari kiai.
Di kabupaten Pemalang memiliki 198 pondok pesantren menurut data
emis yang masuk di Kantor Kementrian Agama Kabupaten Pemalang , salah

10
Hasil wawancara dengan siti nur aliyah selaku pengurus ndalem santri putri Pondok
Pesantren Bahrul ulum Pemalang pada Jum’at 20 Januari 2023.
11
Elfridawati Mai Dhuhani,La Rajab, Media Pembelajaran Pondok Pesantren di era 4.0
(Ambon: LP2M IAIN, 2020), hlm.92.
12
Ibid
13
Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan di Kerajaan Surgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai Dari
Mitos Wali Hingga Broker Budaya (Yogyakarta: Kreasi wacana, 2003), hal. 153.
5

satunya yaitu Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Sirandu Mulyoharjo


Pemalang.14
Di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang adalah
Salah satu lembaga pendidikan yang memiliki santri setingkat pelajar
SMP/MTs dan SMA/MA. Pada umumnya santri belajar pengetahuan dan
pemahaman secara mendalam ilmu agama Islam. Namun di Pesantren Bahrul
‘Ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang santri juga mendapatkan pelajar ilmu
pengetahuan umum dan ilmu science lainnya yang diperlukan oleh santri, hal
ini merupakan kebijakan oleh pimpinan pondok pesantren. Kiai Ulul Albab
sebagai pimpinan di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum Sirandu Mulyoharjo
Pemalang memiliki peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan,
kebijakan serta mendesain acara pendidikan serta kurikulum yangg digunakan
di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum.15
Aktivitas pendidikan Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum Sirandu Mulyoharjo
Pemalang terdapat aneka macam contoh pendidikan, mulai dari pengajian
kitab kuning salafi menggunakan sistem bandongan, sorogan, Pembacaan
Alquran, dan pengajian kilatan pada malam hari, pendidikan madrasah diniyah
ibtidaiyah dan madrasah diniyah tsanawiyah yang dimulai di sore hari jam
16.00 WIB, majlis ta'lim serta tahfidul Qur'an. Pondok Pesantren Bahrul
'Ulum juga mengadakan kegiatan ekstrakulikuler bagi para santri, diantaranya
merupakan: seni tilawah/qiro'ah, hadroh terkini seperti musik gambus,
marawis, qasidah serta rebana, khithobah, retorika da'wah, kaligrafi, kursus
bahasa arab dan lain-lain. Selain itu, diadakan pula kegiatan rutin setiap akhir
tahun ajaran (akhirus sannah) mirip imtihan, khotmil Qur'an bin nadlor,
khotmil juz'amma bil ghoib yang akan melibatkan rakyat luas pada kurang
lebih pondok pesantren.16

14
Hasil wawancara dengan Bapak Chanifuddin selaku Kepala seksi Pendidikan Diniyah dan
Pondok Pesantren pada Senin 27 Maret 2023.
15
Hasil wawancara dengan Sabilatul Ashfiya selaku pengurus santri qur’ani Pondok Pesantren
Bahrul ulum Pemalang pada Jum’at 20 Januari 2023.
16
Hasil wawancara dengan Rifki Ikhfaludin selaku pengurus santri putra Pondok Pesantren
Bahrul ulum Pemalang pada Jum’at 20 Januari 2023
6

Kiai ulul albab sebagai pemimpin Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum


memiliki dominansi yang tinggi. sehingga, sifat kharismatik yang dimiliki
kiai ulul albab semestinya memiliki fungsi mayoritas berkaitan menggunakan
perkembangan proses pembelajaran pada Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka peneliti memiliki intensi untuk
mengadakan penelitian dengan judul skripsi “Kharisma Kiai dalam
Pembelajaran pada Era Society 5.0 di Pondok Pesantren Bahrul’Ulum Sirandu
Mulyoharjo Pemalang.”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan Latar Belakang yang di temukan di atas, Selanjutnya
diindentifikasi masalah permasalahan sebagai beriut:
1. Minimnya media yang di gunakan oleh kiai dalam menerapkan
Pembelajaran era society 5.0.
2. Menganggap kurangnya memanfaatkan kemajuan taknologi secara tidak
produktif dan lebih cenderung negatif.
C. Rumusan Masalah
Dari fokus masalah diatas, maka peneliti akan merumuskan masalah yang
akan dikaji, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana sosok kharisma Kiai Ulul Albab dalam Pembelajaran era
society 5.0 di Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum Sirandu Mulyoharjo
Pemalang ?
2. Bagaimana aktivitas Pembelajaran era society 5.0 di Pondok Pesantren
Bahrul 'Ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang ?
D. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah tadi maka dapat dirumuskan tujuan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sosok kharisma Kiai Ulul Albab dalam pembelajaran era
society 5.0 di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Sirandu Mulyoharjo
Pemalang.
2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran era society 5.0 di Pondok
Pesantren Bahrul’Ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang.
7

E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberi kontribusi didalam dunia pendidikan mengenai Sosok kharisma kiai
dan fungsinya dalam pembelajaran era society 5.0 di Pondok Pesantren.
Manfaat penelitian ini terdapat dua bagian yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis bisa memberikan kontribusi dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam khazanah pendidikan, sekaligus
dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan teori
kepemimpinan kharismatik yang telah ada, khususnya tentang upaya sosok
kharisma kiai dalam meningkatkan pembelajaram era society 5.0 di
Pondok Pesantren.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga Pendidikan
1) Sebagai bahan pertimbangan dan wacana ke depan bagi kemajuan
dan keeksisan lembaga khususnya untuk menciptakan kampus
yang islami secara penuh.
2) Dapat dijadikan masukan yang membangun untuk meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan dalam bidang pendidikan Islam.
b. Bagi tenaga pendidik
Hasil penelitian ini bagi pendidik bisa dipergunakan sebagai bahan
intropeksi diri menjadi individu yang mempunyai kewajiban mendidik
siswa buat menjadi insan yang berakhlak mulia.
c. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan terutama dibidang
keilmuan kepemimpinan kharismatik, yang bisa dipergunakan
menjadi bahan dalam kajian-kajian serupa.
8

d. Bagi Pembaca
1) Bisa menjadikan salah satu acuan dalam mempelajari gaya
kepimipinan kharisma kiai, paling utama yang berkaitan dengan
pendidikan di pondok pesantren, Dan selaku rujukan dalam
menanggulangi problem pendidikan ialah dengan memakai
kharisma kiai yang sangat berfungsi berarti dalam pembelajaran.
2) Lebih mudah dalam mengambil pelajaran untuk selanjutnya
diterapkan dikehidupan sehari-hari.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Konseptual Fokus Penelitian


1. Konsep Kharisma
Secara etimologi, kharisma berasal dari istilah Yunani yang artinya
divinely inspired gift (karunia yang diinspirasi yang kuasa), seperti
kemampuan untuk melakukan mukjizat atau memprediksi peristiwa-
peristiwa pada masa mendatang.17
Pengertian kharisma dalam Kamus besar Bahasa Indonesia ialah
keadaan atau talenta yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar
biasa dalam hal kepemimpinan seseorang buat membangkitkan pemujaan
dan rasa kagum dari rakyat terhadap dirinya atau atribut kepemimpinan
yang berdasarkan atas kualitas kepribadian individu.18 Dengan demikian,
kharisma merupakan atribut yang melekat di diri seorang. Kharisma dapat
bersumber dari keturunan atau asal karakteristik fisik, kepribadian mulia,
dan kelebihan khusus dalam pengetahuan keagamaan maupun
pengetahuan umum yang dimiliki seorang.
Istilah kharisma ditunjukan terhadap kualitas eksklusif manusia yang
tidak sama dengan eksklusif manusia di umumnya. Seseorang yang
dianggap memiliki suatu kekuatan atau keistimewaan serta keberadaannya
mampu sebagai seseorang pemimpin yang dipandang bisa membentuk
citra diri menggunakan setiap kemampuan yang dimiliki tanpa bantuan
berasal pihak lain. Seringkali seorang disebut memiliki kharisma sebab
ada yang mempercayainya memiliki kekuatan serta kemampuan yang luar
biasa berkesan di hadapan rakyat.
Otoritas kharisma didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki
pemimpin sebagai seorang person. Istilah kharisma dipergunakan dalam
pengertian yang luas buat mengarah pada daya tarik langsung yang ada di
seseorang pemimpin. Pada analisa Weber, hal ini mencakup karakteristik
17
Athok Murtadlo. kharisma pendakwah sebagai komunikator charisma of the preacher as a
communicator, Jurnal Spektrum Komunikasi, Vol.7 No. 1, Juni 2019, hlm. 7
18
Hoetomo M.A, Kamus lengkap Bahasa Indonesia ( Surabaya: Mitra Belajar,2005) hlm.224.

8
9

langsung yang memberikan wangsit bagi mereka yang bakal menjadi


pengikutnya. Mutu seperti itu menarik para pengikut yang setia di
pemimpin kharismatik secara eksklusif dan yang mempunyai komitmen
terhadap keteraturan normatif atau moral yang digambarkannya.19
Kepemimpinan yang kharismatik diartikan menjadi kemampuan untuk
menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau
kelebihan pada sifat atau aspek kepribadian yang dimiliki pemimpin,
sebagai akibatnya menimbulkan rasa menghormati, segan dan kepatuhan.
Kepemimpinan kharismatik didasarkan pada kualitas sangat luar biasa
yang dimiliki oleh seseorang sebagai pribadi. Pengertian ini sangat
teologis, karena untuk mengidentifikasi daya tarik eksklusif yang melekat
diri seorang harus menggunakan asumsi bahwa kemampuan dan kualitas
kepribadian yang dimiliki merupakan hadiah Tuhan. Penampilan
seseorang bisa dianggap kharismatik dapat juga diketahui dari ciri-ciri
fisiknya, misalnya matanya yang bercahaya, suaranya yang kuat, dan
dagunya yang menonjol atau tanda-tanda lain. Ciri-ciri tersebut
menunjukkan bahwasanya seseorang memiliki jiwa sebagai pemimpin
kharismatik seperti kepemimpinan para nabi dan sahabatnya.20
Konsep kepemimpinan kharismatik berdasarkan Robert House
ditandai menggunakan adanya kebijaksanaan berasal pemimpin pada
menyampaikan pesan atau pandangan disertai visi/tujuan yang hendak
diraih, sampai dapat memengaruhi para pengikutnya buat sama-sama
melaksanakan apa yang sudah telah direncanakan. Para pemimpin
kharismatik memberikan contoh atau tauladan eksklusif, bertingkah laku
sesuai nilai-nilai atau tata cara yang disampaikan.
House, mengajukan sebuah teori untuk mengungkapkan
kepemimpinan kharismatik dalam hubungannya menggunakan sejumlah
teori, memaknai pemimpin kharismatik menjadi agen of change(agen
19
Yuyun khabibi, ”Kharisma mbah marijan sebagai juru kunci gunung merapi di Yogjakarta
”, (skripsi, Yogyakarta: Universitas Islam negeri sunan kalijaga), hlm.12
20
Ferri Wicaksono. Kiai Kharismatik dan Hegemoninya (Telaah Fenomena Habib Syech
bin Abdul Qadir Assegaf). jurnal pemerintahan dan politik global, Vol.3 No. 3, Agustus
2018, hlm. 123
10

perubahan). Maka dari itu, House membagi tiga karakter yang dimiliki
oleh pemimpin kharismatik yakni pertama keyakinan diri yang tinggi,
kedua dominasi, serta yang ketiga korelasi antara tingkah laku, moral
serta kepercayaan. Model pemimpin kharismatik menurut Robert House
antara lain seorang pemimpin yang kharismatik mempunyai sebuah visi
atau tujuan serta membuat Image langsung untuk menimbulkan persepsi
positif dari warga yang dipimpin sehingga dapat menimbulkan
kepercayaan serta ketaatan tanpa keraguan. Pemimpin kharismatik akan
sebagai contoh asal istiadat, nilai dan sikap yang ditunjukan demi tujuan
yang ingin dicapai.21
Dominasi kekuasaan kiai yang mutlak di Pesantren atau lembaga
pendidikan ini dipandang sebagai penindasan bila ditinjau dari perspektif
baru pendidikan yakni sebagai upaya pembebasan. Seperti dikatakan M.
Rusli Karim bahwa pendidikan Islam mempunyai arti pembebasan
manusia. Penguasaan kekuasaan Kiai secara sosiologis membentuk
korelasi superordinasi serta subordinasi, hierarki atas-bawah, penguasa
yang dikuasai bisa menyebabkan konflik serta paksaaan dan kekerasan,
tetapi korelasi-hubungan tadi tidak menyebabkan apa yang seharusnya
terjadi karena kekuasaan ideologis itu berhasil ditarik ke dalam pencerahan
mistifikasi kekuasaan tersebut.22
Johan, menjelaskan bahwa kekuasaan akan menjadi suatu kekerasan
apabila kondisi relasi sosial tidak seimbang. Dalam konteks pesantren,
kecenderungan akan hal ini merupakan implikasi dari posisi santri yang
lemah dan posisi kiai yang kuat. Kekuasaan yang memaksa dan menekan
dapat diartikan dengan kekerasan. Kekerasan dapat dilihat dengan bertitik
tolak pada prinsip bahwa manusia harus berkembang sesuai dengan
potensi pribadinya. Oleh sebab itu, setiap manusia atau individu
mempunyai hak untuk berkembang (personal growth) dan untuk

21
Fauzi Nurul Barkah. kepemimpinan kharismatik d’ai di era milenial: muzammil hasballah,
Jurnal Atsar Unisa, Vol. 2 No. 1, Desember 2022. hlm. 16
22
Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan Di Kerajaan surgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai dari
Mitos Wali hingga Broker Budaya ( Yogyakarta: Kreasi wacana, 2003), hlm. 122.
11

merealisasikan dirinya (self-realization). Keduanya merupakan hak yang


tidak bisa dicabut dan merupakan nilai- nilai yang dituju dari setiap gerak
hidup manusia. Apapun yang menghalangi pertumbuhan dan
perkembangan pribadi atau individu dapat dikatakan sebagai tindakan
kekerasan atas manusia.23
Dari pengertian di atas dapat ditarik pengertian bahwasanya Kharisma
adalah keadaan atau talenta yang dihubungkan menggunakan kemampuan
yang luar biasa dalam hal ini kepemimpinan seseorang agar
membangkitkan pemujaan serta rasa kagum dari rakyat terhadap dirinya
atau atribut kepemimpinan yang berdasarkan dari kualitas kepribadian
individu. Dengan demikian, kharisma artinya atribut yang melekat pada
diri seseorang. Otoritas kharisma didasarkan pada mutu luar biasa yang
dimiliki pemimpin sebagai seorang person. Sementara itu, kata kharisma
tidak jauh dengan Kepemimpinan yang kharismatik diartikan juga menjadi
kemampuan untuk menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan
keistimewaan atau kelebihan pada sifat atau aspek kepribadian yang
dimiliki pemimpin, sebagai akibatnya menimbulkan rasa menghormati,
segan dan kepatuhan.
2. Konsep Kiai
a. Definisi kiai
Kiai merupakan kata yang sudah cukup akrab didalam masyarakat
Indonesia. Kiai adalah sebutan untuk alim ulama Islam. Istilah ini
merujuk kepada figur tertentu yang mempunyai kapasitas serta
kapabilitas yang memadai dalam Ilmu-ilmu kepercayaan Islam.
Karena kemampuannya yang tidak diragukan lagi, pada struktur
masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa, figur kiai memperoleh
pengakuan akan posisi pentingnya pada rakyat. Kajian awal terhadap
posisi kiai dalam masyarakat Indonesia dilakukan oleh Zamakhsyari
Dhofer.

23
Ibid., hlm. 124
12

Menurut Zamakhsyari Dhofer, kiai adalah gelar yang diberikan


oleh masyarakat kepada seseorang ahli agama Islam yang memiliki
atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik
kepada para santrinya. Dhofer yang menelit di Pesantren Tebuireng
Jombang dalam rangka penulisan disertasi tersebut menemukan
banyak aspek yang belum pernah dilakukan oleh para peneliti
sebelumnya. Namun demikian, gelar kiai sebenarnya tidak hanya
melekat kepada ahli agama atau melekat terhadap pemangku pondok
pesantren. Penelitian yang dilakukan oleh Dhofer menemukan bahwa
kata kiai ternyata memiliki konotasi makna yang lebih luas lagi. 24
Pertama, kiai adalah sebutan untuk benda-benda pusaka atau barang
terhormat. Adapun yang termasuk pada kategori ini, misalnya Kiai
Pleret, yaitu gelar nama sebuah tombak dari Keraton Surakarta, atau
Kiai Garuda Kencana yang merupakan nama kereta emas di Keraton
Yogyakarta. dalam tradisi Jawa, ada banyak benda yang dilekatkan
dengan nama kiai.25
Kedua, gelar kiai ditujukan pada orang tua atau tokoh masyarakat.
Gelar ini melekat terkait menggunakan posisinya sebagai figur yang
terhormat pada mata rakyat. Jadi, gelar ini diberikan oleh warga
karena penghormatan yang diberikan kepada sang tokoh. Umumnya
gelar kiai disingkat sebagai Ki. Transfigurasi berasal gelar kiai menjadi
ki berasal tradisi kerajaan Jawa pada masa kemudian. Maka warga
Jawa cukup akrab menggunakan gelar semacam Ki Ageng, Ki
Temanggung, Ki Gede, Ki Buyut, dan sebagainya. Anugerah gelar Ki
bukan semata-mata penghormatan, namun mempunyai makna
pengakuan. Mereka yang mempunyai gelar Ki dievaluasi menjadi
seseorang ahli ilmu dan sebagai orang yang dinilai mempunyai "nilai
lebih" pada sebuah bidang eksklusif. Pemberian gelar tersebut pula

24
Achmad Fatoni, Kiai pesantren dan dialektika politik kekuasaan, Tulungagung: IAIN
TULUNGAGUNG PRESS, 2009. hlm. 12.
25
ibid
13

bukan sebab permintaan, tetapi muncul secara alami sesuai keikhlasan


pandangan masyarakat umumnya.
Ketiga, gelar kiai diberikan oleh rakyat kepada seorang ahli dalam
bidang ilmu-ilmu agama Islam. Selain itu, kiai juga harus mempunyai
pesantren, serta mengajarkan kitab kuning, Pembagian atau
kategorisasi kiai yang dilakukan Dhofier ternyata tidak mampu
sepenuhnya mewadahi luasnya pengertian kata kiai. pada
perkembangan sosial kini ini, gelar kiai ternyata tidak hanya dilekatkan
pada pemimpin pesantren, namun pula sering dianugerahkan kepada
figur ahli agama, ataupun ilmuwan Islam yg tidak memimpin atau
mempunyai pesantren. Dan figur kiai pun berbeda-beda level atau
tingkatan karismanya.26
Berdasarkan jurnal yang di kemukakan oleh peneliti tentang ”
reorientasi kepemimpinan kiai di pondok pesantren salafiyyah: studi
kepemimpinan di pondok pesantren asy-syafi’iyyah”. Bahwasanya
Kiai adalah orang yang memiliki pondok pesantren, dan menguasai
pengetahuan agama serta secara konsisten menjalankan ajaran-ajaran
agama, tetapi terdapat lagi sebutan kiai yang ditujukan pada mereka
yang mengerti kepercayaan, tanpa memiliki lembaga pondok pesantren
atau tidak menetap serta mengajar di pondok pesantren. Kiai artinya
Pendiri sebuah pesantren akan hayati berinteraksi menggunakan
masyarakat sekitar dan warga pun merasa memilikinya. Ketika
bebicara mengenai kiai maka tak akan lepas berasal pembahasan
perihal pesantren karena kiai ialah salah satu elemen dari pesantren
yang tak dapat dipisahkan. peran kiai selaku pemimpin pesantren
sangatlah menentukan peningkatan pendidikan pada pesantren tadi,
Begitu juga di Pondok Pesantren Asy Syafi’iyyah, kedudukan kiai di
pesantren bukan sekedar memberikan ilmunya kepada para santri,

26
Ibid., hlm. 13.
14

namun juga berperan menjadi tokoh non-formal yang ucapan-ucapan


dan perilakunya akan pada contoh oleh warga sekitarnya.27
Kiai atau Pengasuh Pondok Pesantren merupakan elemen yang
sangat esensial bagi suatu pesantren. Hampir di semua pesantren yang
berkembang di Jawa dan Madura sosok kyai begitu sangat
berpengaruh, kharismatik dan berwibawa, sehingga amat disegani oleh
masyarakat di lingkungan pesantren. Disamping itu, kiai pondok
pesantren biasanya juga sekaligus sebagai penggagas dan pendiri dari
pesantren yang bersangkutan. Oleh karenanya, sangat wajar jika dalam
pertumbuhannya, pesantren sangat bergantung pada peran seorang
kyai. Menurut asal usulnya, perkataan “kyai” dalam bahasa Jawa
dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu:
1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap sakti
dan keramat, misalnya Kyai Garuda Kencana dipakai untuk
sebutan Kereta Emas yang ada di Kraton Yogyakarta.
2) Sebagai gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3) Sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang yang
ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan
pesantren.28
Menurut Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya
An Nashaihud Diniyah mengemukakan sejumlah kriteria atau ciri-ciri
kiai di antaranya ialah:
1) Dia takut kepada Allah.
2) Bersikap zuhud pada dunia.
3) Merasa cukup (qana`ah) dengan rezeki yang sedikit dan
menyedekahkan harta yang berlebih dari kebutuhan dirinya.

27
Zaini Hafidh, Yayah Rahyasih, An an Aminah, M. Irvan Gunawan. reorientasi
kepemimpinan kiai di pondok pesantren salafiyyah: studi kepemimpinan di pondok pesantren asy-
syafi’iyyah, Jurnal Ar-Risalah: 2022, Vol. 20, No.1, hlm. 86-87.
28
Idrus L , Pesantren, kyai dan tarekat (Potret Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia),
ALDIN: Jurnal Dakwah dan sosial keagamaan, Vol. 06 No.02, 2022, hlm. 08
15

4) Kepada masyarakat kiai suka memberi nasehat, beramar ma`ruf


nahi munkar dan menyayangi mereka serta suka membimbing ke
arah kebaikan dan mengajak pada hidayah.
5) Kepada masyarakat kiai juga bersikap tawadhu`, berlapang dada
dan tidak tamak pada apa yang ada pada mereka serta tidak
mendahulukan orang kaya daripada yang miskin.
6) Kiai selalu bergegas melakukan ibadah, tidak kasar sikapnya,
hatinya tidak keras dan akhlaknya baik.29
b. Tugas kiai
Kiai merupakan suatu elemen paling esensial dari pondok
pesantren yang memiliki tuas atau peranan yang besar. Seorang kiai
dalam pesantren memiliki berbagai macam tugas, ada beberapa
pendapat tugas kiai menurut para ahli di antaranya yaitu:
Menurut Imam Suprayoga tugas kiai sebagai berikut:
1) Sebagai Pendidik.
2) Sebagai pemuka agama dan penguasa hukum islam.
3) Pelayanan sosial.
4) Sebagai pengasuh dan pembimbing.
5) Sebagai guru ngaji.30
Menurut Zamakhsyari Dhofer peran Kyai adalah sebagai berikut:
1) Sebagai guru ngaji
Kiai sebagai guru ngaji diuraikan dalam bentuk lebih khusus
dalam jabatan sebagai berikut: Mubaligh, Khotib shalat Jum‟at,
Penasehat, Guru Diniyah atau Pengasuh dan Qori‟ kitab salaf
dalam sistem sorogan bandongan. Zamaskhsyari Dhofer
mengemukakan tugas Kyai dalam sistem pengajaran ini secara
panjang lebar, pada intinya, sistem pengajaran Kyai dapat
digolongkan kedalam tiga sistem yaitu sorogan (individu),
bandongan, dan kelas musyawarah. Metode sorogan merupakan

29
Syeikh abdullah alwi al-haddad, Kitab An Nashaihud Diniyah, (Jakarta : Beiurut, 2016 ),
hlm.17
30
Imam Suprayoga, Kyai dan politik, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 4-5
16

metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran


kepada santri secara individual, biasanya di kegiatan tersebut
dilakukan di langgar (surau), masjid dan terkadang malah di
rumah-rumah penduduk setempat. Sistem bandongan dan kelas
musyawarah, metode watonan (bandongan) ialah suatu metode
pengajaran dengan cara guru membaca, menerjemah,
menerangkan, dan mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab
sedangkan kelompok santri mendengarkan.31 Hubungan Kiai dan
santri menjadi sebuah hubungan yang tidak terpisahkan karena
tidak ada Kiai tanpa santri, begitu pun sebaliknya seperti sebuah
hubungan paternalistik antara ayah dengan anaknya.32
2) Sebagai tabib
Tugas Kiai sebagai tabib ini diuraikan dalam bentuk sebagai
berikut diantaranya mengobati pasien dengan do‟a (rukyah),
mengobati dengan menggunakan alat non medis lainnya seperti
menggunakan air, akik, garam dan lain-lain, sampai mengusir roh
halus dengan perantara Allah SWT.
3) Sebagai rois atau imam
Maksud dari Imam disini yaitu imam sholat berjamaah, imam
ritual slametan, imam tahlilan, dan imam prosesi perawatan dan
penyampaian maksud dalam sebuah acara hajatan.
4) Sebagai pengasuh dan pembimbing
Bentuk pesantren yang beraneka ragam adalah bentuk pancaran
dari seorang Kiai. Kiai mempunyai julukan yang berbeda dari
setiap daerah atau tempat. Di Jawa disebut Kiai, di Sunda disebut
Ajengan, di Aceh disebut Tengku, di Sumatra disebut Syekh, di
Minangkabau disebut Buya, di Nusa Tenggara, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah disebut Guru.
31
Zamakhsyari Dhofer, Tradisi Pesantren: Studi pandangan hidup kyai dan visinya mengenai
masa depan indonesia, ( Jakarta: Pustaka LP3ES, 2011), hlm. 63
32
Camilla Yssam Madani,Kacung Marijan. Pengaruh kiai terhadap perilaku memilih alumni
santri pondok pesantren mbi amanatul ummah pacet angkatan 2017 pada pemilu presiden dan
wakil presiden tahun 2019, Jurnal Politik Indonesia Vol. 7 No. 1 September 2022 , hlm. 11.
17

Mereka juga bisa disebut ulama meskipun pada masa sekarang ini
sebutan ulama sudah mengalami pergeseran. Kiai juga berperan
sebagai pembimbing atau pembina akhlak bagi para santri. Ketika
santri sudah memiliki akhlak yang baik santri bisa mengaplikasikan
akhlak tidak hanya dalam lingkungan pondok pesantren tetapi juga
dalam lingkungan masyarakat, maka peran Kiai sebagai pembina
akhlak santri sudah berhasil dalam membina santri.
5) Sebagai motivator
Kiai mampu menumbuhkan semangat dan motivasi kepada
santri sehingga totalitas dalam menjalani aktivitas di pondok
pesantren. Dengan totalitas tersebut muncullah karakter yang kuat
terhadap diri santri untuk dapat merubah dirinya untuk menjadi
orang yang lebih baik.
6) Sebagai orang tua kedua
Kiai mempunyai peranan yang sangat strategis di pondok
pesantren. Beliau sebagai orang tua kedua bagi santri yang dapat
mengendalikan perilaku dan dari cara Kiai tersebut maka
terbentuklah karakter kejujuran, kesabaran dan keikhlasan terhadap
santri.33
Peran kiai dalam lembaga pendidikan di pesantren tidak hanya
sebagai pengasuh yang mendirikan lembaga pendidikan pondok
pesantren atau pemilik pesantren, namun kiai juga yang mengatur
proses belajar mengajar para santri, dan kiai juga sebagai penjaga serta
pembimbing moral ummat/masyarakat.
Menurut penjelasan KH. Abd Rasyid tentang tugas kiai bagaimana
beliau berusaha menanamkan ketaatan kepada santri, sebab betapa
mulianya kedudukan seseorang yang taat bagi allah SWT. Dengan
ketaatan, manusia sangat mudah memperoleh kepintaran dengan
sendirinya. Kemudian selain mengutamakan ajaran ketaatan kepada
para santrinya, kiai juga mengamalkan ajaran Ki Hajar Dewantara

33
Zamakhsyari Dhofer, op.cit.,hlm.64
18

yakni ing ngarso sung tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka,
Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti
tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sung Tulodo adalah menjadi seorang
pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang – orang
disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang
adalah kata suri tauladan. Sedangkan Ing Madyo Mbangun Karso, Ing
Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti membangkitan atau
menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat.
Jadi makna dari kata itu adalah seseorang ditengah kesibukannya harus
juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu
seseorang juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi
dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif
untuk keamanan dan kenyamanan.
Jadi secara tersirat kiai mengajarkan kepada santrinya supaya kelak
setelah lulus dari pondok pesantren diharapkan dapat memberi contoh
figur yang baik dan disamping menjadi suri tauladan atau panutan,
tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan
dorongan moral dari belakang agar orang-orang disekitarnya dapat
merasasituasi yang baik dan bersahabat.34
3. Konsep Pembelajaran era society 5.0
a. Definisi Pembelajaran
Sebagaimana orang-orang sepakat bahwa masalah pembelajaran itu
penting. Tetapi mereka mempunyai pandangan yang berbeda-beda
tentang penyebab-penyebab, proses-proses, dan akibat-akibat
pembelajaran.35 Definisi umum perihal pembelajaran berdasarkan
Schunk, bahwa pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan
lama pada sikap, atau pada kapasitas berperilaku menggunakan cara
eksklusif, yang dihasilkan berasal praktik-praktik atau bentuk-bentuk
34
Mia Kurniati, Miftahus Surur, Peran kepemimpinan kyai dalam mendidik dan membentuk
karakter santri yang siap mengabdi kepada masyarakat, AL Bayan: Jurnal alquran dan hadist,
Vol. 02 No.02, juni 2019, hlm. 199
35
Khaerudin, Evaluasi program pembelajaran pesantren. ( Yogyakarta: Trussmedia Grafika,
2022), hlm.78
19

pengalaman lainnya. Perubahan perilaku memakai cara eksklusif yang


bertahan lama berasal pengalaman yang didapatkan pada
pembelajaran.
Menurut Glock & Stark, terdapat lima dimensi keberagamaan
seseorang, yaitu: "(1) the belief dimension, (2) religious practice, (3)
the experience dimension, (4) the knowledge dimension, dan (5) the
consequences dimension". Dimensi kepercayaan (religious belief)
merupakan tingkatan sejauhmana seseorang menerima hal-hal yang
dogmatik dalam agamanya seperti mengamalkan rukun Islam. Dimensi
praktis (religious practice) merupakan tingkatan sejauhmana seseorang
mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Dimensi
pengalaman (the experience dimension) merupakan aspek pengalaman
dan penghayatan beragama, yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman-
pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan. Dimensi
pengetahuan (religious knowledge) merupakan tingkatan seberapa jauh
seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang
ada di dalam kitab suci dan yang lainnya. Dimensi konsekuensi (the
consequences dimension) merupakan aspek yang mengukur
sejauhmana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di
dalam kehidupan sosial seperti sikap jujur, tanggungjawab, peduli, dan
percaya diri.36
Menurut Romiszowski dalam Winataputra, Bahwasanya
Pembelajaran/instruction adalah sebagai proses pembelajaran yakni
proses belajar sesuai dengan rancangan. Unsur kesengajaan dari pihak
di luar individu yang melakukan proses belajar merupakan ciri utama
dari konsep instruction. Proses pengajaran ini berpusat pada tujuan
atau goal directed teaching process yang dalam banyak hal dapat
direncanakan sebelumnya (pre-planned). Karena sifat dari proses
tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan
perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar

36
Ibid
20

telah dirancang. Menurut Budimansyah, Pembelajaran adalah sebagai


perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku siswa yang relatif
permanen sebagai akibat pengalaman atau pelatihan. 37 Perubahan
kemampuan yang hanya berlangsung sekejab dan kemudian kembali
ke perilaku semula menunjukkan belum terjadi peristiwa
pembelajaran, walaupun mungkin terjadi pengajaran. Tugas seorang
guru adalah membuat agar proses pembelajaran pada siswa
berlangsung secara efektif. Selain fokus pada siswa pola fikir
pembelajaran perlu diubah dari sekedar memahami konsep dan prinsip
keilmuan, siswa juga harus memiliki kemampuan untuk berbuat
sesuatu dengan menggunakan konsep dan prinsip keilmuan yang telah
dikuasai. Seperti itu dinyatakan dalam sebuah pilar-pilar
pendidikan/pembelajaran dari UNESCO, selain terjadi “learning to
know” (pembelajaran untuk tahu), juga harus terjadi “learning to do”
(pembelajaran untuk berbuat) dan bahkan dituntut sampai pada
“learning to be” (pembelajaran untuk membangun jati diri yang
kokoh) dan “learning to live together” (pembelajaran untuk hidup
bersama secara harmonis).38
Kata atau istilah pembelajaran dan penggunaannya masih tergolong
baru, yang mulai populer semenjak lahirnya undang-undang sistem
pendidikan nasional no. 20 tahun 2003. Menurut undang-undang ini,
pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan
pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,
penugasan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Namun dalam implementasinya, sering kali kata pembelajaran ini
identikkan dengan kata mengajar.39

37
Sri Haryati, Belajar dan pembelajaran berbasis cooperative learning, (Magelang: Graha
Cendekia, 2017), hlm. 2
38
Ibid
39
Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
21

Dari penjelasan diatas dapat peneliti simpulkan bahwa


pembelajaran adalah proses belajar mengajar yang dilakukan oleh
pendidik dan peserta didik guna untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan, serta dimana peserta didik memperoleh ilmu dan
pengetahuan yang baru yang belum diketahuinya.
b. Definisi era society 5.0
Hampir setiap negara di muka bumi ini kini sudah memasuki era
society 5.0. Dimana seluruh sikap manusia lebih kompleks berasal
sebelumnya. Era peradaban 5.0 mampu diartikan menjadi masa
dimana semua aspek kehidupan telah berkembang sebagai serba
teknologi, menghasilkan segalanya menjadi lebih simpel serta
efisien. namun, terdapat kelemahan untuk ini. sebab orang selalu
ditekan untuk lebih kreatif di semua aspek kehidupan mereka.
Pemerintah juga mengusulkan sejumlah langkah untuk mengatasi
situasi ini, salah satunya adalah menaikkan sistem pendidikan
melalui inisiatif pendidikan karakter.
Haqqi & Wijayati menjelaskan bahwa society 5.0 atau
masyarakat era 5.0 lahir sebagai tanggapan atas revolusi industri
4.0 yang dinilai berpotensi mendegradasi peran manusia. Pendidikan
memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Selain sekolah, seperti pemerintah, organisasi
masyarakat, dan seluruh masyarakat, semuanya berperan dalam
mengantarkan era baru masyarakat 5.0.40
Situasi yang terjadi di era society 5.0 bisa ditinjau berasal
terjadinya perubahan fungsi sosial menuju fungsi teknologi
infomasi pada setiap aktivitas kehidupan di berbagai aspek,
termasuk pendidikan. Penggunaan media belajar serta pembelajaran
berbasis online menjadi salah satu ciri khas yang tampak.41

40
Syamsul Bahri, Konsep pembelajaran pai di era society 5.0, EDUPEDIA : Jurnal Studi
Pendidikan Dan Pedagogi Islam, Vol. 06, No.2, Januari 2022. hlm. 135-136
41
Iwan Hermawan, Kebijakan pengembangan guru di era society 5.0, JIEMAN: Journal of
Islamic Educational Management, Vol. 2, No. 2, desember 2020. hlm. 129
22

Mengutip dari laman resmi CAO Japan, masyarakat 5.0 atau


society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai
tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan beragam
inovasi yang lahir di era revolusi industri 4.0. Contohnya Internet on
Things, Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data
dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup.
Konsep ini merupakan penyempurnaan dari berbagai konsep yang ada
sebelumnya. Mulai dari Society 1.0 di mana manusia berada di era
berburu dan mengenal tulisan. Kemudian Society 2.0 yang merupakan
era pertanian, di mana masyarakat sudah mulai bercocok tanam.
Society 3.0 yang sudah memasuki era industri, yaitu ketika manusia
sudah memanfaatkan mesin untuk membantu aktivitas. Serta Society
4.0 atau revolusi industri 4.0, di mana manusia sudah mengenal
teknologi komputer hingga internet. Kini, Society 5.0 hadir dengan
mengusung konsep bahwa semua teknologi adalah bagian dari manusia
itu sendiri. Artinya, internet tidak hanya berguna untuk berbagi
informasi dan menganalisis data, melainkan juga untuk menjalani
kehidupan. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan antara peran
manusia (masyarakat) dan pemanfaatan teknologi.
Menurut artikel yang ditulis oleh Mayumi Fukuyama (general
manager and chiefinformation officer of the Technology Management
Center, Technology Strategy Office, Research & Development Group,
Hitachi, Ltd.) yang berjudul ”Society 5.0: Aiming for Human-Centered
Society”, goals yang ingin dicapai dari masyarakat 5.0 ini adalah untuk
menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan penyelesaian
masalah yang ada di masyarakat.42
c. Proses Pembelajaran era society 5.0
Proses pembelajaran merupakan implementasi dari rencana
pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.

42
Mayumi Fukuyama, Society 5.0: Aiming for Human-Centered Society.
https://www.qureta.com/post/masyarakat-baru-5-o, di akses tanggal 22 januari 2023, pukul 00.33
WIB
23

kegiatan pendahuluan mencakup penyiapan peserta didik oleh guru


secara psikis dan fisik untuk mengikuti pembelajaran, memberi
motivasi, mengajukan pertanyaan berkaitan pengetahuan sebelumnya
dengan materi yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan, dan
menyampaikan cakupan materi.43
Pembelajaran society 5.0 di bidang pendidikan, anak tidak
cukup hanya sebatas tahu atau diberikan sebuah teori saja. Hal
ini belum memadai buat mempersiapkan peserta didik
menghadapi society 5.0. tetapi yang dibangun ialah kemampuan
merekonstruksi cara berpikir yakni melahirkan siswa yang simpel
menyesuaikan diri. Beberapa cara berpikir tadi antara lain wajib
kritis, kontruktif, serta inovatif.
Konsep pembelajaran disekolah juga pondok pesantren dalam
menghadapi society 5.0 perlu dikembangkan dengan beberapa
komponen. Pertama kemampuan HOTS dalam proses pembelajaran.
HOTS (higher, order, thinking, skills) adalah kemampuan dalam
memecahkan dilema secara kompleks, berpikir kritis serta
kreativitas. Penerapan HOTS bisa dilakukan dengan mengenalkan
global nyata kepada siswa dengan permasalahan yang terdapat. seperti
problem lingkungan serta kesehatan dan pemanfaatanilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga peserta didik diharapkan bisa
menganalisis serta memecahkan duduk perkara tadi. Kedua,
pembaharuan orientas pembelajaran pembelajaran yang futuristic,
mengenalkan pembelajaran yang tidak hanya pada penguasaan
materi tetapi juga perlu menghubungkan terkait dengan
pemanfaatan untuk kemajuan masyarakat society 5.0. Ketiga,
dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Untuk
memberi ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep
pengetahuan dan kreativitas. Guru boleh memilih berbagai model
pembelajaran seperti discoverey learning, project based learning,

43
Khaerudin, op.cit., hlm.81
24

problem based learning, dan inquiry learning, dari berbagai


model tersebut mendorong perseta didik untuk membangun
kreativitas serta berpikir kritis. Keempat, pengembangan kompetensi
guru. Kompetensi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
guru juga perlu ditingkatkan agar mampu beradaptasi dengan
industry 4.0 dan society 5.0. dengan dibekali wawasan keilmuan,
attitude dan skill merupakan ciri dalam mempersiapkan society 5.0.44
Menurut Eko sudamarto dkk, ada beberapa model pebelajaran era
society 5.0. diantaranya:
1) Seamless learning
Seamless secara harfiah artinya suatu kontinuitas yang
berlangsung secara halus. Munculnya istilah Seamless Learning
pertama kali sebenarnya tidak ada kaitannya dengan penggunaan
teknologi dalam pembelajaran, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Kuh (1996) terkait Seamless Learning: The word "seamless"
suggests that what was once believed to be separate, distinct parts
(e.g., in-class and out-of-class, academic and non-academic;
curricular and co-curricular, or on-campus and off-campus
experiences) are now of one piece, bound together so as to appear
whole or continuous. In seamless learning environments, students
are encouraged to take advantage of learning resources that exist
both inside and outside of the classroom...students are asked to use
their life experiences to make meaning of materials introduced in
classes... (p. 136)
Kemudian pada tahun 2006, Chan et.al. mendefinisikan
Seamless Learning sebagai suatu kontinuitas dalam pembelajaran
dengan menerapkan beberapa skenario didukung dengan
menggunakan perangkat bergerak. Terdapat beberapa definisi dari
para ilmuwan mengenai Seamless Learning yang memang

44
Dea Ariani, Syahrani, Manajemen pesantren dalam persiapan pembelajaran 5.0, Cross-
border, Vol.5 No. 1 Januari, 2022, hlm. 619
25

beragam, namun secara umum dapat dikatakan bahwa konsep ini


mengacu pada transisi antara konteks dan skenario belajar yang
terjadi agar berlangsung mulus dan selancar mungkin.
Seamless learning mendukung para peserta didik untuk belajar
ketika mereka ingin belajar, meskipun berada pada berbagai
skenario dan mereka dapat bermigrasi/berpindah dari skenario
yang satu ke skenario yang lain dengan cepat dan mudah.45
Seamless Learning memberikan pengalaman belajar yang
berbeda bagi siswa melalui aktifitas belajar yang bervariasi.
Sehingga dapat menciptakan siklus yang berkesinambungan antara
pengalaman belajar siswa dengan ilmu pengetahuan yang sedang
dipelajari. Inilah yang memungkinkan peserta didik memiliki
keinginan untuk terus belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan
tanpa disadari mereka semakin terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.46 Maka dari itu, ruang untuk seamless learning
terdiri atas berbagai skenario dimana peserta didik dapat aktif,
produktif, kreatif dan bisa berkolaborasi melalui lintas lingkungan
belajar yang berbeda pada waktu kapanpun dan dimanapun peserta
didik itu berada.

2) Experiential Learning
Model pembelajaran Experiential Learning adalah suatu model
pembelajaran yang mengaktifkan proses pembelajaran untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman
secara langsung. Model ini akan bermakna bila siswa berperan
serta dalam melakukan kegiatan.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang model
pembelajaran? Experiential Learning di antaranya oleh Raga
45
Eko Sudarmanto, Siska Mayratih, Model Pembelajaran Era Society 5.0,
(Cirebon:INSANIA, 2021), hlm. 6
46
Adiyati Fathu Roshonah, Mobile Seamless Learning: Model Pengembangan Kemampuan
Literasi Membaca AUD dalam Merdeka Belajar. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, Vol.6 No.6 2022, Hlm. 6259
26

(2014) model pembelajaran Experiential Learning berpengaruh


terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Pengaruh-pengaruh
yang positif dari model ini dimungkinkan karena model ini mampu
menarik dan menantang seseorang untuk belajar sehingga
menumbuhkan motivasi yang nantinya akan berpengaruh terhadap
proses belajarnya.47
Pada tahap awal pemberian layanan metode experiential
learning yaitu concrete experience (feeling) terkait dengan
pengalaman kongkrit peserta didik dilakukan dengan menampilkan
materi secara literasi digital melalui ppt tentang minat dan bakat
siswa, dan video agar siswa mengalami dan dapat merasakan
secara langsung situasi secara personal.48
Penelitian lain yang mendukung bahwa pembelajaran
Experiential Learning berpengaruh terhadap kemampuan berpikir
kritis adalah penelitian Sari, yang menyatakan bahwa model
pembelajaran outdoor Experiential Learning dapat meningkatkan
keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis siswa. Ilasil
dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran Outdoor
Experiential Learning secara signifikan dapat lebih meningkatkan
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa
pada materi keanekaragaman biota laut daripada pembelajaran
berbasis praktikum. Melalui kegiatan pembelajaran yang berbasis
pengalaman, siswa melakukan pengamatan di lingkungan ternyata
dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan
kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan kegiatan
pembelajaran berbasis praktikum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa model
pembelajaran experiential learning merupakan model
pembelajaran yang memperhatikan dan menitikberatkan pada
47
Eko Sudarmanto, op.cit., hlm. 7.
48
Anik Hermawati Fuad, experiential learning sebagai teknik bimbingan klasikal untuk
meningkatkan pemahaman karier siswa. jurnal nusantara of research, Vol.9, No.3, 2022. hlm.258.
27

pengalaman yang akan dialami dan dipelajari oleh peserta didik.


Dengan terlibatnya langsung dalam proses belajar dan
menkontruksikan sendiri pengalaman-pengalaman yang didapat
sehingga menjadi suatu pengetahuan.
3) Flipped classroom
Flipped room atau flipped classroom merupakan model
pembelajaran yang masih minim dilakukan di Indonesia. Jika kita
mendengar flipped room secara arti bahasa memang akan
mengandung arti kelas yang dibalik. Tapi, bukan ruang kelas yang
dibalik melainkan prosesnya. Tentu akan sangat lucu kalau ada
yang menganggap bahwa pengajar harus membalik kelas untuk
kegiatan pembelajaran. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman,
definisi dari flipped classroom adalah proses pembelajaran di mana
pengajar memberikan materi kepada para pelajar untuk dipelajari
di rumah mereka dan membahasnya ketika sampai di rumah.
Flipped classroom adalah model pembelajaran yang
mengurangi proses belajar langsung, dimana murid mempelajari
materi pembelajaran secara mandiri dirumah. lebih dulu. Setelah
itu, barulah kegiatan belajar mengajar di kelas hanya mengerjakan
tugas dan mendiskusikan materi yang belum bisa dimengerti.49
Pada dasanya, konsep pembelajaran ini yaitu pembelajaran
formal di kelas dilaksanakan dirumah dan tugas rumah dari
pembelajaran formal dikerjakan di kelas. Sehingga model
pembelajaran flipped classroom disebut juga pembelajaran kelas
terbalik.
metode pembelajaran flipped classroom adalah metode
pengajaran yang relatif baru. Guru perlu memahami dasar konsep
tersebut sebelum mencoba strategi pendidikan seperti bagaimana
model akan berdampak pada kemampuan peserta didik untuk
berpikir kritis dan berkolaborasi dalam pembelajaran mereka.

49
Eko Sudarmanto, loc.cit.,hlm.7.
28

Metode pembelajaran ini dilakukan untuk meningkatkan interaksi


peserta didik dan guru di dalam kelas, untuk menciptakan lebih
banyak waktu untuk pembelajaran aktif, dan untuk lebih efisien
menggunakan waktu yang dihabiskan oleh peserta didik dan
guru.50
Model pembelajaran ini dikenalkan pada tahun 2000 dengan
tokoh yang pertama kali memperkenalkan metode belajar flipped
classroom adalah J. Wesley Baker. Metode belajar flipped
classroom juga diartikan sebagai pembelajaran yang
mengombinasikan pembelajaran dalam dan luar kelas guna
mengoptimalkan proses belajar dan mengajar yang dilakukan.
Kegiatan belajar yang biasa dilakukan dalam kelas dilakukan
dirumah dan begitu sebaliknya. Pada model pembelajaran terbalik
abad ke-21, guru sebagai fasilisator menyediakan materi yang akan
dipelajari dalam bentuk video untuk murid pelajari di rumah
sehingga saat di kelas murid sudah siap dengan materi
pembelajaran.51
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa flipped
classroom adalah membalik kelas dari yang dulunya di kelas
sekarang di balik di rumah. Siswa diberi bahan ajar dahulu untuk
dipelajari di rumah sebelum masuk kelas dan kegiatan di kelas
yaitu penguatan materi yang belum dipahami dan mengerjakan
latihan-latihan soal.52

4. Konsep Pondok Pesantren


a. Definisi Pondok Pesantren
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam. Secara
kebahasaan, kata pondok berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti
50
Ahmad Syajili, Agus Maman Abadi. efektivitas model pembelajaran flipped classroom
dalam meningkatkan kemampuan matematis peserta didik pada masa pandemi covid-19, Jurnal
Pendidikan Indonesia, Vol. 2 No. 10 Oktober 2021. hlm. 1648.
51

52
Eko Sudarmanto, op.cit.,hlm.7.
29

hotel atau asrama. Pondok dapat dimengerti sebagai asrama-asrama


atau tempat tinggal para santri. Adapun kata pesantren, secara
etimologi, berasal dari kata santri, kemudian mendapat awalan pe- dan
akhiran -an, yang berarti “tempat tinggal para santri.53 Menurut KBBI,
pesantren diartikan sebagai sebuah bangunan yang dikenal dengan
sebutan asrama sebagai tempat belajar mengaji.54 Secara definitif,
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam dalam
rangka menyebarkan, memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan
pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat
sehari-hari. Dengan kata lain, pondok pesantren dapat disimpulkan
sebagai sebuah tempat mengajar ajaran Islam bagi santri dengan
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup
bermasyarakat sehari-hari. Dalam penyelenggaraannya, lembaga
pendidikan pondok pesantren berbentuk asrama yang merupakan
komunitas tersendiri di bawah pimpinan kiai dan ulama dibantu
seorang atau beberapa orang ulama atau pembantu ustad yang hidup
bersama di tengah-tengah para santri dengan masjid atau surau sebagai
pusat kegiatan peribadatan keagamaan, gedung-gedung sekolah atau
ruang-ruang belajar sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, serta
pondok sebagai tempat tinggal para santri. Mukti Ali
mengidentifikasikan beberapa pola umum pendidikan Islam di
pesantren yakni sebagai berikut. (1) Adanya hubungan yang akrab
antara kiai dan santri; (2) tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang
santri terhadap kiai; (3) pola hidup sederhana; (4) kemandirian atau
independensi;(4) berkembangnya iklim dan tradisi tolong menolong
dan suasana persaudaraan; (5) disiplin ketat; (6) berani menderita

53
Neliwati, pondok pesantren modern sistem pendidikan, manajemendan kepemimpinan
dilengkapi konsep dan studi kasus. (Depok: Rajawali Pers, 2019), hlm.6.
54
Hoetomo.M.A,op.cit, hlm. 463.
30

untuk mencapai tujuan; dan (7) kehidupan dengan tingkat religiositas


yang tinggi.55
Pondok Pesantren artinya lembaga pendidikan Islam yang tertua
pada Indonesia. Sistem pendidikan yang lahir dan tumbuh melalui
kultur Indonesia yang bersifat indigenous, yang sudah mengadopsi
model pendidikan sebelumnya yaitu pendidikan Hindu serta Buddha
sebelum kedatangan Islam. Pondok pesantren menjadi lembaga
pendidikan Islam memiliki kekhasan, baik asal segi sistem maupun
unsur pendidikan. Perbedaan dari sistem, terlihat proses belajar
mengajar cenderung sederhana. Meskipun harus diakui ada juga
pesantren yang memadukan sistem modern pada praktik
pembelajarannya. menjadi lembaga pendidikan Islam yang lahir serta
tumbuh melalui kultur Indonesia, pesantren sudah banyak berubah asal
segi sistem atau unsur pendidikannya.
Pesantren yang dikenal menjadi pesantren tradisional mengajarkan
kurikulum kepercayaan secara eksklusif dan ialah tempat training
bagi para pemimpin kepercayaan. sebab tidak ada aturan terorganisasi
pada Islam Indonesia, para ulama (kiai) yang mempunyai,
menjalankan, dan mengajar pada sekolah-sekolah ini ialah para
pemimpin komunitas Islam tradisionalis pada Indonesia (Lukens-Bull,
2000). pada sistem pondok pesantren seorang kiai menjadi
penanggung jawab sekaligus menjadi pemimpin sekaligus menjadi
pemilik, pelaksana, serta guru.56
Pesantren menurut Darunnajah (2021) berasal dari kata santri
ditambah imbuhan awalan dan akhiran pe-andan arti dari santri sendiri
adalah murid. Pesantren adalah sebuah tempat yang berisi murid-
murid dengan kehidupan khas semisal ada santri, ada Kiaisebagai
pimpinan pesantren, ada guru, ada kobong atau asrama, ada materi, ada
kegiatan patrol atau piket dan sebagainya.Sementara, Herman (2013)

55
Nelita, loc.cit.
56
Khaerudin, loc.cit., hlm.81
31

menjelaskan pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan pertama dan


tertua di Indonesia. Pesantren mempunyai daya tarik tersendiri
karenasifat keislaman dan keindonesiaan berintegrasi di dalamnya.
Ada manhaj tertentu, ada kehidupan tertentu yang cenderung
egaliter, sederhana dan pembelajarannya mengedepankan etika dan
ilmu pengetahuan.57
Menurut pendapat penulis dalam buku Konsep Pendidikan islam
Pondok Pesantren Dan Upaya Pembenahanya untuk saat sekarang ini,
beberapa pondok pesantren salafiyah memang masih memegang tradisi
sistem pembelajaran nonklasikal, seperti sistem Sorongan, Namun
pada pondok pesantren modern, tradisi tersebut sudah mulai diganti
dengan sistem klasikal. Imam bawani menjelaskan, bahwa dalam
pmbelajaran tersebut dipelajari ilmu-ilmu agama yang berdasarkan
kitab-kitab yang ditulis dalam Bahasa Arab, kitab kuning atau
Bandongan. Hal tersebut merupakan salah satu ciri khas pendidikan
pondok pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga
pendidikan lain yang ada di Indonesia. Akan tetapi untuk saat ini pun,
pondok pesantren telah banyak menambah kurikulumnya, bukan hanya
sekedar mempelajari ilmu-ilmu agama yang berdasarkan kitab-kitab
kuning itu saja, tetapi juga ditambah dengan ilmu-ilmu umum dan
keterampilan-keterampilan lain seperti adanya pelajaran Bahasa
Inggris, matematika, fisika, biologi, dan lain sebagainya. Di pesantren
juga bimbingan dalam bakat para santri dengan mengajarkan berbagai
keterampilan kepada santri yang akan memperdalam bakatnya, seperti
keterampilan menjahit, peternakan, perkebunan, dan keterampilan-
keterampilan lainnya.
Kemudian Imam Bawani menjelaskan bahwa sistem pendidikan
dan pengajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren di antaranya
adalah, para santrinya (biasanya) menetap atau tinggal di asrama.
57
Andewi Suhartini, Muhamad Tisna Nugraha.Karakteristik Pondok Pondok Pesantren Al-
Ihsan Dalam Tinjauan Analisis Swot, Jurnal Pendidikan dan Kewirausahaan , Vol.10 No.1,
Desember 2021, hlm. 165
32

Menurut penulis, hal inilah yang merupakan ciri khas pendidikan


pondok pesantren. Sebab dengan menetapnya para santri tersebut di
asrama, berarti intensitas interaksi para pendidik dengan peserta
didiknya akan lebih banyak, sehingga para pendidik dapat beribadah,
bekerja dan belajar dengan para santrinya secara maksimal.
Sedangkan definisi pondok pesantren yang dikemukakan oleh
Ahmad Syafi’i Noer, menurut pendapat penulis identik dengan definisi
etimologi saja. Sebab Ahmad Syafi’I Noer hanya mengatakan bahwa
pondok pesantren adalah tempat belajar para santri yang memiliki
sinonim kata dengan pondok, funduq, hotel, asrama, rangkang, surau
dan langgar.
Dari penjelasan di atas penulis berpendapat, bahwa yang dimaksud
dengan pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan
pengajaran Islam yang ada di Indonesia, yang memberikan pendidikan
dan pengajaran kepada santrinya ilmu-ilmu agama yang berdasarkan
dari kitab-kitab kuning, dan ilmu-ilmu umum lainnya, dengan cara
klasikal atau non-klasikal, dimana para santri tersebut tinggal dan
menetap di asrama yang ada di komplek pondok pesantren tersebut.58
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian terdahalu yang peneliti temukan antara lain,
Penelitian yang dilakukan Ilham Saifudin pada tahun 2021 dengan
judul penelitan Kepemimpinan Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Ponpes Salafiyah Al-
Barokah), Hasil penelitian ini antara lain, Pertama konsep Kharisma
yaitu atribut yang melekat pada diri seseorang. Kharisma dapat
bersumber dari keturunan atau dari ciri fisik, kepribadian mulia, serta
kelebihan khusus dalam pengetahuan keagamaan maupun pengetahuan
umum yang dimiliki seseorang. Di samping itu Istilah kharisma
menunjuk kepada kualitas kepribadian, sehingga ia dibedakan dengan

58
Al Furqon, Konsep Pendidikan Islam Pondok Pesantren dan Upaya Pembenahanya
. (Padang: Unp Press, 2019 ), hlm. 38.
33

orang kebanyakan. Ia dianggap, bahkan diyakini, memiliki kekuatan


supranatural, manusia serba istimewa. Kehadiran seseorang yang
mempunyai tipe seperti itu dipandang sebagai seorang pemimpin, yang
meskipun tanpa ada bantuan orang lain pun, ia akan mampu mencari
dan menciptakan citra yang mendeskripsikan kekuatan dirinya. Kedua
Konsep tentang kedudukan kiai tidak hanya bertugas memberi
bimbingan rohani (mursyid) saja, tetapi juga diharapkan mampu
melakukan pekerjaan-pekerjaan magis karena dianggap memiliki
kesakten(karomah). Karomah Kiai itu mampu memancarkan aura
kepada orang-orang yang dekat dengan kiai. selain itu, seseorangn
kepemimpian kharisma kiai akan menyebabkan munculnya kepatuhan
santri.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Khusaini tahun 2017 dengan
judul penelitan Kepemimpinan Pondok Pesantren Raudlatul
Muta‟allimin Kampung Jaya Tinggi Kecamatan Kasui Kabupaten
Way Kanan. Menunjukan bahwa dari hasil penelitian yang
menggunakan penelitian lapangan (Field Research) dengan cara
mengangkat data yang ada dilapangan yakni data yang berkenaan
dengan kepemimpinan pengurus pondok pesantren Raudlatul
Muta‟allimin Kampung Jaya Tinggi Kecamatan Kasui Kabupaten
Way Kanan. Dengan penelitian yang menggunakan tekhnik interview,
observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini menghasilkan bahwa
pemimpin pondok pesantren Roudlatul Muta‟alimin menggunakan tipe
kepmimpinan demokratis dan kharismatik, serta faktor pendukung
yaitu pimpinan pondok pesantren Roudlatul Muta‟allimin, jenis
pendidikan yang di kembangkan dan dikelola, disiplin yang
diterapkan di pondok pesantren Roudlatul Muta‟alimin, sarana
kegiatan pondok pesantren, dan pembiyaan pondok pesantren yang
terhitung murah.
Penelitian yang dilakukan oleh Dimas Setiyo Wicaksono tahun
2021 dengan judul penelitan Peranan Pondok Pesantren Dalam
34

Menghadapi Generasi Alpa Dan Tantangan Dunia Pendidikan Era


Society 5.0, Hasil penelitian ini diharapkan pondok pesantren dapat
melakukan pembaharuan-pembaharuan sesuai dengan kebutuhan di era
saat ini, terutama dalam menghadapi kemajuan teknologi yang begitu
canggih yang berkembang begitu cepat, Dibutuhkan kemampuan
literasi dasar seperti literasi data yaitu kemampuan untuk membaca,
analisis, dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital.
Kemudian literasi Teknologi, memahami cara kerja mesin, aplikasi
teknologi selain itu beradaptasi dengan Society 5.0, dalam dunia
pendidikan diperlukan kecakapan hidup abad 21 atau lebih dikenal
dengan istilah 4C (Creativity, Critical Thingking, Communication,
Collaboration).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif jenis fenomenologi oleh
sebab itu data yang tersaji oleh penulis bukan berupa angka, melainkan
berupa istilah-kata. Penelitian kualitatif merupakan riset yang bersifat
deskriptif dan cenderung memakai analisis, proses penelitian dan
pemanfaatan landasan teori lebih ditonjolkan agar fokus penelitian sinkron
menggunakan fakta di lapangan, selain itu landasan teori juga berguna
untuk menyampaikan gambaran umum tentang latar belakang penelitian
serta menjadi bahan pembahasan hasil penelitian.59
Kirk dan miller mendifinisikan bhawa penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasanya maupun
dalam peristilahanya.60 Pada dasarnya penelitian kualitatif itu bertumpu
secara mendasar pada fenomenologi. Fenomenologi merupakan pandangan
berfikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman
subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia.61 Peneliti dalam
pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-
kaitanya terhadap orang –orang yang berada dalam situasi- situasi tertentu.
Dengan demikian penelitian ini berusaha untuk mecari jawaban
permasalahan yang diajukan secara sistematik, berdasarkan fakta-fakta
dalam populasi yaitu sosok kharisma kiai dalam pembelajaran era society
5.0 di Pondok Pesantren Bahrul ulum Sirandu Mulyoharajo Pemalang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dari penelitian ini adalah Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Sirandu Mulyoharjo Pemalang. Waktu penelitian yaitu dari bulan
Desember 2022 sampai bulan Maret 2023.
59
Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia,
2019), hlm.6.
60
Lexy j.moleong, Metodologi penelitian kualitatif (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 2007 ),
hlm.4.
61
Ibid.,hlm.15

49
50

WAKTU PENELITIAN
N KEGIATAN BULAN
O 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Menentukan Judul
2 Penulisan Proposal Bab I23
3 Bimbingan Proposal
4 Analisis Data
5 Seminar Proposal

Waktu tersebut digunakan antara lain untuk mencari dan


mengumpulkan data melalui Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah
Kiai Ulul albab sebagai pemimpin dan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul
'Ulum Pemalang, 5 pengurus pondok pesantren, 5 ustad/ustadzah, 10 santri
putri, 10 santri putra dan 1 katua devisi pondok pesantren kantor
kementrian agama Pemalang. Subjek penelitian tersebut dipilih karena
dipandang dapat memberikan data-data yang diperlukan bagi peneliti
untuk memahami sosok kharisma Kiai Ulul albab dalam Pembelajaran era
society 5.0 Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum Pemalang. Selain itu,
kemudahan akses untuk mengeksplorasi data-data yang dibutuhkan
peneliti, juga menjadi pertimbangan tersendiri.
C. Data dan Sumber data
Data dan sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Data
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu sumber
primer dan sumber sekunder.
1. Sumber primer yaitu data yang secara langsung (data pokok) yang
berkenaan dengan penelitian ini. Sumber data primer dalam penelitian ini
adalah pengasuh pondok, pengurus, dan santri.
2. Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen .62
Dalam hal ini berarti dokumen yang menjelaskan tentang Pembelajaran
62
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 104
51

era society 5.0 yang berupa buku, jurnal, skripsi, serta dokumen lain yang
relevan.
D. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam aneka macam setting, berbagai
sumber, dan banyak sekali cara. Jika ditinjau dari setting-nya, data bisa
dikumpulkan di setting alamiah (natural setting), pada laboratorium
menggunakan metode eksperimen, di tempat tinggal menggunakan aneka
macam responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Jika
dilihat asal sumber datanya, maka pengumpulan data bisa memakai
sumber primer, serta sumber sekunder. Sumber primer artinya sumber data
yang eksklusif memberikan data pada pengumpul data, serta sumber
sekunder artinya asal yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. 63 Selanjutnya bila
dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
pengumpulan data dapat di lakukan dengan observasi (pengamatan)
interview (wawancara), kuesioner (angket ), dokumentasi dan gabungan
keempatnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik
sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah salah satu teknik yang dapat digunakanuntuk
mengetahui atau menyelidiki tingkah laku nonverbal yaitu tidak dalam
bentuk percakapan melainkan tingkah laku.64 Metode ini digunakan
dengan cara mencatat dan mengamati secara langsung gejala-gejala yang
berkaitan dengan pokok masalah yang ditemukan di lapangan. Observasi
ini dilakukan untuk menguatkan dan mencari data pembelajaran era
63
Ibid
64
Ahmad Muri Yusuf. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan.
(Padang: Kencana 2013), hlm. 384
52

society 5.0 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Sirandu Mulyoharjo


pemalang.
b. Wawancara/Interview
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.65 Dalam melakukan wawancara, peneliti
mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan kepada santri, pengurus,
ustad di Pondok Bahrul Ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa
dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang
dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.66 Dalam konteks
penelitian ini penulis mengambil data dari hasil-hasil kegiatan yang ada di
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pemalang.
E. Prosedur Analisi Data
Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data,
dalam menganalisa data menggunakan analisis kualitatif deskriptif yaitu
bertujuan untuk menggambarkan status atau secara sistematis dan rasional.
Penulis menganalisis data ini guna cara mengetahui sosok kharisma kiai
dan aktivitas pembelajaran era society 5.0 kepada santri di Pondok
Pesantren bahrul ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang. Data penelitian
kualitatif yang terbagi dalam beberapa tahap yaitu:
1. Data reduction artinya merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema, pola, dan membuang

65
Lexy J Moelong, op.cit., hlm.186
66
Sugiyono, op.cit., hlm.80
53

yang tidak perlu. Tahap awal ini, peneliti akan berusaha mendapatkan data
sebanyak-banyaknya berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan
yaitu meliputi variabel Kharisma kiai dalam pembelajaran era society 5.0
di Pondok Pesantren bahrul ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang.
2. Data display adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif biasanya
berupa teks yang bersifat naratif, dan bisa dilengkapi dengan grafik,
matrik, network (jejaring kerja) dan chart. Pada tahap ini diharapkan
peneliti telah mampu menyajikan data berkaitan dengan pembelajaran era
society 5.0 di pondok pesantren bahrul ulum Pemalang.
3. Conclusion drawing maksudnya penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Pada tahap ini diharapkan mampu menjawab rumusan masalah bahkan
dapat menemukan temuan baru yang belum pernah ada, dapat juga
merupakan penggambaran yang lebih jelas tentang objek, dapat berupa
hubungan kausal, hipotesis atau teori. Pada tahap ini, penelitian diharapkan
dapat menjawab rumusan penelitian dengan lebih jelas berkaitan dengan
Kharisma kiai dalam pembelajaran era society 5.0 di Pondok Pesantren
Bahrul Ulum Sirandu Mulyoharjo Pemalang.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif diperoleh dari
berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang
bermacam-macam yaitu wawancara, observasi, dokumentasi yang
dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. 67 Sedangkan
metode berfikir yang penulis gunakan dalam menganalisis data adalah
metode berfikir induktif, yaitu dari faktor khusus dan peristiwa konkrit
kemudian ditarik sifat umum untuk kesimpulan. 68 Dalam analisis datanya
peneliti mencari, memproses dan menyusun serta sistematis data yang
telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan
membuat kesimpulan dari Kharisma kiai dalam pembelajaran era society
5.0 di Pondok Bahrul Ulum Pemalang sehingga mudah untuk dipahami
oleh para pembaca.
67
Ibid., hlm. 134.
68
Ibid., hlm. 141.
54

F. Pemeriksaan Keabsahan Data


Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan
untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif
yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak
terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif. Keabsahan data
dilakukan untuk pertanda apakah penelitian yang dilakukan sahih-sahih
artinya penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data yang diperoleh. Uji
keabsahan data pada penelitian kualitatif meliputi uji, credibility,
transferability, dependability, dan confirmability. Supaya data dalam
penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan sebagai penelitian
ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji keabsahan data
yang dapat dilaksanakan.
1. Kredibilitas
Uji credibility (kredibilitas) atau uji kepercayaan terhadap data hasil
penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang dilakukan
tidak meragukan sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan.
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan bisa menaikkan kredibilitas/ agama data.
menggunakan perpanjangan pengamatan berarti peneliti pulang ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi menggunakan
sumber data yang ditemui juga asal data yang lebih baru. Perpanjangan
pengamatan berarti hubungan antara peneliti menggunakan asal akan
semakin terjalin, semakin akrab, semakin terbuka, saling timbul
kepercayaan , sebagai akibatnya informasi yang diperoleh semakin
banyak dan lengkap. Perpanjangan pengamatan untuk menguji dapat
dipercaya data penelitian difokuskan pada pengujian terhadap data
yang sudah diperoleh. Data yang diperoleh selesainya dicek kembali
ke lapangan data yang sudah diperoleh telah bisa
dipertanggungjawabkan benar berarti kredibel, maka perpanjangan
pengamatan perlu diakhiri.
55

b. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian


Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan
maka kepastian data serta urutan kronologis peristiwa bisa dicatat atau
direkam menggunakan baik, sistematis. meningkatkan kecermatan
ialah salah satu cara mengontrol/mengecek pekerjaan apakah data
yang telah dikumpulkan, dirancang, dan disajikan sudah sahih atau
belum.
Untuk meningkatkan ketekunan peneliti dapat dilakukan dengan
cara membaca banyak sekali referensi, buku, yang akan terjadi
penelitian terdahulu, serta dokumen-dokumen terkait menggunakan
membandingkan hasil penelitian yang sudah diperoleh. dengan cara
demikian, maka peneliti akan semakin cermat dalam menghasilkan
laporan yang di akhirnya laporan yang dibuat akan smakin berkualitas.
c. Triangulasi
Wiliam Wiersma, mengatakan triangulasi dalam pengujian
kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
1) Triangulasi Sumber
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data
yang diperoleh dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu
konklusi selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check)
dengan tiga sumber data.
2) Triangulasi Teknik
Untuk menguji dapat dipercaya data dilakukan menggunakan
cara mengecek data pada sumber yang sama menggunakan teknik
yang tidak selaras. misalnya untuk mengecek data mampu melalui
wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian
dapat dipercaya data tersebut membuat data yang berbeda, maka
56

peneliti melakukan diskusi lebih lanjut pada sumber data yang


bersangkutan buat memastikan data mana yang disebut sahih.
3) Triangulasi Waktu
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari
di waktu narasumber masih segar, akan memberikan data lebih valid
sehingga lebih kredibel. Selanjutnya dapat dilakukan dengan
pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain. dalam
waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data
yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga
sampai ditemukan kepastian datanya.
d. Analisis Kasus Negatif
Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang
berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
Bila tidak ada lagi data yang tidak sinkron atau bertentangan dengan
data yang sudah ditemukan. Bila tak ada lagi data yang tidak sinkron
atau bertentangan menggunakan temuan, berarti masih menerima data-
data yang bertentangan menggunakan data yang ditemukan, maka
peneliti mungkin akan mengganti temuannya.
e. Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud surat keterangan ialah pendukung untuk pertanda
data yang telah ditemukan oleh peneliti. pada laporan penelitian,
sebaiknya data-data yang dikemukakan perlu dilengkapi menggunakan
foto-foto atau dokumen autentik, sebagai akibatnya menjadi lebih bisa
dipercaya.
f. Mengadakan Membercheck
Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh sesuai menggunakan apa yang diberikan oleh pemberi
data. Jadi tujuan membercheck ialah agar informasi yang diperoleh dan
akan dipergunakan pada penulisan laporan sesuai dengan apa yang
dimaksud asal data atau informan.
57

2. Transferabilitas
Transferability merupakan validitas eksternal pada penelitian kualitatif.
Validitas eksternal membagikan derajat ketepatan atau bisa diterapkannya
yang akan terjadi penelitian ke populasi pada mana sampel tersebut
diambil.
Pertanyaan yang berkaitan menggunakan nilai transfer sampai waktu
ini masih dapat diterapkan/dipakai dalam situasi lain. Bagi peneliti nilai
transfer sangat bergantung di si pemakai, sebagai akibatnya saat penelitian
dapat dipergunakan dalam konteks yang tidak selaras di situasi sosial yang
tidak sinkron validitas nilai transfer masih dapat dipertanggungjawabkan.
3. Dependability
Reliabilitas atau penelitian yang bisa dipercaya, dengan istilah lain
beberapa percobaan yang dilakukan selalu menerima hasil yang sama.
Penelitian yang dependability atau reliabilitas merupakan penelitian yang
dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian yang sama akan
memperoleh hasil yang sama pula, Pengujian dependability dilakukan
dengan cara melakukan audit terhadap holistik proses penelitian. dengan
cara auditor yang independen atau pembimbing yang independen
mengaudit holistik kegiatan yang dilakukan sang peneliti dalam
melakukan penelitian. misalnya bisa dimulai waktu bagaimana peneliti
mulai memilih persoalan, terjun ke lapangan, menentukan asal data,
melaksanakan analisis data, melakukan uji keabsahan data, hingga di
pembuatan laporan akibat pengamatan.
4. Confirmability
Objektivitas pengujian kualitatif diklaim juga dengan uji
confirmability penelitian. Penelitian bisa dikatakan objektif jika hasil
penelitian telah disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian kualitatif uji
confirmability berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan
proses yang sudah dilakukan. jika akibat penelitian merupakan fungsi dari
proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tadi sudah memenuhi
standar confirmability.
58

Validitas atau keabsahan data adalah data yang tak berbeda antara data
yang diperoleh oleh peneliti menggunakan data yang terjadi sesungguhnya
di objek penelitian sebagai akibatnya keabsahan data yang telah tersaji
bisa dipertanggungjawabkan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan setiap bab dirinci dalam beberapa sub bab
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan masalah , manfaat masalah.

BAB II : Landasan Teori dan Kajian Pustaka, berisi deskripsi konseptual


dan hasil penelitian yang Relevan.

BAB III : Metode Penelitian, berisi jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, data dan sumber data ,teknik dan prosedur pengumpulan data,
prosedur analisis data, Pemeriksaan keabsahan data, dan sistematika
penulisan.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, 2003, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah:


Pertumbuhan dan Perkembangannya Jakarta: Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam.

Qomar, Mujamil, 2005, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju


Demokrasi Institusi. Jakarta: Erlangga,

Sukamto, 1999, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren Jakarta: LP3ES.


59

Tajularifin, Wafa, Shohibul, Tanbih Tawasul Manaqib Bahasa Indonesia


Tasikmalaya: Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren suryalaya.

Wicaksono, Setiyo, Dimas,” Peranan pondok pesantren dalam menghadapi


generasi alpa dan tantangan dunia pendidikan era society 5.0”,skripsi,
Bengkulu: institut agama islam negeri iain Bengkulu.

Departemen Agama RI, 2010, Al- Quran dan Terjemahannya, Bandung: Cahaya
Quran.

Putra, Hadi, Pristian, 2019, Tantangan Pendidikan Islam dalam Menghadapi


Society 5.0, dalam Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman.

Huda, Nurul, Ahmad & Fauzi, 2019, dialektika pendidikan pesantren di tengah
era society 5.0, Jurnal Kewarganegaraan.

Aliyah, Nur, Siti, 2023.Hasil wawancara dengan selaku pengurus ndalem santri
putri: Jum’at 20 Januari Pondok Pesantren Bahrul ulum Pemalang.

Rajab, Dhuhani, La Mai, Elfridawati, 2020, Media Pembelajaran Pondok


Pesantren di era 4.0 Ambon: LP2M IAIN.

Romas Syarief Chumaidi, 2003, Kekerasan di Kerajaan Surgawi, Gagasan


Kekuasaan Kiai Dari Mitos Wali Hingga Broker Budaya ,Yogyakarta:
Kreasi wacana.

Murtadlo, Athok, 2019, kharisma pendakwah sebagai komunikator charisma of


the preacher as a communicator, Jurnal Spektrum Komunikasi.

Hoetomo M.A, 2005, Kamus lengkap Bahasa Indonesia Surabaya: Mitra Belajar.

Khabibi, Yuyun, Kharisma mbah marijan sebagai juru kunci gunung merapi di
Yogjakarta ”, skripsi, Yogyakarta: Universitas Islam negeri sunan kalijaga.

Wicaksono, Ferri, 2018, Kiai Kharismatik dan Hegemoninya “Telaah


Fenomena Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf”, Jurnal Pemerintahan
Dan Politik Global.

Barkah, Nurul, Fauzi, 2022, kepemimpinan kharismatik d’ai di era milenial:


muzammil hasballah, Jurnal Atsar Unisa.

Romas, Syarief, Chumaidi, 2003, Kekerasan Di Kerajaan surgawi, Gagasan


Kekuasaan Kiai dari Mitos Wali hingga Broker Budaya, Yogyakarta:
Kreasi wacana.
60

Fatoni, Achmad, 2009, Kiai pesantren dan dialektika politik kekuasaan,


Tulungagung: IAIN TULUNGAGUNG PRESS.

Hafidh, Zaini, dkk, 2022, reorientasi kepemimpinan kiai di pondok pesantren


salafiyyah: studi kepemimpinan di pondok pesantren asy-syafi’iyyah,
Jurnal Ar-Risalah.

L, Idrus, Pesantren, 2022, kyai dan tarekat Potret Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, ALDIN: Jurnal Dakwah dan sosial keagamaan.

Al-Haddad, Alwi, Abdullah, Syeikh, 2016 , Kitab An Nashaihud Diniyah,


Jakarta: Beiurut.

Suprayoga, Imam, 2017, Kyai dan politik, Jakarta: Rajawali Pers.

Dhofer, Zamakhsyari, 2011, Tradisi Pesantren: Studi pandangan hidup kyai dan
visinya mengenai masa depan indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES.

Madani Yssam Camilla dan Kacung Marijan, 2022, Pengaruh kiai terhadap
perilaku memilih alumni santri pondok pesantren mbi amanatul ummah
pacet angkatan 2017 pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun
2019, Jurnal Politik Indonesia.

Kurniati Mia dan Miftahus Surur, 2019, Peran kepemimpinan kyai dalam
mendidik dan membentuk karakter santri yang siap mengabdi kepada
masyarakat, AL Bayan: Jurnal alquran dan hadist.

Khaerudin, Evaluasi program pembelajaran pesantren. ( Yogyakarta: Trussmedia


Grafika, 2022)

Haryati, Sri, 2017, Belajar dan pembelajaran berbasis cooperative learning,


Magelang: Graha Cendekia.

Bahri, Syamsul, 2022, Konsep pembelajaran pai di era society 5.0, EDUPEDIA :
Jurnal Studi Pendidikan Dan Pedagogi Islam.

Hermawan, Iwan, 2020, Kebijakan pengembangan guru di era society 5.0,


JIEMAN: Journal of Islamic Educational Management.

Fukuyama, Mayumi, Society 5.0: Aiming for Human-Centered Society.


https://www.qureta.com/post/masyarakat-baru-5-o, di akses tanggal 22
januari 2023.
61

Ariani, Dea dan Syahrani, 2022, Manajemen pesantren dalam persiapan


pembelajaran 5.0, Cross-border.

Sudarmanto Eko dan Siska Mayratih, 2021, Model Pembelajaran Era Society 5.0,
Cirebon:INSANIA.

Roshonah, Fathu, Adiyati, 2022, Mobile Seamless Learning: Model


Pengembangan Kemampuan Literasi Membaca AUD dalam Merdeka
Belajar, Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.

Fuad, Hermawati, Anik, 2022, experiential learning sebagai teknik bimbingan


klasikal untuk meningkatkan pemahaman karier siswa, jurnal nusantara of
research.

Syajili, Ahmad dan Agus Maman Abadi, 2021, efektivitas model pembelajaran
flipped classroom dalam meningkatkan kemampuan matematis peserta
didik pada masa pandemi covid-19, Jurnal Pendidikan Indonesia.

Neliwati, 2019, pondok pesantren modern sistem pendidikan, manajemendan


kepemimpinan dilengkapi konsep dan studi kasus, Depok: Rajawali Pers.

Suhartin, Andewi, Muhamad Tisna Nugraha, 2021, Karakteristik Pondok Pondok


Pesantren Al-Ihsan Dalam Tinjauan Analisis Swot, Jurnal Pendidikan dan
Kewirausahaan.

Furqon, Al, 2019, Konsep Pendidikan Islam Pondok Pesantren dan Upaya
Pembenahanya, Padang: Unp Press.

Rukin, 2019, Metodologi Penelitian Kualitatif, Takalar: Yayasan Ahmar


Cendekia Indonesia.

J.Moleong, Lexy, 2007, Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT Remaja


rosdakarya.

Sugiyono, 2017, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.

Yusuf, Muri, 2013, Ahmad Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan


Penelitian Gabungan, Padang: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai