Dosen Pengampu
Dr. A. Sakir, SE., MM
197509032002121002
Disusun Oleh :
Agustin Suryaning Tias (2001102010214)
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini
yang berjudul “ANALISIS FINANCIAL DISTRESS ASSESSMENT MENGGUNAKAN
ALTMAN (Z-SCORE) DAN ZMIJEWSKI (X-SCORE) MODEL UNTUK
MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN FOOD AND
BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)”. Proposal
penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Riset Bisnis di Universitas Syiah Kuala.
Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis mengalami kesulitan dan penulis
menyadari dalam penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
proposal penelitian ini. Maka, dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. A. Sakir, SE., MM selaku dosen
pengampu mata kuliah Riset Bisnis yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis selama proses penyelesaian proposal penelitian ini. Penulis sangat berharap
semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I....................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN..................................................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang Masalah..............................................................................................5
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................... 12
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................................13
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................................13
1.4.1 Signifikansi Praktis............................................................................................ 13
1.4.2 Signifikansi Akademis....................................................................................... 14
BAB II.................................................................................................................................... 15
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN.............................................................. 15
HIPOTESIS............................................................................................................................ 15
2.1 Kesulitan Keuangan (Financial Distress)................................................................... 15
2.1.1 Pengertian Kesulitan Keuangan (Financial Distress)........................................ 15
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Distress......................................17
2.1.3 Model Prediksi Kesulitan Keuangan..................................................................19
2.2 Model Prediksi Altman (Z-Score)............................................................................... 19
2.3 Model Prediksi Zmijewski (X-Score)...........................................................................23
2.4 Landasan Teori (Teori Sinyal).....................................................................................25
2.5 Penelitian Terdahulu...................................................................................................26
2.6 Kerangka Teori........................................................................................................... 32
BAB III................................................................................................................................... 37
METODE PENELITIAN..........................................................................................................37
3.1 Lokasi dan Objek Penelitian.......................................................................................37
3.2 Jenis Penelitian.......................................................................................................... 37
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................................38
3.4 Metode Pengumpulan Data........................................................................................42
3.5 Metode Analisis Data................................................................................................. 43
3.5.1 Metode Skor-Z Altman...................................................................................... 43
3.5.2 Metode Zmijewski (X-Score)............................................................................. 43
3.6 Operasionalisasi Variabel...........................................................................................45
3.6.1 Variabel Dependen............................................................................................ 46
3.6.2 Variabel Independen..........................................................................................46
3.7 Pengujian Hipotesis....................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................54
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam periode globalisasi saat ini, ekonomi Indonesia, masyarakatnya, dan teknologi
yang semakin canggih telah mengalami pertumbuhan dan kontraksi, yang berdampak negatif
pada sektor perdagangan. Jumlah pendatang baru dengan semakin panjangnya hari kerja, hal
ini menyebabkan konsumsi penduduk semakin meningkat, dan hal ini juga menyebabkan
beraneka ragam kebutuhan, sehingga mengharuskan para pejabat pemerintah bekerja tanpa
lelah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Kemajuan teknologi dan informasi
memudahkan para pelaku usaha untuk berinteraksi dan berbisnis dengan masyarakat umum
dalam menawarkan produknya. Perekonomian yang sedang mengalami kesulitan akan
menyebabkan persaingan antar pelaku usaha menjadi semakin ketat dan mendorong
munculnya pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar untuk memasok barang kepada
masyarakat umum.
Salah satu sektor dalam industri barang konsumsi yang terus mengalami pertumbuhan
dan kontraksi adalah sektor food and beverage (makanan dan minuman). Industri makanan
dan minuman di Indonesia memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan
ekonomi negara. Jumlah dan tingkat investasi di industri makanan dan minuman di Indonesia
secara konsisten meningkat dari hari ke hari. Dengan meningkatnya jumlah penduduk
Indonesia, permintaan akan makanan dan pakaian juga terus meningkat.
Menurut Pranowo dkk. (2010), ada banyak masalah mata uang yang dihadapi bisnis di
seluruh Indonesia, serta sejarah skeptisisme investor dan kurangnya minat. Banyak bisnis
mengalami kondisi yang dikenal sebagai kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan adalah
fenomena yang meluas di pasar domestik sebagai akibat dari krisis keuangan. Salah satu
dampak utamanya adalah penghapusan pencatatan delisting beberapa bisnis. Perusahaan
dapat dikeluarkan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) karena mengalami kesulitan keuangan
atau ketidakstabilan mata uang. dampak buruk dari krisis keuangan global tahun 2008 juga
dirasakan oleh negara-negara di seluruh dunia, dengan Indonesia sebagai contoh utama. Pada
tahun 1997, pada paruh kedua tahun tersebut, Indonesia juga mengalami krisis keuangan.
Krisis ini merupakan akibat dari merosotnya nilai rupiah terhadap dolar hingga terjadi krisis
likuiditas sektor food and beverage. Fenomena terakhir yang saat ini terjadi di Indonesia
adalah banyaknya perusahaan yang melakukan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dari
tahun 2017 hingga 2021. Bursa Efek Indonesia (BEI). Delisting adalah proses pengeluaran
efek dari pasar Bursa apabila memenuhi kriteria tertentu namun tidak memenuhi persyaratan
pencatatannya, dalam hal ini efek tersebut dapat dikeluarkan dari pasar Bursa Efek Indonesia
(BEI).
Dari Tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 11 perusahaan yang mengalami
delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam lima tahun terakhir, dimana 6 perusahaan
diantaranya mengalami kesulitan keuangan (financial distress) dan 5 perusahaan lainnya
mengalami kesulitan keuangan (non-financial distress). (non-financial distress) Pada tahun
2017, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan empat perusahaan dari Bursa, yaitu: PT
Ciputra Property Tbk (CTRP), PT Ciputra Surya Tbk (CTRS), PT Sorini Agro Asia
Corporindo Tbk (SOBI), dan PT Citra Maharlika Nusantara Corpora PT Permata Prima Sakti
Tbk (TKGA), PT Lamicitra Nusantara Tbk, PT Inovisi Infracom Tbk (INVS), PT Berau Coal
Energy Tbk (BRAU), (LAMI).
Dalam kasus DAVO, BEI mempercepat proses penghapusan pencatatan saham karena
kekhawatiran akan pertumbuhan bisnis dan ketidakjelasan informasi kontak organisasi yang
jelas. Davo telah diperdagangkan di pasar saham sejak sekitar tahun 1994 dan diberikan
kepada publik secara penuh oleh BEI pada bulan Januari 2017. Dalam kasus UNTX, yang
diselesaikan pada bulan Desember 2017, disfungsi organisasi yang telah berlangsung selama
beberapa tahun terakhir menyebabkan harga sahamnya disesuaikan secara negatif dan tidak
lagi mampu memberikan keuntungan bagi pemiliknya adalah penyebabnya.
(Permana et al., 2017).
Berbeda dengan PT Ciputra Property Tbk (CTRP) dan PT Ciputra Surya Tbk (CTRS)
yang delisting karena konsolidasi dengan CTRA, PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
(SOBI) delisting karena tiga alasan utama sebagai berikut: Pertama, saham SOBI yang
dimiliki oleh orang yang melakukan investasi hanya sebesar 1,32%, sehingga tidak efektif
untuk diperdagangkan di BEI dan secara umum tidak likuid. Kedua, organisasi menyatakan
bahwa mereka tidak perlu mendapatkan kekebalan perlindungan investasi dari masyarakat
umum. Keempat, SOBI tidak memenuhi peraturan BEI. PT Citra Maharlika Nusantara
Corpora Tbk (CPGT) telah berhenti beroperasi karena telah dihapuskan pencatatannya
(delisting) per tanggal 28 April 2021. Atas permintaan PT Inovisi Infracom Tbk (INVS),
Perdagangan Saham saat ini sedang dalam proses yang dikenal sebagai Constrained
Delisting, yang terkait dengan fakta bahwa pasar uang tidak beroperasi seperti yang
diantisipasi. Selain itu, perusahaan juga pernah beberapa kali disuspensi oleh BEI karena
alasan utama perusahaan telah melanggar komitmennya, seperti tidak mengungkapkan
transaksi keuangan dan membayar tagihan secara tunai. transaksi moneter dan valuta asing.
PT Berau Cool Energy Tbk (BRAU) digugat setelah terungkap bahwa operasi
organisasi terkena dampak negatif dari kondisi atau pola yang berulang, baik dari sisi
keuangan maupun hukum. Organisasi juga tidak dapat memberikan informasi rinci tentang
pemulihans yang mengancam. PT Permata Prima Sakti Tbk (TKGA) diberitahukan mengenai
situasi tersebut dengan penjelasan bahwa TKGA juga mengalami masalah mata uang dengan
kebutuhan mata uang yang sangat tinggi dan kondisi organisasi yang masih mengalami
masalah. Setelah tidak mendapatkan fasilitas kredit dari BEI, penawaran saham dilakukan
pada akhir tahun 2014. Alasan volume perdagangan volume perdagangan atau bursa saham
penjamin emisi cukup kecil dan tidak material selama diperdagangkan di BEI diketahui
Nusantara Tbk (LAMI) dari BEI. Organisasi yang bersangkutan juga tidak cepat dalam
memenuhi peraturan yang tidak memuaskan, selain saham yang disediakan oleh organisasi
yang bersangkutan adalah asli dalam hal pencatatan penawaran dan nilai proteksi.
Kebangkrutan sebuah organisasi seharusnya dapat dilihat dari delisting organisasi
tersebut dari organisasi dari BEI. Meskipun delisting tidak hanya berarti bahwa organisasi
tersebut tidak memiliki kelangsungan usaha seperti yang diindikasikan oleh BEI, namun ada
juga orang-orang yang ingin berubah menjadi organisasi tertutup (go private) karena
alasan-alasan tertentu. dari penjelasan fenomena pada bagian sebelumnya, teori signaling
dapat diterapkan dan dipahami. Signaling Theory membahas tentang informasi penting yang
harus diberikan oleh perusahaan kepada investor yang akan memberikan suara dengan
uangnya untuk suatu perusahaan. Informasi tersebut menyatakan sangat penting untuk
memberi petunjuk kepada investor yang akan berguna untuk melihat informasi keuangan atau
kinerja perusahaan tertentu, baik di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Hal ini akan
berakibat pada investor, bisnis yang mengalami krisis keuangan, atau bisnis yang tidak
mengalami kesulitan keuangan. Agar pasar dapat membandingkan perusahaan yang
berkualitas baik dengan perusahaan yang berkualitas buruk, maka perusahaan yang
berkualitas baik selalu memberikan sinyal yang baik kepada pasar. Sinyal yang disebutkan
atau tersirat dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyoroti dan memperjelas
perusahaan bisnis yang bersangkutan dari perusahaan lain. Dan ketika pasar merespon
dengan baik, hal ini dapat memberikan kesempatan kepada investor untuk membeli saham
atau melakukan investasi karena investor memiliki keyakinan bahwa perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut akan memiliki praktik bisnis yang baik di masa yang akan
datang. (Mohammadi et al., 2017).
Alasan mengapa dalam penelitian ini menggunakan teori sinyal, untuk memprediksi
kebangkrutan jika penelitian saat ini dikaitkan dengan teori sinyal ini adalah ketika prediksi
kebangkrutan dilakukan dan hasil pre perusahaan tidak berpotensi mengalami kegagalan,
maka akan memberikan sinyal positif kepada investor dan kreditur. Sebaliknya, jika hasil
prediksi menunjukkan adanya potensi kebangkrutan, maka akan merugikan investor dan
pemberi pinjaman untuk memberikan pinjaman atau memberikan dana kepada perusahaan.
Dengan demikian, teori signaling dengan analisis kebangkrutan merupakan hasil dari analisis
yang dilakukan dan dapat menghasilkan sinyal. Ketika hasil perusahaan masuk dalam
kategori "sehat" atau setidaknya tidak berada dalam "grey area", maka dapat dianggap
sebagai "berita baik" (good news), namun ketika masuk dalam kategori "berpotensi
berbahaya", maka akan dianggap sebagai "berita buruk". Jika sebuah perusahaan berada
dalam kategori potensi berita buruk, maka akan dianggap sebagai berita buruk.
Financial distress adalah proses jangka panjang yang berdampak negatif terhadap
struktur modal, kebijakan investasi, dan kelangsungan hidup perusahaan (Edwards et
al.,2017). Financial distress dalam perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
eksternal perusahaan. Faktor internal tampak pada kinerja keuangan dan pengelolaan aset
modal perusahaan yang kurang baik. Oleh karena itu, pendapatan yang diperoleh perusahaan
tidak dapat menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Dan faktor eksternal muncul
dari kondisi ruang lingkup ekonomi perusahaan, contoh sederhananya adalah inflasi. Namun,
untuk faktor eksternal, penelitian ini tidak membahasnya (Li et al, 2017). Kegagalan
merupakan salah satu hal yang wajar dalam perekonomian. Menurut (Platt & Platt, 2002)
dalam (Masdupi et al., 2018) financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan
perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi kebangkrutan atau
likuidasi perusahaan terjadi. Dengan kata lain, kebangkrutan tidak akan terjadi secara
tiba-tiba. selalu diawali dengan adanya peringatan financial distress, yang berarti perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dalam menghasilkan laba atau memperoleh pendapatan yang
terus menurun dari tahun ke tahun (Kisman & Krisandi, 2019).
Memprediksi kebangkrutan merupakan suatu hal yang sangat penting dan memiliki
hubungan yang sangat penting dalam keberlangsungan perusahaan di masa yang akan datang.
Kebangkrutan yang terjadi di dalam perusahaan merupakan suatu hal yang sangat penting
yang berkaitan dengan kompromi dalam kinerja keuangan dan aktivitas di dalam perusahaan.
Oleh karena itu, kondisi keuangan suatu perusahaan dapat dinilai dari masa lalu, saat ini
bahkan dapat dinilai untuk masa yang akan datang. Salah satu Salah satu model analisis
prediksi kebangkrutan yang dapat digunakan adalah model Altman (Z Score) dan model
Zmijewski (X-Score). Keduanya sama-sama menggunakan laporan keuangan namun rasio
yang digunakan berbeda, tentu hasilnya juga akan berbeda (Prabowo, 2019).
Menurut (Sutra & Mais, 2019), leverage adalah faktor terpenting yang berkontribusi
terhadap masalah keuangan. Analisis leverage diperlukan untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam membeli obligasi. (jangka pendek dan jangka panjang). Jika ada bisnis,
bisnis yang lebih banyak menggunakan hutang daripada aset yang sudah digunakan, maka
ada resiko bahwa transaksi di masa depan akan lebih sulit untuk diselesaikan. Jika situasi ini
tidak dapat diselesaikan secara damai, kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan akan
meningkat. Menurut Almilia dkk (2013), rasio tunggal yang digunakan untuk mengukur
leverage adalah total kewajiban relatif terhadap total ekuitas.
Berdasarkan bukti-bukti dan asumsi yang dibuat di dalamnya, maka judul proposal ini
adalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menguji dan mengetahui apakah model Altman (Z-Score) akurat dalam
memprediksi kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Untuk menguji dan mengetahui apakah model Zmijewski (X-score) akurat dalam
memprediksi kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
3. Untuk menguji model yang paling akurat dalam memprediksi kebangkrutan pada
perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak,
antara lain:
a. Bagi perusahaan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pemahaman dan dapat digunakan
sebagai yang lebih akurat dalam menganalisis kebangkrutan pada perusahaan dan juga dapat
memberikan pemahaman dan memberikan informasi bagaimana perusahaan dapat
menghindari kebangkrutan.
b. Bagi Investor
a. Bagi Akademisi
Penelitian ini merupakan sumber informasi yang akurat untuk penelitian lebih lanjut
dan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI
dengan menggunakan model altman (Z Score) dan zmijewski (X-Score). Diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai analisis penilaian distress pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
BAB II
HIPOTESIS
Kesulitan keuangan adalah suatu kondisi di mana bisnis sedang mengalami masalah
keuangan. Kebangkrutan tidak akan terjadi dalam waktu yang tepat. Financial distress selalu
ada dan mengindikasikan bahwa bisnis mengalami ketidakstabilan keuangan sebagai akibat
dari perolehan kas atau menghadapi fluktuasi pendapatan yang terus menerus dari tahun ke
tahun. (Kisman & Krisandi, 2019).
Ketegangan keuangan dalam sebuah organisasi disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal tercermin dalam operasi keuangan bisnis, uang muka, dan
pembayaran aset modal. Karena itu, imbalan yang diberikan kepada karyawan Perusahaan
tidak dapat membayar biaya yang dihasilkan perusahaan. Faktor eksternal muncul dari
kondisi ekonomi internal perusahaan; contoh yang paling menonjol adalah inflasi. Namun,
penelitian ini tidak membahas faktor eksternal secara memadai. (Li et al., 2017). Terdapat
beberapa dokumen terkait kesulitan keuangan yang menjelaskan tingkat keparahan situasi
dengan jelas. Namun ternyata, hal ini benar-benar berbeda. Setiap organisasi yang mengalami
kesulitan keuangan cenderung lebih fokus pada administrasi daripada bangkrut. Di luar sifat
administrasi Setiap organisasi dapat menyelesaikan masalah ini, meskipun faktanya, di
permukaan, kesulitan keuangan tampaknya merupakan gejala dari masalah organisasi yang
lebih luas. (Mulyati, 2020). Menurut Wruck, (1990) dalam Masdupi dkk., (2018) financial
distress adalah tanda rendahnya pembayaran yang membuat sulit untuk memenuhi komitmen,
seperti membayar bungee loan atau bunga hutang. Kesulitan moneter berkembang dari
kesulitan likuiditas pada saat itu sebagai awal dari kesulitan moneter hingga pernyataan
kesulitan keuangan yang dianggap sebagai kesulitan keuangan yang paling serius.
Meluncurkan bisnis atau memulai sebuah perusahaan tidak selalu berjalan dengan
lancar dan sesuai rencana. Pada saat itu, bisnis juga menyadari adanya kondisi atau situasi di
mana keadaan ekonomi tidak stabil dan ada masalah dengan likuiditas. (tidak mampu
membayar gaji karyawan, beban bunga yang tinggi, dan lain-lain). Jika situasi ini
berlangsung lama dan terus berlanjut, maka akan menciptakan rasa urgensi yang lebih besar
dan meningkatkan potensi pertumbuhan bisnis bagi perusahaan atau industri manapun.
(Noviandani et al., 2018).
Menurut (Platt et al., 1995) dalam (Trisanti, 2020) berpendapat bahwa informasi
financial distress (krisis keuangan) memiliki beberapa manfaat, yaitu:
2. Manajemen juga dapat melakukan merger atau pengambilalihan sebagai upaya untuk
melunasi hutang kepada perusahaan dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.
3. Data financial distress dapat menjadi peringatan dini sebelum kebangkrutan terjadi
pada organisasi di masa yang akan datang.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Distress
Menurut (Kisman & Krisandi, 2019) bahwa rasio aktivitas atau Operating merupakan
rasio yang mencerminkan efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset saat dalam
menjalankan kegiatan operasinya. Menurut Rudianto (2013) penyebab kegagalan dalam suatu
perusahaan digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal, dan salah urus dalam keuangan yang dapat menyebabkan
kegagalan perusahaan, antara lain:
(a) Adanya hutang yang over leverage memberikan beban yang berat bagi
perusahaan,
(b) Memiliki kewajiban lancar yang sangat besar di atas aktiva lancar,
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang menyebabkan suatu kegagalan dalam suatu perusahaan,
antara lain yaitu:
b. Total utang
Strategi mengambil kewajiban kepada organisasi untuk mengurus atau membayar
pengeluaran yang ditimbulkan karena tugas organisasi akan membuat komitmen bagi
organisasi untuk mengurus kewajibannya di kemudian hari. Pada saat tagihan tersebut
maka pada saat itu, selama organisasi membutuhkan lebih banyak aset untuk
mengurus tagihan, hal yang paling mungkin dilakukan oleh bos pinjaman adalah
menyita sumber daya organisasi untuk menutupi kemunduran dalam mencicil tagihan.
Seperti yang ditunjukkan oleh (Tahu, 2019) Kesengsaraan moneter ditentukan dengan
menggunakan resep atau model yang disebut model kesengsaraan moneter. Beberapa ahli dan
penelitian terdahulu juga menyatakan bahwa ada banyak model atau persamaan yang dapat
digunakan untuk meramalkan kesengsaraan moneter dalam organisasi yang akan dibicarakan
dalam hal ini, khususnya model Altman Z-Score dan Zmijewski.
2.2 Model Prediksi Altman (Z-Score)
Menurut (Tahu, 2019) menjelaskan bahwa model Altman Z-Score adalah model
model masalah moneter multivariat yang telah dibuat di beberapa negara.Model Altman
Z-Score disebut juga dengan Model untuk mengantisipasi Altman Likuidasi. Z-Score Altman
juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk menilai moneter organisasi dan sebagai
indikator moneter. Sesuai dengan (Beaver, 2010) dalam (Imelda dan Alodia, 2017)
disarankan pada akhir untuk melakukan pengujian multivariate, model Altman ini kemudian
kemudian menjadi model yang paling terkenal untuk mengantisipasi kesulitan moneter.
Model ini dikenal dengan sebutan Z-Score. Menurut (Altman, 1968) (Imelda dan Alodia,
2017) menggunakan Penilaian Diskriminan Berbeda (MDA) memiliki lima jenis proporsi,
yaitu dana yang bekerja untuk menambah sumber daya, laba yang ditahan untuk menambah
sumber daya sumber daya, pendapatan sebelum premi dan biaya, nilai pasar untuk menambah
untuk menambah kewajiban, dan transaksi untuk menambah sumber daya. Penelitian telah
dilakukan untuk menentukan apakah analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk
memprediksi kegagalan bisnis atau kebangkrutan pada perusahaan. Penelitian yang dilakukan
oleh Edward I. Altman ditujukan untuk menemukan kesamaan rasio keuangan yang biasanya
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan di perusahaan-perusahaan di semua negara yang
menjadi objek penelitiannya. Analisis Kebangkrutan Altman (Z-score) adalah sebuah alat
yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan perusahaan mengajukan kebangkrutan
dengan menghitung nilai beberapa rasio. Rasio-rasio ini kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan diskriminan. (Mastuti et al., 2012).
Menurut (Noviandani et al., 2018) menjelaskan bahwa analisis Altman ini merupakan
salah satu indikator dalam menentukan kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi dalam
kondisi sehat atau tidak, dan dapat menjadi tolak ukur kinerja perusahaan dalam periode
tertentu, dan juga dapat mencerminkan prospek perusahaan di masa depan. Analisis
kebangkrutan ini juga menggunakan 5 (lima) rasio keuangan dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan. ini juga menggunakan 5 (lima) rasio keuangan dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan. (Altman, 1968) dalam (Rim & Roy, 2014) mendefinisikan fungsi
distress menjadi:
Di mana :
X5 = Penjualan/Total Aset
Rasio ini juga disebut perputaran aset dan biasanya digunakan untuk mengukur
efisiensi manajemen penggunaan aset perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan
laba. (Imelda & Alodia, 2017) dan (Khaddafi et al., 2017). Interpretasi dari Altman Z
Score adalah seperti yang disorot di bawah ini (Mavengere, 2015):
Karena penggunaan Z-Score yang terbatas, yang hanya dapat diterapkan atau
digunakan di perusahaan publik dan perusahaan manufaktur, Altman juga mengembangkan
dua jenis model Z-Score, yaitu: model Altman Z-Score yang direvisi (Z'-Score) dan model
Altman Z-Score. Skor yang dimodifikasi (Z'-Score). Model Z-Score yang direvisi atau
disebut Z'-Score dikhususkan untuk perusahaan non-publik (swasta) dengan mengubah rumus
rasio yang digunakan, yaitu dengan mengubah nilai pasar ekuitas menjadi nilai buku ekuitas
dengan mengubah rumus dan mengubah sampel dan menjadikan hasil akhir dari rumus
Z'-Score menjadi berbeda dengan Z-Score yang pertama. Rumus dari Z-Score atau Z-Score
Altman yang telah direvisi adalah sebagai berikut:
Di mana :
Model Z-Score yang terakhir adalah Z-score yang dimodifikasi atau Z"-Score, dalam
model terakhir ini rasio penjualan terhadap total aset dihilangkan agar memiliki efek industri
dan dapat menghilangkan hubungan antara ukuran perusahaan dengan aset atau penjualan
pada perusahaan selain menghilangkan rasio penjualan terhadap total aset. Altman Z Score
atau Z -Score yang telah direvisi adalah sebagai berikut:
Di mana :
Menurut (Fatmawati, 2012) dalam (Huda et al., 2017) menjelaskan bahwa Model
Zmijewski menggunakan analisis rasio yang akan digunakan untuk mengukur kinerja
leverage, dan likuiditas dalam suatu perusahaan. Model Zmijewski ini ditemukan oleh
Zmijewski pada tahun 1983 melalui penelitian selama 20 tahun pada periode 1972 hingga
1978. Zmijewski menggunakan contoh 75 organisasi yang gagal dan 73 organisasi yang
masih kokoh, dan hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang perbedaan yang sangat
besar antara organisasi yang baik dan yang tidak baik (Supriati et al., 2019).
Di mana :
Jika skor yang dihasilkan oleh model prediksi kebangkrutan ini melebihi 0 maka
perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Sebaliknya, jika suatu
perusahaan memiliki skor 0 maka perusahaan tersebut diprediksi tidak akan mengalami
kegagalan perusahaan (Pangkey et al., 2018).
2.4 Landasan Teori (Teori Sinyal)
Teori sinyal (signalling theory) merupakan teori yang dikemukakan oleh Ross dalam
(Firmansyah & Irawan, 2017). Dalam teori ini dikatakan bahwa teori sinyal ini digunakan
untuk memahami bagaimana laporan fiskal digunakan untuk memberikan tanda positif (berita
yang menggembirakan) dan tanda negatif (berita yang buruk) kepada klien. Tanda ini adalah
data tentang bagaimana dewan telah memahami keinginan pemilik. Hipotesis sinyal adalah
juga digunakan oleh organisasi (spesialis), kepala (pendukung keuangan) atau pertemuan
yang berbeda untuk mengurangi ketidakseimbangan data dengan menciptakan moneter yang
sangat baik laporan. (Sutra & Mais, 2019).
Menurut (Pangkey et al., 2018) menjelaskan bahwa teori yang digunakan dalam
penelitian ini penelitian ini adalah signaling theory, teori ini mulai berkembang pada tahun
1990-an. Menurut Besley dan Brigham (2008:517) dalam (Aprylia, 2016) Signalling theory
adalah suatu langkah yang dilakukan oleh eksekutif organisasi yang akan memberikan
pedoman kepada keuangan tentang bagaimana dewan melihat kemungkinan-kemungkinan
suatu organisasi. Sehingga keputusan kebangkrutan yang diambil dalam penelitian ini juga
dapat digunakan sebagai tanda kepada pihak luar tentang bagaimana kondisi yang akan
terjadi pada suatu organisasi di tahun depan dimana organisasi tersebut akan mengalami
kegagalan atau kebangkrutan.
Menurut (Hartono, 2005) dalam (Tahu, 2019) teori sinyal merupakan grand theory
dalam penelitian ini. Perusahaan juga dapat memberikan sinyal dan diharapkan dapat
diterima dan diinterpretasikan dengan benar dan tepat oleh investor. Prinsip dari teori sinyal
ini juga menjelaskan bahwa setiap tindakan akan mengandung informasi bagi pemakainya.
Dalam teori ini, manajer sebagai agen akan dapat memberikan informasi laporan keuangan.
Jika suatu perusahaan mengalami financial distress, maka laporan keuangan akan dapat
memberikan informasi mengenai kerugian atau penurunan kondisi keuangan suatu
perusahaan, sehingga manajer dapat mengambil tindakan sebelum terjadi likuidasi dan
memberikan sinyal kepada pihak eksternal dan bagaimana kondisi perusahaan di tahun
berikutnya. Menurut (Primasari, 2018) menjelaskan signaling theory mendasari penelitian ini
dan digunakan untuk menjelaskan bahwa laporan keuangan perusahaan digunakan untuk
memberikan sinyal positif (good news) dan sinyal negatif (bad news) kepada para pengguna.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai peringatan bagi pihak eksternal (investor,
pelanggan, pemerintah, dan lain-lain) mengenai potensi terjadinya kesulitan keuangan.
kondisi perusahaan diharapkan membaik di tahun mendatang.
Penelitian terdahulu yang digunakan dan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah
jurnal yang telah dipublikasikan secara resmi sebagai berikut:
1. (Fahma & Setyaningsih, 2021) menunjukkan hasil dari hasil ini cenderung beralasan
bahwa strategi Zmijewski adalah yang paling dapat diandalkan dalam memprediksi
kebangkrutan pada organisasi Ritel. Penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Objek eksplorasi yang digunakan adalah
perusahaan organisasi ritel yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
periode 2015-2018. Teknik pengambilan sampel dari objek penelitian menggunakan
teknik purposive sampling. Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan
metode perhitungan rasio keuangan perusahaan dari masing-masing metode
kebangkrutan, sedangkan pengujian hipotesis menggunakan ketepatan dan jenis
kesalahan.
3. (Wahyu Widodo, 2014) Data yang digunakan berupa laporan keuangan tahunan
keuangan tahunan yang telah dipublikasikan oleh perusahaan di Bursa Efek
Indonesia. Situs web Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan adalah
perusahaan pertambangan batubara Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada periode 2014. Teknik pengambilan sampel adalah judgement sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 19 perusahaan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam
judgment sampling adalah perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan
lengkap untuk periode 2014 dan data harga saham tersedia pada tanggal perdagangan
terakhir pada tahun yang bersangkutan. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA).
No Tahun Perbandingan
penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Altman Z-Score dan
Zmijewski (X-Score), yang dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Altman Z-Score adalah alat yang digunakan untuk
memutuskan atau meramalkan tingkat likuiditas dalam suatu organisasi dengan menghitung
nilai beberapa proporsi, kemudian, pada saat itu, diingat untuk kondisi diskriminan (Mastuti
et al., 2012). Metode Altman Z-Score memiliki rasio yang terdiri dari: Rasio Modal
Kerja/Total Aset (X1), rasio Laba Ditahan/Total Aset (X2), rasio EBIT/Total Aset (X3), dan
rasio Nilai Pasar Ekuitas/Buku (X4). Nilai Hutang (X4), Penjualan terhadap Total Aset (X5).
2.7 Hipotesis
H2 : Skor yang dihitung dari model Zmijewski (X-Score) secara akurat memprediksi
kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2017-2021.
H3 : Terdapat model dengan tingkat akurasi paling tinggi dalam memprediksi kondisi
financial distress pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah studi ilmiah yang sistematis tentang bagian-bagian dan fenomena
fenomena, dan hubungan-hubungannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan deskriptif karena tidak membandingkan hubungan antar variabel, hanya
menggambarkan dan mengukur keakuratan dari kedua metode yang akan digunakan oleh
peneliti yaitu prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman (Z-Score) dan
(Zmijewski X-Score). Dalam hal lain, untuk menggambarkan tingkat kesesuaian atau
keakuratan antara variabel dependen dengan variabel independen (Siyoto S & Sodik, M.A,
2014). Sodik, M.A, 2015).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling dengan memilih sampel data sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh peneliti.
Karena tidak semua sampel dalam penelitian ini memenuhi kriteria yang sesuai dengan
syarat-syarat yang akan diteliti, maka dari itu peneliti memilih menggunakan menggunakan
teknik purposive sampling agar dapat menentukan sampel yang sesuai pertimbangan yang
sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dari sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini (Rusman, 2021). Proses dalam pemilihan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini dalam penelitian ini adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Metodologi pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
literatur, studi sejarah, dan studi dokumen. Tugas pertama dilakukan di ruang belajar
perpustakaan. Khususnya dengan mencari jurnal, penelitian yang sedang berlangsung, dan
buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas. Langkah kedua adalah
melakukan studi dokumenter, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
keuangan dari setiap perusahaan Food and Beverages di setiap sektor yang terdaftar di bursa
efek Indonesia periode 2017-2021. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data kuantitatif. Data yang dihasilkan dengan cara yang dapat dengan mudah dianalisis dan
diinterpretasikan dikenal sebagai data kuantitatif. Informasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang diperoleh dari internet dengan mencari atau membuka
situs-situs seperti investing.com dan idx.co.id. Menggunakan invesnasia.com untuk
mengakses data-data keuangan yang diperlukan untuk penelitian ini.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan terhadap laporan keuangan,baik neraca
maupun laba rugi, dimana analisis ini dilakukan untuk mengetahui, mengukur dan
memprediksi kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan Food and
Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data laporan keuangan yang
digunakan untuk analisis ini adalah data periode 2017-2021. Data tersebut kemudian
dianalisis secara lebih mendalam dengan menggunakan metode Altman Z-Score dan model
prediksi kebangkrutan Zmijewski X-Score.
Sangat mungkin spesialis yang paling awal untuk melihat pemanfaatan pemeriksaan
proporsi moneter sebagai alat untuk meramalkan bab 11 dalam suatu organisasi adalah
Edward I Altman di New York College. Konsekuensinya dari eksplorasi yang dipimpin oleh
Altman menghasilkan sebuah persamaan yang disebut Z-Score. Ini resep ini adalah model
proporsi yang menggunakan banyak pemeriksaan terpisah (MDA). Dalam strategi MDA ini,
dibutuhkan lebih dari satu proporsi moneter yang berhubungan dengan likuidasi dalam
organisasi untuk membentuk sebuah model yang luas. Dengan menggunakan pemeriksaan
diskriminan ini, fungsi diskriminan Fungsi produk akhir digunakan untuk mengantisipasi
likuidasi organisasi dengan mempertimbangkan proporsi moneter yang digunakan sebagai
faktor (Rudianto, 2013).
Untuk menganalisis data kedua metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2. Hitunglah lima rasio keuangan yang terdapat dalam model Altman (Z-Score) dan tiga
rasio keuangan yang terdapat dalam model Zmijewski (X-Score). Rasio-rasio
keuangan dari Altman Z-Score adalah:
3. Setelah kedelapan rasio di atas berdasarkan masing-masing model yang digunakan
dalam penelitian ini diketahui, maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai
Z-Score dan X-Score dari masing-masing perusahaan Food and Beverages yang
terdaftar di BEI dengan menggunakan rumus Altman Z-score dan Zmijewski X
dengan menggunakan rumus Zmijewski X.
4. Dari hasil perhitungan Z-Score dan X-Score yang telah diperoleh, selanjutnya akan
dinilai dengan menggunakan klasifikasi cut-off point yang telah ditentukan oleh
Altman dan Zmijewski dengan kriteria sebagai berikut:
X>0 "Bangkrut"
Definisi operasional adalah definisi yang membuat variabel yang sedang diteliti oleh
peneliti menjadi operasional dalam kaitannya dengan proses mengukur variabel-variabel
tersebut. Definisi operasional ini memungkinkan suatu konsep yang abstrak diubah menjadi
konsep yang operasional, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan pengukuran
dalam penelitiannya (Ridha, 2017). Dalam definisi operasional ini operasional ini,
variabel-variabel yang akan diamati dalam penyusunan penelitian ini adalah:
Faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan yang terjadi
pada variabel dependen adalah merupakan faktor bebas (Sugiyono, 2017). Dari tinjauan ini,
variabel independen adalah Model Altman Z-Score dan model Zmijewski (X-Score) Model
Altman Z-Score adalah nilai yang diperoleh melalui perhitungan standar yang diduplikasi
oleh proporsi moneter yang dibuat untuk menunjukkan potensi likuidasi yang terjadi yang
terjadi dalam organisasi. Dalam model penilaian Altman Z-score ini, ada lima proporsi
moneter yang digunakan untuk meramalkan potensi kebangkrutan suatu organisasi, untuk
lebih spesifiknya Pendanaan yang bekerja Menambah sumber daya yang direpresentasikan
sebagai X1, Mengadakan pengadaan Untuk Menambah sumber daya yang diwakili sebagai
X2, EBIT Untuk Menambah Menambah sumber daya yang direpresentasikan sebagai X3,
Nilai pasar untuk Menambah Kewajiban direpresentasikan sebagai X4. Transaksi untuk
Menambah Sumber Daya direpresentasikan sebagai X5. Adapun Penjelasan dari setiap
proporsi adalah sebagai berikut.
1. Uji Beda
a. Model Altman (Z-Score)
1,80 < Z < 2,99 maka termasuk dalam kategori "Zona Abu-abu"
2. Uji Akurasi
a. Tingkat Akurasi
b. Jenis Kesalahan
Menurut (Fanny & Retnani, 2017) menjelaskan jenis kesalahan adalah
kesalahan dalam memprediksi sampel dimana sampel mengalami financial distress
tetapi diprediksi tidak diprediksi tidak mengalami distress dan sebaliknya, jenis
kesalahan ini juga dapat terjadi jika model memprediksi sampel mengalami distress
padahal pada kenyataannya tidak mengalami distress. tidak mengalami distress.
Untuk menghitung tingkat kesalahan untuk setiap model, gunakan rumus
menggunakan rumus sebagai berikut:
(Sari & Yunita, 2019) menjelaskan beberapa langkah yang dilakukan untuk mengukur akurasi
adalah sebagai berikut:
Agusti, C. P., & SABENI, A. (2013). Analisis faktor yang mempengaruhi kemungkinan
terjadinya financial distress (Doctoral dissertation, UNDIP:
Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
Altman, E. I. (1968). The Prediction of Corporate Bankruptcy: A Discriminant
Analysis. The Journal of Finance, 23(1), 193. https://doi.org/10.2307/2325319
Altman, E. I., Iwanicz-Drozdowska, M., Laitinen, E. K., & Suvas, A. (2017).
Financial Distress Prediction in an International Context: A Review and
Empirical Analysis of Altman’s Z-Score Model. Journal of International Financial
Management and Accounting, 28(2), 131–171. https://doi.org/10.1111/jifm.12053
Aprylia, C. (2016). Analisis Potensi Financial Distress Dengan Metode Altman
Z Score Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2010-2014. Analisis
Laporan Keuangan, 110.
ARITONANG, E. D. (2018). Prediksi Financial Distress Pada Perusahaan
Food and Beverages Sub Sektor Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2015-2017. 44–48.
Beaver, W. H. (2010). of Failure Financial Ratios as Predictors.
Journal of Accounting Research, 4(1966), 71–111.
Damayanti, N. A., Nurhayati, N., & Prasetyaningtyas, S. (2019). Analisis
Perbandingan Model Prediksi Kebangkrutan Altman Z-Score dan Zmijewski
di BEI Periode 2011 - 2015. E-Journal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 6(2),
171. https://doi.org/10.19184/ejeba.v6i2.11165
Fahma, Y. T., & Setyaningsih, N. D. (2021). Analisis Financial Distress Dengan
Metode Altman, Zmijewski, Grover, Springate, Ohlson Dan Zavgren Untuk
Memprediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Ritel. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan
Ekonomi Asia, 15(2), 200–216. https://doi.org/10.32815/jibeka.v15i2.398
Fatmawati, M. (2012). Penggunaan the Zmijewski Model, the Altman Model, dan
The Springate Model Sebagai Prediktor Delisting. Jurnal Keuangan Dan
Perbankan, 16(1), 56–65. http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jkdp/article/view/1046