Anda di halaman 1dari 54

ANALISIS FINANCIAL DISTRESS ASSESSMENT

MENGGUNAKAN ALTMAN (Z-SCORE) DAN ZMIJEWSKI (X-SCORE)


MODEL UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN FOOD
AND BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Dosen Pengampu
Dr. A. Sakir, SE., MM
197509032002121002

Disusun Oleh :
Agustin Suryaning Tias (2001102010214)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini
yang berjudul “ANALISIS FINANCIAL DISTRESS ASSESSMENT MENGGUNAKAN
ALTMAN (Z-SCORE) DAN ZMIJEWSKI (X-SCORE) MODEL UNTUK
MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN FOOD AND
BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)”. Proposal
penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Riset Bisnis di Universitas Syiah Kuala.

Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis mengalami kesulitan dan penulis
menyadari dalam penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
proposal penelitian ini. Maka, dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. A. Sakir, SE., MM selaku dosen
pengampu mata kuliah Riset Bisnis yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis selama proses penyelesaian proposal penelitian ini. Penulis sangat berharap
semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.

Banda Aceh, 11 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I....................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN..................................................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang Masalah..............................................................................................5
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................... 12
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................................13
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................................13
1.4.1 Signifikansi Praktis............................................................................................ 13
1.4.2 Signifikansi Akademis....................................................................................... 14
BAB II.................................................................................................................................... 15
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN.............................................................. 15
HIPOTESIS............................................................................................................................ 15
2.1 Kesulitan Keuangan (Financial Distress)................................................................... 15
2.1.1 Pengertian Kesulitan Keuangan (Financial Distress)........................................ 15
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Distress......................................17
2.1.3 Model Prediksi Kesulitan Keuangan..................................................................19
2.2 Model Prediksi Altman (Z-Score)............................................................................... 19
2.3 Model Prediksi Zmijewski (X-Score)...........................................................................23
2.4 Landasan Teori (Teori Sinyal).....................................................................................25
2.5 Penelitian Terdahulu...................................................................................................26
2.6 Kerangka Teori........................................................................................................... 32
BAB III................................................................................................................................... 37
METODE PENELITIAN..........................................................................................................37
3.1 Lokasi dan Objek Penelitian.......................................................................................37
3.2 Jenis Penelitian.......................................................................................................... 37
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................................38
3.4 Metode Pengumpulan Data........................................................................................42
3.5 Metode Analisis Data................................................................................................. 43
3.5.1 Metode Skor-Z Altman...................................................................................... 43
3.5.2 Metode Zmijewski (X-Score)............................................................................. 43
3.6 Operasionalisasi Variabel...........................................................................................45
3.6.1 Variabel Dependen............................................................................................ 46
3.6.2 Variabel Independen..........................................................................................46
3.7 Pengujian Hipotesis....................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................54
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam periode globalisasi saat ini, ekonomi Indonesia, masyarakatnya, dan teknologi
yang semakin canggih telah mengalami pertumbuhan dan kontraksi, yang berdampak negatif
pada sektor perdagangan. Jumlah pendatang baru dengan semakin panjangnya hari kerja, hal
ini menyebabkan konsumsi penduduk semakin meningkat, dan hal ini juga menyebabkan
beraneka ragam kebutuhan, sehingga mengharuskan para pejabat pemerintah bekerja tanpa
lelah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Kemajuan teknologi dan informasi
memudahkan para pelaku usaha untuk berinteraksi dan berbisnis dengan masyarakat umum
dalam menawarkan produknya. Perekonomian yang sedang mengalami kesulitan akan
menyebabkan persaingan antar pelaku usaha menjadi semakin ketat dan mendorong
munculnya pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar untuk memasok barang kepada
masyarakat umum.

Salah satu sektor dalam industri barang konsumsi yang terus mengalami pertumbuhan
dan kontraksi adalah sektor food and beverage (makanan dan minuman). Industri makanan
dan minuman di Indonesia memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan
ekonomi negara. Jumlah dan tingkat investasi di industri makanan dan minuman di Indonesia
secara konsisten meningkat dari hari ke hari. Dengan meningkatnya jumlah penduduk
Indonesia, permintaan akan makanan dan pakaian juga terus meningkat.

Kebutuhan akan makanan dan pakaian di antara penduduk Indonesia semakin


meningkat, sehingga bisnis baru di industri makanan dan pakaian bermunculan. Semakin
banyak bisnis baru di industri makanan dan minuman bermunculan. membuat hubungan
bisnis menjadi lebih baik. Hal ini akan mendorong bisnis untuk terus mengembangkan nilai
dan kualitas produknya sehingga dapat bermitra dengan bisnis lain dan memperkuat
bisnisnya sendiri. Persaingan antar perusahaan yang semakin kuat ini akan menuntut
perusahaan untuk terus menciptakan keunggulan dan kualitas produk yang semakin baik.
Sebuah bisnis dapat mengalami kesulitan keuangan, kehilangan likuiditas, atau keduanya,
jika tidak dapat membentuk hubungan kerjasama dengan bisnis lain. Jika masalah kesulitan
keuangan ini tidak diatasi, maka bisnis tersebut pada akhirnya dapat mengalami kerusakan
permanen.

Menurut Pranowo dkk. (2010), ada banyak masalah mata uang yang dihadapi bisnis di
seluruh Indonesia, serta sejarah skeptisisme investor dan kurangnya minat. Banyak bisnis
mengalami kondisi yang dikenal sebagai kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan adalah
fenomena yang meluas di pasar domestik sebagai akibat dari krisis keuangan. Salah satu
dampak utamanya adalah penghapusan pencatatan delisting beberapa bisnis. Perusahaan
dapat dikeluarkan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) karena mengalami kesulitan keuangan
atau ketidakstabilan mata uang. dampak buruk dari krisis keuangan global tahun 2008 juga
dirasakan oleh negara-negara di seluruh dunia, dengan Indonesia sebagai contoh utama. Pada
tahun 1997, pada paruh kedua tahun tersebut, Indonesia juga mengalami krisis keuangan.
Krisis ini merupakan akibat dari merosotnya nilai rupiah terhadap dolar hingga terjadi krisis
likuiditas sektor food and beverage. Fenomena terakhir yang saat ini terjadi di Indonesia
adalah banyaknya perusahaan yang melakukan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dari
tahun 2017 hingga 2021. Bursa Efek Indonesia (BEI). Delisting adalah proses pengeluaran
efek dari pasar Bursa apabila memenuhi kriteria tertentu namun tidak memenuhi persyaratan
pencatatannya, dalam hal ini efek tersebut dapat dikeluarkan dari pasar Bursa Efek Indonesia
(BEI).

Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Delisting dari BEI 2017-2021

No Kode Nama Perusahaan Sektor (IPO) (Delisting) Reason


Perusahaan for
delisting

1 DAVO Davomas Abadi Tbk Manufacture 22/11/1994 21/01/2017 FD

2 BAEK Bank Ekonomi Raharja Service 08/01/2008 10/11/ 2017 NFD


Tbk

3 UNTX Unitex Tbk Manufacture 16/06/1989 07/12/2017 FD


4 CTRP Ciputra Property Tbk Service 07/11/2007 19/01/ 2021 NFD

5 CTRS Ciputra Surya Tbk Service 15/01/1999 19/01/2021 NFD

6 SOBI Sorini A.A. Corporindo Manufacture 03/08/1992 03/07/2021 NFD


Tbk

7 CPGT Citra M.N. Corpora Service 09/07/2013 19/10/ 2021 FD


Tbk

8 INVS Inovasi Intracom Tbk Service 03/07/2009 23/10/2021 FD

9 BRAU Berau Coal Energy Tbk Mining 19/08/2010 16/11/ 2021 FD

10 TKGA Permata Prima Sakti Mining 06/01/1992 16/11/ 2021 FD


Tbk

11 LAMI PT Lami C. Nusantara Service 18/07/2001 28/12/2021 NFD


Tbk

Sumber: (ARITONANG, 2018)

Dari Tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 11 perusahaan yang mengalami
delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam lima tahun terakhir, dimana 6 perusahaan
diantaranya mengalami kesulitan keuangan (financial distress) dan 5 perusahaan lainnya
mengalami kesulitan keuangan (non-financial distress). (non-financial distress) Pada tahun
2017, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan empat perusahaan dari Bursa, yaitu: PT
Ciputra Property Tbk (CTRP), PT Ciputra Surya Tbk (CTRS), PT Sorini Agro Asia
Corporindo Tbk (SOBI), dan PT Citra Maharlika Nusantara Corpora PT Permata Prima Sakti
Tbk (TKGA), PT Lamicitra Nusantara Tbk, PT Inovisi Infracom Tbk (INVS), PT Berau Coal
Energy Tbk (BRAU), (LAMI).

Dalam kasus DAVO, BEI mempercepat proses penghapusan pencatatan saham karena
kekhawatiran akan pertumbuhan bisnis dan ketidakjelasan informasi kontak organisasi yang
jelas. Davo telah diperdagangkan di pasar saham sejak sekitar tahun 1994 dan diberikan
kepada publik secara penuh oleh BEI pada bulan Januari 2017. Dalam kasus UNTX, yang
diselesaikan pada bulan Desember 2017, disfungsi organisasi yang telah berlangsung selama
beberapa tahun terakhir menyebabkan harga sahamnya disesuaikan secara negatif dan tidak
lagi mampu memberikan keuntungan bagi pemiliknya adalah penyebabnya.
(Permana et al., 2017).

Berbeda dengan PT Ciputra Property Tbk (CTRP) dan PT Ciputra Surya Tbk (CTRS)
yang delisting karena konsolidasi dengan CTRA, PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
(SOBI) delisting karena tiga alasan utama sebagai berikut: Pertama, saham SOBI yang
dimiliki oleh orang yang melakukan investasi hanya sebesar 1,32%, sehingga tidak efektif
untuk diperdagangkan di BEI dan secara umum tidak likuid. Kedua, organisasi menyatakan
bahwa mereka tidak perlu mendapatkan kekebalan perlindungan investasi dari masyarakat
umum. Keempat, SOBI tidak memenuhi peraturan BEI. PT Citra Maharlika Nusantara
Corpora Tbk (CPGT) telah berhenti beroperasi karena telah dihapuskan pencatatannya
(delisting) per tanggal 28 April 2021. Atas permintaan PT Inovisi Infracom Tbk (INVS),
Perdagangan Saham saat ini sedang dalam proses yang dikenal sebagai Constrained
Delisting, yang terkait dengan fakta bahwa pasar uang tidak beroperasi seperti yang
diantisipasi. Selain itu, perusahaan juga pernah beberapa kali disuspensi oleh BEI karena
alasan utama perusahaan telah melanggar komitmennya, seperti tidak mengungkapkan
transaksi keuangan dan membayar tagihan secara tunai. transaksi moneter dan valuta asing.

PT Berau Cool Energy Tbk (BRAU) digugat setelah terungkap bahwa operasi
organisasi terkena dampak negatif dari kondisi atau pola yang berulang, baik dari sisi
keuangan maupun hukum. Organisasi juga tidak dapat memberikan informasi rinci tentang
pemulihans yang mengancam. PT Permata Prima Sakti Tbk (TKGA) diberitahukan mengenai
situasi tersebut dengan penjelasan bahwa TKGA juga mengalami masalah mata uang dengan
kebutuhan mata uang yang sangat tinggi dan kondisi organisasi yang masih mengalami
masalah. Setelah tidak mendapatkan fasilitas kredit dari BEI, penawaran saham dilakukan
pada akhir tahun 2014. Alasan volume perdagangan volume perdagangan atau bursa saham
penjamin emisi cukup kecil dan tidak material selama diperdagangkan di BEI diketahui
Nusantara Tbk (LAMI) dari BEI. Organisasi yang bersangkutan juga tidak cepat dalam
memenuhi peraturan yang tidak memuaskan, selain saham yang disediakan oleh organisasi
yang bersangkutan adalah asli dalam hal pencatatan penawaran dan nilai proteksi.
Kebangkrutan sebuah organisasi seharusnya dapat dilihat dari delisting organisasi
tersebut dari organisasi dari BEI. Meskipun delisting tidak hanya berarti bahwa organisasi
tersebut tidak memiliki kelangsungan usaha seperti yang diindikasikan oleh BEI, namun ada
juga orang-orang yang ingin berubah menjadi organisasi tertutup (go private) karena
alasan-alasan tertentu. dari penjelasan fenomena pada bagian sebelumnya, teori signaling
dapat diterapkan dan dipahami. Signaling Theory membahas tentang informasi penting yang
harus diberikan oleh perusahaan kepada investor yang akan memberikan suara dengan
uangnya untuk suatu perusahaan. Informasi tersebut menyatakan sangat penting untuk
memberi petunjuk kepada investor yang akan berguna untuk melihat informasi keuangan atau
kinerja perusahaan tertentu, baik di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Hal ini akan
berakibat pada investor, bisnis yang mengalami krisis keuangan, atau bisnis yang tidak
mengalami kesulitan keuangan. Agar pasar dapat membandingkan perusahaan yang
berkualitas baik dengan perusahaan yang berkualitas buruk, maka perusahaan yang
berkualitas baik selalu memberikan sinyal yang baik kepada pasar. Sinyal yang disebutkan
atau tersirat dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyoroti dan memperjelas
perusahaan bisnis yang bersangkutan dari perusahaan lain. Dan ketika pasar merespon
dengan baik, hal ini dapat memberikan kesempatan kepada investor untuk membeli saham
atau melakukan investasi karena investor memiliki keyakinan bahwa perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut akan memiliki praktik bisnis yang baik di masa yang akan
datang. (Mohammadi et al., 2017).

Alasan mengapa dalam penelitian ini menggunakan teori sinyal, untuk memprediksi
kebangkrutan jika penelitian saat ini dikaitkan dengan teori sinyal ini adalah ketika prediksi
kebangkrutan dilakukan dan hasil pre perusahaan tidak berpotensi mengalami kegagalan,
maka akan memberikan sinyal positif kepada investor dan kreditur. Sebaliknya, jika hasil
prediksi menunjukkan adanya potensi kebangkrutan, maka akan merugikan investor dan
pemberi pinjaman untuk memberikan pinjaman atau memberikan dana kepada perusahaan.
Dengan demikian, teori signaling dengan analisis kebangkrutan merupakan hasil dari analisis
yang dilakukan dan dapat menghasilkan sinyal. Ketika hasil perusahaan masuk dalam
kategori "sehat" atau setidaknya tidak berada dalam "grey area", maka dapat dianggap
sebagai "berita baik" (good news), namun ketika masuk dalam kategori "berpotensi
berbahaya", maka akan dianggap sebagai "berita buruk". Jika sebuah perusahaan berada
dalam kategori potensi berita buruk, maka akan dianggap sebagai berita buruk.
Financial distress adalah proses jangka panjang yang berdampak negatif terhadap
struktur modal, kebijakan investasi, dan kelangsungan hidup perusahaan (Edwards et
al.,2017). Financial distress dalam perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
eksternal perusahaan. Faktor internal tampak pada kinerja keuangan dan pengelolaan aset
modal perusahaan yang kurang baik. Oleh karena itu, pendapatan yang diperoleh perusahaan
tidak dapat menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Dan faktor eksternal muncul
dari kondisi ruang lingkup ekonomi perusahaan, contoh sederhananya adalah inflasi. Namun,
untuk faktor eksternal, penelitian ini tidak membahasnya (Li et al, 2017). Kegagalan
merupakan salah satu hal yang wajar dalam perekonomian. Menurut (Platt & Platt, 2002)
dalam (Masdupi et al., 2018) financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan
perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi kebangkrutan atau
likuidasi perusahaan terjadi. Dengan kata lain, kebangkrutan tidak akan terjadi secara
tiba-tiba. selalu diawali dengan adanya peringatan financial distress, yang berarti perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dalam menghasilkan laba atau memperoleh pendapatan yang
terus menurun dari tahun ke tahun (Kisman & Krisandi, 2019).

Memprediksi kebangkrutan merupakan suatu hal yang sangat penting dan memiliki
hubungan yang sangat penting dalam keberlangsungan perusahaan di masa yang akan datang.
Kebangkrutan yang terjadi di dalam perusahaan merupakan suatu hal yang sangat penting
yang berkaitan dengan kompromi dalam kinerja keuangan dan aktivitas di dalam perusahaan.
Oleh karena itu, kondisi keuangan suatu perusahaan dapat dinilai dari masa lalu, saat ini
bahkan dapat dinilai untuk masa yang akan datang. Salah satu Salah satu model analisis
prediksi kebangkrutan yang dapat digunakan adalah model Altman (Z Score) dan model
Zmijewski (X-Score). Keduanya sama-sama menggunakan laporan keuangan namun rasio
yang digunakan berbeda, tentu hasilnya juga akan berbeda (Prabowo, 2019).

Model-model yang digunakan untuk menentukan kebangkrutan adalah alat yang


sangat penting bagi bankir, investor, manajer aset, lembaga pemeringkat, dan bisnis yang
mengalami kesulitan keuangan. Meskipun model Altman (Z-Score) telah ada selama lebih
dari 45 tahun, ada beberapa model lain yang digunakan untuk menilai budaya perusahaan.
Indikator primer atau sekunder yang penting untuk dipertimbangkan ketika menilai kesehatan
keuangan bisnis tertentu atau, lebih umum lagi, krisis keuangan. Model Altman dalam
(Z-Score) ini dapat diterapkan pada penelitian dan praktik. (Altman et al., 2017). Altman
(Z-Score) adalah jenis paradigma prediksi statistik. Altman (Z-Score) tidak memiliki alat
yang diperlukan untuk mengurangi keraguan. (Ko et al., 2017). Dalam penelitian ini, objek
penelitian yang digunakan adalah perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini memilih perusahaan Food and Beverages karena sektor
Food and Beverages memiliki peran penting dalam perekonomian nasional secara
keseluruhan (Masdupi et al., 2018).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat diartikan bahwa financial distress adalah


suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang ditunjukkan dengan
arus kas yang dihasilkan perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka
panjang dan jangka pendek perusahaan dan perusahaan juga diharuskan untuk melakukan
koreksi terhadap aktivitas perusahaan. Kesulitan keuangan ini juga dapat menyebabkan
perusahaan bangkrut dan terpaksa mengambil tindakan untuk memperbaiki arus kas.

Menurut (Sutra & Mais, 2019), leverage adalah faktor terpenting yang berkontribusi
terhadap masalah keuangan. Analisis leverage diperlukan untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam membeli obligasi. (jangka pendek dan jangka panjang). Jika ada bisnis,
bisnis yang lebih banyak menggunakan hutang daripada aset yang sudah digunakan, maka
ada resiko bahwa transaksi di masa depan akan lebih sulit untuk diselesaikan. Jika situasi ini
tidak dapat diselesaikan secara damai, kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan akan
meningkat. Menurut Almilia dkk (2013), rasio tunggal yang digunakan untuk mengukur
leverage adalah total kewajiban relatif terhadap total ekuitas.

Berdasarkan bukti-bukti dan asumsi yang dibuat di dalamnya, maka judul proposal ini
adalah

“ANALISIS FINANCIAL DISTRESS ASSESSMENT MENGGUNAKAN ALTMAN


(Z-SCORE) DAN ZMIJEWSKI (X-SCORE) MODEL UNTUK MEMPREDIKSI
KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)”
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah metode Altman (Z-Score) akurat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan


Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

2. Apakah metode Zmijewski (X-Score) akurat memprediksi kebangkrutan pada


perusahaan Food and Beverage Yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

3. Model manakah yang paling akurat dalam memprediksi kebangkrutan pada


perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji dan mengetahui apakah model Altman (Z-Score) akurat dalam
memprediksi kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Untuk menguji dan mengetahui apakah model Zmijewski (X-score) akurat dalam
memprediksi kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).

3. Untuk menguji model yang paling akurat dalam memprediksi kebangkrutan pada
perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak,
antara lain:

1.4.1 Signifikansi Praktis

a. Bagi perusahaan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pemahaman dan dapat digunakan
sebagai yang lebih akurat dalam menganalisis kebangkrutan pada perusahaan dan juga dapat
memberikan pemahaman dan memberikan informasi bagaimana perusahaan dapat
menghindari kebangkrutan.

b. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai adanya Prediksi


financial distress memberikan masukan dalam menanamkan modalnya ke dalam perusahaan
sebelum melakukan investasi, apakah akan melanjutkan investasinya atau menghentikan
investasi pada perusahaan tersebut karena investor tentunya tidak menginginkan kerugian
akibat investasi yang salah.

c. Bagi Pengembangan Teori

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan bermanfaat sebagai pengetahuan di


bidang manajemen khususnya yang berkaitan dengan keuangan.
1.4.2 Signifikansi Akademis

a. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana model


Altman (Z-Score) dan Zmijewski (X-Score) dapat digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI).

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini merupakan sumber informasi yang akurat untuk penelitian lebih lanjut
dan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI
dengan menggunakan model altman (Z Score) dan zmijewski (X-Score). Diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai analisis penilaian distress pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN

HIPOTESIS

2.1 Kesulitan Keuangan (Financial Distress)

2.1.1 Pengertian Kesulitan Keuangan (Financial Distress)

Kesulitan keuangan adalah suatu kondisi di mana bisnis sedang mengalami masalah
keuangan. Kebangkrutan tidak akan terjadi dalam waktu yang tepat. Financial distress selalu
ada dan mengindikasikan bahwa bisnis mengalami ketidakstabilan keuangan sebagai akibat
dari perolehan kas atau menghadapi fluktuasi pendapatan yang terus menerus dari tahun ke
tahun. (Kisman & Krisandi, 2019).

Ketegangan keuangan dalam sebuah organisasi disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal tercermin dalam operasi keuangan bisnis, uang muka, dan
pembayaran aset modal. Karena itu, imbalan yang diberikan kepada karyawan Perusahaan
tidak dapat membayar biaya yang dihasilkan perusahaan. Faktor eksternal muncul dari
kondisi ekonomi internal perusahaan; contoh yang paling menonjol adalah inflasi. Namun,
penelitian ini tidak membahas faktor eksternal secara memadai. (Li et al., 2017). Terdapat
beberapa dokumen terkait kesulitan keuangan yang menjelaskan tingkat keparahan situasi
dengan jelas. Namun ternyata, hal ini benar-benar berbeda. Setiap organisasi yang mengalami
kesulitan keuangan cenderung lebih fokus pada administrasi daripada bangkrut. Di luar sifat
administrasi Setiap organisasi dapat menyelesaikan masalah ini, meskipun faktanya, di
permukaan, kesulitan keuangan tampaknya merupakan gejala dari masalah organisasi yang
lebih luas. (Mulyati, 2020). Menurut Wruck, (1990) dalam Masdupi dkk., (2018) financial
distress adalah tanda rendahnya pembayaran yang membuat sulit untuk memenuhi komitmen,
seperti membayar bungee loan atau bunga hutang. Kesulitan moneter berkembang dari
kesulitan likuiditas pada saat itu sebagai awal dari kesulitan moneter hingga pernyataan
kesulitan keuangan yang dianggap sebagai kesulitan keuangan yang paling serius.
Meluncurkan bisnis atau memulai sebuah perusahaan tidak selalu berjalan dengan
lancar dan sesuai rencana. Pada saat itu, bisnis juga menyadari adanya kondisi atau situasi di
mana keadaan ekonomi tidak stabil dan ada masalah dengan likuiditas. (tidak mampu
membayar gaji karyawan, beban bunga yang tinggi, dan lain-lain). Jika situasi ini
berlangsung lama dan terus berlanjut, maka akan menciptakan rasa urgensi yang lebih besar
dan meningkatkan potensi pertumbuhan bisnis bagi perusahaan atau industri manapun.
(Noviandani et al., 2018).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat diartikan bahwa financial distress adalah


suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang ditunjukkan dengan
arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban
jangka panjang dan jangka panjang maupun jangka pendek perusahaan dan perusahaan juga
diharuskan untuk melakukan melakukan koreksi atas aktivitas perusahaan. Kesulitan
keuangan ini juga dapat menyebabkan perusahaan bangkrut dan terpaksa mengambil tindakan
untuk memperbaiki arus kas.

Menurut (Platt et al., 1995) dalam (Trisanti, 2020) berpendapat bahwa informasi
financial distress (krisis keuangan) memiliki beberapa manfaat, yaitu:

1. Manajemen akan dengan cepat dapat melakukan tindakan pencegahan sebelum


kebangkrutan terjadi pada perusahaan.

2. Manajemen juga dapat melakukan merger atau pengambilalihan sebagai upaya untuk
melunasi hutang kepada perusahaan dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.

3. Data financial distress dapat menjadi peringatan dini sebelum kebangkrutan terjadi
pada organisasi di masa yang akan datang.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Distress

Menurut (Kisman & Krisandi, 2019) bahwa rasio aktivitas atau Operating merupakan
rasio yang mencerminkan efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset saat dalam
menjalankan kegiatan operasinya. Menurut Rudianto (2013) penyebab kegagalan dalam suatu
perusahaan digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Faktor Internal
Faktor internal, dan salah urus dalam keuangan yang dapat menyebabkan
kegagalan perusahaan, antara lain:

(a) Adanya hutang yang over leverage memberikan beban yang berat bagi
perusahaan,

(b) Memiliki kewajiban lancar yang sangat besar di atas aktiva lancar,

(c) Keterlambatan penagihan piutang atau banyaknya Piutang Tak Tertagih


Piutang tak tertagih,

(d) (piutang tak tertagih) dan kesalahan dalam kebijakan dividen.

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang menyebabkan suatu kegagalan dalam suatu perusahaan,
antara lain yaitu:

a. Kondisi ekonomi makro, baik dalam negeri maupun luar negeri

b. Adanya persaingan yang ketat

c. Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan.


Menurut (Damodaran 2002) dalam (Kisman & Krisandi, 2019), menjelaskan bahwa
penyebab financial distress dari dalam perusahaan sebagian besar disebabkan oleh faktor
mikro. Faktor-faktor yang berasal dari dalam perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Kesulitan arus kas


Kesulitan pemasukan ini terjadi ketika gaji organisasi dari hasil kerja latihan tidak
cukup untuk membayar biaya-biaya bisnis yang muncul dari yang muncul dari latihan
kerja dalam organisasi. Selain itu, kesulitan pendapatan juga dapat disebabkan oleh
alasan kesalahan eksekutif dalam menangani pendapatan organisasi dalam membiayai
latihan organisasi, yang dapat memperburuk kondisi moneter organisasi.

b. Total utang
Strategi mengambil kewajiban kepada organisasi untuk mengurus atau membayar
pengeluaran yang ditimbulkan karena tugas organisasi akan membuat komitmen bagi
organisasi untuk mengurus kewajibannya di kemudian hari. Pada saat tagihan tersebut
maka pada saat itu, selama organisasi membutuhkan lebih banyak aset untuk
mengurus tagihan, hal yang paling mungkin dilakukan oleh bos pinjaman adalah
menyita sumber daya organisasi untuk menutupi kemunduran dalam mencicil tagihan.

c. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun


Untuk situasi ini, kemalangan fungsional dalam suatu organisasi dapat menyebabkan
pendapatan negatif dalam suatu organisasi. Hal ini dapat terjadi dengan alasan yang
disebabkan oleh disebabkan oleh biaya kerja yang lebih penting daripada gaji yang
didapat oleh suatu organisasi.

2.1.3 Model Prediksi Kesulitan Keuangan

Seperti yang ditunjukkan oleh (Tahu, 2019) Kesengsaraan moneter ditentukan dengan
menggunakan resep atau model yang disebut model kesengsaraan moneter. Beberapa ahli dan
penelitian terdahulu juga menyatakan bahwa ada banyak model atau persamaan yang dapat
digunakan untuk meramalkan kesengsaraan moneter dalam organisasi yang akan dibicarakan
dalam hal ini, khususnya model Altman Z-Score dan Zmijewski.
2.2 Model Prediksi Altman (Z-Score)

Model Altman (Z-Score) merupakan indikator untuk mengukur potensi kebangkrutan


suatu perusahaan (Ningsih & Fitri Permatasari, 2018). Model ini telah digunakan sejak tahun
1970-an dan menjadi sangat terkenal dan terkenal pada tahun 1980-an. tahun 1980-an. Model
logis yang dibuat oleh Altman telah menjadi acuan atau baik untuk setiap pendukung
keuangan dan direktur spekulasi di AS selama waktu yang dihabiskan untuk mengeksplorasi
pilihan usaha mereka untuk menjauhkan diri dari kemungkinan kesalahan spekulasi dalam
organisasi yang diantisipasi untuk menghadapi masalah moneter. sakit. Model ini
dikembangkan pada tahun 1968 di sebuah perusahaan manufaktur publik (Mulyati, 2020).

Menurut (Tahu, 2019) menjelaskan bahwa model Altman Z-Score adalah model
model masalah moneter multivariat yang telah dibuat di beberapa negara.Model Altman
Z-Score disebut juga dengan Model untuk mengantisipasi Altman Likuidasi. Z-Score Altman
juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk menilai moneter organisasi dan sebagai
indikator moneter. Sesuai dengan (Beaver, 2010) dalam (Imelda dan Alodia, 2017)
disarankan pada akhir untuk melakukan pengujian multivariate, model Altman ini kemudian
kemudian menjadi model yang paling terkenal untuk mengantisipasi kesulitan moneter.
Model ini dikenal dengan sebutan Z-Score. Menurut (Altman, 1968) (Imelda dan Alodia,
2017) menggunakan Penilaian Diskriminan Berbeda (MDA) memiliki lima jenis proporsi,
yaitu dana yang bekerja untuk menambah sumber daya, laba yang ditahan untuk menambah
sumber daya sumber daya, pendapatan sebelum premi dan biaya, nilai pasar untuk menambah
untuk menambah kewajiban, dan transaksi untuk menambah sumber daya. Penelitian telah
dilakukan untuk menentukan apakah analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk
memprediksi kegagalan bisnis atau kebangkrutan pada perusahaan. Penelitian yang dilakukan
oleh Edward I. Altman ditujukan untuk menemukan kesamaan rasio keuangan yang biasanya
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan di perusahaan-perusahaan di semua negara yang
menjadi objek penelitiannya. Analisis Kebangkrutan Altman (Z-score) adalah sebuah alat
yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan perusahaan mengajukan kebangkrutan
dengan menghitung nilai beberapa rasio. Rasio-rasio ini kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan diskriminan. (Mastuti et al., 2012).
Menurut (Noviandani et al., 2018) menjelaskan bahwa analisis Altman ini merupakan
salah satu indikator dalam menentukan kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi dalam
kondisi sehat atau tidak, dan dapat menjadi tolak ukur kinerja perusahaan dalam periode
tertentu, dan juga dapat mencerminkan prospek perusahaan di masa depan. Analisis
kebangkrutan ini juga menggunakan 5 (lima) rasio keuangan dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan. ini juga menggunakan 5 (lima) rasio keuangan dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan. (Altman, 1968) dalam (Rim & Roy, 2014) mendefinisikan fungsi
distress menjadi:

Z= 1.2 X1 + 1.4X2 + 3.3 X3 + 0.6X4+ 1,0X5

Di mana :

X1 = Modal Kerja/Total Aset


Proporsi ini menunjukkan kapasitas organisasi untuk menciptakan modal jaringan dari
sumber daya absolutnya. modal kerja adalah perbedaan antara sumber daya antara
sumber daya lancar dan kewajiban lancar.

X2 = Laba Ditahan/Total Aset


Proporsi ini dapat menunjukkan kapasitas organisasi untuk menghasilkan laba yang
ditahan membayar dari sumber daya organisasi secara keseluruhan. Batasan ini
berguna untuk memperkirakan apakah manfaat gabungan dapat menutupi seluruh
sumber daya organisasi sumber daya organisasi.

X3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak / Total Kewajiban


Proporsi ini dapat menunjukkan kapasitas organisasi untuk menghasilkan manfaat
dari sumber daya organisasi, sebelum cicilan bunga dan pajak.

X4 = Nilai Pasar Ekuitas / Total Kewajiban


Rasio ini dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi nilai pasar
kewajiban atas ekuitas (saham biasa). Nilai pasar ekuitas itu sendiri diperoleh dengan
mengalikan jumlah saham biasa yang beredar dengan pasar dengan harga pasar dari
setiap saham biasa. Nilai total utang perusahaan adalah jumlah dari kewajiban jangka
pendek dan kewajiban jangka panjangnya (Imelda & Alodia, 2017).

X5 = Penjualan/Total Aset
Rasio ini juga disebut perputaran aset dan biasanya digunakan untuk mengukur
efisiensi manajemen penggunaan aset perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan
laba. (Imelda & Alodia, 2017) dan (Khaddafi et al., 2017). Interpretasi dari Altman Z
Score adalah seperti yang disorot di bawah ini (Mavengere, 2015):

Z ˃ 2,99 zona "aman"


1,80 ˂ Z ˂ 2,99 zona "abu-abu"
Z ˂ 1,80 zona "bahaya"

Karena penggunaan Z-Score yang terbatas, yang hanya dapat diterapkan atau
digunakan di perusahaan publik dan perusahaan manufaktur, Altman juga mengembangkan
dua jenis model Z-Score, yaitu: model Altman Z-Score yang direvisi (Z'-Score) dan model
Altman Z-Score. Skor yang dimodifikasi (Z'-Score). Model Z-Score yang direvisi atau
disebut Z'-Score dikhususkan untuk perusahaan non-publik (swasta) dengan mengubah rumus
rasio yang digunakan, yaitu dengan mengubah nilai pasar ekuitas menjadi nilai buku ekuitas
dengan mengubah rumus dan mengubah sampel dan menjadikan hasil akhir dari rumus
Z'-Score menjadi berbeda dengan Z-Score yang pertama. Rumus dari Z-Score atau Z-Score
Altman yang telah direvisi adalah sebagai berikut:

Z = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3+ 0,420 X4+ 0,998 X5

Di mana :

X1 = Modal kerja / Total aset


X2 = Laba ditahan / Total aset
X3 = EBIT / Total aset
X4 = Nilai buku ekuitas / Nilai buku hutang
X5 = Penjualan / Total aset
Klasifikasi yang digunakan sebagai acuan untuk mengkategorikan perusahaan dalam
model Altman Z'-Score model adalah sebagai berikut:

Z > 2,90 = Tidak bangkrut


Z Antara 1,23-2,90 = Daerah abu-abu
Z < 1,23 = Bangkrut

Model Z-Score yang terakhir adalah Z-score yang dimodifikasi atau Z"-Score, dalam
model terakhir ini rasio penjualan terhadap total aset dihilangkan agar memiliki efek industri
dan dapat menghilangkan hubungan antara ukuran perusahaan dengan aset atau penjualan
pada perusahaan selain menghilangkan rasio penjualan terhadap total aset. Altman Z Score
atau Z -Score yang telah direvisi adalah sebagai berikut:

Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3+ 1,05 X4

Di mana :

X1 = Modal kerja dibagi dengan total aset


X2 = Laba ditahan dibagi dengan Total aset
X3 = EBIT dibagi dengan total aset
X4 = Nilai buku ekuitas dibagi dengan Nilai buku hutang

Klasifikasi yang digunakan sebagai acuan untuk mengkategorikan perusahaan dalam


model Altman Z"-Score model adalah sebagai berikut:

Z > 2,60 = Tidak bangkrut


Z Antara 1,1-2,60 = Daerah abu-abu
Z < 1,1 = Bangkrut (Rusman, 2021).
Berdasarkan penjelasan di atas, karena keakuratan dan popularitas model
kebangkrutan dalam model Altman (Altman, 2000) telah mampu mengatasi semua kritik
yang telah dilontarkan pada model kebangkrutan sebelumnya, sebelumnya, terutama model
(Altman, 1968) dan (Altman et al., 1977), dan merevisi kedua model yang paling awal sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan, model-model tersebut dijelaskan sebagai berikut (Jan &
Marimuthu, 2015):

Tabel 2.1 Rumus yang digunakan dalam model Altman Z-Score

Jika perusahaan publik Z = 1.2x1 + 1.4x2 + 3.3x3 + 0.6x4 + 1.05x5

Jika perusahaan swasta Z = 0,717x1 + 0,847x2 + 3,107x3 + 0,420x4 + 0,998x5

Jika perusahaan jasa Z = 6,56x1 + 3,26x2 + 6,72x3 + 1,05x4

Sumber: (Altman, 2000)

2.3 Model Prediksi Zmijewski (X-Score)

Menurut (Fatmawati, 2012) dalam (Huda et al., 2017) menjelaskan bahwa Model
Zmijewski menggunakan analisis rasio yang akan digunakan untuk mengukur kinerja
leverage, dan likuiditas dalam suatu perusahaan. Model Zmijewski ini ditemukan oleh
Zmijewski pada tahun 1983 melalui penelitian selama 20 tahun pada periode 1972 hingga
1978. Zmijewski menggunakan contoh 75 organisasi yang gagal dan 73 organisasi yang
masih kokoh, dan hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang perbedaan yang sangat
besar antara organisasi yang baik dan yang tidak baik (Supriati et al., 2019).

(Zmijewski, 1984) dalam (Fauzi et al., 2021) menjelaskan dalam penelitiannya


menggunakan investigasi proporsi bahwa pelaksanaan tindakan, pengaruh, dan likuiditas
dalam organisasi untuk model ekspektasi, Zmijewski mensyaratkan satu hal yang signifikan.
Luasnya contoh dan populasi yang tidak sepenuhnya diterapkan selama ini, yang sangat
membantu untuk mendapatkan pengulangan ekspektasi masalah moneter dalam organisasi
karena model ini memiliki tingkat ketepatan yang paling signifikan dibandingkan dengan
model peramalan lainnya, tepatnya 78,95%.
Menurut (Hadi & Anggraeni, 2008) dalam (Salim, 2014) model Zmijewski (X-Score)
adalah skor yang ditentukan oleh analisis rasio dapat digunakan untuk memprediksi kinerja,
likuiditas, dan leverage perusahaan di masa yang akan datang. Variabel-variabel yang
digunakan dalam model Model Zmijewski (X-Score) adalah Return on Assets (ROA), Debt
Ratio (leverage), dan Current Ratio (Likuiditas). Kriteria penilaian dalam model ini adalah
bahwa semakin tinggi nilai X, maka semakin tinggi pula probabilitas/kemungkinan
perusahaan bangkrut, sehingga dalam menganalisis metode Zmijewski, jika bernilai negatif
maka perusahaan tidak berpotensi mengalami kebangkrutan (Fatmawati, 2012). Model
Zmijewski (X-Score) Model Zmijewski (X-Score) dirumuskan sebagai berikut:

X = -4,3 – 4,5X₁ + 5,7X₂ - 0,004X₃

Di mana :

X1 = Laba Bersih / Total Aset (ROA)


X2 = Total Hutang / Total Aset (Leverage)
X3 = Aset Lancar / Kewajiban Lancar (Likuiditas)

Jika skor yang dihasilkan oleh model prediksi kebangkrutan ini melebihi 0 maka
perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Sebaliknya, jika suatu
perusahaan memiliki skor 0 maka perusahaan tersebut diprediksi tidak akan mengalami
kegagalan perusahaan (Pangkey et al., 2018).
2.4 Landasan Teori (Teori Sinyal)

Teori sinyal (signalling theory) merupakan teori yang dikemukakan oleh Ross dalam
(Firmansyah & Irawan, 2017). Dalam teori ini dikatakan bahwa teori sinyal ini digunakan
untuk memahami bagaimana laporan fiskal digunakan untuk memberikan tanda positif (berita
yang menggembirakan) dan tanda negatif (berita yang buruk) kepada klien. Tanda ini adalah
data tentang bagaimana dewan telah memahami keinginan pemilik. Hipotesis sinyal adalah
juga digunakan oleh organisasi (spesialis), kepala (pendukung keuangan) atau pertemuan
yang berbeda untuk mengurangi ketidakseimbangan data dengan menciptakan moneter yang
sangat baik laporan. (Sutra & Mais, 2019).

Menurut (Pangkey et al., 2018) menjelaskan bahwa teori yang digunakan dalam
penelitian ini penelitian ini adalah signaling theory, teori ini mulai berkembang pada tahun
1990-an. Menurut Besley dan Brigham (2008:517) dalam (Aprylia, 2016) Signalling theory
adalah suatu langkah yang dilakukan oleh eksekutif organisasi yang akan memberikan
pedoman kepada keuangan tentang bagaimana dewan melihat kemungkinan-kemungkinan
suatu organisasi. Sehingga keputusan kebangkrutan yang diambil dalam penelitian ini juga
dapat digunakan sebagai tanda kepada pihak luar tentang bagaimana kondisi yang akan
terjadi pada suatu organisasi di tahun depan dimana organisasi tersebut akan mengalami
kegagalan atau kebangkrutan.

Menurut (Hartono, 2005) dalam (Tahu, 2019) teori sinyal merupakan grand theory
dalam penelitian ini. Perusahaan juga dapat memberikan sinyal dan diharapkan dapat
diterima dan diinterpretasikan dengan benar dan tepat oleh investor. Prinsip dari teori sinyal
ini juga menjelaskan bahwa setiap tindakan akan mengandung informasi bagi pemakainya.
Dalam teori ini, manajer sebagai agen akan dapat memberikan informasi laporan keuangan.
Jika suatu perusahaan mengalami financial distress, maka laporan keuangan akan dapat
memberikan informasi mengenai kerugian atau penurunan kondisi keuangan suatu
perusahaan, sehingga manajer dapat mengambil tindakan sebelum terjadi likuidasi dan
memberikan sinyal kepada pihak eksternal dan bagaimana kondisi perusahaan di tahun
berikutnya. Menurut (Primasari, 2018) menjelaskan signaling theory mendasari penelitian ini
dan digunakan untuk menjelaskan bahwa laporan keuangan perusahaan digunakan untuk
memberikan sinyal positif (good news) dan sinyal negatif (bad news) kepada para pengguna.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai peringatan bagi pihak eksternal (investor,
pelanggan, pemerintah, dan lain-lain) mengenai potensi terjadinya kesulitan keuangan.
kondisi perusahaan diharapkan membaik di tahun mendatang.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan dan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah
jurnal yang telah dipublikasikan secara resmi sebagai berikut:

1. (Fahma & Setyaningsih, 2021) menunjukkan hasil dari hasil ini cenderung beralasan
bahwa strategi Zmijewski adalah yang paling dapat diandalkan dalam memprediksi
kebangkrutan pada organisasi Ritel. Penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Objek eksplorasi yang digunakan adalah
perusahaan organisasi ritel yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
periode 2015-2018. Teknik pengambilan sampel dari objek penelitian menggunakan
teknik purposive sampling. Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan
metode perhitungan rasio keuangan perusahaan dari masing-masing metode
kebangkrutan, sedangkan pengujian hipotesis menggunakan ketepatan dan jenis
kesalahan.

2. (Pangkey et al., 2018) menunjukkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa


metode Altman (Z-Score) lebih akurat secara konsisten dibandingkan dengan metode
Zmijewski (X-Score). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis prediksi
kebangkrutan yang memiliki tingkat konsistensi paling akurat dari metode Altman
(Z-Score) dan metode Zmijewski (X-Score) pada perusahaan yang mengalami
kebangkrutan. Metode Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode proporsional sampling. sampling dan metode
proporsional sampling. Untuk mengukur keakuratan kedua metode tersebut digunakan
standar digunakan adalah standar deviasi.

3. (Wahyu Widodo, 2014) Data yang digunakan berupa laporan keuangan tahunan
keuangan tahunan yang telah dipublikasikan oleh perusahaan di Bursa Efek
Indonesia. Situs web Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan adalah
perusahaan pertambangan batubara Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada periode 2014. Teknik pengambilan sampel adalah judgement sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 19 perusahaan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam
judgment sampling adalah perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan
lengkap untuk periode 2014 dan data harga saham tersedia pada tanggal perdagangan
terakhir pada tahun yang bersangkutan. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA).

4. (Prabowo, 2019) Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hasil prediksi


kebangkrutan prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Altman (Z-Score)
dan model Zmijewski (X-Score). Objek penelitian ini adalah empat perusahaan rokok
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2013 - 2017. Model Altman
(Z-Score) dan model Zmijewski (X-Score) memberikan hasil yang sama. Kedua
model (Altman dan Zmijewski) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
memprediksi kebangkrutan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif
yang dilakukan pada perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari
tahun 2013 - 2017. Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

5. (Damayanti et al., 2019) Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penggunaan


model prediksi kebangkrutan model prediksi kebangkrutan Altman Z-Score dan
Zmijewski pada perusahaan yang delisting di Bursa Efek Indonesia periode 2011 -
2015. Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang delisting dari BEI pada periode
2011-2015. Sampel penelitian terdiri dari 7 perusahaan dengan menggunakan metode
purposive sampling. Data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan
perusahaan yang yang dikeluarkan dari saham karena pailit pada periode 2011-2015.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
perhitungan rasio keuangan pada masing-masing sampel, sesuai dengan
variabel-variabel model prediksi kebangkrutan yang dibandingkan dengan model
Altman Z-Score dan Zmijewski.
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Tahun Perbandingan
penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1 (Fahma & -Altman (ZScore), penelitian di -Menggunakan -Periode


Setyaningsih, Springate (SScore), indonesia kesulitan keuangan Penelitian.
2021) and Zmijewski menemukan sebagai
(XScore) bahwa model variabel dependen. -sampel
Zmijewski Penelitian.
-Dependent sangat akurat -Menggunakan
Variables: Financial dalam Altman z-score
Distress memprediksi model Altman
kesulitan z-score sebagai
-Independen keuangan. variabel
Variabel: independen
Bekerja modal
diperhitungkan -Melakukan
untuk total aset, metode penelitian
ditahan pendapatan ulang
diperhitungkan
untuk total aset, -Objek Penelitian.
EBIT
diperhitungkan
untuk total aset,
pasar ekuitas
nilai diperhitungkan
untuk total
kewajiban, dan
penjualan
diperhitungkan
untuk total aset.

2 (Pangkey et -Altman (ZScore) Hasilnya dalam -Menggunakan -periode.Penca


al., 2018) and Zmijewski makalah ini kesulitan keuangan rian kembali
(XScore) menunjukkan sebagai
bahwa metode variabel dependen. -objek
-Dependent Altman Penelitian
Variables: Financial (Z-Score) adalah -Menggunakan
distress secara konsisten Altman z-score -sampel
lebih akurat dan model Penelitian
-Independent daripada Zmijewski
Variables: Altman metode x-score
z-score models, Zmijewski sebagai model
zmijewski x-score (X-Score). variabel
models independen
-Metode Penelitian

3 (Wahyu -Multiple Hasil dari -Menggunakan -periode


Widodo, Discriminant penelitian ini kesulitan keuangan Penelitian
2014) Analysis (MDA) mengatakan sebagai
bahwa variabel dependen. -objek.
-Dependent berdasarkan Penelitian
Variables: Financial perhitungan -Menggunakan
distress menggunakan Altman z-score -Metode
dua model Altman Penelitian
-Independent metode, maka z-score sebagai
Variables: Altman menunjukkan d variabel -sampel
z-score model bahwa metode independen. Penelitian
springate s-score Altman Z-score .
model. metode Altman
Z-score
memiliki
lebih baik
akurasi daripada
metode Skor
Springate
metode
Springate.

4 (Prabowo, -Multiple Kedua Altman -Menggunakan -Periode


2019) Discriminant dan model kesulitan keuangan Pencarian
Analysis (MDA) Zmijewski sebagai kembali
model ini variabel dependen.
-Altman (ZScore) menghasilkan -objek
method, and hasil yang sama. -Menggunakan Penelitian
Zmijewski Kedua model Altman z-score
(XScore) method. tersebut dan model -sampel
dapat digunakan Zmijewski Penelitian
-Dependent untuk x-score
Variables : memprediksi sebagai model
Financial distress kebangkrutan. variabel
(bankruptcy) independen.

-Independent -Metode penelitian.


Variables: Altman
z-score model,
Zmijewski x-score
model.

5 (Damayanti -Multiple efek samping -Menggunakan -Periode


et al., 2019) Discriminant dari penelitian kesulitan keuangan Pencarian
Analysis (MDA) ini adalah sebagai kembali
-Dependent Model Altman variabel dependen.
Variables : Z-score lebih -objek
Financial distress tepat -Menggunakan Penelitian
(bankruptcy) mengantisipasi Altman z-score
untuk dan model -sampel
-Independent memprediksi Zmijewski Penelitian
Variables: Altman kebangkrutan x-score
z-score model, dalam periode sebagai model
Zmijewski x-score tersebut variabel
model. membuka independen.
jalan menuju
likuidasi, -Metode penelitian.
untuk lebih
spesifik
satu dan dua
tahun
sebelumnya
organisasi
organisasi
diberikan dari
saham
perdagangan.
Sementara itu
Zmijewski
memodelkan
semua lebih
tepatnya
memprediksi
likuidasi dalam
waktu tiga tahun
kerangka waktu
sebelum
organisasi
diberikan dari
pemerintah
Indonesia
saham
Bursa Efek
Indonesia
2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, peneliti menjelaskan bahwa


kondisi keuangan dan kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan
keuangan perusahaan tersebut. Laporan keuangan merupakan informasi yang dapat
menjelaskan bagaimana kondisi suatu perusahaan, dimana akan menjadi informasi yang
dapat menjelaskan kinerja suatu perusahaan (Fahmi, 2015) dalam (Sibarani, 2018). Laporan
keuangan menyajikan informasi mengenai kondisi keuangan suatu perusahaan. Informasi
mengenai kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan sangat berguna bagi berbagai
pihak, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Dengan mengetahui kondisi keuangan suatu
perusahaan, investor, pemerintah, akuntan, dan pihak manajemen pihak-pihak tersebut dapat
segera mengambil tindakan berupa pengambilan keputusan atas dasar laporan keuangan.
Semakin dini kita mengetahui gejala-gejala kebangkrutan yang akan terjadi, maka akan lebih
baik bagi pihak manajemen untuk dapat melakukan berbagai langkah meningkatkan upaya
pengelolaan perusahaan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan pada perusahaan (Sibarani,
2018).

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Altman Z-Score dan
Zmijewski (X-Score), yang dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Altman Z-Score adalah alat yang digunakan untuk
memutuskan atau meramalkan tingkat likuiditas dalam suatu organisasi dengan menghitung
nilai beberapa proporsi, kemudian, pada saat itu, diingat untuk kondisi diskriminan (Mastuti
et al., 2012). Metode Altman Z-Score memiliki rasio yang terdiri dari: Rasio Modal
Kerja/Total Aset (X1), rasio Laba Ditahan/Total Aset (X2), rasio EBIT/Total Aset (X3), dan
rasio Nilai Pasar Ekuitas/Buku (X4). Nilai Hutang (X4), Penjualan terhadap Total Aset (X5).

1. Rasio X1 (Modal kerja/Total aset)


Sumber daya lancar bersih atau modal kerja dikarakteristikkan sebagai sumber
daya lancar pendek dari kewajiban lancar (sumber daya lancar - kewajiban lancar).
Pada umumnya besar, ketika sebuah organisasi menghadapi masalah moneter, modal
kerja akan akan menurun lebih cepat daripada semua sumber daya, membuat proporsi
ini turun.
2. Rasio X2 (Laba Ditahan / Total Aset)
Proporsi ini merupakan proporsi produktivitas yang dapat menentukan
kapasitas suatu organisasi untuk menciptakan keuntungan. Proporsi ini berguna untuk
memperkirakan ukuran kapasitas organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Proporsi
ini berguna untuk memperkirakan ukuran kapasitas organisasi untuk mendapatkan
manfaat, sejauh kapasitas organisasi untuk mendapatkan manfaat dibandingkan
dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja. kecepatan perputaran sumber daya sebagai
proporsi produktivitas bisnis atau bisa juga dapat dikatakan bahwa proporsi ini
memperkirakan pengumpulan manfaat selama organisasi dalam menjalankan
tugas-tugasnya.

3. Rasio X3 (EBIT/Total Aset)


Rasio ini berguna untuk mengukur profitabilitas, yaitu tingkat pengembalian
atas aset, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak tahunan dan
pajak perusahaan dengan total aset pada neraca akhir tahun. Rasio ini
menggambarkan pentingnya pencapaian laba dalam perusahaan, yang paling penting
dalam rangka memenuhi kewajiban bunga para investor. Kemampuan untuk bertahan
hidup sangat tergantung pada earning power dari asetnya. Oleh karena itu, rasio ini
sangat cocok dan sesuai untuk digunakan dalam menganalisis risiko kebangkrutan
suatu perusahaan.

4. Rasio X4 (Nilai Pasar Ekuitas/Nilai Buku Hutang)


Rasio ini berfungsi untuk mengukur tingkat leverage suatu perusahaan.
Dimana rasio ini rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat pengelolaan sumber
dana dalam suatu perusahaan.

5. Rasio X5 (Penjualan/Total Aset)


Penjualan terhadap total aktiva berfungsi untuk mengukur kemampuan
manajemen perusahaan dalam menghadapi kondisi persaingan dengan cara
membandingkan penjualan dengan total aktiva yang dinyatakan dalam satuan kali (x).

Model analisis kebangkrutan (Zmijewski X-Score) ditemukan oleh Zmijewski


pada tahun 1983 yang merupakan hasil penelitian selama 20 tahun (Muliadi, 2015).
Rasio keuangan yang digunakan dalam model ini dipilih dari rasio keuangan yang
telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Metode Zmijewski X-Score
memiliki rasio yang terdiri dari: Returned on Asset (ROA) (X1), Debt ratio (X2),
Current ratio (X3) .

1. Return on Asset (ROA) (X1)


ROA dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba
bersih dari total bersih dari total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ROA,
maka semakin efisien penggunaan penggunaan aset perusahaan, dan sebaliknya
semakin kecil ROA maka semakin tidak efisien penggunaan aset perusahaan
(Mandagie et al., 2014).

2. Rasio Hutang (X2)


Debt Ratio didefinisikan sebagai rasio yang dapat mengetahui jumlah hutang
perusahaan yang diberikan oleh kreditur untuk membiayai aset perusahaan. Semakin
besar rasionya maka semakin besar besar penggunaan hutang dalam membiayai
investasi pada aktiva, yang berarti risiko keuangan suatu perusahaan juga semakin
meningkat.

3. Current Ratio (X3)


Current Ratio didefinisikan sebagai rasio yang menjelaskan likuiditas suatu
perusahaan dengan membandingkan antara aset lancar dengan kewajiban lancar.
Likuiditas dalam perusahaan dapat dikatakan baik jika nilai current ratio sama dengan
dua. Penelitian ini akan menggunakan kedua model prediksi yaitu Altman (X-Score)
dan Zmijewski (X-Score) untuk melihat perbedaan skor dan tingkat keakuratan pada
masing-masing model prediksi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Gambar 2.1 - Kerangka Teoritis

2.7 Hipotesis

Metode Altman (Z-score) dapat menghitung potensi kebangkrutan suatu perusahaan


dengan menggunakan variabel Working Capital to Total Assets, Retained Earnings to Total
Assets, Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets, Nilai Pasar Ekuitas
terhadap Nilai Buku Hutang, dan Penjualan terhadap Total Aset.

Sedangkan metode Zmijewski (X-Score) dapat menghitung prediksi kebangkrutan


pada suatu perusahaan dengan menggunakan variabel Return on Assets, Debt Ratio, dan
Current Ratio (Muliadi, 2015). Menurut Sugiyono (2017:95) berpendapat dan menjelaskan
bahwa hipotesis adalah: "Jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,di mana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat dalam pertanyaan
penelitian, dapat dianggap singkat dengan alasan bahwa jawaban yang tanggapan yang
diberikan tergantung pada spekulasi yang berlaku, bukan diatas mengingat realitas
eksperimental yang diperoleh melalui bermacam-macam informasi. Berdasarkan kerangka
konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah metode Altman
(Z-Score) dan metode Zmijewski (X-Score) dapat memprediksi kebangkrutan pada
perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H1 : Skor yang dihitung dari model Altman (Z-Score) secara akurat memprediksi
kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Efek
Indonesia tahun 2017-2021.

H2 : Skor yang dihitung dari model Zmijewski (X-Score) secara akurat memprediksi
kebangkrutan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2017-2021.

H3 : Terdapat model dengan tingkat akurasi paling tinggi dalam memprediksi kondisi
financial distress pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Objek Penelitian

Menurut Sugiyono (2017) menjelaskan bahwa pengertian objek penelitian adalah


sebagai tujuan ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu dan untuk suatu tujuan
tertentu, valid dan reliabel tentang suatu variabel tertentu. Penelitian ini dilakukan pada
perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia EFEK INDONESIA
(BEI). Objek penelitian ini adalah penilaian financial distress dengan menggunakan metode
Altman (z-score) dan Zmijewski (x-score) untuk memprediksi kebangkrutan

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah studi ilmiah yang sistematis tentang bagian-bagian dan fenomena
fenomena, dan hubungan-hubungannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan deskriptif karena tidak membandingkan hubungan antar variabel, hanya
menggambarkan dan mengukur keakuratan dari kedua metode yang akan digunakan oleh
peneliti yaitu prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman (Z-Score) dan
(Zmijewski X-Score). Dalam hal lain, untuk menggambarkan tingkat kesesuaian atau
keakuratan antara variabel dependen dengan variabel independen (Siyoto S & Sodik, M.A,
2014). Sodik, M.A, 2015).

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut (Bungin, 2011) dalam (Rusman, 2021) populasi penelitian adalah


keseluruhan objek penelitian (alam semesta), baik itu manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan
udara, gejala-gejala, nilai, peristiwa, dan lain lain. populasi menyinggung semua kumpulan
orang, kejadian, atau hal premium yang perlu diteliti oleh analis (Sekaran dan Bougie, n.d.).
Sebuah pertemuan, kejadian, atau hal-hal menarik yang membuat ilmuwan perlu mengambil
keputusan. Seperti yang ditunjukkan oleh (Sugiyono, 2017) Populasi adalah wilayah
spekulasi yang terdiri atas suatu objek yang memiliki karakteristik tertentu yang tidak
seluruhnya ditetapkan oleh ilmuwan untuk dipelajari, kemudian pada saat itu ditarik
kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini yang digunakan adalah perusahaan Food and
Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2017-2021.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling dengan memilih sampel data sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh peneliti.
Karena tidak semua sampel dalam penelitian ini memenuhi kriteria yang sesuai dengan
syarat-syarat yang akan diteliti, maka dari itu peneliti memilih menggunakan menggunakan
teknik purposive sampling agar dapat menentukan sampel yang sesuai pertimbangan yang
sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dari sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini (Rusman, 2021). Proses dalam pemilihan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini dalam penelitian ini adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Proses Pemilihan Sampel

Kriteria Pemilihan Sampel Sampel

Perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI selama 30


Periode 2017 - 2021

Perusahaan yang telah menyelesaikan laporan keuangan selama 28


periode 2017-2021

Perusahaan yang memiliki rasio yang digunakan dalam Altman's 28


(Z-Score) dan rumus model Zmijewski (Skor-X)

Total Pengamatan Selama Lima Tahun 140

Sumber: Data Diolah (2021)


Berdasarkan karakteristik yang telah diprediksi di atas, sampel dalam penelitian ini
terdiri dari 28 bisnis. Dengan demikian, terdapat total 140 observasi untuk penelitian ini. Di
bawah ini adalah bisnis-bisnis yang menonjol dalam analisis ini. Analisis berikut dapat dilihat
pada Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

No Kode Nama Perusahaan Sektor Subsektor


Perusahaan

1 ADES Akasha Wira Konsumen Barang Food and


International Tbk Industri Beverages

2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverages

3 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverages

4 BTEK Bumi Teknokultura Konsumen Barang Food and


Unggul Tbk Industri Beverages

5 BUDI Budi Starch & Konsumen Barang Food and


Sweetener Tbk Industri Beverages

6 CAMP Campina Ice Cream Konsumen Barang Food and


Industry Tbk Industri Beverages

7 CEKA Wilmar Cahaya Konsumen Barang Food and


Indonesia Tbk Industri Beverages
8 CLEO Sariguna Primatirta Tbk Konsumen Barang Food and
Industri Beverages

9 DLTA Delta Djakarta Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverages

10 DMND Diamond Food Konsumen Barang Food and


Indonesia Tbk Industri Beverages

11 FOOD Sentra Food Indonesia Konsumen Barang Food and


Tbk Industri Beverages

12 GOOD Garudafood Putra Putri Konsumen Barang Food and


Jaya Tbk Industri Beverages

13 HOKI Buyung Poetra Sembada Konsumen Barang Food and


Tbk Industri Beverages

14 ICBP Indofood CBP Sukses Konsumen Barang Food and


Makmur Tbk Industri Beverages

15 IIKP Inti Agri Resources Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverages

16 INDF Indofood Sukses Konsumen Barang Food and


Makmur Tbk Industri Beverages

17 KEJU Mulia Boga Raya Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverage
18 MGNA Magna Investama Konsumen Barang Food and
Mandiri Tbk Industri Beverages

19 MLBI Multi Bintang Indonesia Konsumen Barang Food and


Tbk Industri Beverages

20 MYOR Mayora Indah Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverages

21 PANI Pratama Abadi Nusa Konsumen Barang Food and


Industri Tbk Industri Beverages

22 PCAR Prima Cakrawala Abadi Konsumen Barang Food and


Tbk Industri Beverages

23 PSDN Prasidha Aneka Niaga Konsumen Barang Food and


Tbk Industri Beverages

24 ROTI Nippon Indosari Konsumen Barang Food and


Corpindo Tbk Industri Beverages

25 SKLT Sekar Laut Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverages

26 STTP Siantar Top Tbk Konsumen Barang Food and


Industri Beverages
27 TBLA Tunas Baru Lampung Konsumen Barang Food and
Tbk Industri Beverages

28 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry Konsumen Barang Food and


& Trading Company Industri Beverages
Tbk

Sumber: Data Diolah (2021)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metodologi pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
literatur, studi sejarah, dan studi dokumen. Tugas pertama dilakukan di ruang belajar
perpustakaan. Khususnya dengan mencari jurnal, penelitian yang sedang berlangsung, dan
buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas. Langkah kedua adalah
melakukan studi dokumenter, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
keuangan dari setiap perusahaan Food and Beverages di setiap sektor yang terdaftar di bursa
efek Indonesia periode 2017-2021. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data kuantitatif. Data yang dihasilkan dengan cara yang dapat dengan mudah dianalisis dan
diinterpretasikan dikenal sebagai data kuantitatif. Informasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang diperoleh dari internet dengan mencari atau membuka
situs-situs seperti investing.com dan idx.co.id. Menggunakan invesnasia.com untuk
mengakses data-data keuangan yang diperlukan untuk penelitian ini.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan terhadap laporan keuangan,baik neraca
maupun laba rugi, dimana analisis ini dilakukan untuk mengetahui, mengukur dan
memprediksi kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan Food and
Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data laporan keuangan yang
digunakan untuk analisis ini adalah data periode 2017-2021. Data tersebut kemudian
dianalisis secara lebih mendalam dengan menggunakan metode Altman Z-Score dan model
prediksi kebangkrutan Zmijewski X-Score.

3.5.1 Metode Skor-Z Altman

Sangat mungkin spesialis yang paling awal untuk melihat pemanfaatan pemeriksaan
proporsi moneter sebagai alat untuk meramalkan bab 11 dalam suatu organisasi adalah
Edward I Altman di New York College. Konsekuensinya dari eksplorasi yang dipimpin oleh
Altman menghasilkan sebuah persamaan yang disebut Z-Score. Ini resep ini adalah model
proporsi yang menggunakan banyak pemeriksaan terpisah (MDA). Dalam strategi MDA ini,
dibutuhkan lebih dari satu proporsi moneter yang berhubungan dengan likuidasi dalam
organisasi untuk membentuk sebuah model yang luas. Dengan menggunakan pemeriksaan
diskriminan ini, fungsi diskriminan Fungsi produk akhir digunakan untuk mengantisipasi
likuidasi organisasi dengan mempertimbangkan proporsi moneter yang digunakan sebagai
faktor (Rudianto, 2013).

3.5.2 Metode Zmijewski (X-Score)

Menurut (Fatmawati, 2012) menjelaskan bahwa model Zmijewski menggunakan


analisis rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja, leverage, dan dan likuiditas dalam
suatu perusahaan. Model kedua ini untuk menghitung potensi kebangkrutan kebangkrutan
perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di bursa efek Indonesia bursa efek Indonesia
dengan menggunakan model Zmijewski. Model ini menggunakan tiga rasio keuangan dan
hasil perhitungan dari model ini kemudian diklasifikasi dengan cut off yang telah ditentukan.

Untuk menganalisis data kedua metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan pada


perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Hitunglah lima rasio keuangan yang terdapat dalam model Altman (Z-Score) dan tiga
rasio keuangan yang terdapat dalam model Zmijewski (X-Score). Rasio-rasio
keuangan dari Altman Z-Score adalah:
3. Setelah kedelapan rasio di atas berdasarkan masing-masing model yang digunakan
dalam penelitian ini diketahui, maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai
Z-Score dan X-Score dari masing-masing perusahaan Food and Beverages yang
terdaftar di BEI dengan menggunakan rumus Altman Z-score dan Zmijewski X
dengan menggunakan rumus Zmijewski X.

Rumus Altman (Z-Score) yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Z= 1.2 X1 + 1.4X2 + 3.3 X3 + 0.6X4+ 1,0X5

Rumus Zmijewski (X-Score) yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

X = -4,3 – 4,5X₁ + 5,7X₂ - 0,004X₃

4. Dari hasil perhitungan Z-Score dan X-Score yang telah diperoleh, selanjutnya akan
dinilai dengan menggunakan klasifikasi cut-off point yang telah ditentukan oleh
Altman dan Zmijewski dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3 Klasifikasi titik potong Altman (Z-Score):

Z > 2.99 "Zona Aman"

1.80 < Z < 2.99 "Zona Abu-abu"

Z < 1.80 "Zona Bahaya"

Tabel 3.4 Klasifikasi titik potong Zmijewski (Score-X):

X>0 "Bangkrut"

X<0 "Tidak Pailit"


5. Setelah melakukan analisis terhadap hasil analisis Altman Z-Score dan Zmijewski
X-Score, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menjelaskan bagaimana kondisi
perusahaan menurut hasil analisis Altman Z-Score dan Zmijewski X-Score.
Kemudian, mencari tahu nilai terbaik atau prediksi terbaik dari kedua model tersebut.

3.6 Operasionalisasi Variabel

Definisi operasional adalah definisi yang membuat variabel yang sedang diteliti oleh
peneliti menjadi operasional dalam kaitannya dengan proses mengukur variabel-variabel
tersebut. Definisi operasional ini memungkinkan suatu konsep yang abstrak diubah menjadi
konsep yang operasional, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan pengukuran
dalam penelitiannya (Ridha, 2017). Dalam definisi operasional ini operasional ini,
variabel-variabel yang akan diamati dalam penyusunan penelitian ini adalah:

3.6.1 Variabel Dependen


(Sugiyono, 2017) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel
dependen adalah Financial distress atau kebangkrutan. Menurut (Muharrami & Sinta, 2018)
Kebangkrutan mengarah pada situasi dimana perusahaan gagal atau tidak dapat membayar
utang jangka panjang dan utang jangka pendeknya lagi. Karena perusahaan tidak memiliki
dana yang cukup untuk mengoperasikan bisnisnya sehingga melunasi pinjaman, menyediakan
dana untuk operasional pada perusahaan dan hutang yang harus dipenuhi tidak dapat
dipenuhi.

3.6.2 Variabel Independen

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan yang terjadi
pada variabel dependen adalah merupakan faktor bebas (Sugiyono, 2017). Dari tinjauan ini,
variabel independen adalah Model Altman Z-Score dan model Zmijewski (X-Score) Model
Altman Z-Score adalah nilai yang diperoleh melalui perhitungan standar yang diduplikasi
oleh proporsi moneter yang dibuat untuk menunjukkan potensi likuidasi yang terjadi yang
terjadi dalam organisasi. Dalam model penilaian Altman Z-score ini, ada lima proporsi
moneter yang digunakan untuk meramalkan potensi kebangkrutan suatu organisasi, untuk
lebih spesifiknya Pendanaan yang bekerja Menambah sumber daya yang direpresentasikan
sebagai X1, Mengadakan pengadaan Untuk Menambah sumber daya yang diwakili sebagai
X2, EBIT Untuk Menambah Menambah sumber daya yang direpresentasikan sebagai X3,
Nilai pasar untuk Menambah Kewajiban direpresentasikan sebagai X4. Transaksi untuk
Menambah Sumber Daya direpresentasikan sebagai X5. Adapun Penjelasan dari setiap
proporsi adalah sebagai berikut.

Model Zmijewski X-Score merupakan pengembangan dari model ekspektasi likuidasi


diselesaikan oleh (Zmijewski, 1984) yang menambah legitimasi proporsi moneter untuk
membedakan moneter kekecewaan pada perusahaan Ada tiga rasio keuangan yang digunakan
untuk mengantisipasi potensi kebangkrutan suatu organisasi, khususnya Rasio moneter. yang
dibedah adalah proporsi moneter yang terdapat dalam model zmijewski sebagai berikut.
Pengembalian atas sumber daya direpresentasikan sebagai X1, proporsi Kewajiban
direpresentasikan sebagai X2 dan Proporsi lancar direpresentasikan sebagai X3.

1. Operasionalisasi Variabel Altman Z-Score

- Modal Kerja terhadap Total Aset (X1)


Mengukur kapasitas organisasi untuk memenuhi komitmen sesaat dengan
sesegera mungkin dengan membandingkan sumber daya lancar bersih dan sumber
daya habisnya. Sumber daya lancar bersih sumber daya lancar atau modal kerja
dicirikan sebagai total aset lancar dikurangi total kewajiban lancar.

- Laba Ditahan terhadap Total Aset (X2)


Mengestimasi manfaat total organisasi secara efektif. Agaknya, ini proporsi ini
juga mencerminkan usia organisasi, mengingat fakta bahwa semakin muda usia
organisasi, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan manfaat.
Biasanya, manfaatnya untuk perusahaan yang lebih berpengalaman tidak terlalu
diharapkan, mengingat sangat normal untuk menurunkan tingkat kekecewaan yang
tinggi kepada perusahaan yang lebih muda.
- Laba Sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aset (X3)
Berfungsi untuk mengukur produktivitas suatu organisasi dalam mendapatkan
tingkat laba dari sumber daya, yang ditentukan dengan membagi laba tahunan
sebelum bunga dan beban (EBIT) organisasi dengan seluruh sumber daya yang
catatan moneter akhir tahun. Proporsi ini juga dapat digunakan untuk mengukur
seberapa besar efisiensi pemanfaatan cadangan yang diperoleh.

- Nilai Pasar Ekuitas terhadap Total Kewajiban (X4)


Kebalikan dari proporsi kewajiban terhadap nilai. Nilai modal yang yang
dimaksud adalah harga pasar modal, yang merupakan jumlah saham organisasi yang
dikalikan dengan harga pasar per lembar saham.

- Penjualan terhadap Total Aset (X5)


Rasio ini berguna untuk mengukur efektivitas penggunaan dana yang tertanam
dalam seluruh aktiva dalam menghasilkan penjualan.

2. Operasionalisasi Variabel Zmijewski X-Score


- Return on Assets - ROA (X1)
Berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.
Rasio ini memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen dalam suatu perusahaan.
Return on Assets diukur dengan membagi laba bersih terhadap total aset.

- Rasio Hutang (Debt Ratio) (X2)


Berguna untuk mengukur besarnya aktiva dalam perusahaan yang dibiayai
oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Rasio hutang ini diukur dengan
cara total hutang dibagi dengan total aktiva.

- 3. Rasio Lancar (Current Ratio) (X3)


Berguna untuk memperkirakan kapasitas organisasi untuk membayar
kewajiban jangka pendek dengan aset lancar yang dapat diakses. Rasio lancar
ditentukan dengan cara membagi aset lancar dengan kewajiban lancar.
Tabel 3.5 Indikator Variabel, dan Pengukuran Variabel Altman Z-score:

No Variabel Definisi Indikator Pengukuran


Skala

1 Working Capital to Mengukur 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 Ratio


Total Assets perusahaan likuiditas
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

2 Retained Earnings Mengukur 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠 Ratio


to Total Assets perusahaan
kumulatif 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
profitabilitas

3 Earning Before Mengukur tingkat 𝐸𝐵𝐼𝑇 Ratio


Interest and Taxes laba atas aset
to Total Assets 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

4 Market Value of Mengukur Ratio


Equity to Total kemampuan
Liabilities buku nilai dari modal 𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑜𝑓 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
untuk memenuhi
kewajibannya 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒

5 Sales to Total Mengukur yang Ratio


Assets efektivitas dari
penggunaan dana
yang tertanam dalam 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
semua aset dalam
menghasilkan 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
penjualan.
6 Bankruptcy Perusahaan dengan Ratio
prediction Altman skor dari < 1,80
ZScore memiliki potensi
yang kuat untuk
kebangkrutan, skor
1.80 - 2.70
diklasifikasikan
sebagai akan Z-Score = 1,2X1 + 1,4X2
bangkrut dalam + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
2 tahun ke depan,
dengan skor antara
2.70 - 2.99
membutuhkan
perhatian khusus,
dan skor > 2,99
adalah
diklasifikasikan
sebagai perusahaan
yang tidak memiliki
potensi untuk
bangkrut.

Tabel 3.6 Indikator Variabel, dan Pengukuran Variabel Zmijewski X-score

No Variabel Definisi Indikator Pengukuran


Skala

1 Return on Assets Mengukur perusahaan 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 Ratio


perusahaan kemampuan
perusahaan untuk 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
menghasilkan laba
2 Debt Ratio Mengukur jumlah Ratio
perusahaan aset yang 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
dibiayai oleh utang atau
modal yang berasal 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
dari kreditur

3 Current Ratio Mengukur perusahaan Ratio


perusahaan kemampuan
perusahaan untuk 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
membayar kewajiban
jangka pendek, 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒
dengan tersedia saat ini
aset yang tersedia

4 Bankruptcy Perusahaan dengan skor Ratio


prediction Zmijewski model itu
Zmijewski berarti perusahaan
X-Score memiliki potensi untuk
pergi bangkrut.jika nilai x X = -4,3 – 4,5X1 +
negatif atau < 0 maka nilai 5,7X2 - 0,004X3
Z perusahaan akan
mengalami kebangkrutan.
semakin jauh perusahaan
tersebut dari potensi untuk
kebangkrutan
3.7 Pengujian Hipotesis

1. Uji Beda
a. Model Altman (Z-Score)

Menurut (Tahu, 2019) bahwa model Altman Z-Score merupakan model


multivariate financial distress yang telah dikembangkan di beberapa negara. Model
Altman Z-Score Model juga dikenal sebagai Model untuk memprediksi Kebangkrutan
Altman. Z-Score Altman juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi
kinerja keuangan perusahaan dan sebagai prediktor keuangan. Menurut (Beaver,
2010) dalam (Imelda & Alodia, 2017) Alodia, 2017) disarankan pada akhir tulisannya
yaitu melakukan analisis multivariate multivariate analysis. Model Altman ini
kemudian menjadi model yang paling populer untuk memprediksi kesulitan keuangan
(financial distress). Analisis ini juga menggunakan 5 (lima) rasio keuangan dalam
memprediksi kebangkrutan perusahaan. (Altman, 1968) dalam (Rim & Roy, 2014)
mendefinisikan fungsi distress menjadi:

Z= 1.2 X1 + 1.4X2 + 3.3 X3 + 0.6X4+ 1,0X5

Klasifikasi titik potong Altman (Z-Score):

Z > 2,99 maka termasuk dalam kategori "Zona Aman"

1,80 < Z < 2,99 maka termasuk dalam kategori "Zona Abu-abu"

Z < 1,80 maka termasuk dalam kategori "Zona Bahaya"

b. Model Zmijewski (X-Score)


Menurut (Fatmawati, 2012) dalam (Huda et al., 2017) menjelaskan bahwa
Model Zmijewski menggunakan analisis rasio yang akan digunakan untuk mengukur
kinerja leverage, dan likuiditas dalam suatu perusahaan. Model Zmijewski ini
ditemukan oleh Zmijewski pada tahun 1983 melalui penelitian selama 20 tahun pada
periode 1972 hingga 1978. Zmijewski menggunakan sampel sebanyak 75 perusahaan
yang bangkrut dan 73 perusahaan yang masih sehat, dan hasilnya ditemukan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang sehat dan tidak sehat
(Supriati et al, 2019). Model Zmijewski (X-Score) dirumuskan sebagai berikut:

X = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 - 0,004X3

Klasifikasi titik potong Zmijewski (X-Score):

X > 0 maka termasuk dalam kategori "Bangkrut"

X < 0 maka termasuk dalam kategori "Tidak Bangkrut"

2. Uji Akurasi
a. Tingkat Akurasi

Menurut (Khoiriyah, 2019) menjelaskan perhitungan tingkat akurasi ini


digunakan untuk mengetahui model mana yang paling akurat dari ketiga model yang
digunakan oleh penulis dalam penelitian ini. Keakuratan hasil prediksi dari model
hasil pendeteksi model kebangkrutan dari perbandingan kondisi aktual dan hasil
prediksi kebangkrutan. Keakuratan model prediksi yang memiliki nilai tertinggi dapat
dilihat dari yang pertama, tingkat akurasi yang tinggi menunjukkan berapa persen
model tersebut memprediksi kondisi perusahaan dengan benar dan perusahaan
berdasarkan keseluruhan objek penelitian yang ada. Tingkat akurasi ini diperoleh
setelah melakukan perhitungan kebangkrutan dengan menggunakan kedua model
yang kemudian dihitung tingkat tingkat akurasinya. Berikut rumus untuk menghitung
tingkat akurasi masing-masing model:

𝑳𝒆𝒗𝒆𝒍 𝒐𝒇 𝒂𝒄𝒄𝒖𝒓𝒂𝒄𝒚 = 𝑨𝒎𝒐𝒖𝒏𝒕 𝒐𝒇 𝒄𝒐𝒓𝒓𝒆𝒄𝒕 𝒑𝒓𝒆𝒅𝒊𝒄𝒕𝒊𝒐𝒏𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎%


𝑨𝒎𝒐𝒖𝒏𝒕 𝒐𝒇 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒍𝒆𝒔
Dari hasil analisis persentase jenis kesalahan (tipe error). Tipe kesalahan jenis
ini merupakan kesalahan yang terjadi jika model memprediksi objek penelitian tidak
bangkrut, tetapi pada kenyataannya perusahaan tersebut bangkrut. Sedangkan untuk
kesalahan dalam memprediksi kondisi keuangan perusahaan Food and Beverages,
maka jenis kesalahan harus harus diperhitungkan.

b. Jenis Kesalahan
Menurut (Fanny & Retnani, 2017) menjelaskan jenis kesalahan adalah
kesalahan dalam memprediksi sampel dimana sampel mengalami financial distress
tetapi diprediksi tidak diprediksi tidak mengalami distress dan sebaliknya, jenis
kesalahan ini juga dapat terjadi jika model memprediksi sampel mengalami distress
padahal pada kenyataannya tidak mengalami distress. tidak mengalami distress.
Untuk menghitung tingkat kesalahan untuk setiap model, gunakan rumus
menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑻𝒚𝒑𝒆 𝒐𝒇 𝒆𝒓𝒓𝒐𝒓 = 𝑨𝒎𝒐𝒖𝒏𝒕 𝒐𝒇 𝒊𝒏𝒄𝒐𝒓𝒓𝒆𝒄𝒕 𝒑𝒓𝒆𝒅𝒊𝒄𝒕𝒊𝒐𝒏𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎%


𝑨𝒎𝒐𝒖𝒏𝒕 𝒐𝒇 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒍𝒆𝒔

(Sari & Yunita, 2019) menjelaskan beberapa langkah yang dilakukan untuk mengukur akurasi
adalah sebagai berikut:

1. Menghitung nilai berdasarkan model prediksi kebangkrutan.

2. Nilai yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan titik potong masing-masing


model.

3. Hasilnya akan didapatkan posisi perusahaan sehat atau tidak sehat.

Selanjutnya, tingkat akurasi dan jenis kesalahan digunakan untuk menyimpulkan


model mana yang paling cocok untuk diterapkan. Model prediksi yang memiliki persentase
keakuratan paling tinggi dalam memprediksi financial distress pada perusahaan (Yuliana,
2018).
DAFTAR PUSTAKA

Agusti, C. P., & SABENI, A. (2013). Analisis faktor yang mempengaruhi kemungkinan
terjadinya financial distress (Doctoral dissertation, UNDIP:
Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
Altman, E. I. (1968). The Prediction of Corporate Bankruptcy: A Discriminant
Analysis. The Journal of Finance, 23(1), 193. https://doi.org/10.2307/2325319
Altman, E. I., Iwanicz-Drozdowska, M., Laitinen, E. K., & Suvas, A. (2017).
Financial Distress Prediction in an International Context: A Review and
Empirical Analysis of Altman’s Z-Score Model. Journal of International Financial
Management and Accounting, 28(2), 131–171. https://doi.org/10.1111/jifm.12053
Aprylia, C. (2016). Analisis Potensi Financial Distress Dengan Metode Altman
Z Score Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2010-2014. Analisis
Laporan Keuangan, 110.
ARITONANG, E. D. (2018). Prediksi Financial Distress Pada Perusahaan
Food and Beverages Sub Sektor Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2015-2017. 44–48.
Beaver, W. H. (2010). of Failure Financial Ratios as Predictors.
Journal of Accounting Research, 4(1966), 71–111.
Damayanti, N. A., Nurhayati, N., & Prasetyaningtyas, S. (2019). Analisis
Perbandingan Model Prediksi Kebangkrutan Altman Z-Score dan Zmijewski
di BEI Periode 2011 - 2015. E-Journal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 6(2),
171. https://doi.org/10.19184/ejeba.v6i2.11165
Fahma, Y. T., & Setyaningsih, N. D. (2021). Analisis Financial Distress Dengan
Metode Altman, Zmijewski, Grover, Springate, Ohlson Dan Zavgren Untuk
Memprediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Ritel. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan
Ekonomi Asia, 15(2), 200–216. https://doi.org/10.32815/jibeka.v15i2.398
Fatmawati, M. (2012). Penggunaan the Zmijewski Model, the Altman Model, dan
The Springate Model Sebagai Prediktor Delisting. Jurnal Keuangan Dan
Perbankan, 16(1), 56–65. http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jkdp/article/view/1046

Anda mungkin juga menyukai