Anda di halaman 1dari 13

IV.

SISTEM PENELAAHAN ALKITAB

Sistem penelaahan Alkitab tergolong sistem buatan secara sengaja diciptakan sebagai alat
atau sarana menelaah Alkitab. Dikatakan penelaahan tergolong sistem buatan karena terdiri dari
komponen-komponen buatan umat Tuhan, untuk menelaah sistem wahyu yakni segala tulisan
yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki
kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim. 3:16). Sistem sengaja diciptakan untuk
mempermudah memahami firman Tuhan sekaligus menerapkan dalam kehidupan pribadi,
bahkan lebih luas di tengah masyarakat. Sekalipun diakui sistem wahyu tidak terikat pada sistem
buatan, tetapi sebaliknya sistem buatan terikat pada sistem buatan. Sistem buatan hanya alat
untuk memahami sistem wahyu, tidak lebih dari pada itu.

A. Sistem Penelaahan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sistem buatan hanya alat sistem wahyu
yang berasal dari firman Tuhan berbentuk Alkitab. Tujuannya untuk mempermudah menelaah
Alkitab dengan cara menggunakan sistem buatan. Berdasarkan uraian di atas berarti sistem
buatan hanya tools bagi sistam wahyu. Artinya sistem buatan berusaha membahas sistem wahyu,
tidak sebaliknya, sistem wahyu membahas sistem buatan. Dengan demikian, sistem buatan tidak
merupakan tujuan penelaahan, tetapi hanya sarana mempermudah memahami isi Alkitab.

1. Pengertian Sistem

Pengertian sistem adalah perangkat unsur yang teratur saling berkaitan membentuk
totalitas, perangkat unsur biasanya disebut komponen-kom- ponen diurutkan secara teratur dalam
bentuk totalitas tanpa acak, tetapi menetap saling berkaitan antara komponen yang satu dengan
komponen lainnya. Sistem tidak mengenal acak, sebaliknya urutan-urutan di antara komponen-
komponen sudah menetap, tidak dapat diputar balik. Urutan pertama bersifat tetap, tidak pernah
berubah menjadi urutan kedua. Demikian urutan berikutnya mengikut mulai dari urutan terkecil
hingga urutan terbesar, sehingga urutan-urutan ini dinamakan sequence penelaahan Alkitab.

Sistem dapat dibedakan dari dua bentuk yakni sistem alami, dan sistem buatan. Sistem
alami tidak dapat diatur oleh manusia, tetapi diatur oleh Tuhan, sedangkan sistem buatan sengaja
diatur oleh manusia. Menurut sifat sistem dikelompokkan dalam dua sifat yakni berubah-ubah
akibat rekayasa manusia dan menetap tidak dapat direkayasa. Sistem menurut asal-usul berasal
dari cara Tuhan dan ciptaan manusia.

Pada hakikatnya sistem buatan dan sistem wahyu tidak berubah-ubah, keduanya menetap.
Namun karena kebutuhan manusia, terkadang sistem buatan dan sistem wahyu direkayasa.
Sistem penelaahan Alkitab tergolong sistem buatan tidak boleh direkayasa atau dengan kata lain,
urutannya diputarbalikkan. Jika terjadi rekayasa terhadap urutan komponen-komponen akan
terjadi kekacauan, berarti tidak dapat disebut sistem buatan penelaahan Alkitab.
Sistem tata surya diatur oleh Tuhan. Sistem pengairan diatur oleh manusia karena pada
hakikatnya air selalu mencari tempat yang rendah. Ternyata air dapat mengalir ke tempat yang
lebih tinggi oleh karena rekayasa manusia. Biasanya sistem terdiri dari komponen-komponen
menetap membentuk totalitas utuh, salah satu komponen tidak ada, paling tidak terjadi
ketimpangan.

sistem mobil terdiri dari satu sistem terbagi dalam komponen-komponen, antara Jain;
seksi (casis), bodi, mesin, karburator, roda, setir, silinder, bahan bakar, dan lain-lain. Mobil tanpa
roda tidak dapat bergerak, tanpa karburator, slinder, dan bahan bakar mesinnya tidak dapat
hidup, tanpa setir tidak dapat membelok, dan lain-lain. Salah satu komponen mobil tidak ada,
bisa berakibat fatal; antara lain, mesin tidak hidup, tidak dapat membelok, dan lain-lain.

Penelaahan Alkitab terdiri dari satu sistem, terbagi dalam komponen- komponen.
Menurut bentuknya termasuk buatan umat berdasarkan keahlian, sedangkan menurut sifat
dikategorikan menetap terdiri dari sequence men- desain tematik tunggal, topikal jamak, sintesis
mulirounded, dilanjutkan dengan merumuskan tujuan, sesuai tujuan ditetapkan materi
penelaahan. Agar tujuan dan materi dapat berproses ditentukan metode penelaahan, dilengkapi
alat atau media penelaahan. Setelah hal di atas dilaksanakan, dilanjutkan dengan menelaah nas
Alkitab, dan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan dilaksanakan evaluasi.

Komponen-komponen di atas berada dalam satu sistem dinamakan sistem penelaahan


Alkitab. Sistem penelaahan Alkitab memiliki komponen- komponen yang saling berkaitan antara
satu dengan lainnya, dan memiliki urutan penelaahan Alkitab menetap tanpa mengenal acak
(sequence). Komponen-komponen di atas selalu dibutuhkan pada saat melaksanakan serangkaian
proses kegiatan penelaahan Alkitab, baik katalisator, maupun naradidik. Sebagaimana telah
dijelaskan di atas, menjadi ketentuan khusus, salah satu komponen sistem penelaahan Alkitab
tidak ada, maka akan terjadi ketimpangan dan tidak perlu terjadi.

2. Sistem Buatan Penelaahan Alkitab

Sistem penelaahan Alkitab berbentuk buatan umat Tuhan untuk mencapai tujuan dari
serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab, tetapi urutannya tidak boleh berubah-ubah.
Sistem ini tetap terdiri dari komponen-komponen sistematis tanpa berubah-ubah, diurutkan
sedemikian rupa tanpa acak. Seluruh komponen bergerak bersama-sama searah dan seirama
mengalihkan konteks bahan tertulis khotbah, renungan, makalah, buku cetak, buku elektronik,
dan aneka sumber lainnya dalam pembelajaran utuh yakni penelaahan Alkitab secara menetap.

Komponen-komponen sistematis pada hakikatnmya menetap supaya terdapat


keseragaman mengalihkan konteks penelaahan Allkitab bersumber dari bahan tertulis khotbah,
renungan, makalah, buku cetak, buku elektronik, dan aneka sumber lainnya, sejalan dengan
Alkitab. Komponen-komponen sistem penelaahan Alkitab berusaha tetap komit membuat
persiapan tertulis sebelum melangsungkan proses kegiatan penelaahan. Cara seperti ini dilakukan
agar proses penelaahan lebih efisien menggunakan waktu, dan efektif mencapai hasil.
Selanjutnya seluruh komponen dipastikan agar mampu mengalihkan desain tematik
tunggal, topikal jamak, dan sintesis multirounded bersumber dari bahan tertulis khotbah,
renungan, makalah, buku cetak, buku elektronik, dan aneka sumber lainnya dalam konteks
pembelajaran dengan cara meng- gunakan sistem penelaahan Alkitab. Langkah ini terdiri dari
tujuh komponen- komponen yakni 1) membentuk tematik tunggal, topikal jamak, dan sintesis
multirounded, 2) merumuskan tujuan, 3) membuat materi, 4) menentukan metode, 5)
menetapkan media, 6) menelaah nas Alkitab, dan 7) melaksanakan evaluasi. Ketujuh langkah-
langkah merupakan kesatuan utuh melaksanakan serangkaian proses kegiatan penelaahan
Alkitab.

Selain pengalihan konteks melalui tujuh komponen-komponen spesial, termasuk


kemampuan memilih dan menggunakan metode penelaahan Alkitab. Tidak semua metode
pembelajaran cocok untuk seluruh penelaahan Alkitab. Dasar pertimbangan ini diharapkan
kepada katalisator agar memiliki kemampuan teknis memilih dan menentukan metode
penelaahan.

Ketujuh komponen-komponen ini akan dibahas secara khusus di bawah ini sesuai
kebutuhan penelaahan Alkitab. Pengalihan konteks hanya berlaku bagi desain topikal jamak,
termasuk desain tematik tunggal, dan sintesis multirounded. Alasan pengalihan konteks yang
diperlukan pertama, khotbah dan renungan cenderung retoris, dan berlangsung satu arah yakni
antara pengkhotbah, atau pembawa renungan dengan pendengar. Kedua, andaikata pengkhotbah
atau pembawa renungan sangat singkat sementara melaksanakan proses dua arah atau lebih tidak
cukup waktu. Ketiga, proses pelayanan khotbah atau renungan sangat singkat sementara
melaksanakan proses dua arah atan lebih membutuhkan waktu lebih lama dari pada proses
pelayanan. Keempat. pada ibadah umum terlalu banyak anggota jemaat bakal mengadakan tanya
jawab, atau diskusi. Kelima, dan seterusnya berdasarkan alasan-alasan di atas, diperlukan
pengalihan bahan-bahan khotbah dan renungan dalam bentuk penelaahan Alkitab.

Pada pihak lain nas sejajar dan perikop sumber desain topikal jamak, tidak berarti hanya
diperlukan oleh penelaahan Alkitab, melainkan termasuk perkuliahan di lembaga formal,
informal, dan nonformal. Dasar berpikir demikian mewajibkan desain tematik tunggal, topikal
jamak, dan sintesis multirounded dialihkan kontesknya dalam pembelajaran utuh secara khusus
senantiasa diperuntukkan bagi penyelenggaraan serangkaian proses kegiatan depu penelaahan
Alkitab.

B. Tujuh Komponen Sistem Penelaahan Alkitab Langkah-langkah atau tahapan-tahapan,


mengubah konteks tematik, topikal, dan sintesis penelaahan Alkitab, terdiri dari bahan tertulis
khotbah, renungan, makalah, buku cetak, buku elektronik, dan aneka sumber lainnya, khususnya
Alkitab. Sebelum mengubah konteks, terlebih dahulu menguasai bahan dengan cara; 1) membaca
nas tertulis, 2) mendengar pelayanan khotbah, renungan, penyajian makalah, dan memanfaatkan
buku cetak dan elektronik, 3) menguasai arti, makna, tujuan khotbah, renungan, makalah, buku
cetak dan elektronik 4) merencanakan pengalihan acuan konteks ke dalam tematik tunggal,
topikal jamak, sintesis multirounded, 5) membuat bahan tertulis dalam bentuk tematik tunggal,
topikal jamak, dan sintesis multirounded.

Setelah melakukan empat dari lima langkah-langkah atau tahapan-tahapan tersebut di atas
terdiri dari tahap 1, 3, 4, 5, kecuali tahap 2 yakni mendengar pelayanan khotbah, renungan, dan
penyajian makalah, dilanjutkan dengan kegiatan membuat bentuk, pola, model, dilanjutkan
dengan merencanakan serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab meliputi tiga desain yakni
desain tematik tunggal, desain topikal jamak, dan desain sintesis multirounded. Selanjutnya
mengemas bahan sistem penelaahan Alkitab terdiri dari tuiuh komponen yakni; 1) membentuk
tematik, topikal, dan sintesis, 2) merumuskan tujuan, 3) membuat materi, 4) menentukan metode,
5) menetapkan media. 6) menelaah nas Alkitab, dan 7) melaksanakan evaluasi, dijelaskan
sebagai berikut;

Komponen pertama, desain tematik tunggal, topikal jamak, dan sintesis mutirounded,
sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa bahan tertulis khotbah, renungan, makalah, buku
cetak, buku elektronik, dan aneka sumber lainnya, khususnya Alkitab menjadi sumber dalam
mengemas bahan tertulis penelaahan Alkitab pada desain tematik tunggal dan topikal jamak
model humble, medium, eke, uphill, mingle, dan desain sintesis multirounded model medium,
eke, uphill, dan mingle.

Bahan tertulis khotbah, renungan sudah barang tentu berdasarkan Alkitab, sedangkan
makalah, buku cetak, buku elektronik, dan aneka sumber lainnya mesti menyesuaikan dengan
Alkitab. Artinya seleksi bahan-bahan tertulis penelaahan berdasarkan acuan norma kanonik. Cara
seperti ini menjamin seluruh bahan penelaahan dalam desain dan model tertulis penelaahan
Alkitab memenuhi ukuran atau acuan kanonik sufficiently.

Selain persyaratan di atas, sebelum menetapkan desain dan model penelaahan Alkitab,
perlu mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain%; kesiapan naradidik, fasilitas, iklim dan
situasi kondisi, dukungan berbagai pihak, tujuan penelaahan, kesehatan dan keamanan, waktu
pelaksanaan, lokasi penelaahan. Seluruh faktor mesti dipertimbangkan lebih detail, agar proses
pelaksanaan terhindar dari berbagai penafsiran berbeda.

Desain tematik tunggal dan topikal jamak model humble, medium, eke, uphill, mingle,
dan desain sintesis multirounded model medium, eke, uphill, dan mingle, perlu dikembangkan,
karena dalam buku ini pembuatan desain dan model penelaahan merupakan salah satu dari
berbagai contoh riil. Setiap melaksanakan serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab selalu
membutuhkan desain dan model baru. Alasan pembuatan desain dan model terbaru setiap terjadi
penelaahan, karena tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi penelaahan Alkitab tidak sama
untuk seluruh penelaahan.

Sebelum melaksanakan kegiatan penelaahan Alkitab selalu memper- timbangkan desain


dan model mana yang paling cocok, sesuai, atau relevan bagi fase usia naradidik sebagaimana
telah dipaparkan pada bab sebelumnya tentang aplikasi penelaahan nas Alkitab, selanjutnya
memasukkan dee model dalam sistem penelaahan yang terdiri dari tujuh komponen-komponen
sistematis. Tugas ini tentunya diembankan kepada katalisator terlatih menuju profesionalitas
melakukan perencanaan akademik penelaahan sejak awal hingga pelaksanaan.

Model humble, medium, eke, uphill, mingle tentu menyesuaikan dengan fase usia
naradidik pada desain tematik tunggal, topikal jamak, dan sintesis multigrounded, sebagaimana
telah dijelaskan dan dilengkapi contoh-contoh sederhana. Seluruh desain dan model dinyatakan
belum tuntas apabila tidak dilanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya yakni merumuskan
tujuan, membuat materi, menentukan metode, menetapkan media, dan melaksanakan evaluasi
penelaahan Alkitab.

Komponen kedua: Merumuskan tujuan. Pengertian tujuan penelaahan Alkitab tidak


berbeda dengan tujuan pembelajaran. Tujuan instruksional adalah tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai setelah mengajarkan pokok atau sub pokok bahasan terencana. Tidak berbeda dengan
tujuan atau sasaran yang ingin dicapai setelah melaksanakan serangkaian proses kegiatan
penelaahan Alkitab. Keduanya bagaikan anak kembar, atau tidak sekadar mitasi, melainkan
identical. Dengan demikian, proses ini memerlukan pengajuan rumusan tujuan dan sasaran
penelaahan Alkitab.

Pengertian tujuan penelaahan Alkitab adalah tujuan atau sasaran yang ingin dicapai
setelah melaksanakan serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab sesuai desain tematik dan
topikal model humble, medium, eke, uphill, mingle, dan desain sintesis multirounded model
medium, eke, uphill, mingle secara sistematis, terencana, dan terukur, dan menyesuaikan dengan
acuan norma kanonik (alkitabiah). Tujuan ini bersifat spesifik dinamis mulai perencanaan awal
hingga pelaksanaan tetap mempertahankan kekhasan yakni teologi praktis. Ikumusan-rumusan
tujuan sasaran yang ingin dicapai setelah serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab
dilaksanakan terdiri dari:

Pertama: arti, tujuan, dan nas Alkitab. Kedua: menggunakan kata kerja operasional secara
khusus untuk menelaah Alkitab. Ketiga: satu jenis tingka laku yang mau diukur. Keempat: sesuai
karakteristik naradidik. Kelima: berbentuk hasil penelaahan. Kelima hal ini dipadukan menjadi
satu kesatuan utuh untuk merumuskan tujuan dan sasaran penelaahan Alkitab.

Rumusan pertama, penelaahan Alkitab sudah tentu memiliki arti, dan tujuan sesuai
makna nas Alkitab. Memaknai nas Alkitab berdasarkan perikop nas, bahan tertulis khotbah,
renungan, makalah, buku cetak, buku elektronik, dan aneka sumber lainnya. Faedahnya untuk
memudahkan kinerja penelaahan oleh katalisator terlatih menuju profesionalitas yang
dipersyaratkan dalam mengelola serangkaian proses kegiatan penelaahan dalam satu kali
pertemuan, sekaligus berfaedah untuk memengaruhi minat penelaahan setiap naradidik.

Arti nas Alkitab satu-satunya cara mengarahkan pembuatan tujuan penelaahan, artinya
tujuan nas menjadi tujuan penelaahan. Dasar berpikir demikian mempersyaratkan kepada setiap
katalisator berkewajiban menguasai tujuan perikop. Selanjutnya, katalisator memanfaatkan
sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis yang terdapat pada buku dan lingkungan sekitar
penelaahan untuk menentukan sejumlah tujuan penelaahan.

Tujuan penelaahan untuk mengarahkan proses, menunjukkan cara menelaah, atau


mengarahkan katalisator dan naradidik untuk menelaah sesuai yang terkandung dalam perikop
(nas) Alkitab. Tujuan penelaahan diusahakan kontekstual antara nas dan pelaksanaannya.
Artinya segala sesuatu yang ditelaah sebaiknya dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Cara seperti ini menggabungkan antara teori dan pelaksanaannya, tidak seperti air dengan
minyak tidak pernah menyatu, tetapi seperti susu, gula, dengan air. Syarat ini menjadi ketentuan
dalam menentukan tujuan penelaahan.

Rumusan kedua, tujuan menggunakan kata kerja operasional dimaksudkan untuk


menetapkan tujuan terukur, dapat dinilai dan ditetapkan hasilnya, mudah menentukan materi dan
evaluasi hasil penelaahan. Indentifikasi menentukan tujuan operasional menggunalkan kata kerja
operasional. Contoh: naradidik dapat membedakan Hukum Taurat 1 sampai dengan 4 dan 5
sampai dengan 10. Tujuan ini sangat luas dan kompleks, membutuhkan penyederhanaan. Artinya
tujuan ini tidak terukur untuk seluruh desain dan model sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Penyederhanaan tujuan di atas mau tidak mau harus disederhanakan dengan cara
mempersempit scope 1 sampai dengan 4 dan 5 sampai dengan 10 dengan cara membagi scope
dalam beberapa tujuan penelaahan. Contoh; a) naradidik dapat memberi contoh penyembahan
berhala pada Hukum Taurat ke-2, b) naradidik dapat mengidentifikasi hari-hari aktif melakukan
pekerjaan sesuai dengan Taurat ke-4, dan seterusnya. Sebelumnya telah dilakukan indentifikasi
relevansi implementasi tujuan berdasarkan desain tematik dan topikal model humble, medium,
eke, uphill, mingle, dan desain sintesis multirounded model medium, eke, uphill, mingle.

Menentukan kedua tujuan penelaahan di atas menurut relevansi desain tematik tunggal,
topikal jamak, atau sintesis multigraunded. Dasar menentukan dapat digunakan pertimbangan
pembagian Hukum Taurat menurut nas, berarti desainnya topikal jamak. Mengapa tidak
mempertimbangkan tematik tunggal, dan sintesis multirounded? Karena desain tematik bersifat
tunggal, dan desain sintesis multirounded bersifat kompleks, sementara kedua tujuan di atas
hanya membicarakan dua hal dari sepuluh Hukum Taurat.

Di atas telah ditentukan desain topikal jamak untuk kedua tujuan, diidentifikasi model
yang mana paling cocok untuk sasaran kedua tujuan tersebut? Fase usia menjadi pertimbangan
khusus menetapkan dari antara kelima model. Jika ini pertimbangannya, desain dapat
menggunakan salah satu dari antara model humble, medium, eke, uphill, atau mingle yakni
model medium. Dasar pertimbangannya fase usiaremaja cenderung membahas Hukum Taurat di
tingkat Pendidikan Menengah. Dasar pertimbangan di atas ingin memadukan kurikulum dengan
penelaahan Alkitab, bahkan dengan implementasi kedua tujuan di lingkungan masing-masing
naradidik.
Menggunakan kata kerja operasional pada tujuan penelaahan Alkitab mempermudah
penelaahan, pengukuran, dan lain-lain, tentang kata kerja operasional dapat diunduh dari rujukan
Website atau dicari dari buku peren- canaan pembelajaran. Penulis sengaja melampirkan
mengingat kata kerja operasional satu-satunya kata dipergunakan merumuskan tujuan
penelaahan.

Menentukan tujuan penelaahan hanya satu tujuan penelaahan, dengan kata lain, tidak
boleh menggunakan kata kerja lebih dari satu kata kerja operasioanal dalam satu tujuan
penelaahan. Jika menggunakan dua atau lebih kata kerja operasional dalam satu tujuan
penelaahan, dikelompokkan "mendua." Ambivalensi tidak boleh terjadi bahkan harus
dihindarkan dari satu tujuan penelaahan. Contoh; naradidik dapat membedakan dan menganalisis
kemungkinan monogami duda atau janda sesuai ajaran Rabi (Yesus). Identifikasi satu jenis
tingkah laku ditandai "menggunakan hanya satu kata kerja operasional dalam satu tujuan
penelaahan", sementara contoh di atas menggunakan dua kata kerja operasional sekaligus dalam
satu tujuan penelaahan Alkitab sehingga dikatakan ambivalen.

Contoh di atas harus di-review agar tidak bermakna ganda (ambivalen), dengan cara
memilih hanya satu kata kerja operasional, sehingga diperbaiki menjadi "naradidik dapat
menganalisis monogami suami istri berdasarkan ajaran Rabi (Yesus)." Cara seperti ini dapat
disebut menunggalkan tujuan penelaahan dengan cara menentukan hanya satu kata kerja
operasional dalam satu tujuan penelaahan yakni "menganalisis" kemungkinan monogami duda,
dan janda sesuai Kerabian Yesus berdasarkan fakta alkitabiah dan fakta experience.

Sebelum menentukan tujuan penelaahan, terlebih dahulu membuat desain dan model.
Namun, sesuai contoh di atas dilakukan penentuan desain dan model terbalik berdasarkan tujuan
penelaahan yakni "naradidik dapat menganalisis monogami suami istri berdasarkan ajaran Rabi
(Yesus)." Berdasarkan contoh ini ditentukan pemilihan salah satu dari antara desain tematik dan
topikal model humble, medium, eke, uphill, mingle, dan desain sintesis multirounded model
medium, eke, uphill, mingle, yakni desain sintesis multirounded dan model eke atau mingle.
Alasan penetapan desain dan model ini atas dasar pertimbangan ajaran Yesus dan experience
menjadi kesatuan utuh dan lebih kompleks.

Rumusan ketiga, menetapkan tujuan hanya satu jenis tingkah laku yang mau diukur
dalam satu tujuan penelaahan agar terhindar dari ambivalensi ganda. Ciri-ciri satu jenis tingkah
laku menggunakan hanya satu kata kerja operasional dalam satu tujuan penelaahan. Kata kerja
operasional menunjukkan perilaku. Contoh antara lain: perilaku menyatakan, perilaku
merumuskan, dan lain-lain. Rumusan konsepsional satu jenis tingkah laku tidak berbeda dengan
menggunakan hanya satu kata kerja operasional.

Menganalisis tiga tujuan penelaahan Alkitab di bawah ini sama-sama bermakna kasuistik
berkategori fatal; 1) naradidik memilih dan memberi contoh menyembah Allah sesuai Hukum
Taurat ke-2 atau penyembahan berhala atau dewa-dewi dan illah lain, 2) naradidik dapat
memahami hari- hari aktif melakukan pekerjaan sesuai dengan Taurat ke-4, 3) naradidik dapat
menganalisis kemungkinan monogami duda atau janda sesuai ajaran Rabi (Yesus) dan sikap
bertahan, atau mencari pasangan hidup.

Kasuistik menetapkan tujuan penelaahan Alkitab pada tujuan 1) karena menggunakan


dua kata kerja operasional sekaligus, seharusnya hanya menggunakan satu kata kerja
operasional, sedangkan kasus menentukan tujuan penelaahan Alkitab nomor 2) menggunakan
kata kerja tidak operasional sehingga tidak terukur, kasus tujuan nomor 3) menjadi duda atau
janda tidak ajaran Yesus, kemudian tujuan ini berbentuk penjelasan materi pembelajaran.
Dengan demikian ketiga contoh di atas dinyatakan "salah"

Rumusan keempat, tujuan sesuai karakteristik naradidik. Rumusan ini termaktub pada
desain tematik dan topikal model humble, medium, eke, uphill, mingle, dan desain sintesis
multirounded model medium, eke, uphill, mingle, desain sintesis multirounded, dan model eke
atau mingle, termasuk latar belakang budaya, taraf ekonomi, civil effect, pertumbuhan,
kematangan, dan lain-lain. Rumusan keempat memengaruhi katalisator dalam menentukan
tujuan penelaahan sesuai karakteristik naradidik.

Apabila terdapat kesesuaian antara kemampuan (pemahaman) berda- sarkan fase-fase


usia naradidik dengan tingkat kesulitan tujuan penelaahan, maka akan semakin mendekati
kecenderungan acceptik. Penetapan rumusan keempat ini selalu mempertimbangkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan karakteristik naradidik, sehingga penelaahan cocok dan
menarik untuk digeluti bersama dalam kelompok di alam terbuka atau gedung tertutup.

Rumusan kelima, tujuan berbentuk hasil penelaahan. Tujuan penelaahan tentu berbentuk
hasil, atau dengan kata lain, seluruh tujuan mesti berbentuk change of behavior (perubahan
perilaku) benefit pada masa kini dan mendatang sebagai akibat dari keberhasilan mengelola
serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab. Hal ini artinya dampak-dampak posisitif dari
seluruh tujuan penelaahan Alkitab mesti terdapat pada perilaku naradidik sehari-hari.

Di atas telah diajukan tiga contoh tujuan penelaahan, diharapkan ber- dampak change of
behavior dengan cara memampukan diri menerapkan hasil penelaahan yakni menghindarkan
perbuatan penyembahan berhala sesuai Hukum Taurat ke-2, mampu memanfaatkan hari-hari
aktif efektif melakukan pekerjaan sesuai dengan Hukum Taurat ke-4, memilah dan memutuskan
agar tetap monogami meskipun mengalami berbagai tantangan Rabi (Yesus).

Ketiga tujuan berbentuk teoretis berbeda dengan berbentuk hasil pene- laahan tentu
berkaitan erat dengan aplikasi dari implementasi desain dan model. Perbedaan antara desain dan
model telah didefinisikan sebelumnya. Pada intinya, desain berbentuk kerangka dasar, atau pola
dan corak penelaahan. Model adalah pola dari sesuatu yang akan dihasilkan untuk selanjutnya
diperagakan (dipraktikkan) dalam kehidupan sehari-hari sebagai akibat dari pelaksanaan
serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab.
Komponen ketiga, membuat materi. Materi penelaahan turunan langsung dari tujuan
penelaahan Alkitab. Menerjemahkan tujuan dalam bentuk materi penelaahan dengan cara
menghilangkan sasaran dan kata kerja operasional yang terdapat di depan tujuan penelaahan.
Contoh tiga tujuan: a) naradidik dapat memberi contoh penyembahan berhala pada Hukum
Taurat ke-2, b) naradidik dapat mengidentifikasi hari-hari aktif melakukan pekerjaan sesuai
dengan Taurat ke-4, c) naradidik dapat menganalisis kemungkinan monogami duda atau janda
sesuai ajaran Rabi (Yesus)."

Ketiga tujuan penelaahan tersebut di atas direkayasa menjadi materi penelaahan Alkitab
sebagai berikut: a) contoh penyembahan berhala pada Hukum Taurat ke-2, b) hari-hari aktif
melakukan pekerjaan sesuai dengan Taurat ke-4, c) kemungkinan monogami duda atau janda
sesuai ajaran Rabi (Yesus)." Dalam rangka mengembangkan materi penelaahan ini, diwajibkan
memanfaatkan bahan tertulis khotbah, renungan, makalah, buku cetak, buku elektronik, dan
berbagai aneka sumber lainnya.

Jika materi pembelajaran terlalu panjang, penelaah nmemeriukan readjust- ment


(menyesuaikan ulang) dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya, atau memperbaiki tujuan
penelaahan terlalu panjang, Biasanya tujuan penelaahan tidak membutuhkan penjelasan panjáng.
Hal ini karena materi penelaahan dikembangkan dalam penjelasan-penjelasan dalam bentuk
kajian teoretis. Sebaliknya tujuan dibuat singkat, maka materi dibuat singkat sesingkat tujuan
penelaahan.

Untuk menjabarkan materi penelaahan wajib menggunakan Alkitab, termasuk dukungan


bahan tertulis khotbah, renungan, makalah, buku cetak, buku elektronik, dan berbagai aneka
sumber lainnya. Penjabaran dilakukan sesuai tujuan penelaahan yang ditentukan dalam bentuk
materi penelaahan. Dukungan bahan-bahan di atas sangat dibutuhkan untuk menghindarkan
subjektivitas katalisator manakala terjadi penyajian teori yang belum teruji, atau sebaliknya
proses penelaahan naradidik membuat teori yang bertentangan dengan teori-teori teruji.
Pengetahuan Alkitab diakui tidak selalu teruji secara empiris karena content suara kenabian
belum terjadi kekinian, tetapi pada masa mendatang akan terjadi, sama dengan kitab-kitab wahyu
banyak membicarakan hal-hal yang akan terjadi, artinya teori-teori wahyu masih menunggu
waktu yang tepat akan ditentukan Tuhan pada waktunya.

Komponen empat, menentukan metode. Pada umumnya metode pe- nelaahan


dikembangkan dan dimanfaatkan dalam pembelajaran tentang firman Tuhan. Permulaan
penciptaan, pengembangan dan pemanfaatan model pembelajaran sejak Allah mengelola
pembelajaran bagi manusia. Musa mengelola pembelajaran bagi umat Israel. Yesus mengelola
pembelajaran bagi murid-murid, pengikut, termasuk simpatisan, sedangkan murid-murid kedua
belas (Rasul-rasul) mengelola pembelajaran bagi suku-suku bangsa di belahan dunia dilanjutkan
oleh katalisator.
Ilmu pengetahuan manusia semakin hari semakin berkembang, sejalan dengan peradaban
terkini, sangat memungkinkan metode pembelajaran dapat berkembang seirama dengan
peradaban, meskipun Alkitab sufficiently tidak berarti dilarang mengembangkan metode
pembelajaran sesuai peradaban modern. Usaha-usaha dapat dilakukan selama tidak bertentangan
dengan acuan norma kanonik yang telah teruji kurang lebih dua abad silam, tetapi hingga saat ini
tidak ketinggalan zaman, bahkan pada masa mendatang. Peradaban manusia dapat berkembang,
tetapi isi Alkitab tidak ketinggalan zaman.Metode Penelaahan Alkitab yang ditawarkan dalam
buku ini terdiri dari metode diskusi, metode tanya jawab, metode bercerita, metode penelaahan
mixture: sayembara, metode sharing, metode smugnes terdiri dari; aksara Alkitab bermakna,
merangkai nas Alkitab, rebutan menyebut judul nas, cermat cepat nas Alkitab, perlombaan baca
indah Alkitab, teka teki, model lane, model jigsaw.

Komponen kelima, menetapkan media. Media pembelajaran merupakan alat bantu yang
digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi materi. Media ini dapat merangsang berpikir,
memengaruhi perasaan, menarik perhatian naradidik sehingga dapat mengefektifkan penguasaan
tujuan penelaahan Alkitab melalui proses kegiatan penelaahan Alkitab. Urgensi media sangat
sentral untuk menguasai tujuan penelaahan Alkitab. Untuk itu menjadi mutlak menggunakan
atau memanfaatkan media setiap terjadi proses kegiatan penelaahan Alkitab.

Media berbentuk alat yang dapat membantu katalisator menyampaikan kepada naradidik
tentang fakta-fakta, keterampilan, sikap, pengetahuan, pengertian, dan penghargaan." Media
disebut alat bantu berarti media itu bukan tujuan, melainkan hanya alat penelaahan untuk
mencapai sejumlah tujuan dalam bentuk fakta-fakta, keterampilan, sikap, pengetahuan. Alat- alat
penelaahan Alkitab hingga saat ini masih membutuhkan pengkajian dan pengembangan,
sehingga alat-alat penelaahan mampu menyesuaikan dengan perkembangan peradaban.

Media secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pelajaran, terdiri dari antara
lain: buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film slide, foto, gambar, grafik,
televisi, dan komputer. Aplikasi media ini telah disediakan, bahkan paling frend teknologi media
informasi di lingkungan pendidikan, termasuk di lingkungan teologi praktis, khususnya bagi
penelaahan Alkitab hendaknya menggunakan fasilitas yang tersedia pada abad ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks).

Media Fisik sumbolon pembelajaran menurut David J. Hesselgrve mengemukakan bahwa


konten Alkitab antara lain: simbol dan lambang", tanda, gambar atau lukisan. Simbol dalam
bahasa Yunani "sumbolon" berarti tanda atau jaminan, peringatan, alamat atau pertanda. Simbol
adalah benda yang mencerminkan dan yang menjamin kenyataan dari apa yang dilambangkan".
Penggunaan simbol mesti dibedakan dengan lambang. misalnya Kerajaan Surga seumpama
seorang raja (raja menjadi simbol kekuasaan) misalnya Matius 22:2.

Kata symbol dalam bahasa Inggris diartikan lambang, atau simbol sedangkan Wikipedia
mendefinisikan "lambang" dalam Alkitab adalah orang atau benda dalam PL yang
membayangkan orang atau benda lain dalam PB, memiliki tiga ciri khas menurut Alkitab yakni:
Pertama, lambang harus benar-benar mirip dengan apa yang dilambangkannya, misalnya kurban
binatang melambangkan kematian Yesus Kristus. Kedua, lambang tersebut harus dinyatakan
dalam Alkitab baik secara langsung, maupun tidak langsung, contoh perhentian yang dijanjikan
kepada umat Allah kepada Musa dan Yosua adalah lambang perhentian dalam Kristus (Ibr. 5:7-
4:11). Ketiga, lambang tidak bisa dipaksakan menjadi simbol, atau dengan kata lain lambang
tidak DIsa dipaksa untuk sesuai dalam segala seluk-beluk terhadap hal-hal yang
dilambangkannya.

Bentuk media fisik seluruh tanda dalam fisik dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
penelaahan konkrit, pada pihak lain, tanda verbal dapat dimanfaatkan pada saat terjadi peristiwa
penelaahan teoritis (abstrak). Keduanya menjadi tanda yang mampu menggambarkan
kemutahiran (keaslian) dan atau rekayasa dalam bentuk fisik atau verbal untuk menggambarkan
sejumlah tujuan penelaahan tertentu. Rekayasa ini dilakukan oleh katalisator secara sengaja dan
terencana sebelum atau pada saat proses pembalajaran dilangsungkan untuk mengongkretkan hal
abstrak yang terdapat pada tujuan penelaahan.

Rabi menggunakan tanda sebagai media atau alat/sarana fisik pem- belajaran untuk
melukiskan atau menggambarkan kondisi atau keadaan sebenarnya. Lukisan atau gambar dapat
berbentuk imajinasi sebagai proses menciptakan objek atau peristiwa tanpa memanfaatkkan data
sensoris, media dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi murid-murid atau pengikut-
pengikut dalam menimbulkan kreasi objek-objek baru tertentu, sesuai kebutuhan penelaahan.
yang

Komponen keenam, menelaah nas Alkitab. Menyelenggaran serangkaian proses kegiatan


penelaahan Alkitab tidak sama percis dengan proses pem- belajaran intrakurikuler di sekolah.
Biasanya penelaahan Alkitab cenderung berada di lingkungan terbuka gedung tertentu, atau di
alam terbuka, walaupun tidak tertutup kemungkinan diselenggarakan di gedung tertentu. Pada
tingkat kecenderungan kegiatan penelaahan lebih sering berada di luar gedung yakni di
lingkungan terbuka. Hal ini membuat kesan bahwa dampingan penelaahan Alkitab dipadukan
dengan suasana rileksasi yang menyenangkan.

Perpaduan antara penelaahan Alkitab dengan suasana rileksasi mem buat kegiatan ini
menarik dan menyenangkan. Dasar berpikir demikian mempersyaratkan desain penelaahan
Alkitab terdiri dari tiga yakni tematik tunggal, atau topikal jamak, dan sintesis multirounded
sengaja didesain seirama dengan perpaduan antara keduanya, akan semakin menambah suasana
menyenangkan lagi apalagi desain sesuai kebutuhan naradidil model humble, medium, eke,
uphill, mingle tentu memperbesar niat atau motivasi naradidik mengikuti serangkaian proses
kegiatan penelaahan Alkitab, pada membuat proses kegiatannya semakin menarik.

Kegiatan penelaahan Alkitab diselenggaran sesuai dengan Rencana Penelaahan Alkitab


(RPA) dibahas pada bab berikutnya. Satu-satunya formulasi tertulis dalam menyelenggarakan
serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab dipergunakan sebagai acuan kerja. Format ini
dibuat sebelum proses kegiatan penelaahan dilaksanakan sesuai dengan komponen-komponen
sistem penelaahan Alkitab, dan dilaksanakan secara konsekuen, artinya hal yang tertulis dalam
RPA dilaksanakan seluruhnya lebih efisien dan efektif.

Tugas katalisator tidak sama dengan tugas guru menyelenggaran proses pembelajaran.
Katalisator lebih cenderung berfungsi fasilitator, dan organisator menggerakkan fungsi-fungsi
kelompok penelaahan Alkitab (actuating). Katalisator hendaknya mempunyai skill. Mereka
bahkan ahli (profesional) menyelenggarakan serangkaian proses kegiatan penelaahan Alkitab
bagi seluruh kelompok model humble, medium, eke, uphill, dan mingle. Mereka sama-sama
memahami tugas atau kegiatan masing-masing untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
sebelumnya di RPA.

Bercerita sangat disenangi model humble berdurasi pendek biasanya diselingi dengan
kegiatan menyenangkan antara lain, bernyanyi, tepuk tangan, menggerakkan tubuh, dan lain-lain.
Anak-anak pada umumnya suka mendengar cerita. Pada zaman dahulu orangtua mendongeng
kepada anak- anak sebelum tidur, atau pada waktu senggang. Cerita Alkitab tidak sama dengan
dongeng, tetapi menceritakan sejarah, perbuatan Tuhan, kejadian menurut Alkitab. Cerita tidak
fiktif, tetapi benar-benar terjadi. Cerita disam- paikan kepada anak-anak untuk mengembangkan
iman termasuk pem- bentukan psikis sesuai dengan tujuan dan materi RPA.

Kegiatan penelaahan berbentuk kelompok sangat memungkinkan di- laksanakan, perlu


diadakan pembagian tugas dan didistribusikan kepada kelompok, selanjutnya pelaksanaan
kegiatan berlangsung sesuai metode tertera pada RPA, artinya tugas kelompok dan pelaksanaan
kegiatan kelompok berusaha mencapai tujuan tertera pada RPA. Tujuan satu-satunya kulminasi
kegiatan, oleh karena itu, katalisator wajib menjelaskan tujuan yang ingin dicapai sebelum
diskusi dimulai.

Kegiatan penelaahan berbentuk tanya jawab membutuhkan persiapan membuat sejumlah


pertanyaaan sesuai kebutuhan dan tujuan terjabar pada materi-materi penelaahan, mengajukan
pertanyaan sesuai dengan metode tanya jawab yang ditetapkan di RPA. Proses tanya jawab
membutuhkan kesabaran. mengorganisir agar jawaban naradidik tidak paradoks dengan tujuan
yang ditetapkan sebelumnya. Proses dua arah atau lebih dapat dilangsungkan antara katalisator
dengan naradidik, antara naradidik dengan naradidik, dan antara naradidik dengan katalisator
dinamakan tanya jawab multi arah.

Penelaahan campuran memungkinkan dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah metode


mixture dalam buku ini terdiri dari: Pertama, sayembara yakni perlombaan (tulisan karang-
mengarang memperebutkan hadiah), sharing bertukar pendapat. Kedua, metode Smugness
(metode penelaahan menyenangkan) yakni aksara Alkitab bermakna, merangkai nas Alkitab,
rebutan menyebut judul nas, cermat cepat nas Alkitab, perlombaan baca indah Alkitab, mengisi
teka-teki, model lane (mengikuti jalur jalan setapak), model jigsaw (menyusun potongan-
potongan gambar).

Menyelenggarakan metode mixture dan metode smugness berdasarkan nas-nas Alkitab


bertujuan untuk mencapai tujuan terjabar dalam materi ditetapkan di RPA. Persiapan
pelaksanaan kedua metode ini membutuhkan waktu lebih lama, mengingat desain-desain khusus
membutuhkan simplified yakni menyederhanakan seluruh bahan-bahan dapat dicapai sesuai
model humble, medium, eke, uphill, mimgle pada desain tematik tunggal, topikal jamak, dan
sintesis multirounded terencana dan terprogram sebelumnya.

Melaksanakan controlling (pengawasan) terhadap proses cerita, ceramah, diskusi, tanya


jawab, mixture, dan sumgness penelaahan Alkitab senantiasa dibutuhkan agar dapat
dilaksanakan sesuai rencana mencapai tujuan penelaahan. Katalisator melakukan pengawasan
menggunakan pendekatan "pengarahan" sesuai penugasan. Selain pengarahan, termasuk
penjagaan ketertiban agar proses serangkaian kegiatan penelaahan dapat berlangsung dengan
tertib, aman, dan lancar.

Selain hal di atas, pengawasan dalam penelaahan Alkitab bertugas me- mastikan proses
penelaahan berjalan sesuai RPA, seluruh kegiatan dilakukan dalam keadaan terkendali, jika ada
masalah dialami oleh naradidik pada saat yang sulit dilaksanakan agar menjalankan proses,
katalisator berusaha menyelesaikan. Selurnh proses kegiatan penelaahan di bawah pengendalian
katalisator, tidak ada orang lain diharapkan melakukan tugas itu, dan tidak baik mengalihkan
tugas ini kepada orang lain, malah sebaliknya, katalisator wajib melakukannya.

Komponen ketujuh, melaksanakan evaluasi. Untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan


penelaahan Alkitab, perlu dilakukan pengukuran melalui evaluasi. Dalam buku ini ditentukan
bentuk evaluasi nontes terdiri dari; 1) wawancara dan kuesioner, 2) skala penilaian, dan sikap, 3)
observasi/ pengamatan, 4) anegdotal (catatan insidental). Contoh-contoh telah diformat pada bab
berikutnya, untuk mempermudah pelaksanaannya.

Selama ini telah terjadi kealpaan evaluasi setiap terjadi serangkaian proses kegiatan
penelaahan Alkitab. Kondisi demikian tentu menggambarkan bahwa setiap penelaahan dilakukan
dipastikan tanpa terjadi pengukuran (evaluasi). Keadaan seperti ini tidak baik berlangsung terlalu
lama. Keadaan ini perlu dilakukan evaluasi agar katalisator dan naradidik dan seluruh orang yang
memberi perhatian dapat mengetahui tingkat pencapaian sejumlah tujuan penelaahan. Katalisator
selanjutnya memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses dan hasil penelaahan Alkitab.

Anda mungkin juga menyukai