MAKALAH
[LOGO UNIVERSITAS/SEKOLAH]
Oleh :
[NAMA]
[NIM]
[PROGRAM STUDI]
[JURUSAN]
[NAMA UNIVERSITAS/SEKOLAH]
2023
ii
KATA PENGANTAR
[Kota, Tanggal]
Peneliti
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................5
A. Pengertian Parasit..................................................................................5
B. Macam-Macam Parasit.........................................................................5
C. Hospes...................................................................................................6
D. Parasitisme............................................................................................6
E. Vektor....................................................................................................7
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Vektor.......................8
G. Zoonosis................................................................................................9
H. Virulensi................................................................................................12
I. Parasit Berdasarkan Waktu atau Derajat Kepastiannya........................13
J. Parasit Berdasarkan Jumlah Hospesnya................................................14
K. Parasit Berdasarkan Lokasinya.............................................................14
L. Parasit Berdasarkan Klasifikasi Hewan................................................17
M. Penyebab Infeksi Parasit.......................................................................18
N. Parasit yang Penularannya Melalui Keong/Siput (Gastropoda)...........19
O. Parasit yang Penularannya Melalui Kontak Langsung dan Tidak
Langsung
...............................................................................................................
20
P. Parasit yang Penularannya Melalui Makanan/Minuman......................21
Q. Parasit yang Cara Penularannya Secara Menurun (Genetik)................21
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................23
A. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides).................................................23
B. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)...................................................31
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
iv
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada
jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil makanan
sebagian atau seluruhnya dari jasad lain yang ditempati dan hidup sementara
atau selamanya pada tubuh jasad tersebut. Hubungan antara penyakit yang
disebabkan oleh parasit ditunjukkan pada epidemiologi dimana ada hubungan
antara hospes, agent penyakit dan lingkungan. Salah satu kaidah ekologi yang
senantiasa terkait dengan parasit adalah kemampuan penyebarannya
(distribusi).
Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacing usus yang banyak ditemukan
adalah soil transmitted helminths (cacing yang ditularkan melalui tanah) yaitu
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang, sedangkan
protozoa adalah Giardia lamblia dan Blastocystis hominis. Anak-anak
merupakan kelompok umur yang paling sering terinfeksi oleh parasit usus
usus. Hal ini disebabkan karena anak paling sering berkontak dengan tanah
sebagai sumber infeksi.Defekasi di halaman rumah atau di got dapat
menyebabkan tanah tercemar telur cacing dan kista protozoa (Tangel et al.,
2016).
Prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah (soil
transmitted helminths/STHs) masih cukup tinggi dan infeksi cacing ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit yang disebabkan oleh
soil transmitted helminth atau yang lebih dikenal dengan cacing usus
merupakan penyakit infeksi paling umum. Infeksi parasit usus pada anak
menyerang kelompok masyarakat ekonomi lemah.Penyakit akibat cacing dan
infestasi protozoa usus sering dikaitkan dengan faktor sanitasi, pendidikan,
sosial ekonomi dan perilaku sehari-hari.
Menurut laporan World Health Organisation (WHO) pada tahun 2012
memperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu :
1. Bagaimana karakteristik cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
2. Bagaimana gejala cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan
cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
3. Bagaimana penyebaran cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
4. Bagaimana pencegahan cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
5. Bagaimana siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
6. Bagaimana preventif dan distribusi cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
C. Tujuan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu :
1. Untuk mengetahui karakteristik cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
2. Untuk mengetahui gejala cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
3. Untuk mengetahui penyebaran cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
4. Untuk mengetahui pencegahan cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
4
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Parasit
Kata “parasit” berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang bermakna di
samping dan sitos yang berarti makanan. Berdasarkan makna tersebut, maka
parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam seluruh daur
hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada organisme lain.
Organisme yang memberikan makanan pada parasit disebut sebagai inang atau
inang (Dachi, 2015)
B. Macam-macam Parasit
Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat parasitis,
yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya (hospes).
Adapun macam-macam parasit dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Parasit obligat
Parasit yang tidak dapat hidup bebas, harus menginfeksi inangnya untuk
dapat mendapatkan makanan, bertahan hidup, dan untuk dapat melakukan
daur hidup. Parasit obligat adalah jenis parasit yang harus menginfeksi
makhluk lain untuk daur hidupnya. Bila parasit ini tidak dapat memperoleh
inang, ia akan gagal berreproduksi. Contohnya adalah cacing pita babi
(Taenia solium) dan cacing pita sapi (Taenia saginata) yang harus
menginfeksi babi atau sapi, untuk dapat berkembang biak. Semua virus
adalah parasit obligat, sebab virus hanya dapat berreproduksi dengan
menyerang sel makhluk hidup lain dan menggunakan materi genetiknya
untuk memperbanyak diri (Dachi, 2015)
2. Parasit permanen
Parasit yang hidup pada hospes selama hidupnya. Contoh Ascaris
Lumbricoides
3. Parasit fakultatif
Parasit yang dapat hidup bebas dan dapat pula hidup sebagai parasit.
Contoh: strongloides stercocallis
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
6
4. Parasit insendetal
Parasit yang secara kebetulan bersarang pada satu hospes
5. Parasit patogen
Parasit yang menimbulkan kerusakan pada hospes karena pengaruh
mekanik, traumatic dan toksik. Parasit apatogen parasit yang hidup dengan
mengambil sisa makanan dalam tubuh hospes dengan tidak menimbulkan
kerugian atau kerusakan pada hospes (Dachi, 2015)
6. Ektoparasit
Parasit yang hidup dipermukaan tubuh hospes
7. Endoparasit
Parasit yang hidup di dalam tubuh hospes
8. Parasitmonoksen
Parasit yang menghinggapi satu spesies hospes
9. Parasitpoliksen
Parasit yang dapat menghinggapi berbagai spesies hospes
10. Pseudoparasit
Suatu benda asing yang disangka sebagai parasit yang terdapat di dalam
tubuh hospes (Ishak, 2019)
C. Hospes
Hospes adalah jasad yang mengandung parasit.Hospes yang dirugikan
dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu :
1. Hospes definitive adalah hospes yang membantu hidup parasit dalam
stadium dewasa/stadium seksual
2. Hospes perantara adalah hospes tempat parasit tumbuh menjadi bentuk
infektif yang siap ditularkan kepada manusia (hospes)
3. Hospes paratenik adalah hospes yang mengandung stadium infektif parasit
tanpa menjadi dewasa dan stedium infektif ini dapat ditularkan dan
menjadi dewasa pada hospes definitive (Ishak, 2019)
4. Hospes reservoir adalah hewan yang mengandung parasit dan merupakan
sumber infeksi bagi manusia (Dachi, 2015)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
7
D. Parasitisme
Parasitisme merupakan hubungan timbale balik suatu spesies dengan
spesies lain untuk kelangsungan hidupnya. Dalam hal tersebut, jenis jasad
mendapat makanan dan lindungan jasad lain yang dirugikan dan mungkin
dibunuhnya. Sebenarnya parasit tidak bermaksud untuk membunuh hospesnya
tanpa membahayakan dirinya. Menurut derajat parasitisme dapat dibagi
menjadi:
1. Komensalisme
Suatu jenis jasad mendapat keuntungan dari jasad lain akan tetapi jasad
lain tersebut tidak dirugikan.
2. Mutualisme
Hubungan dua jenis jasad yang ke dua nya mendapat keuntungan
3. Simbiosis
Hubungan permanent antara dua jenis jasad dan tidak dapat hidup terpisah
4. Pemangsa
Parasit yang membunuh terlebih dahulu mangsanya dan kemudian
memakannya (Ishak, 2019)
E. Vektor
Vektor dalam arti luas yaitu pembawa/pengangkut. vektor dalam arti
lain adalah hewan avertebrata yang berperan sebagai penular penyebab
penyakit (agen) dari host pejamu yang sakit ke pejamu lain yang rentan. Vektor
dapat berupa vektor mekanis dan biologis, dan juga berupa vektor primer dan
sekunder.
1. Vektor mekanis yaitu hewan yang menularkan penyakit tanpa agen
tersebut mengalami perubahan, vektor mekanis ini sangat penting bagi
penyebaran penyakit karena dalam tubuh vektor mekanis biasanya parasit
telah mencapai stadium infektif. Daya tahan tubuh parasit di dalam tubuh
vektor mekanis terbatas karena, maka dari itu vektor mekanis berfungsi
sebagai pemindah (Sajimin, 2014)
2. Vektor biologis parasit mengalami tumbuh dan berkembang dalam tubuh
vektor, contohnya seperti nyamuk Aedes aegypti yang bertindak sebagai
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
8
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
9
yang terus berkembangbiak dan ada juga yang akan mati karena
pengaruh zat biokimia yang ada di dalam lambung dan ikut dicerna
(Sajimin, 2014)
G. Zoonosis
Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah di
antara hewan vertebrata dan manusia. Zoonosis merupakan ancaman baru bagi
kesehatan manusia. Berdasarkan hewan penularnya, zoonosis dibedakan
menjadi zoonosis yang berasal dari satwa liar, zoonosis dari hewan yang tidak
dipelihara tetapi ada di sekitar rumah, seperti tikus yang dapat menularkan
leptospirosis, dan zoonosis dari hewan yang dipelihara manusia. mencakup
berbagai penyakit menular yang secara biologis berbeda satu dengan lainnya.
Banyaknya penyakit yang dapat digolongkan sebagai zoonosis dikarenakan
adanya perbedaan yang kompleks di antara penyakit tersebut. Penyakit
zoonosis dapat dibedakan antara lain berdasarkan penularannya, reservoir
utamanya, asal hewan penyebarnya, dan agens penyebabnya. Berdasarkan
agens penyebabnya, zoonosis dibedakan atas zoonosis yang disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, atau yang disebabkan oleh jamur :
1. Zoonosis yang Disebabkan oleh Virus Rabies (penyakit anjing gila)
Penyakit infeksi yang menyerang susunan syaraf pusat, terutama menular
melalui gigitan anjing dan kucing. Penyakit ini bersifat zoonosik,
disebabkan oleh virus Lyssa dari famili Rhabdoviridae.
2. Zoonosis yang Disebabkan oleh Parasit Toksoplasmosis
Disebabkan oleh parasit protozoa bersel tunggal yang dikenal dengan
nama Toxoplasma gondii. Penyakit menimbulkan ensefalitis (peradangan
pada otak) yang serius serta kematian, keguguran, dan cacat bawaan pada
janin/bayi. T. gondii dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu trofozoit,
kista, dan oosit dan dapat menular pada berbagai jenis hewan. Walaupun
inang definitifnya sebangsa kucing dan hewan dari famili Felidae, semua
hewan berdarah panas dan mamalia seperti anjing, sapi, kambing, dan
burung juga berperan dalam melanjutkan siklus T. gondii. Taeniasis
ditularkan secara oral karena memakan daging yang mengandung larva
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
10
cacing pita, baik daging babi (Taenia solium) maupun daging sapi (Taenia
saginata). Penularan taeniasis dapat terjadi karena mengonsumsi makanan
yang tercemar telur cacing pita dan dari kotoran penderita sehingga terjadi
infeksi pada saluran pencernaan (cacing pita dewasa hanya hidup dalam
saluran pencernaan manusia) (Sajimin, 2014)
3. Zoonosis yang disebabkan oleh bakteri.
Brucellosis merupakan salah satu penyakit zoonosis terutama melalui
kontak langsung dari hewan terinfeksi, minum susu dari hewan yang
terinfeksi, dan menghirup udara yang tercemar oleh bakteri penyebab
Brucellosis yaitu Brucella sp. Indonesia belum bebas dari penyakit ini
dengan prevalensi Brucellosis pada ternak di Indonesia sekitar 40%.
Bakteri penyebab Brucellosis termasuk bakteri jenis gram negatif,
berbentuk coccobacilus, dan hidup dalam sel. Terdapat empat spesies
Brucella yang dapat menginfeksi manusia yaitu B. abortus yang terdapat di
sapi, B. mellitensis hidup pada kambing dan domba, B. suis pada babi, dan
B. canis yang ada pada anjing. Penularan penyakit ini dapat terjadi dengan
mengkonsumsi susu dan daging yang berasal dari hewan yang
mengandung Brucella sp. Penularan paling banyak terjadi melalui
konsumsi susu dan produk olahannya yang tidak dipasteurisasi secara
sempurna, karena Bakteri ini dapat bertahan hingga beberapa bulan di susu
dan produk olahannya (Ishak, 2019)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
11
2. Siklo-zoonosis
Siklus penularan diperlukan lebih dari satu jenis vertebrata, tetapi tidak
melibatkan invertebrata, untuk menyempurnakan siklus hidup agen
penyebab penyakit. Contohnya adalah penularan beberapa zoonosis
parasiter seperti pada hidatidosis dan taeniasis (Ishak, 2019).
3. Meta-zoonosis
Penyakit yang digolongkan ke dalam metazoonosis siklus penularannya
memerlukan baik vertebrata maupun invertebrata. Dalam golongan ini
dimasukkan antara lain infeksi oleh arbovirus atau arthropod-borne virus
dan tripanosomiasis (Ishak, 2019)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
12
H. Virulensi
Virulensi adalah kapasitas relative pathogen untuk mengatasi
pertahanan tubuh. Dengan kata lain, derajat atau kemampuan dari organism
pathogen untuk menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi berbanding lurus
dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit .Tingkat virulensi
dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh inang, mekanisme
pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi
diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit,
atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi (Ishak, 2019)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
13
dan dewasanya permanen pada atau didalam satu hospes adalah kutu.
Semua stadium hidupnya mulai telur, larva nimfa dan dewasa biasanya
berada dalam satu hospes contoh parasit stadium larva dan stadium
dewasannya selalu berada didalam hospes yang berbeda adalah protozoa
darah seperti plasmodium. Plasmodium stadium dewasanya berparasit
dalam tubuh nyamuk anophesies sedang stadium mudanya di dalam tubuh
manusia jadi untuk plasmodium tidak ada stadium hidup bebas (Ishak,
2019)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
14
sebagai hospesnya dan stadium dewasa hidup berparasit pada anjing dan
mamalia lainnya (Tangel et al., 2016).
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
15
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
16
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
17
2. Multiseluler parasit.
Hewan-hewan multiseluler yang hidupnya sebagai parasit kebanyakan
pada hewan-hewan invertebrata seperti yang termasuk filum
Nemathelininthes, Plathyhelminthes, Crustacea Arthropoda. Contoh parasit
yang termasuk filum Nemathelininthes adalah Ascaris, Ancylostoma,
Haemonchus, Spirocerca. Contoh parasit yang termasuk filum
Platyhelminthes adalah Taema, Raillietina, Fasciola, Eurythrema,
Paramphistomum. Contoh parasit yang termasuk Crustace adalah
kebanyakan anggota ordo Isopoda, dan sebagian dari ordo Amphipoda dan
Decapoda yang kesemuanya parasit pada hewan akuatik. Pada filum-filum
lainnya dan hewan ertebrata seperti Spongifera, Porifera, Echinodermata,
Coelanterata, dan Mollusca walaupun ada tapi jarang sekali yang hidup
sebagai parasit bahkan filum Echinodermata mungkin satu-satunya yang
tidak miliki anggota yang hidupnya sebagai parasit. Sedangkan, hewan-
hewan vertebrata yang umumnya ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari
hewan-hewan yang disebut sebelumnya hampir tidak ada yang hidup
sebagai parasit bahkan kebanyakan dari mereka berperan sebagai hospes
dalam kehidupn simbiosis parasitik. Walaupun demikian ada informasi
bahwa di Amerika selatan ada hewan vertebrata yang hidup sebagai parasit
yaitu sejenis ikan golongan uritormis (Branchioica dan Vandeffia) hidup di
dalam rongga insang ikan lain dimana ikan tersebut menghisap darah ikan
lain yang berperan sebagai hospesnya, sedangkan klasifikasi parasit dapat
dilihat pada lampiran (Ishak, 2019)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
18
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
19
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
20
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
21
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
22
BAB III
PEMBAHASAN
Pada Bab IV ini akan dibahas perihal cacing yang siklus hidupnya melalui
tanah dan cacing yang tidak memiliki siklus dalam tanah. Beberapa spesies yang
masih sering menginfeksi masyarakat dalam kelompok parasit ini diantaranya
sebagai berikut :
1. Kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah mencakup 5 spesies
dan ke-lima-nya akan diulas pada materi ini, yaitu : Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus), dan Strongyloides stercoralis.
2. Cacing yang tidak memiliki siklus hidup di dalam tanah namun masih sering
ditemukan pada masyarakat sebagai cacing usus yang perlu diwaspadai, yaitu
spesies Enterobius vermicularis (cacing kremi).
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
23
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
24
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
25
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
26
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
27
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
28
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
29
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
30
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
31
3. Siklus Hidup
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
32
6 minggu. Pematangan ini akan berjalan dalam lingkungan yang sesuai yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh.
4. Epidemiologi
Parasit ini terdapat diseluruh dunia terutama didaerah yang beriklim panas
dan lembab. Penyebaran seiring dengan cacing Ascaris lumbricoides.
Frekuensi yang tertinggi ditemukan di daerah dengan curah hujan yang tinggi.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah menjadi lembab sehingga sangat
sesuai untuk pematangan telur cacing. Pada daerah pertanian dengan jenis
tanaman sayuran biasanya kotoran manusia dimanfaatkan untuk
penyemprotan tanaman sehingga perlu diwaspadai dalam pencucian sayuran
sebelum dikonsumsi.
5. Diagnosa Laboratorium
Diagnosa pasti untuk infeksi Trichuris trichiura dengan cara menemukan telur
atau cacing dewasa pada faeces yang dapat diperiksa secara langsung maupun
konsentrasi.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
33
2. Morfologi
Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang
lebih 0,8 cm. Bentuk badan Necator Americanus biasanya menyerupai huruf
S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut
kedua jenis cacing ini besar. Necator Americanus mempunyai benda kitin,
sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan
mempunyai kopulatriks. Telur cacing tambang berukuran kurang lebih 55 x
35 mikron, bentuknya bulat oval dengan selapis dinding yang transparan dari
bahan hialin. Sel telur yang belum berkembang tampak seperti kelopak
bunga. Dalam perkembangan lebih lanjut dapat berisi larva yang siap untuk
ditetaskan.
3. Siklus Hidup
Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2 hari telur akan berubah
menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah dengan temperatur
yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C). Larva rabditiform
makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai
dua kali lipat menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu,
bila dalam waktu tersebut tidak segera menemukan host, maka larva akan
mati. Larva 13 filariform masuk kedalam tubuh host melalui pembuluh darah
balik atau pembulu darah limfe, maka larva akan sampai ke jantung kanan.
Dari jantung kanan menuju ke paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea
dan apabila manusisa tersedak maka telur akan masuk ke oesophagus lalu ke
usus halus (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
34
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
35
Kehilangan darah yang berlebihan yang disebabkan oleh infeksi berat dan
berkepanjangan cacing mengarah ke hypochromic microcytic anaemia.
Anemia sering dapat menjadi serius dan bahkan fatal pada orang dengan
asupan rendah besi dan tingkat rendah inor penyerapan. Kehilangan protein
mengarah hypoproteinemia dan oedema. Fase awal bermanifestasi sebagai
demam ringan, anemia, mual, muntah, diare dan ketidaknyamanan perut.
Anemia defisiensi besi dan hypoalbumin adalah manifestasi klinis besar.
Gambaran klinis infeksi cacing tambang dapat dipisahkan menjadi akut
Manifestasi terkait dengan migrasi larva melalui kulit dan jaringan lain dan
manifestasi akut dan kronis yang dihasilkan dari parasitisme dari saluran
pencernaan oleh cacing dewasa. Migrasi larva cacing tambang memprovokasi
reaksi di banyak jaringan melalui yang mereka lulus, termasuk beberapa
sindrom kulit yang dihasilkan dari kulit-penetrasi larva. Paparan berulang N.
americanus dan A. duodenale larva filariform dapat mengakibatkan reaksi
hipersensitivitas yang dikenal sebagai “tanah gatal”, ruam eritematosa dan
papular lokal gatal yang muncul paling sering pada tangan dan kaki.
Sebaliknya, ketika larva cacing tambang zoonosis (biasanya A. braziliensis,
A. caninum atau U. stenocephala) menembus kulit, biasanya setelah langsung
hubungi antara kulit dan tanah atau pantai berpasir yang terkontaminasi
dengan kotoran hewan, mereka menghasilkan cutaneous larva migrans, paling
sering di kaki, pantat dan perut. Karena ini larva zoonosis tidak dapat
menyelesaikan 107 siklus hidup mereka di host manusia, mereka akhirnya
mati setelah menyebabkan sindrom klinis yang khas dari traktat linear
eritematosa dengan penampilan serpiginous dan pruritus intens. traktat
tersebut dapat memanjang oleh beberapa sentimeter sehari; larva dapat
bermigrasi sampai satu tahun, tetapi lesi biasanya sembuh secara spontan
dalam beberapa minggu ke bulan meskipun infeksi piogenik sekunder dapat
terjadi pada situs tersebut maupun yang gatal tanah. Satu sampai dua minggu
setelah invasi kulit, cacing tambang larva wisata melalui pembuluh darah dan
masuk paru-paru, di mana mereka dapat hasil luar biasa di pneumonitis.
Gejala paru yang dapat berkembang biasanya ringan dan transien, yang terdiri
dari batuk kering, sakit tenggorokan, mengi dan demam ringan. Gejala paru
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
36
yang lebih jelas dan lebih lama dengan A.duodenale daripada dengan infeksi
N. americanus. gejala penyakit akut mungkin juga hasil dari konsumsi oral
larva A. duodenale, disebut sebagai Wakana syndrome, yang ditandai dengan
mual, muntah, iritasi faring, batuk, dyspnea dan suara serak. Pada infeksi
cacing tambang, penampilan eosino lia bertepatan dengan pengembangan
dewasa cacing tambang dalam usus. patologi utama infeksi cacing tambang,
namun, hasil dari kehilangan darah usus yang dihasilkan dari parasit invasi
dewasa dan keterikatan pada mukosa dan submukosa dari usus kecil.
Biasanya hanya infeksi cacing tambang intensitas sedang dan tinggi di
saluran pencernaan menghasilkan manifestasi klinis, dengan intensitas
tertinggi Infeksi terjadi paling sering pada anak-anak, meskipun bahkan pada
infeksi intensitas rendah, Gejala awal mungkin termasuk dispepsia, mual dan
epigastric distress. A.duodenale juga dapat mengakibatkan enteritis akut
dengan diare tak terkendali dan busuk tinja yang mungkin bertahan
selamanya. Secara umum, ambang numerik yang tepat di mana cacing
menyebabkan penyakit belum ditetapkan karena ini sangat tergantung pada
nutrisi yang mendasari status tuan rumah. Penyakit cacing tambang kronis
terjadi ketika kehilangan darah karena infeksi melebihi cadangan nutrisi dari
tuan rumah, sehingga mengakibatkan anemia de siensi besi. Diperkirakan
bahwa kehadiran lebih dari 40 cacing dewasa di usus kecil cukup untuk
mengurangi tingkat tuan hemoglobin di bawah 11 g per desiliter, meskipun
jumlah yang tepat tergantung pada beberapa faktor termasuk spesies cacing
tambang dan tuan rumah cadangan besi. Cacing, A. duodenale menyebabkan
kehilangan darah lebih dari N. americanus: dimana setiap cacing N.
americanus menghasilkan kehilangan darah harian 0,03-0,1 ml, angka yang
sesuai untuk A. duodenale adalah antara 0,15 dan 0,26 ml. Manifestasi klinis
penyakit cacing tambang kronis mirip dengan anemia kekurangan zat besi
karena etiologi lain, sementara kehilangan protein dari 108 infeksi berat
cacing tambang dapat menyebabkan hipoproteinemia dan anasarca. anemia
dan malnutrisi protein yang dihasilkan dari parasite usus jangka panjang
penyebab gangguan kronis pada anak usia perkembangan fiik, intelektual dan
kognitif. Sebagai anemia de siensi besi berkembang dan memburuk, seorang
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
37
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
38
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
39
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi cacing usus
dapat disebabkan oleh cacing nematoda seperti spesies Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan cacing tambang yang penyebarannya dapat melalui
tanah dan makanan. Siklus hidup Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan
cacing tambang dimulai dari telur, larva, dan kemudian menjadi cacing.
Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang paling penting terdiri
dari mengurangi kontaminasi tanah oleh seperti saniter pembuangan kotoran
manusia, pengobatan infeksi perorangan, dan pendidikan kesehatan dengan
meningkatkan sanitasi jamban (pembungan tinja) dan penggunaan alas kaki.
B. Saran
Untuk menghindari dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi parasit
usus maka disarankan pengobatan anak terinfeksi parasit usus.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
40
DAFTAR PUSTAKA
Dachi. 2015. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar Terhadap Infeksi Cacing
Perut Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2005. Jurnal Mutiara
Kesehatan Indonesia. 1 (2), Hal 1-7. Endang. 2014. Trichuris trichiura.
Jurnal Balaba. 7: 21-22
Damayanti, Wibowo, Djauzi, S. 2017. Infeksi protozoa usus memberikan profil
respons imun yang berbeda. Majalah Kesehatan Pharmamedika. (1): 14-9
Huda M. K &Winita, R. 2014. Angka infeksi parasit usus dan hubungannya
dengan jenis pekerjaan pada anak-anak di TPA Bantar Gebang Bekasi.
Jakarta: FKUI.
Ishak, H. 2019. Biomedik : Parasitologi Kesehatan. Makassar : Masagena Press.
Sajimin T. 2014. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa
Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi
Tengah. Jurnal Epidemiologi Indonesia. 4:(1-26). Siregar, Charles D. 2015.
Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada
Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar. Sari Pediatri. 8 (2): 112-117.
Sumanto, D. & Wartomo, H. 2016. Parasitologi Kesehatan Masyarakat Edisi
Revisi 2016. Semarang : Penerbit Yoga Pratama.
Tangel, F., Tuda, F. S.B., & Pijoh, V. D. 2016. Infeksi Parasit Usus Pada Anak
Sekolah Dasar di Pesisir Pantai Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa
Utara. Jurnal e-Biomedik(eBm). 4(1) : 70-75.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA