Anda di halaman 1dari 44

PENYAKIT PARASITIK PADA HEWAN DAN MANUSIA

MAKALAH

[LOGO UNIVERSITAS/SEKOLAH]

Oleh :

[NAMA]
[NIM]

[PROGRAM STUDI]
[JURUSAN]
[NAMA UNIVERSITAS/SEKOLAH]
2023
ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya sehingga dapat tetap berada dalam lindungan iman dan Islam.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
para sahabat yang membawa kami dari zaman jahiliah menuju jalan yang terang
benderang seperti sekarang ini.
Alhamdulillahirabbil’alamin, atas berkat rahmat Allah SWT dan karunia-
Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Penyakit
Parasitik Pada Hewan dan Manusia” Penyusunan makalah ini dapat terlaksana
dengan baik berkat dukungan, bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari
semua pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
2.
3.
4.
5.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari


sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak. Penyusunan makalah ini dapat memberikan
manfaat sebaik-baiknya, terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakaatuh

[Kota, Tanggal]

Peneliti

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................5
A. Pengertian Parasit..................................................................................5
B. Macam-Macam Parasit.........................................................................5
C. Hospes...................................................................................................6
D. Parasitisme............................................................................................6
E. Vektor....................................................................................................7
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Vektor.......................8
G. Zoonosis................................................................................................9
H. Virulensi................................................................................................12
I. Parasit Berdasarkan Waktu atau Derajat Kepastiannya........................13
J. Parasit Berdasarkan Jumlah Hospesnya................................................14
K. Parasit Berdasarkan Lokasinya.............................................................14
L. Parasit Berdasarkan Klasifikasi Hewan................................................17
M. Penyebab Infeksi Parasit.......................................................................18
N. Parasit yang Penularannya Melalui Keong/Siput (Gastropoda)...........19
O. Parasit yang Penularannya Melalui Kontak Langsung dan Tidak
Langsung
...............................................................................................................
20
P. Parasit yang Penularannya Melalui Makanan/Minuman......................21
Q. Parasit yang Cara Penularannya Secara Menurun (Genetik)................21
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................23
A. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides).................................................23
B. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)...................................................31

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
iv

C. Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). 32


BAB IV PENUTUP.........................................................................................39
A. Kesimpulan...........................................................................................39
B. Saran.....................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................40

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada
jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil makanan
sebagian atau seluruhnya dari jasad lain yang ditempati dan hidup sementara
atau selamanya pada tubuh jasad tersebut. Hubungan antara penyakit yang
disebabkan oleh parasit ditunjukkan pada epidemiologi dimana ada hubungan
antara hospes, agent penyakit dan lingkungan. Salah satu kaidah ekologi yang
senantiasa terkait dengan parasit adalah kemampuan penyebarannya
(distribusi).
Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacing usus yang banyak ditemukan
adalah soil transmitted helminths (cacing yang ditularkan melalui tanah) yaitu
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang, sedangkan
protozoa adalah Giardia lamblia dan Blastocystis hominis. Anak-anak
merupakan kelompok umur yang paling sering terinfeksi oleh parasit usus
usus. Hal ini disebabkan karena anak paling sering berkontak dengan tanah
sebagai sumber infeksi.Defekasi di halaman rumah atau di got dapat
menyebabkan tanah tercemar telur cacing dan kista protozoa (Tangel et al.,
2016).
Prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah (soil
transmitted helminths/STHs) masih cukup tinggi dan infeksi cacing ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit yang disebabkan oleh
soil transmitted helminth atau yang lebih dikenal dengan cacing usus
merupakan penyakit infeksi paling umum. Infeksi parasit usus pada anak
menyerang kelompok masyarakat ekonomi lemah.Penyakit akibat cacing dan
infestasi protozoa usus sering dikaitkan dengan faktor sanitasi, pendidikan,
sosial ekonomi dan perilaku sehari-hari.
Menurut laporan World Health Organisation (WHO) pada tahun 2012
memperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2

terinfeksi dengan cacing yang ditularkan melalui tanah yang ditularkan di


seluruh dunia. Lebih dari 270 juta anak usia pra sekolah dan lebih dari 600 juta
anak usia sekolah tinggal di daerah di mana parasit ini ditularkan secara
intensif. Jumlah kasus infeksi STHs terbanyak dilaporkan di kawasan Sub-
Sahara Afrika, benua Amerika, Cina dan Asia Timur.Infeksi terjadi oleh karena
ingesti telur cacing dari tanah yang terkontaminasi atau dari penetrasi aktif
melalui kulit oleh larva di tanah.Prevalensi protozoa usus pada beberapa negara
di dunia masih relatif tinggi.Di Eropa Utara 5%-20%, di Eropa Selatan 20%-
51% dan di Amerika Serikat 4%-21%. Di RRC, Mesir, India dan Belanda
berkisar antara 10,1%-11,5%. Infeksi mayor protozoa usus di Oceania adalah
amebiasis, balantidiasis, kriptosporidiosis dan giardiasis.
Prevalensi parasit usus di Indonesia masih tergolong tinggi terutama
pada penduduk miskin dan hidup di lingkungan padat penghuni dengan sanitasi
yang buruk, tidak mempunyai jamban dan fasilitas air bersih tidak
mencukupi.Hasil survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia di
beberapa provinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi kecacingan untuk
semua umur di Indonesia berkisar antara 40%-60%. Di Indonesia, infeksi
cacing usus yang paling banyak dijumpai pada manusia adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichiura danEnterobius
vermicularis, sedangkan Strongyloides stercoralis jarang dilaporkan (Tangel et
al., 2016).
Pada penelitian yang dilakukan di Pondok Gede Bekasi pada tahun
2011, hasil penelitian menunjukkan prevalensi infeksi parasit usus pada anak
adalah 37%, dengan rincian Trichuris trichiura 4%, Blastocystis hominis 31%,
Giardia lamblia 7% dan Eschereschia coli 3%. Infeksi campur Blastocystis
hominis dan Trichuris trichiura 2%, Blastocystis hominis dan G.lamblia 4%,
Blastocystis hominis dan Eschereschia coli 2% (Tangel et al., 2016).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penyusunan makalah
tentang Penyakit Parasitik Pada Hewan dan Manusia. Pada makalah ini
difokuskan untuk membahas tentang penyakit parasitik pada manusia
khususnya di usia anak-anak yang ditularkan melalui media tanah (soil

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
3

transmitted helminths/STHs) dengan jenis cacing yaitu Ascaris lumbricoides,


Trichuris trichiura dan cacing tambang (Sumanto & Wartomo, 2016)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu :
1. Bagaimana karakteristik cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
2. Bagaimana gejala cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan
cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
3. Bagaimana penyebaran cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
4. Bagaimana pencegahan cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
5. Bagaimana siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?
6. Bagaimana preventif dan distribusi cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak?

C. Tujuan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu :
1. Untuk mengetahui karakteristik cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
2. Untuk mengetahui gejala cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
3. Untuk mengetahui penyebaran cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
4. Untuk mengetahui pencegahan cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
4

5. Untuk mengetahui siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris


trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus pada anak.
6. Untuk mengetahui preventif dan distribusi cacing Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan cacing tambang sebagai agen parasit infeksi usus
pada anak.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Parasit
Kata “parasit” berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang bermakna di
samping dan sitos yang berarti makanan. Berdasarkan makna tersebut, maka
parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam seluruh daur
hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada organisme lain.
Organisme yang memberikan makanan pada parasit disebut sebagai inang atau
inang (Dachi, 2015)

B. Macam-macam Parasit
Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat parasitis,
yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya (hospes).
Adapun macam-macam parasit dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Parasit obligat
Parasit yang tidak dapat hidup bebas, harus menginfeksi inangnya untuk
dapat mendapatkan makanan, bertahan hidup, dan untuk dapat melakukan
daur hidup. Parasit obligat adalah jenis parasit yang harus menginfeksi
makhluk lain untuk daur hidupnya. Bila parasit ini tidak dapat memperoleh
inang, ia akan gagal berreproduksi. Contohnya adalah cacing pita babi
(Taenia solium) dan cacing pita sapi (Taenia saginata) yang harus
menginfeksi babi atau sapi, untuk dapat berkembang biak. Semua virus
adalah parasit obligat, sebab virus hanya dapat berreproduksi dengan
menyerang sel makhluk hidup lain dan menggunakan materi genetiknya
untuk memperbanyak diri (Dachi, 2015)
2. Parasit permanen
Parasit yang hidup pada hospes selama hidupnya. Contoh Ascaris
Lumbricoides
3. Parasit fakultatif
Parasit yang dapat hidup bebas dan dapat pula hidup sebagai parasit.
Contoh: strongloides stercocallis

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
6

4. Parasit insendetal
Parasit yang secara kebetulan bersarang pada satu hospes
5. Parasit patogen
Parasit yang menimbulkan kerusakan pada hospes karena pengaruh
mekanik, traumatic dan toksik. Parasit apatogen parasit yang hidup dengan
mengambil sisa makanan dalam tubuh hospes dengan tidak menimbulkan
kerugian atau kerusakan pada hospes (Dachi, 2015)
6. Ektoparasit
Parasit yang hidup dipermukaan tubuh hospes
7. Endoparasit
Parasit yang hidup di dalam tubuh hospes
8. Parasitmonoksen
Parasit yang menghinggapi satu spesies hospes
9. Parasitpoliksen
Parasit yang dapat menghinggapi berbagai spesies hospes
10. Pseudoparasit
Suatu benda asing yang disangka sebagai parasit yang terdapat di dalam
tubuh hospes (Ishak, 2019)

C. Hospes
Hospes adalah jasad yang mengandung parasit.Hospes yang dirugikan
dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu :
1. Hospes definitive adalah hospes yang membantu hidup parasit dalam
stadium dewasa/stadium seksual
2. Hospes perantara adalah hospes tempat parasit tumbuh menjadi bentuk
infektif yang siap ditularkan kepada manusia (hospes)
3. Hospes paratenik adalah hospes yang mengandung stadium infektif parasit
tanpa menjadi dewasa dan stedium infektif ini dapat ditularkan dan
menjadi dewasa pada hospes definitive (Ishak, 2019)
4. Hospes reservoir adalah hewan yang mengandung parasit dan merupakan
sumber infeksi bagi manusia (Dachi, 2015)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
7

D. Parasitisme
Parasitisme merupakan hubungan timbale balik suatu spesies dengan
spesies lain untuk kelangsungan hidupnya. Dalam hal tersebut, jenis jasad
mendapat makanan dan lindungan jasad lain yang dirugikan dan mungkin
dibunuhnya. Sebenarnya parasit tidak bermaksud untuk membunuh hospesnya
tanpa membahayakan dirinya. Menurut derajat parasitisme dapat dibagi
menjadi:
1. Komensalisme
Suatu jenis jasad mendapat keuntungan dari jasad lain akan tetapi jasad
lain tersebut tidak dirugikan.
2. Mutualisme
Hubungan dua jenis jasad yang ke dua nya mendapat keuntungan
3. Simbiosis
Hubungan permanent antara dua jenis jasad dan tidak dapat hidup terpisah
4. Pemangsa
Parasit yang membunuh terlebih dahulu mangsanya dan kemudian
memakannya (Ishak, 2019)

E. Vektor
Vektor dalam arti luas yaitu pembawa/pengangkut. vektor dalam arti
lain adalah hewan avertebrata yang berperan sebagai penular penyebab
penyakit (agen) dari host pejamu yang sakit ke pejamu lain yang rentan. Vektor
dapat berupa vektor mekanis dan biologis, dan juga berupa vektor primer dan
sekunder.
1. Vektor mekanis yaitu hewan yang menularkan penyakit tanpa agen
tersebut mengalami perubahan, vektor mekanis ini sangat penting bagi
penyebaran penyakit karena dalam tubuh vektor mekanis biasanya parasit
telah mencapai stadium infektif. Daya tahan tubuh parasit di dalam tubuh
vektor mekanis terbatas karena, maka dari itu vektor mekanis berfungsi
sebagai pemindah (Sajimin, 2014)
2. Vektor biologis parasit mengalami tumbuh dan berkembang dalam tubuh
vektor, contohnya seperti nyamuk Aedes aegypti yang bertindak sebagai

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
8

vektor demam berdarah. Vektor biologis juga mempunyai peran sebagai


tuan rumah, dalam penyebaran parasit oleh vektor biologis, arthropoda
sebagai inang sangat diperlukan dalam siklus hidup parasit.
3. Vektor primer merupakan penyebab utama terjadinya penularan penyakit,
baik pada orang maupun hewan yang secara klinis telah terbukti sakit,
sedangkan vektor sekunder adalah vektor yang dianggap tidak penting
sebagai penyebaran penularan penyakit, dalam keadaan wabah, karena
situasinya menyebabkan lebih dekatnya hubungan vektor sekunder dengan
inang, maka vektor sekunder dianggap sebagai vektor penting (Ishak,
2019)

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Vektor


Ada beberapa karakteristik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
suatu spesies dapat dikategorikan sebagai vektor penyakit, berikut ini
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
1. Faktor Kebiasaan
Faktor kebiasaan atau kesukaan ini dapat dihubungkan dengan
berpengaruhnya nyamuk terhadap bisa atau tidaknya kontak dengan
agent maupun host, misalnya nyamuk yang kebiasaannya menggit
manusia, tentu memiliki peluang untuk menjadi vektor DBD.
2. Faktor Kecepatan
Berkembangbiak Adanya percepatan perkembangbiakan pada nyamuk
tentu akan mempengaruhi jumlah populasi pada suatu spesies. Kondisi
ini akan berpengaruh terhadap frekuensi kontak dengan agent dan host
baru. Artiya nyamuk memiliki kecepatan berkembangbiak lebih
banyak, maka memiliki peluang besar untuk menjadi vektor penyakit
3. Faktor Biokimia
Faktor biokimia ini terjadi pada agent yang mengalami perkembangan
dalam tubuh vektor, yaitu nyamuk, ketika nyamuk menghisap darah
manusia, maka agent yang ada di dalam darah akan ikut terhisap dan
akan masuk kedalam lambung nyamuk, kemudian darah dicerna
untukselanjutnya diserap kandungann proteinnya, sedangkan agent ada

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
9

yang terus berkembangbiak dan ada juga yang akan mati karena
pengaruh zat biokimia yang ada di dalam lambung dan ikut dicerna
(Sajimin, 2014)

G. Zoonosis
Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah di
antara hewan vertebrata dan manusia. Zoonosis merupakan ancaman baru bagi
kesehatan manusia. Berdasarkan hewan penularnya, zoonosis dibedakan
menjadi zoonosis yang berasal dari satwa liar, zoonosis dari hewan yang tidak
dipelihara tetapi ada di sekitar rumah, seperti tikus yang dapat menularkan
leptospirosis, dan zoonosis dari hewan yang dipelihara manusia. mencakup
berbagai penyakit menular yang secara biologis berbeda satu dengan lainnya.
Banyaknya penyakit yang dapat digolongkan sebagai zoonosis dikarenakan
adanya perbedaan yang kompleks di antara penyakit tersebut. Penyakit
zoonosis dapat dibedakan antara lain berdasarkan penularannya, reservoir
utamanya, asal hewan penyebarnya, dan agens penyebabnya. Berdasarkan
agens penyebabnya, zoonosis dibedakan atas zoonosis yang disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, atau yang disebabkan oleh jamur :
1. Zoonosis yang Disebabkan oleh Virus Rabies (penyakit anjing gila)
Penyakit infeksi yang menyerang susunan syaraf pusat, terutama menular
melalui gigitan anjing dan kucing. Penyakit ini bersifat zoonosik,
disebabkan oleh virus Lyssa dari famili Rhabdoviridae.
2. Zoonosis yang Disebabkan oleh Parasit Toksoplasmosis
Disebabkan oleh parasit protozoa bersel tunggal yang dikenal dengan
nama Toxoplasma gondii. Penyakit menimbulkan ensefalitis (peradangan
pada otak) yang serius serta kematian, keguguran, dan cacat bawaan pada
janin/bayi. T. gondii dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu trofozoit,
kista, dan oosit dan dapat menular pada berbagai jenis hewan. Walaupun
inang definitifnya sebangsa kucing dan hewan dari famili Felidae, semua
hewan berdarah panas dan mamalia seperti anjing, sapi, kambing, dan
burung juga berperan dalam melanjutkan siklus T. gondii. Taeniasis
ditularkan secara oral karena memakan daging yang mengandung larva

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
10

cacing pita, baik daging babi (Taenia solium) maupun daging sapi (Taenia
saginata). Penularan taeniasis dapat terjadi karena mengonsumsi makanan
yang tercemar telur cacing pita dan dari kotoran penderita sehingga terjadi
infeksi pada saluran pencernaan (cacing pita dewasa hanya hidup dalam
saluran pencernaan manusia) (Sajimin, 2014)
3. Zoonosis yang disebabkan oleh bakteri.
Brucellosis merupakan salah satu penyakit zoonosis terutama melalui
kontak langsung dari hewan terinfeksi, minum susu dari hewan yang
terinfeksi, dan menghirup udara yang tercemar oleh bakteri penyebab
Brucellosis yaitu Brucella sp. Indonesia belum bebas dari penyakit ini
dengan prevalensi Brucellosis pada ternak di Indonesia sekitar 40%.
Bakteri penyebab Brucellosis termasuk bakteri jenis gram negatif,
berbentuk coccobacilus, dan hidup dalam sel. Terdapat empat spesies
Brucella yang dapat menginfeksi manusia yaitu B. abortus yang terdapat di
sapi, B. mellitensis hidup pada kambing dan domba, B. suis pada babi, dan
B. canis yang ada pada anjing. Penularan penyakit ini dapat terjadi dengan
mengkonsumsi susu dan daging yang berasal dari hewan yang
mengandung Brucella sp. Penularan paling banyak terjadi melalui
konsumsi susu dan produk olahannya yang tidak dipasteurisasi secara
sempurna, karena Bakteri ini dapat bertahan hingga beberapa bulan di susu
dan produk olahannya (Ishak, 2019)

Menurut Cara Penularan (Transmisi)-nya zoonosis dibagi menjadi


empat golongan yaitu :
1. Zoonosis langsung (Direct zoonosis)
Zoonosis itu dapat berlangsung di alam hanya dengan satu jenis vertebrata
saja dan agen penyebab penyakit hanya sedikit berubah atau malahan tidak
mengalami perubahan sama sekali selama penularan. Penyebab penyakit
ditularkan dari satu induk semang vertebrata ke induk semang vertebrata
lainnya yang peka melalui kontak, wahana (vehicle), ataupun dengan
vektor mekanis. Yang termasuk dalam golongan penyakit ini adalah rabies,
bruselosis, leptospirosis, dan lain-lain (Ishak, 2019)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
11

2. Siklo-zoonosis
Siklus penularan diperlukan lebih dari satu jenis vertebrata, tetapi tidak
melibatkan invertebrata, untuk menyempurnakan siklus hidup agen
penyebab penyakit. Contohnya adalah penularan beberapa zoonosis
parasiter seperti pada hidatidosis dan taeniasis (Ishak, 2019).
3. Meta-zoonosis
Penyakit yang digolongkan ke dalam metazoonosis siklus penularannya
memerlukan baik vertebrata maupun invertebrata. Dalam golongan ini
dimasukkan antara lain infeksi oleh arbovirus atau arthropod-borne virus
dan tripanosomiasis (Ishak, 2019)

Menurut reservoir utamanya ,zoonosis dapat berupa hewan piara atau


hewan domestik, maupun satwa liar, dapat digolongkan menjadi 3 golongan,
yaitu:
1. Antropozoonosis
Merupakan penyakit yang dapat secara bebas berkembang di alam di
antara hewan – hewan liar maupun domestik. Pada zoonosis jenis ini,
manusia tidak dapat menularkannya kepada manusia atau hewan lain.
Berbagai penyakit yang termasuk golongan ini adalah rabies, leptospirosis,
tularaemia dan hidatidosis (Huda & Winita, 2014).
2. Zooanthroponosis
Suatu penyakit digolongkan ke dalam grup ini bila penyakit itu
berlangsung secara bebas pada manusia atau merupakan penyakit manusia
dan hanya kadang-kadang saja menyerang hewan. Zoonosis dapat
disebabkan oleh berbagai macam organisme seperti bakteri, virus serta
parasit. Dan penyebarannya dapat dilakukan melalui berbagai macam
hewan perantara baik vertebrata maupun avertebrata. Serta dapat
ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui makanan
ataupun gigitan berbagai jenis organisme (Ishak, 2019)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
12

H. Virulensi
Virulensi adalah kapasitas relative pathogen untuk mengatasi
pertahanan tubuh. Dengan kata lain, derajat atau kemampuan dari organism
pathogen untuk menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi berbanding lurus
dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit .Tingkat virulensi
dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh inang, mekanisme
pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi
diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit,
atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi (Ishak, 2019)

I. Parasit Berdasarkan Waktu atau Derajat Kepastiannya


1. Parasit temporer atau parasit non periodik
Parasit temporer adalah organisme yang sebagian waktu hidupnya sebagai
parasit sedang sisa hidupnya sebagai organisme hidup bebas. Contoh
contohnya dari parasit temporer : Nyamuk Anopheles Anopheles betina
sebagai kecil waktu hidupnya sebagai parasit penghisap darah hanya pada
malam hari yang panas, sedang setelah itu Anopheles betina tesebut hidup
bebas. Cimex lecticularis, parasit ini di kenal sebagai kutu busuk. Cimex
lecticularis hidup sebagai parasit hanya 15 menit pada saat menghisap darah
hospesnya, tetapap dengan hidup sebagai parasitr 15 menit, kutu tersebut
dapat hidup bebas selama satu tahun. Omithodorus moubata, organisme ini
adalah caplak parasit pada babi,domba,kambing,anjing mkelinci bahkan
pada manusia caplak ini hidup sebagai parasit hanya beberapa caplak
tersebut dapat hidup bebas selama 14 tahun dalam debu atau di dalam celah
celah gubuk
2. Parasit stasioner permanen
Perasit statisioner permanen adalah organisme yang selama hidupnya selalu
kontak dan hidup sebagai parasit pada atau didalam hospesnya yang
termasuk parasit golongan ini adalah baik yang stadium larva dan
dewasanya hidup sebagai parasit di dalam satu hospesnya yang sama
maupun yang stadium larva dan stadium dewasanya hidup sebagai parasit
pada atau di dalam hospes yang berbeda Contoh parasit yang stadium larva

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
13

dan dewasanya permanen pada atau didalam satu hospes adalah kutu.
Semua stadium hidupnya mulai telur, larva nimfa dan dewasa biasanya
berada dalam satu hospes contoh parasit stadium larva dan stadium
dewasannya selalu berada didalam hospes yang berbeda adalah protozoa
darah seperti plasmodium. Plasmodium stadium dewasanya berparasit
dalam tubuh nyamuk anophesies sedang stadium mudanya di dalam tubuh
manusia jadi untuk plasmodium tidak ada stadium hidup bebas (Ishak,
2019)

J. Parasit Berdasarkan Jumlah Hospesnya


1. Parasit holoksenosa atau parasit monoksenosa
Parasit holoksenosa adalah parasit yang dalam siklus hidupnya hanya
membutuhkan satu organisme lain sebagai hospesnya contoh contoh parasit
holoksenosa Eimeria tenella. Parasit termasuk protozoa yang dalam siklus
hidupnya hanya membutuhkan satu hospes yaitu ayam.cacing golongan
strongil ( haemonchus sp., Thichostrongylus sp,.dll) cacing cacing tersebut
dalam siklus hidupnya hanya membutuhkan satu hospes yaitu herbivora.
Kutu semua kutu umumnya hanya hidup dalam satu hospes.
2. Parasit heteroksenosa
Parasit heteroksenosa adalah parasit didalam siklus hidupnya membutuhkan
lebih dan satu organisme lain sebagai hospesnya. Contoh contoh parasit
heteroksenosa : Babesia motasoi. Babesia motasi adalah protozoa yang
berparasit dalam sel darah domba. Dalam siklus hidupnya protozoa tersebut
membutuhkan caplak dan domba sebagai hospesnya paragonimus
westermani parasit ini termasuk cacing trematoda yang berparasit pada paru
manusia sebagai hospesnya yaitu keong ( semisuicospira libertina) dan
udang atau kepiting sebagai hospesnya. Parasit ini juga termasuk cacing
trematoda yang berparasit di dalam saluran atau kantung empedu domba di
dalam siklus hidupnya trematoda tersebyt selain domba membutuhkan
keong dan semut Parasit poliksenosa adalah parasit berhospes dua atau tiga
merupakan parasit poliksenosa kecuali ixodes ricinus yang termasuk parasit
hetersenosa karena stadium larva dan nimfanya membutuhkan burung

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
14

sebagai hospesnya dan stadium dewasa hidup berparasit pada anjing dan
mamalia lainnya (Tangel et al., 2016).

K. Parasit Berdasarkan Lokasinya


1. Ektoparasit atau ektozoa
Ektoparasit adalah parasit parasit yang hidup berparastnya pada
permukaan hubungan bebas dengan dunia luar.Termasuk golongan ini
adalah parasit temporer atau non periodik atau di kenal parasit datang
pergi. Disebut parasit datang pergi karena parasit mengunjungi hospesnya
hanya pada waktu tertentu saja. Contoh contoh ektoparasit Nyamuk dan
lalat, Nyamuk dan lalat seperti nyamuk anopheles ( manusia) dan lalat
stomoxys ( kuda,sapi) termasuk parasit termporer karena keduanya
mengunjungi hospesnya untuk hidup berparasit pada waktu tertentu untuk
menghisap darah. Kutu, pinjal dan caplak. Kutu seperti Pediculus
( manusia ), Haematopinus (sapi) dan Linognathus (sapi, domba, kambing,
anjing), pinjal seperti Pulex (tikus), dan Ctenocephalus (anjing, kucing),
caplak seperti Ixodes, Boophilus, Riphicephalus (herbivora, karnivora)
semuanya termasuk ektoparasit karena hidup pada permukaan tubuh
hospesnya. Tungau, tungautungau seperti Sarcoptes, Psoroptes, Chorioptes
( herbivora ), Demodex ( anjing, sapi, manusia ), Cnemidocoptes
(unggas ), Otodectes (kelinci) adalah tungau yang hidup di dalam liang-
liang kulit dan karena liang-liang tersebut masih berhubungan dengan
dunia luar maka tungau juga termasuk ektoparasit (Damayanti et al., 2017)
2. Endoparasit atau entoparasit atau entozoon.
Endoparasit adalah parasit-parasit yang berlokasi didalam jaringan tubuh
hospesnya kecuali yang hidup dipermukaan tubuh dan di dalam liang-liang
kulit. Contoh-contoh endoparasit: Di dalam saluran pencernaan. Saluran
pencernaan tampaknya lokasi yang banyak disenangi sebagai tempat
tinggal atau predileksi parasit.
Parasit dan berbagai spesies cacing nernatoda, trematoda dan cestoda
banyak tinggai di dalam lumen atau di dalam mukosa dinding saluran
pencernaan. Cacing nematoda yang berlokasi di dalam lumen contohnya adalah

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
15

Spirocerca (esophagus anjing), Ascaridia (Ayam), Ascaris (babi, manusia),


Neoascaris (sapi), Parascaris (kuda), Toxocara (anjing, kucing), Bunostomum,
Haemonchus (sapi, domba, kambing) Strongylus (kuda), Strongyloides
(herbivore), Ancylostoma (anjing, manusia) dll. Cacing trematoda yang
berparasit di dalam lumen usus contohnya: Paramphistomum (ruminansia),
Echinostoma (unggas), Metagonimus, Platynosomum (anjing)dll, sedang
cacing cestoda yang berlokasi di dalam lumen usus contohnya adalah Taenia
(manusia), Moniezia (ruminansia), Raillietina, Davaina, Hymenolepis,
Choanotaenia (unggas). Selain itu ada juga parasit yang berlokasi di dalam hati
seperti Fasciola hepatica (sapi), Opistorchis (anjing, babi, manusia), Eimeria
stidae (kelinci), Histomonas (unggas) dan di dalam pancreas seperti
Eurythrema pancreaticum (sapi).
Di dalam saluran pernafasan, saluran pernafasan juga banyak ditempati
beberapa spesies parasit seperti Metrastrongylus, Dictyocaulus (domba),
Paragonimus (manusia), Syngamus (ayam) dll. Selain itu banyak stadium larva
terutama cacing nematode yang dalam siklus hidupnya melewati saluran
pernafdasan sebelum mencapai predileksinya di dalam saluran pencernaan. Di
dalam saluran urmasi dan reproduksi. Parasit-parasit yang berlokasi di dalam
organ ini antara lain Stephaneurus dentatus (babi), Capilaria plica (anjing),
Setaria (kantung testis kuda), Prosthogonimus ( saluran telur dan bursa
fabrisius unggas), Tritrichomonas foetus (sapi), izypanosoma equierdum (kuda)
Di dalam sirkulasi.
Banyak parasit juga ditemukan dalam sirkulasi baik di dalam jantung,
dalam plasma darah (ekstra seluler) maupun pada atau di dalam sel-sel darah
(intraseluier). Parasit yang terdapat di dalam jantung biasanya di bilik kanan
antara lain adalah Dirofflaria (anjing), Dipetalonema ( manusia ). Yang
berlokasi di dalam plasma darah antara lain adalah cacing Schistosoma
(manusia, sapi), Strongylus vuigaris (kuda), Trypanosoma (anjing, kuda,
ruminansia) dan beberapa larva nematoda seperti Microfilaria bancrofti M
malayi (manusia) dan larva dari Stephanofflaria (sapi). Parasitparasit
intraseluler sel darah antara lain yang berada pada permukaan sel darah merah
adalah Eperytrozoon (domba), yang berparasit di dalam sel darah merah antara

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
16

lain Plasmodium (kera, manusia, ayam) Haemoproteus, Leucocytozoon (ayam)


, Babesia (sapi, domba, anjing ), dan Theileria ( sapi, domba ), sedang yang
berparasit di dalam sel darah putih adalah Hepatozoon ( anjing ).
Parasit di mata. Ada beberapa parasit yang berlokasi di mata antara lain,
Loa-loa (manusia), Thelazia (sapi) dan Oxyspirura mansoni (ayam). Parasit di
jaringan kulit. Parasit yang terdapat dijaringan kulit antara lain, Besnoitia,
Sarcocystis (sapi), Leishmania (anjing, manusia) sedang yang di bawah kulit
adalah Onchocerca gibsoni ( manusia) dan Stephanofflaria ( sapi). Parasit di
dalam otot serang lintang. Beberapa larva cacing pita seperti sistiserkus
selulosa (pada babi) (larva cacing Taenia solium ), sistiserkus bovis (pada sapi)
(larva Taenia saginata) dan larva Trichinella spfralis berlokasi di dalam otot
seran lintang. Parasit di dalam organ lain seperti di otak adalah sista
Toxoplasma (berbagai hewan) dan Neospora (anjing), di dalam air susu anjing
mungkin ditemukan larva Ancylostoma.

L.Parasit Berdasarkan Klasfikasi Hewan


Hewan terdiri dari hewan bersel satu ( uniseluler atau protozoa ) dan
bersel banyak (multiseluler atau metazoa)
1. Uniseluler parasit.
Kebanyakan hewan-hewan bersel satu sebagian besar hidupnya sebagai
parasit seperti misalnya, hewan-hewan yang termasuk filum
Sarcomastigophora, Apicomplexa, Microspora, Myxospora dan
Ciliophora. Contoh parasit yang termasul dalam filum Sarcomastigophora
adalah Trypanosoma, Trichomonas, Tritrichomonas, Histomonas, Giardia.
Contoh parasit yang termasuk filum Apicomplexa adalah Hepatozoon,
Eimeria, Isospora, Cryptospondia, Toxoplasma, Sarcocystis Besnoitia,
Hammondia, Plasmodiuin. Haemoproteus, Leucocytozoon, Baesia dan
Theileria. Contoh parasit yang termasuk Microspora adalah
Encephalotozoon (parasit pada otak dan ginjal kelinci, tikus, marmut,
anjing, hamster). Myxozoa parasit biasanya ditemukan pada ikan, sedang
contoh parasit yang termasuk kedalam filum Ciliophora adalah
Balantidium.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
17

2. Multiseluler parasit.
Hewan-hewan multiseluler yang hidupnya sebagai parasit kebanyakan
pada hewan-hewan invertebrata seperti yang termasuk filum
Nemathelininthes, Plathyhelminthes, Crustacea Arthropoda. Contoh parasit
yang termasuk filum Nemathelininthes adalah Ascaris, Ancylostoma,
Haemonchus, Spirocerca. Contoh parasit yang termasuk filum
Platyhelminthes adalah Taema, Raillietina, Fasciola, Eurythrema,
Paramphistomum. Contoh parasit yang termasuk Crustace adalah
kebanyakan anggota ordo Isopoda, dan sebagian dari ordo Amphipoda dan
Decapoda yang kesemuanya parasit pada hewan akuatik. Pada filum-filum
lainnya dan hewan ertebrata seperti Spongifera, Porifera, Echinodermata,
Coelanterata, dan Mollusca walaupun ada tapi jarang sekali yang hidup
sebagai parasit bahkan filum Echinodermata mungkin satu-satunya yang
tidak miliki anggota yang hidupnya sebagai parasit. Sedangkan, hewan-
hewan vertebrata yang umumnya ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari
hewan-hewan yang disebut sebelumnya hampir tidak ada yang hidup
sebagai parasit bahkan kebanyakan dari mereka berperan sebagai hospes
dalam kehidupn simbiosis parasitik. Walaupun demikian ada informasi
bahwa di Amerika selatan ada hewan vertebrata yang hidup sebagai parasit
yaitu sejenis ikan golongan uritormis (Branchioica dan Vandeffia) hidup di
dalam rongga insang ikan lain dimana ikan tersebut menghisap darah ikan
lain yang berperan sebagai hospesnya, sedangkan klasifikasi parasit dapat
dilihat pada lampiran (Ishak, 2019)

M. Penyebab Infeksi Parasit


Infeksi parasit terjadi ketika parasit masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut atau kulit. Di dalam tubuh, parasit akan berkembang dan
menginfeksi organ tubuh tertentu.
1. Protozoa Protozoa merupakan jenis parasit yang umumnya hanya bisa
dilihat melalui mikroskop. Protozoa yang dapat menginfeksi manusia
dapat dibagi ke dalam 4 jenis, yaitu:
 Amoeba, yang menyebabkan penyakit amebiasis

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
18

 Siliofora, yang menjadi penyebab balantidiasis


 Flagellata, yang mengakibatkan penyakit giardiasis
 Sporozoa, yang menjadi penyebab kriptosporidiosis, malaria, dan
toksoplasmosis
2. Cacing
Cacing adalah parasit yang umumnya dapat dilihat dengan mata telanjang.
Sama seperti protozoa, cacing dapat hidup di dalam atau di luar tubuh
manusia. Ada tiga jenis cacing yang bisa menjadi parasit di dalam tubuh
manusia, yaitu:
 Acanthocephala atau cacing kepala duri
 Platyhelminths atau cacing pipih, termasuk di antaranya cacing
isap (trematoda) dan cacing pita penyebab taeniasis
 Nematoda, seperti cacing gelang yang menyebabkan penyakit
ascariasis, cacing kremi, dan cacing tambang Cacing dewasa
umumnya hidup di saluran pencernaan, darah, sistem getah bening,
atau jaringan di bawah kulit. Namun, cacing tidak dapat
memperbanyak diri di dalam tubuh manusia. Selain bentuk cacing
dewasa, bentuk larva dari cacing juga dapat menginfeksi berbagai
jaringan tubuh
3. Ektoparasit
Ektoparasit adalah jenis parasit yang hidup di kulit manusia dan mendapat
makanan dengan mengisap darah manusia. Beberapa contoh ektoparasit
adalah:
 Pediculus humanus capitus, yaitu kutu rambut yang menyebabkan
kulit kepala terasa gatal
 Pthirus pubis, yaitu kutu kemaluan yang membuat kulit kemaluan
terasa gatal, mengalami iritasi, dan terkadang menimbulkan demam
 Sarcoptes scabiei, yaitu tungau penyebab penyakit skabies atau
kudis

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
19

N. Parasit yang Penularannya Melalui Keong/Siput (Gastropoda)


Terjadi sejak larva masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa.
Parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan
dinding saluran. Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang
sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan
edema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah
cacing yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi gejala dari
penyakit fascioliasis biasanya pada stadium ringan tidak ditemukan gejala.
Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, perut terasa
penuh, diare dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom
hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, ikterus, asites, dan sirosis
hepatis.

O. Parasit yang Penularannya Melalui Kontak Langsung dan Tidak


Langsung
Parasit yang ditularkan melalui kontak langsung antar manusia adalah
Trichomonas vaginalis. Parasit ini termasuk kelompok flagellata genital yang
habitatnya ada di dalam organ genitalia baik pria maupun wanita. Karena
habitatnya yang di dalam organ genital maka sangat mudah dimengerti cara
penularan parasit ini tentu melalui kontak langsung antara organ genital pria
dan wanita. Dengan kata lain cara penularan parasit ini melalui hubungan
seksual. Habitatnya yang di dalam organ genital menyebakan terjadinya
peradangan pada organ tersebut dan seringkali disebut sebagai penyebab
penyakit kelamin di masyarakat. Sementara itu parasit yang ditularkan dengan
cara tak langsung diantaranya adalah cacing kremi (Enterobius vermicularis)
(Tangel et al., 2016).
Cacing kremi juga dimasukkan dalam kelompok parasit yang
penularannya dengan kontak tidak langsung karena penderita yang biasanya
anak seringkali tanpa sadar telah menebarkan banyak telur cacing yang keluar
melalui anus saat tidur malam pada area tempat tidur yang dapat menginfeksi
anggota keluarga lain saat melakukan pembersihan. Parasit dari kelompok
tungau spesies Sarcoptes scabiei merupakan penyebab penyakit kudis

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
20

(scabies). Penyakit ini seringkali berhubungan erat dengan kehidupan


berkelompok dan kebersihan diri serta sanitasi lingkungan yang kurang
mendukung. Spesies ini memiliki cara penularan baik secara kontak langsung
maupun tidak langsung

P. Parasit yang Penularannya Melalui Makanan/Minuman


Parasit yang penularannya melalui makanan dan minuman spesiesnya
sangat banyak namun pada bab ini hanya akan dibahas beberapa spesies yang
masih sering ditemukan di sekitar kita dan mengakibatkan infeksi pada
masyarakat. Keberadaan parasit ini pada makanan dan minuman bukan selalu
berarti bahan makanan atau minuman mengandung parasit yang hidup pada
bahan makanan tersebut, namun umumnya sebagian besar bahan makanan atau
minuman mengalami kontaminasi parasit dari luar. Proses pencucian dan
pengolahan bahan pangan yang kurang higienis menyebabkan parasit yang
mengkontaminasi tidak terbunuh dan masuk ke tubuh manusia bersama
makanan dan minuman tersebut (Ishak, 2019)
Parasit yang sering mengkontaminasi bahan pangan berasal dari
berbagai jenis baik kelompok helminth maupun protozoa. Parasit dari
kelompok helminth yang masih sering ditemukan kasus infeksinya diantaranya
adalah cacing pita sapi (Taenia saginata), cacing pita babi (Taenia solium) dan
cacing pita tikus (Hymenolepis nana dan Hymenolepis diminuta). Manusia
berpeluang menderita Taeniasis akibat konsumsi daging sapi atau babi yang
menagalami proses pemasakan kurang sempurnya, sedangkan Hymenolepiasis
terjadi kerena populasi tikus di sekitar kita yang relatif cukup banyak sehingga
kotorannya sangat mungkin berserakan menebarkan telur cacing pada bahan
pangan simpanan kita (Ishak, 2019)
Parasit dari kelompok protozoa yang seringkali menyebabkan penyakit
diare biasanya akibat infeksi kelompok rizophoda yaitu amoeba usus yang
telah mengkontaminasi makanan dan minuman. Perilaku menjaga higiene
perorangan dan sanitasi bahan pangan akan menjadi tumpuan pencegahan
terjadinya infeksi akibat parasit dari kelompok ini. Salah satu spesies pathogen
dari protozoa usus ini adalah Entamoeba histolityca. Spesies ini harus

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
21

diwaspadai karena menjadi penyebab diare amoeboid. Sementara itu spesies


lain seperti Entamoeba coli, Iodamoeba butschlii bahkan flagellata usus spesies
Giardia lamblia secara teoritik dianggap tidak pathogen, namun apabila
jumlahnya melebihi ambang batas toleransi sangat mungkin akan menjadi
pathogen pula (Ishak, 2019)

Q. Parasit yang Cara Penularannya Secara Menurun (Genetik)


Penyakit yang tak menunjukkan tanda dan gejala khas sebelum
berdampak serius merupakan kesulitan tersendiri bagi kita untuk
mengantisipasinya, terlebih yang diakibatkan masuknya mikroorganisme
termasuk parasit. Banyak yang belum mengetahui bahwa spesies parasit
tertentu dapat menyebabkan penyakit yang dapat diturunkan dari ibu ke janin
yang dikandungnya. Parasit spesies Toxoplasma gondii merupakan
mikroorganisme yang mengakibatkan terjadinya toxoplasmosis dimana salah
satu cara penularannya dengan diturunkan. Kesukaan masyarakat memelihara
binatang ternak berdarah panas merupakan faktor pendukung merebaknya
kasus toxoplasmosis mengingat binatang tersebut dapat menjadi host definitif
dari Toxoplasma gondii. Diantara beberapa jenis binatang yang mungkin
menjadi sumber infeksi toxoplasmosis, paling sering dilaporkan adalah dari
binatang kucing dan anjing. Kotoran binatang yang terinfeksi biasanya
mengandung ookista yang menjadi stadium infektif.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
22

BAB III
PEMBAHASAN

Pada Bab IV ini akan dibahas perihal cacing yang siklus hidupnya melalui
tanah dan cacing yang tidak memiliki siklus dalam tanah. Beberapa spesies yang
masih sering menginfeksi masyarakat dalam kelompok parasit ini diantaranya
sebagai berikut :
1. Kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah mencakup 5 spesies
dan ke-lima-nya akan diulas pada materi ini, yaitu : Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus), dan Strongyloides stercoralis.
2. Cacing yang tidak memiliki siklus hidup di dalam tanah namun masih sering
ditemukan pada masyarakat sebagai cacing usus yang perlu diwaspadai, yaitu
spesies Enterobius vermicularis (cacing kremi).

Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)


1. Taksonomi
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Ascaridida
Super famili : Ascaridoidea
Famili : Ascaridae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (lineus : 1758)
2. Morfologi
Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 3 tahapan perkembangan hidupnya
namun stadium larva tidak banyak diulas sehingga lebih dikenal dalam 2
stadium dalam perkembangan, yaitu :
a. Telur : pada stadium ini dapat kita temukan berbagai bentuk telur
diantaranya telur fertil, infertil dan yang telah mengalami dekortikasi.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
23

b. Bentuk dewasa : pada stadium ini cacing ditemukan dalam 2 jenis


kelamin yang terpisah (tidk hermaprodit).
Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar
antara 45 – 75 mikron x 35 – 50 mikron. Telur Ascaris lumbricoides sangat
khas dengan susunan dinding telurnya yang relatif tebal dengan bagian luar
yang berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut tersusun atas tiga lapisan,
yaitu :
 Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat
impermiabel.
 Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel (lapisan ini yang
memberi bentuk telur)
 Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat impermiabel
sebagai pelapis sel telurnya. Telur cacing ini sering ditemukan dalam 2
bentuk, yaitu telur fertil (dibuahi) dan telur yang infertil (tidak dibuahi).
Telur fertil yang belum berkembang biasanya tidak memiliki rongga
udara, tetapi yang telah mengalami perkembangan akan didapatkan
rongga udara. Pada telur fertile yang telah mengalami pematangan
kadangkala mengalami pengelupasan dinding telur yang paling luar
sehingga penampakan telurny tidak lagi berbenjol-benjol kasar
melainkan tampak halus. Telur yang telah mengalami pengelupasan
pada lapisan albuminoidnya tersebut sering dikatakan telah mengalami
proses dekortikasi. Pada telur ini lapisan hialin menjadi lapisan yang
paling luar. Telur infertil; bentuknya lebih lonjong, ukuran lebih besar,
berisi protoplasma yang mati sehingga tampak lebih transparan. Pada
stadium dewasa, cacing spesies ini dapat dibedakan jenis kelaminnya.
Biasanya jenis betina memiliki ukuran yang relatif lebih besar
dibandingkan jantan. Pada bagian kepala (anterior) terdapat 3 buah bibir
yang memiliki sensor papillae, satu pada mediodorsal dan 2 buah pada
ventrolateral. Diantara 3 bibir tersebut terdapat bucal cavity yang
berbentuk trianguler dan berfungsi sebagai mulut. Jenis kelamin jantan
memiliki ukuran panjang berkisar antara 10 – 30 cm sedangkan
diameternya antara 2 – 4 mm. Pada bagian posterior ekornya melingkar

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
24

ke arah ventral dan memiliki 2 buah spikula. Sedangkan jenis kelamin


betina panjang badannya berkisar antara 20 – 35 cm dengan diameter
tubuh antara 3 – 6 mm. Bagian ekornya relatif lurus dan runcing.
3. Siklus Hidup
Bentuk infektif bila tertelan oleh manusia dengan menetas diusus halus.
Larvanya akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau
saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke
paru, larva yang ada di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu
dinding alveolus masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga
akan menimbulkan rangsangan pada faring. Selanjutnya larva akan masuk
ke saluran pencernaan dan di usus halus larva berubah menjadi cacing
dewasa. Cacing dewasa akan melakukan perkawinan sehingga cacing betina
akan gravid dan bertelur. Telur cacing akan bercampur dengan faeces
manusia. Pada saat buang air besar telur keluar bersama faeces dan berada
di alam (tanah) untuk menjadi matang. Telur matang tertelan kembali oleh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi telur. Satu putaran siklus
hidup Ascaris lumbricoides akan berlangsung kurang lebih selama dua
bulan.

Gambar 1. Siklus hidup cacing gelang


4. Epidemiologi
Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir
sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Dalam
lingkungan yang sesuai maka telur yang dibuahi akan berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Spesies ini dapat

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
25

ditemukan hampir diseluruh dunia, terutama didaerah tropis dengan suhu


panas dan sanitasi lingkungan jelek. Semua umur dapat terinfeksi jenis
cacing ini. Anak kecil yang sering bermain dengan tanah akan berpeluang
besar untuk terkontaminasi oleh telur cacing, mengingat telur cacing ini
mengalami pematangan di tanah. Dengan demikian perlu diperhatikan
kebersihan diri dan sanitasi lingkungan sekitar tempat bermain anak.
5. Diagnosa Laboratorium
Diagnosa pasti untuk Ascariasis dengan cara menemukan telur atau cacing
dewasa pada faeces yang dapat diperiksa secara langsung maupun
konsentrasi.
6. Gejala Patogenesis dan Manifestasi Klinis
Patogenesis dan Manifestasi Klinis Baik cacing dewasa dan larva dapat
menyebabkan perubahan patologis manusia oleh gangguan mekanis dan
toksisitas. Migrasi perdarahan larva terjadi pada tempat penetrasi larva
melalui dinding usus dan masuk ke alveoli paru-paru. Selama perjalanan
melalui hati dan paru-paru, larva dapat bergerak, ditutupi dengan
eosinophile, diselimuti granuloma eosinofilik. Terutama di paru-paru,
perubahan patologis mungkin lebih signifikan. Larva dari sejumlah besar
telur infektif, atau proses menelan berulang dari telur, menghasilkan
perubahan patologis di paru-paru ditandai dengan pneumonitis lobular.
Reaksi lokal biasanya disertai dengan reaksi hipersensitivitas umum seperti
asma bronkial, infiltrat paru eosinofilik transient, sindrom Loeffer, edema
angioneurotic, dan urtikaria Cacing dewasa. Cacing dewasa dapat
menyebabkan tidak ada patologi di usus kecil. Jika, mereka hadir dalam
jumlah yang cukup, mereka dapat menyebabkan kerusakan pada manusia.
 Asupan nutrisi dan efek negatif penyerapan Karena cacing dewasa
dari Ascaris tidak hanya mengambil makanan dari makanan yang
dicerna dalam usus dari tuan rumah tetapi juga menghasilkan
Toksisitas metabolik, yang kehadirannya mengganggu pencernaan
dan penyerapan protein, lemak,karbohidrat, vitamin (A, B, C), dan
menyebabkan status gizi buruk, terutama pada anak-anak dengan

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
26

asupan gizi yang lebih rendah. Gejala klinis termasuk anepithymia


(Kehilangan nafsu makan), mual, muntah nyeri perut samar-samar.
 Alergi Ascaris alergen adalah salah satu alergen yang paling ampuh
dari parasit. Sebuah peningkatan sirkulasi IgE globulin dalam
menanggapi infeksi Ascaris secara umum, tetapi hanya sejumlah
kecil globulines IgE memiliki antibodi spesi k untuk Ascaris.
Paparan Ascaris alergen mungkin menyebabkan reaksi
hipersensitivitas pada paru-paru, kulit, konjungtiva, dan mukosa
usus. Perubahan kulit yang paling umum adalah urtikaria (Rubella)
gatal, dan edema angioneurotic.
 Komplikasi dari Ascariasis Cacing dewasa Ascaris adalah penyebab
yang relatif umum menyebabkan komplikasi berat karena ukuran
khas besar dan diagregasi dan/atau kegiatan migrasi. Imigrasi dari
Ascaris dewasa dapat dipromosikan oleh beberapa obat, termasuk
beberapa antihelminthics dan yang digunakan untuk anestesi, tetapi
juga dengan demam dan makanan pedas. Sejumlah besar cacing
dewasa kadang-kadang menyebabkan penyumbatan mekanis usus,
yang menghasilkan obstruksi parsial atau lengkap. Situs yang biasa
obstruksi adalah wilayah ileocecal.
Gejala biasanya mulai dengan tiba-tiba muntah dan kolik, nyeri perut
berulang; usus perforasi yang kurang umum. Di antara tanda-tanda yang
paling umum adalah distensi abdomen dan kelembutan, suara perut yang
abnormal dan X-ray bukti obstruksi usus. Cacing Ascaris dapat
menyerang saluran empedu, saluran pankreas, usus buntu dll, dan
menyebabkan empedu atau hati, pankreas, dan lampiran ascariasis atau
ascariasis granuloma, yang paling sering terjadi pada anak-anak. Di
antara komplikasi yang paling umum adalah ascariasis empedu. Gejala
biasanya meliputi nyeri perut kanan atas, yang ditandai dengan onset
mendadak, dan intensitas yang sangat kuat. Muntah dengan isi lambung
diwarnai empedu sering berdampingan dengan rasa sakit. Sebuah tanda
khas adalah nyeri di titik tekanan di bawah proses xifoideus. kasus
serius dapat terjadi nekrosis empedu atau perforasi. Meskipun sebagian

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
27

besar individu yang terinfeksi dengan Ascaris lumbricoides dasarnya


asimtomatik, beban gejala infeksi relatif tinggi sebagai akibat dari
tingginya prevalensi infeksi pada dasar di seluruh dunia. gejala penyakit
biasanya berhubungan dengan baik tahap migrasi larva dan
bermanifestasi sebagai penyakit paru, atau ke tahap usus cacing dewasa.
Manifestasi paru dari ascariasis terjadi selama transpulmonary migrasi
organisme dan berkaitan langsung dengan konsentrasi larva. Dengan
demikian, gejala yang lebih jelas dengan beban yang lebih tinggi dari
cacing migrasi. Migrasi ke paru paru larva cacing bertanggung jawab
untuk pengembangan karakteristik pneumonitis eosinophilic transien
sindrom Loefer dengan eosinofilia perifer, in ltrat eosinofilik dan
serum konsentrasi IgE. Gejala biasanya berkembang 9-12 hari setelah
konsumsi telur, sedangkan larva berada di paru-paru. individu yang
terkena sering mengembangkan bronkospasme, dyspnea dan mengi.
Demam, gigih, batuk tidak produktif dan, pada nyeri kali dada, juga
dapat terjadi. Hepatomegali juga dapat hadir. Di beberapa daerah di
dunia seperti Arab Saudi di mana penularan infeksi berhubungan dengan
waktu tahun, pneumonitis musiman telah dijelaskan. Diagnosa
pneumonitis terkait Ascaris dengan adanya infiltrat pada foto toraks
yang cenderung bermigrasi dan biasanya benar-benar jelas setelah
beberapa minggu. Infiltrat paru biasanya bulat, beberapa milimeter ke
sentimeter dalam ukuran, bilateral dan menyebar. Di antara komplikasi
yang lebih serius infeksi Ascaris adalah obstruksi usus. Hal ini terjadi
ketika sejumlah besar cacing yang hadir dalam usus kecil dan sually
terlihat pada anak-anak dengan beban cacing berat. Pasien-pasien ini
presentwith mual, muntah, sakit perut kolik dan distensi abdomen.
Dalam kondisi ini cacing dapat dilewatkan melalui muntahan atau tinja.
Di daerah endemis, 5-35% dari semua kasus obstruksi usus dapat
disebabkan ascariasis. Cacing dewasa juga bisa melubangi usus yang
menyebabkan peritonitis. Infeksi Ascaris dapat menjadi rumit dengan
intususepsi, usus buntu dan perforasi apendiks karena cacing memasuki
usus buntu. Konsekuensi potenital dari fase usus infeksi berkaitan

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
28

dengan dampak yang mungkin ditimbulkannya pada kesehatan gizi dari


host. Anak-anak yang terinfeksi berat dengan Ascaris telah ditunjukkan
untuk menunjukkan gangguan pencernaan dan penyerapan protein dan
steatorrhea. Infeksi berat telah dikaitkan dengan pertumbuhan terhambat
dan penurunan fungsi kognitif. Namun, peran Ascaris di kekurangan ini
tidak jelas. Beberapa studi ini dilakukan di negara-negara berkembang
di mana faktor gizi tambahan yang tidak dapat dikecualikan. Ada juga
insiden tinggi co-infeksi dengan parasit lain yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan status gizi. Menariknya, studi terkontrol dilakukan di
Amerika Serikat 99 bagian selatan gagal menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam status gizi individu yang terinfeksi dan tidak terinfeksi
Ascaris. Hepatobiliary dan Gejala Pankreas Gejala Hepatobiliary telah
dilaporkan pada pasien dengan Ascariasis dan karena migrasi dari cacing
dewasa ke dalam pohon bilier. individu yang terkena bisa mengalami
kolik bilier, ikterus, kolangitis, kolesistitis acalculous dan perforasi
saluran empedu. Pankreatitis dapat berkembang sebagai akibat dari
obstruksi saluran pankreas. abses hati juga telah dilaporkan.
7. Pencegahan dan Pengendalian
Untuk pengobatan individu diantaranya cacing dewasa yang telah
mencapai usus tetapi yang tidak memerlukan rawat inap, dosis tunggal
pyrantel pamoate dan Mebendazol sangat efektif. Kasus dengan
komplikasi harus dikirim ke rumah sakit. Kedua albendazole dan
mebendazole yang terapi yang efektif untuk ascariasis. Mebendazol
dapat diresepkan sebagai 100 mg BID selama 3 hari atau 500 mg
sebagai dosis tunggal. Efek samping dari obat ini termasuk gejala
gastrointestinal, sakit kepala dan jarang leukopenia. Albendazole
diresepkan sebagai dosis tunggal 400 mg. pro l efek samping
Albendazole adalah mirip dengan mebendazole. Piperazine obat sitrat
adalah pilihan terapi alternatif, tetapi tidak tersedia secara luas dan telah
ditarik dari pasar di beberapa negara maju seperti lainnya kurang
beracun dan terapi efektif lebih eff tersedia. Namun, dalam kasus
obstruksi usus atau empedu dapat cukup berguna karena melumpuhkan

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
29

cacing, yang memungkinkan mereka untuk diusir oleh 101 peristaltik.


Hal ini tertutup sebagai 50-75 mg/kg QD, sampai maksimal 3,5 g
selama 2 hari. Hal ini dapat diberikan sebagai sirup piperazine melalui
tabung naso-lambung. Akhirnya, pirantel pamoat dapat digunakan
dengan dosis tunggal 11 mg/kg, hingga dosis maksimum 1 g. obat ini
dapat digunakan dalam kehamilan. Efek samping dari pirantel pamoat
termasuk sakit kepala, demam, ruam dan gejala gastrointestinal. Telah
dilaporkan hingga 90% efektif dalam mengobati infeksi. Obat-obat ini
semua aktif terhadap cacing dewasa dan tidak aktif terhadap tahap
larva. Dengan demikian, evaluasi ulang dari individu yang terinfeksi
dianjurkan terapi berikut. Anggota keluarga juga harus disaring infeksi
adalah umum di antara anggota lain dari rumah tangga.
Pengobatan tidak melindungi terhadap infeksi ulang.
o Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian meliputi:
Pengobatan anak yang terinfeksi dan anggota keluarga lainnya.
Untuk efek optimal, program seperti ini harus dikombinasikan
dengan pengobatan dari populasi dengan spektrum luas
Antihelmintics 2- 3 kali per tahun.
o Peningkatan kebersihan pribadi dan kebersihan seperti memotong
kuku hingga pendek, mencuci tangan sebelum makan, mencuci
seprai dan meggunakan gaun malam setiap hari,
o Menghindari menempatkan jari-jari dalam mulut. Mengingat
tingginya prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides dan kesehatan
potensial dan manfaat pendidikan mengobati infeksi pada anak-
anak, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
merekomendasikan langkah-langkah cacingan global yang
bertujuan untuk anak-anak sekolah. Tujuan dari program
pengendalian cacing terakhir telah merekomendasikan pengobatan
massal periodik di mana prevalensi infeksi di anak usia sekolah
lebih besar dari 50%. Tujuan saat ini adalah untuk mengobati
individu yang terinfeksi 2 sampai 3 kali setahun dengan baik
mebendazole atau albendazole. program pengendalian terpadu yang

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
30

menggabungkan pengobatan medis dengan perbaikan sanitasi dan


pendidikan kesehatan yang diperlukan untuk kontrol jangka
panjang yang efektif (Tangel et al., 2016).
Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
1. Taksonomi
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Adenophorea
Ordo : Epoplida
Super famili : Trichinellidae
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura
2. Morfologi
Stadium perkembangan dari Trichuris trichiura adalah telur dan cacing
dewasa. Telurnya berukuran 50 x 25 mikron, bentuknya khas seperti
tempayan kayu atau biji melon. Pada kedua kutub telur memiliki tonjolan
yang jernih yang dinamakan mucoid plug. Tonjolan pada kedua kutub.kulit
telur tersebut bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalammya jernih.
Pada stadium lanjut telur kadang tampak sudah berisi larva cacing. Cacing
dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian antarior merupakan 3/5 bagian
tubuh berbentuk langsing seperti ujung cambuk, sedangkann 2/5 bagian
postterior lebih tebal seperti gagang cambuk. Ukuran cacing betina relatif
lebih besar dibanding cacing jantan. Cacing jantan panjangnya berkisar antara
3-5 cm dengan bagian kaudal membulat, tumpul dan melingkar ke ventral
seperti koma. Pada bagian ekor ini cacing jantan mempunyai sepasang
spikula yang refraktil. Cacing betina panjangnya antara 4-5 cm dengan bagian
kaudal membulat, tumpul tetepi relatif lurus. Cacing betina bertelur sebanyak
3.000 – 10.000 telur tiap hari.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
31

3. Siklus Hidup

Telur keluar bersama tinja dalam lingkungan (tanah), selanjutnya mengalami


pematangan dalam tanah. Proses pematangan telur ini membutuhkan waktu
3–5 minggu. Telur yang sudah matang ini bersifat infektif. Telur yang 11
infektif akan meninfeksi manusia melalui vektor mekanik atau benda–benda
lain yang terkontaminasi, misalnya tanah yang terkontaminasi dengan tinja
manusia yang mengandung telur atau sayuran yang disemprot menggunakan
faeces. Infeksi langsung terjadi apabila secara kebetulan hospes menelan telur
matang. Telur yang tertelan oleh manusia akan masuk dalam usus dan
menetas didalamnya. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke usus
halus. Selanjutnya akan menjadi dewasa. Setelah dewasa, cacing bagian distal
usus dan selanjutnya menuju ke daerah colon. Cacing ini tidak mempunyai
siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur sampai cacing dewasa kurang
lebih selama 30–90 hari. Cacing dewasa jantan dan betina mengadakan
kopulasi, sehingga cacing betina menjadi gravid. Pada saatnya cacing betina
akan bertelur yang akan bercampur dengan faeces dalam usus besar. Telur
cacing akan keluar bersama faeces pada saat manusia melakukan aktifitas
buang air besar. Selanjutnya telur akan mengalami pematangan dalam waktu

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
32

6 minggu. Pematangan ini akan berjalan dalam lingkungan yang sesuai yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh.
4. Epidemiologi
Parasit ini terdapat diseluruh dunia terutama didaerah yang beriklim panas
dan lembab. Penyebaran seiring dengan cacing Ascaris lumbricoides.
Frekuensi yang tertinggi ditemukan di daerah dengan curah hujan yang tinggi.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah menjadi lembab sehingga sangat
sesuai untuk pematangan telur cacing. Pada daerah pertanian dengan jenis
tanaman sayuran biasanya kotoran manusia dimanfaatkan untuk
penyemprotan tanaman sehingga perlu diwaspadai dalam pencucian sayuran
sebelum dikonsumsi.
5. Diagnosa Laboratorium
Diagnosa pasti untuk infeksi Trichuris trichiura dengan cara menemukan telur
atau cacing dewasa pada faeces yang dapat diperiksa secara langsung maupun
konsentrasi.

Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Gambar 3. Cacing Tambang


1. Taksonomi
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Strongylida
Super famili : Ancylostomatoidea
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma dan necator
Spesies : Ancylostoma duodenaledanNecator americanus

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
33

2. Morfologi
Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang
lebih 0,8 cm. Bentuk badan Necator Americanus biasanya menyerupai huruf
S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut
kedua jenis cacing ini besar. Necator Americanus mempunyai benda kitin,
sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan
mempunyai kopulatriks. Telur cacing tambang berukuran kurang lebih 55 x
35 mikron, bentuknya bulat oval dengan selapis dinding yang transparan dari
bahan hialin. Sel telur yang belum berkembang tampak seperti kelopak
bunga. Dalam perkembangan lebih lanjut dapat berisi larva yang siap untuk
ditetaskan.
3. Siklus Hidup
Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2 hari telur akan berubah
menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah dengan temperatur
yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C). Larva rabditiform
makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai
dua kali lipat menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu,
bila dalam waktu tersebut tidak segera menemukan host, maka larva akan
mati. Larva 13 filariform masuk kedalam tubuh host melalui pembuluh darah
balik atau pembulu darah limfe, maka larva akan sampai ke jantung kanan.
Dari jantung kanan menuju ke paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea
dan apabila manusisa tersedak maka telur akan masuk ke oesophagus lalu ke
usus halus (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
34

Gambar 4. Siklus hidup cacing tambang


4. Epidemiologi
Cacing dewasa hidup dirongga usus halus dengan mulut yang besar melekat
pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus tiap hari
mengeluarkan telur kura – kura 9000 butir , sedangkan Ancylostoma
duodenale kira – kira 10.000 butir. Penyebaran parasit pada waktu ini
disebabkan oleh migrasi penduduk dan meluas ke daerah tropik dan sub
tropik. Diperkirakan bahwa cacing tambang diseluruh dunia menghinggapi
700 juta orang, menyebabkan kehilangan darah sejumlah 7 juta liter sehari,
yaitu jumlah darah lebih dari sejuta manusia, sebanyak darah orang – orang
yang berdiam di Washington, Taipeh atau Bangkok.
5. Diagnosa Laboratorium
Diagnosa pasti untuk infeksi cacing tambang dengan cara menemukan telur,
larva atau cacing dewasa pada faeces yang dapat diperiksa secara langsung
maupun dengan teknik konsentrasi.
6. Patogenesis dan Manifestasi Klinis
Infeksi pada Ancylostoma duodenale lebih serius daripada yang disebabkan
oleh Necator americanus. Patogen perubahan dalam cacing tambang ini
infeksi adalah cacing dewasa dan sering kurang oleh infeksi larva. Dari
cacing dewasa perubahan patologis utama disebabkan oleh lampiran dari
orang dewasa, yaitu cacing dalam usus kecil oleh kapsul bukal mereka.
Cacing-cacing ini menyebabkan hilangnya banyak darah dan 106 jaringan
cairan, selama mereka makan pada mukosa usus. Satu Ancylostoma
duodenale dewasa bertanggung jawab atas kerugian darah 0,15 untuk 0,26 ml
per hari. Satu Necator americanus, dewasa bertanggung jawab atas kerugian
darah 0.02 ke 0,10 ml per hari (Ishak, 2019)
Kehilangan darah yang disebabkan oleh:
 Cacing konsumsi darah.
 Rembesan darah di sekitar cacing.
 Darah mengalir dari tempat lewat cacing, dan
 Anti koagulan dikeluarkan oleh kapsul bukal ulat, yang mencegah
pembekuan darah di luka.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
35

Kehilangan darah yang berlebihan yang disebabkan oleh infeksi berat dan
berkepanjangan cacing mengarah ke hypochromic microcytic anaemia.
Anemia sering dapat menjadi serius dan bahkan fatal pada orang dengan
asupan rendah besi dan tingkat rendah inor penyerapan. Kehilangan protein
mengarah hypoproteinemia dan oedema. Fase awal bermanifestasi sebagai
demam ringan, anemia, mual, muntah, diare dan ketidaknyamanan perut.
Anemia defisiensi besi dan hypoalbumin adalah manifestasi klinis besar.
Gambaran klinis infeksi cacing tambang dapat dipisahkan menjadi akut
Manifestasi terkait dengan migrasi larva melalui kulit dan jaringan lain dan
manifestasi akut dan kronis yang dihasilkan dari parasitisme dari saluran
pencernaan oleh cacing dewasa. Migrasi larva cacing tambang memprovokasi
reaksi di banyak jaringan melalui yang mereka lulus, termasuk beberapa
sindrom kulit yang dihasilkan dari kulit-penetrasi larva. Paparan berulang N.
americanus dan A. duodenale larva filariform dapat mengakibatkan reaksi
hipersensitivitas yang dikenal sebagai “tanah gatal”, ruam eritematosa dan
papular lokal gatal yang muncul paling sering pada tangan dan kaki.
Sebaliknya, ketika larva cacing tambang zoonosis (biasanya A. braziliensis,
A. caninum atau U. stenocephala) menembus kulit, biasanya setelah langsung
hubungi antara kulit dan tanah atau pantai berpasir yang terkontaminasi
dengan kotoran hewan, mereka menghasilkan cutaneous larva migrans, paling
sering di kaki, pantat dan perut. Karena ini larva zoonosis tidak dapat
menyelesaikan 107 siklus hidup mereka di host manusia, mereka akhirnya
mati setelah menyebabkan sindrom klinis yang khas dari traktat linear
eritematosa dengan penampilan serpiginous dan pruritus intens. traktat
tersebut dapat memanjang oleh beberapa sentimeter sehari; larva dapat
bermigrasi sampai satu tahun, tetapi lesi biasanya sembuh secara spontan
dalam beberapa minggu ke bulan meskipun infeksi piogenik sekunder dapat
terjadi pada situs tersebut maupun yang gatal tanah. Satu sampai dua minggu
setelah invasi kulit, cacing tambang larva wisata melalui pembuluh darah dan
masuk paru-paru, di mana mereka dapat hasil luar biasa di pneumonitis.
Gejala paru yang dapat berkembang biasanya ringan dan transien, yang terdiri
dari batuk kering, sakit tenggorokan, mengi dan demam ringan. Gejala paru

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
36

yang lebih jelas dan lebih lama dengan A.duodenale daripada dengan infeksi
N. americanus. gejala penyakit akut mungkin juga hasil dari konsumsi oral
larva A. duodenale, disebut sebagai Wakana syndrome, yang ditandai dengan
mual, muntah, iritasi faring, batuk, dyspnea dan suara serak. Pada infeksi
cacing tambang, penampilan eosino lia bertepatan dengan pengembangan
dewasa cacing tambang dalam usus. patologi utama infeksi cacing tambang,
namun, hasil dari kehilangan darah usus yang dihasilkan dari parasit invasi
dewasa dan keterikatan pada mukosa dan submukosa dari usus kecil.
Biasanya hanya infeksi cacing tambang intensitas sedang dan tinggi di
saluran pencernaan menghasilkan manifestasi klinis, dengan intensitas
tertinggi Infeksi terjadi paling sering pada anak-anak, meskipun bahkan pada
infeksi intensitas rendah, Gejala awal mungkin termasuk dispepsia, mual dan
epigastric distress. A.duodenale juga dapat mengakibatkan enteritis akut
dengan diare tak terkendali dan busuk tinja yang mungkin bertahan
selamanya. Secara umum, ambang numerik yang tepat di mana cacing
menyebabkan penyakit belum ditetapkan karena ini sangat tergantung pada
nutrisi yang mendasari status tuan rumah. Penyakit cacing tambang kronis
terjadi ketika kehilangan darah karena infeksi melebihi cadangan nutrisi dari
tuan rumah, sehingga mengakibatkan anemia de siensi besi. Diperkirakan
bahwa kehadiran lebih dari 40 cacing dewasa di usus kecil cukup untuk
mengurangi tingkat tuan hemoglobin di bawah 11 g per desiliter, meskipun
jumlah yang tepat tergantung pada beberapa faktor termasuk spesies cacing
tambang dan tuan rumah cadangan besi. Cacing, A. duodenale menyebabkan
kehilangan darah lebih dari N. americanus: dimana setiap cacing N.
americanus menghasilkan kehilangan darah harian 0,03-0,1 ml, angka yang
sesuai untuk A. duodenale adalah antara 0,15 dan 0,26 ml. Manifestasi klinis
penyakit cacing tambang kronis mirip dengan anemia kekurangan zat besi
karena etiologi lain, sementara kehilangan protein dari 108 infeksi berat
cacing tambang dapat menyebabkan hipoproteinemia dan anasarca. anemia
dan malnutrisi protein yang dihasilkan dari parasite usus jangka panjang
penyebab gangguan kronis pada anak usia perkembangan fiik, intelektual dan
kognitif. Sebagai anemia de siensi besi berkembang dan memburuk, seorang

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
37

individu yang terinfeksi mungkin memiliki kelemahan, palpitasi, pingsan,


pusing, dyspnea, mental apatis dan sakit kepala. mungkin ada sembelit atau
diare dengan darah okultisme di tinja atau melena, terutama pada anak-anak;
ada juga dapat menjadi dorongan untuk makan tanah. infeksi cacing tambang
besar dapat menyebabkan kelesuan, koma dan bahkan kematian, terutama
pada bayi di bawah usia satu tahun. Karena anak-anak dan perempuan dari
usia reproduksi telah mengurangi cadangan besi, mereka dianggap populasi
yang berada pada risiko tertentu untuk penyakit cacing tambang. Seperti
disebutkan di atas, anemia defisiensi besi berat mungkin timbul dari penyakit
cacing tambang selama kehamilan dapat mengakibatkan konsekuensi yang
merugikan bagi ibu, janin yang belum lahir dan neonatus. Infeksi zoonosis
dengan cacing tambang anjing A. caninum telah dilaporkan sebagai penyebab
eosinophilic enteritis di Australia, meskipun mengingat di mana-mana
distribusi di seluruh dunia parasit ini, penyakit klinis yang belum diakui
karena cacing ini mungkin lebih luas dari sebelumnya diakui. dilaporkan
klinis  tur sindrom ini termasuk sakit perut, diare, perut kembung,
penurunan berat badan dan pendarahan anus. A. ceylanicum, sementara
biasanya cacing tambang yang parasitizes kucing, telah dilaporkan sebagai
penyebab infeksi usus kronis di manusia yang tinggal di Asia. Manifestasi
paling umum dari infeksi cacing tambang dilihat oleh ratarata praktisi
kesehatan di negara-negara maju yang cutaneous larva migrans di kembali
wisatawan dan infeksi usus kronis dengan menghasilkan anemia dan
eosinofilia perifer imigran dan warga asing jangka panjang atau personil
militer kembali dari postingan jangka panjang di daerah endemik. Gambaran
klinis infeksi cacing tambang dapat dipisahkan menjadi akut Manifestasi
terkait dengan migrasi larva melalui kulit dan jaringan lain dan manifestasi
akut dan kronis yang dihasilkan dari parasitisme dari saluran pencernaan oleh
cacing dewasa.
7. Pencegahan dan Pengendalian
Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang paling penting terdiri
dari mengurangi kontaminasi tanah oleh:
 Saniter pembuangan kotoran manusia.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
38

 Pengobatan Infeksi Perorangan.


 Pendidikan kesehatan dengan meningkatkan sanitasi jamban
(pembungan tinja) dan penggunaan alas kaki(Huda & Winita, 2014).

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
39

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi cacing usus
dapat disebabkan oleh cacing nematoda seperti spesies Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan cacing tambang yang penyebarannya dapat melalui
tanah dan makanan. Siklus hidup Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan
cacing tambang dimulai dari telur, larva, dan kemudian menjadi cacing.
Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang paling penting terdiri
dari mengurangi kontaminasi tanah oleh seperti saniter pembuangan kotoran
manusia, pengobatan infeksi perorangan, dan pendidikan kesehatan dengan
meningkatkan sanitasi jamban (pembungan tinja) dan penggunaan alas kaki.

B. Saran
Untuk menghindari dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi parasit
usus maka disarankan pengobatan anak terinfeksi parasit usus.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
40

DAFTAR PUSTAKA

Dachi. 2015. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar Terhadap Infeksi Cacing
Perut Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2005. Jurnal Mutiara
Kesehatan Indonesia. 1 (2), Hal 1-7. Endang. 2014. Trichuris trichiura.
Jurnal Balaba. 7: 21-22
Damayanti, Wibowo, Djauzi, S. 2017. Infeksi protozoa usus memberikan profil
respons imun yang berbeda. Majalah Kesehatan Pharmamedika. (1): 14-9
Huda M. K &Winita, R. 2014. Angka infeksi parasit usus dan hubungannya
dengan jenis pekerjaan pada anak-anak di TPA Bantar Gebang Bekasi.
Jakarta: FKUI.
Ishak, H. 2019. Biomedik : Parasitologi Kesehatan. Makassar : Masagena Press.
Sajimin T. 2014. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa
Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi
Tengah. Jurnal Epidemiologi Indonesia. 4:(1-26). Siregar, Charles D. 2015.
Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada
Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar. Sari Pediatri. 8 (2): 112-117.
Sumanto, D. & Wartomo, H. 2016. Parasitologi Kesehatan Masyarakat Edisi
Revisi 2016. Semarang : Penerbit Yoga Pratama.
Tangel, F., Tuda, F. S.B., & Pijoh, V. D. 2016. Infeksi Parasit Usus Pada Anak
Sekolah Dasar di Pesisir Pantai Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa
Utara. Jurnal e-Biomedik(eBm). 4(1) : 70-75.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Anda mungkin juga menyukai