Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN VOMITING


DI RUANG RATNA RUMAH SAKIT
TK II UDAYANA
PADA TANGGAL 03 – 09 OKTOBER 2022

OLEH:

SAMALINA ELIZABETH MANETDE, S.Kep

NIM. C1222044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA USADA BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN VOMITING

I. Tinjauan Teori Vomiting


A. Definisi
Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat
muntah di medulla oblongata otak. Muntah adalah keluarnya kembali sebagian
besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara paksa melalui mulut, disertai
dengan kontraksi lambung dan abdomen. Muntah adalah pengeluaran isi lambung
secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu
dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi
adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic
esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah
kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi
lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh
hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan
esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.

B. Anatomi Fisiologi

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,


lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana,
terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
(Gibson, Jon. 2017)
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung. (Gibson,
Jon. 2017)
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esofagus. Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang. (Gibson, Jon. 2017)
4. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia
dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,
sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang
penting dalam pencernaan. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam
dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler).
Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena
yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana
darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan
tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam
sirkulasi umum. . (Gibson, Jon. 2017)
5. Lambung
Fungsi utama lambung adalah sebagai tempat penampungan
makanan, menyediakan makanan ke duodenum dengan jumlah sedikit
secara teratur. Cairan asam lambung mengandung enzim pepsin yang
memecah protein menjadi pepton dan protease. Asam lambung juga bersifat
antibakteri. Molekul sederhana seperti besi, alkohol, dan glukosa dapat
diabsorbsi dari lambung (Gibson, Jon. 2017)
6. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi
duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. (Gibson, Jon. 2017)
7. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare. (Gibson, Jon. 2003)
8. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. (Gibson, Jon. 2017)
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum).
1. Usus dua belas jari (Dudenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz.Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya
sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong
dan usus penyerapan secara makroskopis.
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
9. Rektum dan anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. (Gibson,
Jon. 2017).

C. Etiologi/Predisposisi
Muntah adalah gejala dari berbagai macam penyakit, maka evaluasi
diagnosis mutah tergantung pada deferensial diagnosis yang dibuat berdasarkan
faktor lokasi stimulus, umur dan gejala gastrointestinal yang lain. Kelainan
anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat pada
periode neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab
mutah lebih sering terjadi dengan meningkatnya umur.Intoleransi makanan,
perilaku menolak makanan dengan atau tanpa mutah sering merupakan gejala dari
penyakit jantung, ginjal, paru, metabolik, genetik, kelainan neuromotor.
Penyebab muntah bisa karena :
1. Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat
keseimbangan
2. Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan
metabolisme karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan
metabolisme asam amino/asam organic (misalnya gangguan siklus urea dan
fenilketonuria)
3. Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada
struktur (misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan
ensefalitis), maupun karena keracunan (misalnya keracunan syaraf oleh
asiodosis dan hasil samping metabolisme lainnya)
4. Masalah sensitifitas
5. Keracunan makanan atau Toksin di saluran pencernaan
6. Kondisi fisiologis misalnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang mencari
perhatian dari lingkungan sekitarnya dengan mengorek kerongkongan dengan
jari telunjuknya.
Penyakit gastroenteritis akut merupakan penyebab muntah yang paling
sering terjadi pada anak-anak. Pada kondisi ini, muntah biasanya terjadi bersama-
sama dengan diare dan rasa sakit pada perut. Pada umumnya disebabkan oleh
virus dan bakteri patogen. Virus utama penyebab muntah adalah rotavirus,
sementara bakteri patogen mencakup Salmonella, Shigella, Campylobacter dan
Escherichia coli.
D. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Vomiting atau Muntah antara lain:
1. Keringat dingin
2. Suhu tubuh yang meningkat
3. Mual
4. Nyeri perut
5. Akral teraba dingin
6. Wajah pucat
7. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada
8. Pengeluaran saliva yang meningkat
9. Bisa disertai dengan pusing

E. Patofisiologi
Impuls – impuls aferens berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus dan
simpatis. Impuls- impuls aferen berasal dari lambung atau duodenum dan muncul
sebagai respon terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang- kadang
sebagai respon terhadap rangsangan kimiawi oleh bahan yang menyebabakan
muntah. (Dwienda. Octa dkk. 2014)
Muntah merupakan respon refeks simpatis terhadap berbagai rangsangan
yang melibatkan aktivitas otot perut dan pernafasan. Kemampuan untuk
memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran
toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah
yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih
tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung. 1,3
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor
trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre(CVC). CTZ terletak di area
postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar
otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah
dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan
sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang
melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga.
Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi
oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus
vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui
iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah
terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya
muntah.Proses muntah dibagi dalam 3 fase berbeda yaitu :
1. Nausea (mual)
Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan
pada organ dalam, labirin atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh muntah.
2. Redching (muntah)
Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spamodie dengan grotis
tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan
diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratorak yang negative.
3. Emesis (Ekspusi)
Terjadi bila fase redching mencapai puncaknya yang ditandai dengan
kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma,
disertai dengan penekanan mekanisme antireflug. Pada fase ini pylorus dan
antrum berkontraksi fundus dan esophagus relaksi dan mulut terbuka.
F. Pathway

Distensi berlebihan, iritasi respon kimiawi oleh emetic (bahan yang


menyebabkan muntah) hipoksia dan nyeri pada lambung dan duodenum

Impuls – impuls aferens

Berjalan melalui nervus vagus dan simpatis

Merangsang pusat muntah di medulla oblongata CVC (central vomiting centre)

Otot-otot abdomen dan diagfragma berkontraksi

Tekanan memaksa isi lambung melewati spingter untuk disemburkan melalui


mulut

Pengeluaran isi lambung

VOMITING (MUNTAH)

tekanan psikologis nyeri/radang nafsu makan


menurun

emosi demam BB menurun

ansietas

Defisien pengetahuan Gangguan menelan


dehidrasi

Kekurangan volume
cairan
G. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya
infeksi atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai
adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik
berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan
kemungkinan defek pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila
dicurigai ke arah penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut.
Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi
selama beberapa hari setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai
gastroenteritis atau infeksi parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi
dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan
pemeriksaan barium meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi
malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini
tidak spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah
diafragma menandakan adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta
larut air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan
yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi
pada intususepsi.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah
mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit
gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup
untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya
adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang
nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini
memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui
penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak
dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal
yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS),
apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,
misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca
operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas
saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Antagonis dopamine
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal
karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya
diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang
disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal.
Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-
4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila
perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini
sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal
seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini
karenadapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate
benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.
Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan
tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam
golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling
kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk
mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler.
Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5
mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah
muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek
kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat
obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak
diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4
dosis, dosis maksimal berat badan <20>
4. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena
faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang
digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan
dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya
diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat
pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran
cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis
mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit
senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama
diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis
pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg
PO/kali.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian): mual,
muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit).
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien).
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat
genetik atau tidak).
c) Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital sign
2) Tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, mukosa mulut kering, kelopak mata
cekung, produksi urine berkurang).
3) Tanda- tanda shock
4) Penurunan berat badan
d) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah
2) Foto polos abdomen meupun dengan kontras
3) USG
4) Pyelografi intravena/ sistrogram
5) Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbs
3) Nausea berhubungan dengan iritasi gastric
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolic
6) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. INTERVENSI DAN RASIONAL
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Monitor nutrisi :
nutrisi kurang dari keperawatan selama …x 24 jam, 1) Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh status nutrisi pasien seimbang 2) Anjurkan pasien untuk
berhubungan dengan dengan kriteria hasil meningkatkan intake Fe
gangguan absorbsi 1) Mempertahankan BB atau 3) Ketahui makanan kesukaan
Batasan karakteristik : pertambahan klien
1) BB 20% atau lebih 2) Mampu mengidentifikasi 4) Kolaborasi dengan ahli gizi
dibawah normal kebutuhan nutrisi untuk menentukan jumlah
2) Dilaporkan adanya 3) Tidak ada tanda- tanda kalori dan nutrisi yang
intake makanan malnutrisi dibutuhkan pasien
yang kurang dari 4) Tidak terjadi penurunan BB 5) Anjurkan pasien untuk
RDA yang berarti meningkatkan protein dan
(Recommended vitamin C
Daily Allowance) 6) Berikan substansi gula
3) Membrane mukosa 7) Yakinkan diiit yang dimakan
dan konjungtiva mengandung tinggi serat
pucat untuk mencegah konstipasi
4) Kelemahan otot 8) Berikan makanan yang terpilih
yang digunakan (sudah dikonsulkan dengan
untuk menelan/ ahli gizi)
mengunyah 9) Ajarkan pasien bagaimana
5) Luka, inflamasi membuat catatan makanan
pada rongga mulut harian
6) Mudah merasa 10) Monitor jumlah nutrisi dan
kenyang, sesaat kandungan kalori
setelah mengunyah 11) Berikan informasi tentang
makanan kebutuhan nutrisi
7) Dilaporkan atau 12) Kaji kemampuan pasien untuk
fakta adanya mendapatkan nutrisi yang
kekurangan dibutuhkan.
makanan Nutrition monitoring
1) BB pasien dalam batas normal
8) Dilaporkan adanya 2) Monitor adanya penurunan
perubahan sensasi BB
rasa 3) Monitor tipe dan jumlah
9) Perasaan aktivitas yang biasa dilakukan
ketidakmampuan 4) Monitor lingkungan selama
untuk mengunyah makan
10) Kehilangan BB 5) Jadwalkan pengobatan dan
dengan makanan tindakan tidak selama makan
cukup 6) Monitor kulit kering dan
11) Keengganan untuk perubahan pigmentasi
makan 7) Monitor turgor kulit
12) Kram pada 8) Monitor kekeringan, rambut
abdomen kusam, dan mudah patah
13) Tonus otot jelek 9) Monitor mual dan muntah
14) Nyeri abdominal 10) Monitor kadar albumin, total
dengan atau tanpa protein, Hb, da kadar Ht.
patologi 11) Monitor pertumbuhan dan
15) Kurang berminat perkembangan
terhadap makanan 12) Monitor pucat, kemerahan dan
16) Pembuluh darah kekeringan jaringan
kapiler mulai rapuh konjungtiva
17) Diare atau 13) Monitor kalori dan intake
steatorrhea nutrisi
18) Kehilangan rambut 14) Catat adanya edema, iperemik,
yang cukup banyak hipertonik, papilla lidah dan
(rontok) cavitas oral
19) Suara usus 15) Catat jika lidah berwarana
hiperaktif magenta, scarlet.
20) Kurangnya
informasi, miss
informasi
2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan Fluid and nutrition management:
berhubungan dengan keperawatan selama …X24 Jam, 1) Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan aktif pasien tidak mengalami dan output yang akurat
Batasan karakteristik: kekurangan volume cairan (fluid 2) Monitor status dehidrasi
1) Kelemahan balance dan (kelembaban membrane
2) Haus nutritional status : food and fluid mukosa, nadi adekuat,
3) Penurunan turgor intake) dengan kriteria hasil : tekanan darah ortostatik)
kulit/ lidah 1) Mempertahankan urine 3) Monitor vital sign
4) Membran mukosa/ output sesuai dengan usia 4) Monitor asupan makanan/
kulit kering dan BB, BJ urine normal, cairan dan hitung intake
5) Peningkatan denyut HT normal kalori harian
nadi, penurunan 2) Tekanan darah, nadi, suhu 5) Kolaborasi pemberian cairan
tekanan darah, tubuh dalam batas normal IV
penurunan volume/ 3) Tidak ada tanda- tanda 6) Monitor status nutrisi
tekanan nadi dehidrasi, elastisitas turgor 7) Berikan cairan IV pada suhu
6) Pengisian vena kulit baik, membrane ruangan
menurun mukosa lembab, tidak ada 8) Dorong masukan oral
7) Konsentrasi urine rasa haus yang berlebihan. 9) Berikan penggantian
meningkat nesogastrik sesuai output
8) Temperature tubuh 10) Dorong keluarga untuk
meningkat membantu pasien makan
9) Hematokrit 11) Anjurkan pasien banyak
meninggi minum kurang lebih 7-8 gelas
10) Kehilangan berat belimbing perhari
badan seketika. 12) Kolaborasi dokter jika
Factor yang tadapat cairan berlebih
berhubungan : muncul memburuk
1) Kehilangan 13) Atur kemungkinan transfuse
volume cairan 14) Persiapan untuk transfusi
secara aktif
2) Kegagalan
mekanisme
pengaturan
3. Nausea berhubungan Setelah dilakukan tindakan Fluid management:
dengan iritasi gastrik keperawatan selama …x 24 jam, 1) Pertahankan catatan intake
fluid balance dengan kriteria hasil : dan output yang akurat
1) Keseimbangan asupan dan 2) Monitor status dehidrasi(
keluaran dalam 24 jam kelembaban membrane
2) Berat badan stabil mukosa, nadi adekuat,
3) Tidak terdapat cekung mata tekanan darah ortostatik)
3) Monitor vital sign
4) Rasa haus yang tidak normal 4) Monitor aupan makanan/
tidak ada cairan dan hitung intake
5) Hidrasi kulit tidak terganggu kalori harian
6) Membrane mukosa lembab 5) Lakukan terapi IV
7) Elektrolit serum dalam batas 6) Monitor status nutrisi
normal 7) Berikan cairan
8) BJ urine dalam batas normal 8) Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
9) Dorong masukan oral
10) Berikan penggantian
nesogastrik sesuai output
11) Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12) Kolaborasi dokter jika tabda
cairan berlebih muncul
memburuk
13) Atur kemungkinan transfuse
4 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1) Manajemen sensasi perifer
perfusi jaringan keperawatan selama ….X 24 jam, 2) Monitor adanya daerah
berhubungan dengan pasien menunjukan keefektifan tertentu yang hanya peka
hipovolemia perfusi jaringan dengan criteria terhadap panas/dingin/tumpul
hasil : 3) Monitor adanya paretese
1) Mendemonstrasikan status 4) Instruksikan keluarga untuk
sirkulasi yang ditandai mengobservasi kulit jika ada
dengan : isi atau laserasi
 tekanan systole dan 5) Gunakan sarung tangan untuk
diastole dalam proteksi
rentang yang 6) Batasi gerakan pada kepala,
diharapkan leher dan punggung
 tidak ada 7) Monitor kemampuan BAB
ortostatikhipertensi, 8) Kolaborasi pemberian
 tidak ada tanda- analgetik
tanda peningkatan 9) Monitor adanya
tekanan intracranial tromboplebitis
(tidak lebih dari 15 10) Diskusikan mengenai
mmHg) penyebab perubahan sensasi
2) Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan :
 berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 menunjukan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 memproses
informasi
 membuat
keputusan dengan
benar
3) Menunjukan fungsi sensori
motory cranial yang utuh :
 tingkat kesadaran
membaik
 tidak ada gerakan-
gerakan involunter
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC :
integritas kulit keperawatan selama ….X 24 jam, Peripheral Sensation
berhubungan dengan pasien menunjukan integritas kulit Management (Manajemen
gangguan status yang baik sensasi perifer)
metabolic v Circulation status 1) Monitor adanya daerah
v Tissue Prefusion : cerebral tertentu yang hanya peka
Kriteria Hasil : terhadap
1) Mendemonstrasikan status panas/dingin/tajam/tumpul
sirkulasi yang ditandai dengan 2) Monitor adanya paretese
: 3) Instruksikan keluarga untuk
 Tekanan systole mengobservasi kulit jika ada
dandiastole dalam lsi atau laserasi
rentang yang diharapkan 4) Gunakan sarun tangan untuk
proteksi
 Tidak ada 5) Batasi gerakan pada kepala,
ortostatikhiperteni leher dan punggung
 Tidk ada tanda tanda 6) Monitor kemampuan BAB
peningkatan tekanan 7) Kolaborasi pemberian
intrakranial (tidak lebih analgetik
dari 15 mmHg) 8) Monitor adanya
2) Mendemonstrasikan tromboplebitis
kemampuan kognitif yang 9) Diskusikan menganai
ditandai dengan: penyebab perubahan sensasi
 berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 memproses informasi
membuat keputusan
dengan benar
3) Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
 tingkat kesadaran
mambaik
 tidak ada gerakan
gerakan involunter

4. EVALUASI
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Ada 2 komponen
untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu Proses Formatif dan
hasil sumatif. Proses Formatif berfokus pada aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan, evaluasi proses harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan dilaksanakan dan terus menerus
dilaksanakan sampai tujuan tercapai.
Hasil sumatif berfokus pada perubahan prilaku/status kesehatan pasien pada
akhir tindakanperawatan pasien, tipe ini dilaksanakan pada akhir tindakan secara
paripurna. Disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara objektif oleh pasien
setelah diberikan implementasi keperawatan
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjek dan objektif apakah telah
tertasi, teratasi sebagian atau belum teratasi
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan tujuan
tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan perubahan sesuai
kriteria hasil yang telah ditentukan,tujuan tercapai sebagian apabila jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria hasil yang telah ditetapkan, tujuan
tidak tercapai jika klien menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan
sama sekali (Abdul & Sjahranie, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M, & Wagner, C.M. (2017).
Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. Mocomedia: Yogyakarta.

Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC: Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aeculapius


FKUI: Jakarta.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (2017). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Kelima. Mocomedia: Yogyakarta.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus, Edisi Revisi
Jilid 2. Mediaction: Yogyakarta.

Syaifuddin. (2017). Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa


Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai