Anda di halaman 1dari 10

PRAKTEK BIOTEKNOLOGI

PEMBUATAN “TAPAI KETAN”

Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran ilmu pengetahuan alam


yang dibina oleh Bu Titik Widyastuti.

OLEH KELOMPOK :

- AIRADYA NADA SALSABILA/5


- ADESTA LUTFI APRILIA/2
- HERRO MULYA EXSANA/19

UPT SMPN 1 BINANGUN, KABUPATEN BLITAR


FEBRUARI,2023
PEMBUATAN
“TAPAI KETAN”

Latar belakang:

Secara umum, Negara yang beranda di benua Asia, terkenal sebagai Negara
dengan keragaman kuliner. Seperti china, korea, dan lainnya tak terlepas pula di
Indonesia. Di Indonesia sendri hampir disetiap daerah memiliki makanan dengan
ciri khas tersendiri. Selain karena kekhasan dan keunikan makanan tiap daerah,
harga makanan yang murah juga membut Indonesia sebagai Negara wisata kuliner
yang tak jarang banyak sekali orang-orang yang melakukan wisata kuliner yang
bahkan pengunjunganya sampai pada warga mancanegara. Salah satu makanan
khas dari Indonesia adalah tapai. Tapai merupakan makanan tradisional yang
sangat populer dan digemari di masyarakat. Tidak. Hal ini tidak lain karena
rasanya yang nikmat, harga yang murah dan tentunya mengandung gizi yang baik
dan tentunya karena proses pembuatannya yang dapat dikatakan sangatlah mudah
sehingga dapat dibuat dirumah sendiri dikarenakan bahan yang mudah didapatkan,
serta proses pembuatannya hanya menggunakan peralatan dapur sedernaha. Bahan
pokok pembuatan tempe biasanya menggunakan beras ketan, namun tidak hanya
menggunakan beras ketan, tapai juga dapat dibuat dari singkong, pisang dan bahan
lainnya. Namun pada praktikum kali ini akan dilakukan pembuatan tapai
menggunakan beras ketan. Jika ditinjau dari proses pembuatan, dapat diketahui
bahwa tapai merupakan salah satu produk bioteknologi berbasis konvensional. Hal
ini karena melibatkan mikrobia eukariotik yaitu jamur yang biasanya diperoleh
dari ragi artinya di dalam ragi tersebut mengandung jamur yaitu Sacchoromiyces
cerevicae. Sacchoromiyces cerevicae berperan dalam mengubah karbohidrat
menjadi alcohol dan karbondioksoda melalui proses fermentasi. Melihat dari
konsumsi masyarakt yang gemar mengonsumsi tapai, maka penting diadakan
praktikum ini, selain itu, sebagai tambahan pengetahuan pembuatan produk
bioteknologi konvension

Tujuan:

Siswa mengetahui proses fermentasi pada tape dan mendemonstrasikan, proses


pembuatan tape ketan.

Alat dan bahan:

Alat

1. Kompor

2. Panci

3. Baki plastic

4. Sendok

Bahan

2. Ketan putih 500 gr

4. Ragi tape

5. Daun pisang

6. Air
Proses pembuatan:

1)
Cuci ketan putih hingga bersih dan rendam air, diankan selama 1 jam,
setelah itu pindahkan ketan ke dala wadah yang kering pisahkan air
rendaman dengan ketan .

2)
Setelah ketan di pindahkan ke dalam wadah yang kering, siapkan panci dan
kompor, lalu masak ketan putih hingga setengah matang, jika sudah
setengah matang pindahkan ketan ke dalam wadah yang kering.

3)
Setelah itu, cuci ketan putih dan dinginkan, jika sudah dingin masak lagi
ketan sampai matang.

4)
Jika sudah matang, angkat dan tiriskan dalam baki plastik, tunggu hingga
dingin, lalu taburi ragi tapai sedikit demi sedikit , lalu diaduk hingga ragi
tapai tercampur rata, jika sudah tercampur kemas tapai menggunakan daun
pisang hingga adonan tapai habis.

5)
Jika sudah selesai di kemas, tata rapi tapai dalm wadah yang tertutup, setela
itu tutup rapat wadah dan diamkan selama 3 hari.

Hasil :
Tabel deskripsi hasil pengamatan tape ketan pada hari ke-3
No. Hasil yang diamati Tapai ketan putih
1 Tekstur Lembek
2 Warna Putih
3 Rasa Manis sedikit asam
4 Kadar alcohol Sedang
Pembahasan:

Tapai merupakan hasil dari proses fermentasi dari bahan-bahan yang mengandung
karbohidrat seperti beras ketan dan ubi kayu. Dalam proses fermentasi yang
melibatkan aktifitas mikroorganisme ini terjadi proses pengubahan karbohidrat
menjadi etanol, sehingga bahan makanan hasil fermentasi menjadi lebih enak
rasanya (Sutanto, 2006). Tapai mempunyai rasa sedikit manis dengan sedikit rasa
alkohol dan aroma semerbak yang khas. Tekstur lunak dan berair serta
mengasilkan cairan yang merupakan efek dari efek fermentasi. Rasa manis pada
tapai dipengaruhi oleh kadar gula dari tapai itu sendiri (Oyon Suwaryono dan Yusti
Ismaeni, 1987 dalam Santosa, 2010). Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan, dapat diketahui ,bahwa tapai yang telah disimpan selama 3 hari
mengalami perubahan rasa dan aroma. Jika di analisis, hal ini berkesesuaian
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayati (2013) yang mengatakan bahwa
“fermentasi hari ke 3 didapatkan pertumbuhan mikroorganisme rendah”. Hasil
pengamatan menyatakan bahwa tapai memiliki aroma berbau alkohol dengan rasa
yang agak manis. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Rukmana (2001) bahwa
“Pada proses pembuatan tapai, khamir dan kapang merupakan mikrobia yang

mengubah karbohidrat yang terkandung dalam bahan, menjadi gula. peranan


ragi dalam pembuatan tape adalah mengubah gula menjadi alkohol. rasa
manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula yang ada dalam tape tersebut”.
Tekstur tape ketan putih dan ketan hitam dinilai melalui cara menekan
butiran tape dengan menggunakan jari dan dikunyah. Hasil yang diperoleh
dari kedua jenis tape mengalami perubahan tekstur. Tape ketan putih
memiliki tekstur lembek, sedangkan tape ketan hitam memiliki tekstur yang
agak lembek, ini disebabkan proses pengukusan ketan hitam belum terlalu
matang, sehingga teksturnya agak lembek atau sedikit lembek. Ketan hitam
atau ketan putih yang telah matang dihidrolisis oleh mikroorganisme dengan
enzim karbohidrase dala ragi melalui proses fermentasi. Air tape yang
dihasilkan pada waktu fermentasi sangat sedikit baik pada tape ketan hitam
ataupun pada tape ketan putih, hasil ini didasarkan atas perbandingan volume
bahan tape dan air tape yang dihasilkan. Ditinjau dari aroma, tape ketan putih
dan ketan hitam sedikit beraroma daun pisang. Daun pisang digunakan
sebagai alas di bagian dalam bawah, samping dan penutup. Fermentasi
menghasilkan kenaikan suhu yang menyebabkan lisinya sel-sel daun pisang
dan mengeluarkan senyawa beraroma khas. Banyaknya senyawa aromatic
yang terakumulasi menyebabkan perubahan aroma. Aroma tape yang seharusnya
tercium tertutupi oleh aroma daun pisang. Selain itu, kedua tape
juga mengeluarkan aroma yang normal yaitu tercium aroma manis.
Rasa manis pada tape ketan ini karena terjadi perubahan dari karbohidrat
yaitu berupa pati dihidrolisis oleh mikroorganisme dalam ragi dipecah
menjadi glukosa. Glukosa menimbulkan rasa manis pada tape ketan. Semakin
banyak glukosa yang dihasilkan maka semakin tinggi rasa manis yang
ditimbulkan. Pembentukkan glukosa merupakan tahapan suatu rangkaian
proses yang panjang. Dalam pemanfaatan proses fermentasi ini agar
mendapatkan rasa tape yang manis harus dikonsumsi pada waktu yang tepat
yaitu sekitar 2-3 hari setelah pemeraman. Mula-mula Amylomyces rouxii
akan merombak pati (amilopektin) menjadi gula kemudian Saccharomyces
cerevisiae akan mengubah gula menjadi alkohol dan Hansenullan
membentuk aroma. Jika ada alkohol maka bakteri asam asetat akan muncul
dan menjadikan tape berasa masam (Rukmana, 2001). Cepat tidaknya tape
tersebut masam tergantung lama fermentasi dan jumlah
bakterinya.Pembuatan tape ketan ini tidak terlepas dari proses fermentasi.
Fermentasi adalah suatu proses penghasilan energi utama dari berbagai
mikroorganisme yang hidup dalam keadaan anaerob (Campbell et al. 2009).
Dalam keadaan anaerob asam piruvat tidak dirubah menjadi Asetil-KoA
tetapi akan dirubah menjadi etanol (etil alkohol) dalam 2 langkah. Langkah
pertama dengan melepaskan CO2 dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa
asetal dehida berkarbon 2. Dalam langkah kedua, asetal dehida direduksi oleh
NADH menjadi etanol. Hal ini bertujuan untuk meregenerasi pasokan NAD+
yang dibutuhkan untuk glikolisis. Enzim yang mengkatalisis adalah
karboksilase dan dehidrogenase. Dalam fermentasi glukosa menjadi alkohol
hanya dihasilkan 2-ATP. Respirasi dilakukan secara anaerob yang secara
umum dikatakan sebagai fermentasi seperti yang telah diungkap diatas bahwa
kandungan ketan sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Saccharomyces
cerevisiae dalam keadaan anaerob akan mengubah gula menjadi senyawa
etanol dan karbondioksida. Oleh bakteri Acetobacter etanol akan dirubah
menjadi asam cuka dan air dalam keadaan aerob.
Menurut Winarno (1999), proses fermentasi gula oleh ragi misalnya
Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan etanol (etil alkohol) dan
karbondioksida melalui reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2.
Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi
makanan,namun reaksi fermentasi berbeda-beda tergantung bahan dasar yang
digunakan .
Persamaan Reaksi Kimia pada Tape Ketan:
2(C6H10O5)n + nH2O → n C12H22O11
Amilum/pati amilase maltosa
C12H22O11 + H2O → 2 C6H12O6
Maltosa maltase glukosa
C6H12O6 → 2 C2H5OH + CO2
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6)
yang merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan
menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi,
dan digunakan pada produksi makanan.
Hal yang sama juga dilakukan dalam pembuatan tape singkong ini yaitu
dengan melakukan Uji organoleptik. Tekstur yang diperoleh yaitu lembek,
sedikit berair/berlendir dan berwarna kuning keputih-putihan. Tekstur tape
singkong yang mulanya tidak berlendir dan tidak putih pucat berubah
menjadi demikian karena kandungan glukosa pada ketan yang dalam keadaan
anaerob telah dihidrolisis oleh khamir Saccharomyces cerevisiae menjadi
alkohol dan CO2, Air tape yang dihasilkan pada waktu fermentasi sangat
sedikit pada tape singkong ini, hasil ini didasarkan atas perbandingan volume
bahan tape dan air tape yang dihasilkan, untuk aroma dan rasa sama percis
dengan tape ketan (ketan putih dan ketan hitam) yaitu beraroma sedikit daun
pisang dan berasa manis. Perubahan-perubahan yang terjadi secara umum
berkesesuain dengan teori yang ada, hasil tapai yang dibuat tidak maksimal karena
tapai masih memiliki tekstur yang agak keras dan belum memiliki banyak air serta
rasa yang belum terlalu manis. Hal ini dikarenakan waktu fermentasi yang singkat
yaitu hanya selama 3 hari, sedangkan menurut Hidayati (2013) “fermentasi

hari ke 3 didapatkan pertumbuhan mikroorganisme rendah dan didapatkan


pertumbuhan dan tinggi mikroorganisme yang tertinggi adalah waktu
fermentasi 9 hari
Kesimpulan:
Pembuatan tape termasuk dalam bioteknologi konvensional
(tradisional) karena masih menggunakan cara-cara yang terbatas. Pada proses
pembuatan tape, jamur ragi akan memakan glukosa yang ada di dalam
singkong sebagai makanan untuk pertumbuhannya, sehingga singkong akan
menjadi lunak, jamur tersebut akan merubah glukosa menjadi alkohol. Dalam
pembuatan tape, ragi (Saccharomyces cereviceae) mengeluarkan enzim yang
dapat memecah karbohidrat pada singkong menjadi gula yang lebih
sederhana. Oleh karena itu, tape terasa manis apabila sudah matang walaupun
tanpa diberi gula sebelumnya. Kegagalan dalam pembuatan tape biasanya
dikarenakan enzim pada ragi Saccharomyces cereviceae tidak pecah apabila
terdapat udara yang mengganggu proses pemecahan enzim tersebut.
Setelah melakukan penelitian, ternyata kami dapat menyimpulkan
bahwa fermentasi yang terjadi pada tape singkong terjadi selama 2-3 hari.
Selain itu juga, dalam proses pembuatan tape ini ada hal-hal yang harus
diperhatikan supaya proses fermentasi tersebut berlangsung secara sempurna.
Selama proses fermentasi tidak memerlukan oksigen. Oleh karena itulah,
proses fermentasi pada singkong harus tertutup rapat. Lamanya proses
fermentasi juga mempengaruhi kadar alkohol yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai