Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENYAIR INDONESIA DAN KARYA-KARYANYA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah apresiasi puisi indonesia
Dosen pengampu : Sopyan sauri, M.Pd

Disusun oleh
Kelompok 6
1. Yoyoh hajaroh
2. Melinda
3. Aulia Azahra

PENDIDIKAN SASTRA BAHASA INDONESIA DAN DAERAH


FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATHLA’ULANWAR
BANTEN 2O23
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Apresiasi puisi indonesia ini
tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah apresiasi puisi indonesia. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk mengulang kembali atau mengingat materi yang telah di
sampaikan.Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak sopyan sauri, M.Pd yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Cikaliung,10 Mei 2023.

Penyusun
Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Latar belakang.................................................................................
B. Rumusan masalah..........................................................................
C. Tujuan..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
A. Penyair balai pustaka......................................................................
B. Penyair periode 1953-1961............................................................
C. Angkatan 66 dengan tokohnya.......................................................
D. Analisis puisi angkatan 50 an........................................................
E. Angkatan 45....................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................


A. Kesimpulan......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Belajar sejarah tidak selalu dari buku-buku sejarah di sekolah. Ada banyak cara
untuk belajar sejarah, salah satunya melalui sastra. Taufik ismail mengemas sejarah
dalam puisi-puisinya yang masa ketika indonesia pada tahun 1966. Taufik ismail
merangkum peristiwa-peristiwa sejarah pada tahun 1966 dalam dua kumpulan puisinya
Tirani dan Benteng yang kemudian di terbitkan dalam sebuah buku dengan judul yang
sama, Tirani dan Benteng. Dalam kedua kumpulan puisinya ini, Taufik jujur kepada para
pembacanya mengenai semua yang terjadi pada tahun 1960 hingga 1966.
Kritikus H.B.Jassin (almarhum) menobatkan Chairil Anwar sebagai “ pelopor
angkatan 45 “, sebuah periodisasi sastrawan Indonesia yang di namai dengan angka
keramat tahun kemerdekaan republik Indonesia. Dan yang terpenting, sejumlah puisi
Chairil memang jelas-jelas mengumandandkan sepirit perjuangan dan kejuangan bangsa.

B. Rumusan masalah
1. Apa saja latar belakang penyair
2. Siapa saja penyair-penyair indoneia angkatan 1953-1966
3. Apa saja karya-karya penyair angkatan 1953-1966
4. Apa saja analisis puisi angkata 50 an
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang penyair.
2. Untuk mengetahui penyair-penyair indonesia angkatan 1953-1966.
3. Untuk mengetahui karya-karya penyair angkatan 1953-1966.
4. Untuk mengetahuin analisis puisi angkatan 50 an
BABII
PEMBAHASAN

A. penyair angkatan balai pustaka

a. Muhammad Yamin
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 23 Agustus 1903 dan
meninggal dunia pada tanggal 26 Oktober 1962. Karya-karyanya diantaranya tanah air dan
bahasa, bangsa. Berdasarkan dari judul karya-karyanya beliau termasuk seorang nasionalis
yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air.
b. Roestam Effendi
Rostam Effendi dilahirkan pada tahun 1902 dan menulis pada tahun 1924 dengan
bukunya yang berjudul bebasari, kemudian disusul dengan buku yang bejudul percikan
permenungan (1926). Penyair ini juga mempunyai sikap nasionalisme yang tinggi.
c. Sanusi Pane
Sanusi Pane dilaahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 14 November 1905 dan
meninggal di Jakarta, 2 Januari 1968 pada umur 62 tahun. Kumpulan puisi Sanusi Pane
banyak menulis puisi diantaranya pancaran cita dan puspa mega.

B. Penyair Periode 1953-1961

a. Willibrordus Surendra Bawana Rendra


Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra), lahir di Solo, Jawa Tengah, 7
November 1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun)
adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Burung Merak”. Ia mendirikan
Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir
karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada
bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di
berbagai majalah.
b. Sitor Situmorang
Sitor situmorang lahir di harian boho, sebuah desa di danau toba sumatera utara.
Ayahnya pernah menjadi orang penting dalam melawan gangguan belanda dan harus
menanggung akibatnya. Desanya di bakar dan orangnya di paksa menetap di lembah dekat
danau, meninggalkan sisa-sisa dingin kebudayaan batak, yang dalam puisi sitor kemudian
menjadi lambang asal usulnya. Sebagai anak kecil, sitor dikirim ke sekolah belanda tempat
ia di perkenalkan kebudayaan barat . Ia mengembangkan kepekaan pusitisnya dalam gaung
tradisi lisan batak yang di gabung dengan lagu pujian dan khotbah kristen, serta bunyi
bahasa melayu, bahasa komunikasi sehari-hari.
Bahasa melayu merupakan bahasa masa depan, juga bahasa masa lalu, bahasa pantun
dan syair, bahasa penyair amir hamzah dan hamzah hansyuri, yang karyanya telah
mengilhami sitor dalam menggapai keseimbangan dan keselarasan antara bunyi dan irama.
Dalam hal bahasa dan gagasan, sitor memiliki silsilah multi bentuk, cukup kuat untuk
mencabut dari akarnya serta memberi pegangan dalam dunia kerinduan dan kesepian,
keingintahuaan dan nafsu mengembara baru diciptakannya sendiri.

Contoh puisi sitor situmorang:


• Petikan Dari “Anak Yang Hilang”.
• Enam Benua.
• Angin Di Danau Zurich.
Puisi angkatan 50
Subagio Sastro Wardojo
Dalang
Pulang dari seberang pantai
Lidahnya seperti kelu
Dan ia tak sedia
Memainkan lagi bonekanya
Pondoknya tertutup buat tamu
Rakyat yang kebingungan
Mendobrak pintunya dan berteriak :
- Kisahkan lakon hidup ini
dan terangkan apa artinya!
Terbangun dari keheningan
Ia menulis sajak satu kata
Yang paling bagus
Berbunyi “Hong”.
Puisi di atas, memperlihatkan ciri-ciri angkatan 50. Ciri-ciri yang terdapat dalam puisi
Dalang karya Subagio Sastro Wardojo adalah berupa epik. Puisi tersebut menceritakan
keadaan seorang dalang yang tidak mau bercerita lagi kemudian dia diprotes oleh rakyat
untuk menceritakan sebuah lakon.. Selain itu, muncul gaya slogan yang muncul pada
baitnya yang kedua baris terakhir.
...Ia menulis sajak satu kata yang paling bagus.
Berbunyi “Hong”
Dalam puisi ini juga terdapat gaya puisi liris. Pada bait pertama puisi ini sangat datar ketika
masuk bait kedua emosi yang ditampil oleh pengarang mulai meninggi.
Dekade 50-an
1. Rendra dengan kumpulan puisinya “Balada Orang-orang Tercinta”.
Penyair ini masih kreatif sampai sekarang.
2. Sitor situmorang
• Petikan Dari “Anak Yang Hilang”.
• Enam Benua.
• Angin Di Danau Zurich.

C. Angkatan ‘66 dengan tokoh-tokohnya antara lain:


1. Taufiq Ismail dengan kumpulan puisinya “Tirani” dan “Benteng”.
2. Sapardi Joko Damono dengan kumpulan puisinya “Duka-Mu Abadi”.
3. Hartoyo Andangjaya dengan kumpulan puisinya “Buku Puisi”.
4. Bur Rasuanto dengan kumpulan puisinya “Mereka Telah Bangkit”.
Pada tahun 1950, beberapa ahli sastra beranggapan bahwa kesusastraan mengalami
kemunduran. Salah satu tokoh yang berpandangan bahwa kesusastraan Indonesia mengalami
kemunduran adalah Sujadmoko. Dalam esainya yang berjudul Mengapa Konfrontasi,
Sujadmoko melihat adanya krisis sastra akibat adanya krisis kepemimpinan politik. Lebih
lanjut ia mengatakan bahwa sastra Indonesia mengalami krisis karena yang ditulis hanya
cerpen-cerpen kecil yang menceritakan psikologisme semata-mata.
Akan tetapi, tulisan Sudjadmoko tersebut mendapat reaksi keras terutama dari para
sastrawan. Para sastrawan tersebut antara lain, Nugroho Notosusanto, S.M. Ardan, dan
Boejoeng Saleh. Mereka mengatakan bahwa kesusastraan Indonesia tumbuh subur. H.B.
Jassin dalam simposium sastra yang diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas
Indonesia pada tahun 1954 mengemukakan bahwa kesusastraan Indonesia modern tidak
mengalami krisis. Dia mengemukannya dengan bukti-bukti dan dokumentasi yang le ngkap.
Pada tahun 1955, dalam simposiun yang diadakan kembali di Fakultas sastra Universitas
Indonesia, Harijadi S Hartowardojo mengemukakan pendapatnya melalui tulisan yang
berjudul Puisi Indonesia Sesudah Chairil Anwar. Selain dalam simposium tersebut pendapat
mengenai lahirnya angkatan sastra baru muncul dalam simposium-simposium yang diadakan
di Yogyakarta, Solo, dan lain-lain.
Pada tahun 1960, dalam simposium yang diadakan di Jakarta, Ajib Rosidi mengemukakan
sumbangan terbaru sastrawan Indonesia untuk perkembangan kesusastraan Indonesia. Dia
mencoba mencari ciri-ciri yang membedakan angkatan terbaru dengan angkatan 45. Lebih
lanjut ia mengemukakan bahwa sikap budaya pada sastrawan yang tergolong angkatan baru
merupakan sintesis dari dua sikap ekstrim mengenai kebudayaan Indonesia. Sikap yang
pertama adalah sikap yang berpendapat bahwa kebudayaan nasional Indonesia merupakan
puncak-puncak kebudayaan daerah, sedangkan sikap kedua adalah sikap yang berpendapat
bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang mendunia. Maka sikap sintesisnya
adalah kebudayaan nasional Indonesia akan berkembang dalam masyarakat Indonesia
masakini, yaitu adanya kebudayaan daerah dan pengaruh dari luar
Pada tahun 1966, dalam fajar zaman politik Indonesia baru, yaitu zaman Orde Baru, puisi
mulai memainkan peranan sosial yang penting penting. Diilhami oleh beberapa sajak Chairil
Anwar yang dirasa telah melontarkan perasaan pemuda yang memandang dirinya sebagai
angkatan baru pejuang kemerdekaan. Sejumlah mahasiswa mulai menulis puisi kemudian
diterbitkan dalam lembaran-lembaran stensilan dan memperoleh popularitas walau tidak
lama. Nama-nama penyair yang lahir pada tahun 1966 adalah Taufik Ismail yang
menerbitkan dua kumpulan sajaknya berjudul Benteng dan Tirani; Mansur Samin dengan
Perlawanan; Bur Rasuanto dengan Mereka Telah Bangkit yang mengingatkan pada judul
cerita pendeknya terdahulu yang berjudul Mereka akan Bangkit; dan Abdul Wahid
Situmeang dengan Pembebasan di samping itu, terbit juga kumpulan berjudul Kenangkitan,
yang merupakan tulisan bersama lima orang mahasiswa Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. Semua buku kecil tersebut muncul pada 1966.
Ciri-ciri puisi tahun ini merupakan sajak-sajak perlawanan. Ciri-ciri tersebut terlihat dari
judul-judul puisinya. Sajak tahun 1966 pertama-tama bukanlah sebagai seni melainkan
curahan hati khas anak-anak muda yang mengalami kelegaan perasaan setelah masa
penindasan. Meskipun demikian, tidak semua sajak-sajak tersebut sekadar untaian kosong.
Ada juga sajak-sajak yang menyuarakan tuntutan-tuntutan konkret tentang pangan dan
kubutuhan hidup lain.
Secara garis besar, angkatan 50 adalah angkatan yang dimulai dari tahun 1950-1970. Secara
instrinsik, terutama unsur estetiknya angkatan 45 dan angkatan 50 sulit dibedakan sebab
gaya angkatan 45 dapat dikatakan diteruskan oleh angkatan 50. Adanya pergantian situasi
dari perang kemudian damai, maka para sastrawan mulai memikirkan masalah-masalah yang
kemasyaraktan. Pada angktan ini muncul berbagai parta politik yang memilki lembaga
kebudayaan sendiri, seperti PNI mempunyai LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional), partai
Islam mempunyai Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia), dan PKI mempunyai
Lekra (Lembaga kebudayaan Rakyat). Munculnya berbagai partai yang mempunyai lembaga
kebudayaan sendiri menyebabkan corak kesusastraan Indonesia bermacam-macam.
 Sastrawan-sastrawan yang mulai menulis pada dekade 50-an:
• Kirdjomuljo
• WS Rendra
• Ajib Rosidi
• Toto Sudarto Bachtiar
• Ramadhan KH
• Nugroho Notosusanto
• Subagio Sastrowardojo
• Mansur Samin
• N.H. Dini
• Trisno Juwo
• Rijono Praktikno
• Alexandre Leo
• Jamil Suherman
• Bokor Hutasuhut
• Bastari Asnin. Sularto
• Motinggo Busje
• Nasjah Djamin
• Mohamad Diponegoro
• Toha Mochtar
• Ratmono Sn
• Piek Ardydyanto
• Hartojo Andangdjaja.
Para sastrawan Lekra yang menonjol dantaranya Bakri Siregar, Kalara Akustia, S.
Anantaguna, F.L. Risakota, H.R.Banadaharo, dan Sabron Aidit. Sastrawan yang mulai
menulis dekade 60-an, antara lain adalah Umar Kayam, Sapardi Djoko Damono, Darmanto
Jt, Goenawan Mohamad, Taufik Ismail, Kunto Wijoyo, Fudoli Zaini, Danarto, Sutardji
Calzoum Bahri, Budi Darma, dan abdul Hadi W.M.
Ciri-ciri puisi angkatan 50 antara lain,
1. Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada,
dengan gaya yang sederhana dari puisi liri,
2. Gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada,
3. Gaya ulangan mulai berkembang,
4. Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya angkatan 45,
5. Gaya slogan dan retorik.

D. Analisis Puisi Angkatan 50an


Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri
angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi.
Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya,
Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam
Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah
perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia
pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk
kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

D. Angkatan 45
Angkatan yang juga disebut sebagai Angkatan Kemerdekaan ini memiliki
karakteristik yang berbeda dengan angkatan sebelumnya yakni Pujangga Baru.Karya-karya
yang lahir pada periode ini cenderung lebih ekspresif. Kritikus sastra H.B. Jassin menyebut
para sastrawan Angkatan ’45 memiliki karakteritisk yang revolusioner dalam sikap hidup
dan visi.Karya sastra Angkatan ’45 lebih realis dibandingkan dengan karya sastra angkatan-
angkatan sebelumnya. Karyanya banyak diwarnai pengalaman hidup serta gejolak sosial-
politik-budaya yang terjadi pada masa itu.Ada sejumlah sastrawan terkenal yang tergabung
dalam Angkatan ’45. Karya-karya mereka masih dibaca dan dipelajari sampai saat ini. Siapa
saja? Simak uraian berikut ini.
1. Chairil Anwar
Nama Chairil Anwar tidak bisa dilepaskan dari puisi Indonesia modern. Ia
merupakan pelopor lahirnya Angkatan ’45. Penyair besar ini mendapatkan julukan ‘Si
Binatang Jalang’ yang dikutip dari salah satu puisinya berjudul Aku.Ia lahir di Medan pada
26 Juli 1992 dan meninggal pada usia yang masih muda yakni 26 tahun pada tanggal 28
April 1949 di Jakarta.
Semasa hidup, ia diperkirakan menulis 96 karya, termasuk 70 puisi. Chairil
mempublikasikan puisi pertamanya pada 1942 yang berjudul Nisan, saat itu usianya 20
tahun. Meski sempat mengalami beberapa penolakan, namun pada akhirnya namanya
dinobatkan sebagai salah satu penyair paling berpengaruh.Puisinya mengusung banyak
tema, mulai dari pemberontakan, kematian, eksistensialisme, sampai indivisualisme. Sajak-
sajaknya terkumpul di antara lain dalam:

 Deru Campur Debu


 Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus
 Tiga Menguak Takdir (bersama Asrul Sani dan Rivai Apin)
 Aku Ini Binatang Jalang
 Derai-derai Cemara.

2. Asrul Sani
Nama Asrul Sani juga tidak bisa dilepaskan dari tokoh sastrawan berpengaruh pada
Angkatan ’45. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini lahir di Rao, Sumatra Barat pada 10
Juni 1927 dan wafat di Jakarta pada 11 Januari 2004.Namanya melejit berkat kumpulan
puisi Tiga Menguak Takdir yang ditulis bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin. Kemudian
mereka bersama-sama mendirikan perkumpulan Gelanggang Seniman Merdeka dan menjadi
redaktur Gelanggang.Selain sastrawan, Asrul Sani juga dikenal sebagai sutradara dan
penulis skenario. Ia juga pernah menjadi redaktur majalah Pujangga Baru, Gema Suasana,
dan pimpunan umum Citra Film.Tokoh berpengaruh ini pernah menerima Anugerah Seni
pada 1969 dan Medali Bintang Mahaputra pada 2000 dari Pemerintah Indonesia.Beberapa
karya sastra yang ia terbitkan selama hidupnya di antaranya yakni:
 Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin)
 Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen)
 Mantera (kumpulan sajak)
 Mahkamah (drama)
 Jenderal Nagabonar (skenario film).
3. Rivai Apin
Lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat pada 30 Agustus 1927, Rivai Apin juga
menjadi salah satu personil dalam tiga serangkai penyair Indonesia.Bersama dua sastrawan
lain yakni Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia ikut serta memberikan napas baru dunia
kesusastraan Indonesia melalui buku kumpulan puisi Tiga Menguak Takdir.Sastrawan
Indonesia ini pernah menduduki kursi Komite Nasional Pusat, DPRD DKI Jakarta. Selain
itu juga pernah menjadi redaktur beberapa majalah, di antaranya Gema Suasana, Siasat,
Zenith, dan Zaman.Ia juga pernah menjadi salah satu pimpinan pusat Lekra. Setelah
peristiwa G30S, ia ditahan di Pulau Buru selama 14 tahun.Rivai Apin wafat di Jakarta pada
April 1995. Puisi-puisinya pernah dimuat dalam Gema Tanah Air. Selain itu karya-karya
puisinya dikumpulkan oleh Harry Aveling dan diberi judul Dari Dua Dunia yang Belum
Sudah.
4. Idrus
Abdullah Idrus, atau yang lebih akrab dengan nama pena Idrus merupakan sastrawan
Indonesia yang berasal dari Padang, Sumatra Barat.Pengarang yang lahir pada 21 September
1921 ini banyak melahirkan karya dengan bahasa yang ringkas dan sederhana.Pada 1960
sampai 1964, Idrus terpaksa tinggal di Malaysia karena permusuhan yang dilancarkan oleh
Lembaga Kebudayaan Rakyat terhadap penulis yang tidak sepaham.Meskipun menolak
dinobatkan sebagai sastrawan Angkatan ’45, namun karya-karyanya memberi warna baru
dalam kesusastraan Indonesia.Dirinya banyak menulis novel, cerpen, dan drama. Tidak
sedikit juga menerjemahkan karya sastra dari luar. Beberapa judul karya sastranya yakni:

 Aki (novel)
 Perempuan dan Kebangsaan (novel)
 Hati Nurani Manusia (novel)
 Hikayat Petualang Lima (novel)
 Hikayat Putri Penelope (novel)
 Anak Buta (kumpulan cerpen)
 Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (kumpulan cerpen)
 Dua Episode Masa Kecil (kumpulan cerpen)
 Dengan Mata Terbuka (kumpulan cerpen)
 Dokter Bisma (drama)
 Jibaku Aceh (drama)
 Kejahatan Membalas Dendam (drama).
5. Achdiat K. Mihardja
Nama Achdiat K. Mihardja memberikan kebaharuan dalam sastra Indonesia melalui
novel pertamanya berjudul Atheis. Novel yang terbit pada 1949 itu menjadi karya sastra
terpenting pasca Perang Dunia II.Sebelum menjadi seorang pengarang, tokoh sastra yang
lahir pada 6 Maret 1911 ini pernah menjadi seorang jurnalis. Ia juga merupakan guru besar
sastra dan bahasa Indonesia di Australian National University.Dirinya menghembuskan
napas terakhir di Canberra, Australia pada 8 Juli 2010 saat berusia 99 tahun.Kumpulan
cerpennya yang berjudul Keretakan dan Ketegangan mendapat Penghargaan Sastra BMKN
1957. Sementara novel fenomenalnya Atheis menyabet Penghargaan Tahunan Pemerintah
RI pada 1969.Beberapa judul karya sastra yang ia tulis semasa hidup di antaranya:

 Atheis (novel)
 Manifesto Khalifatullah (novel)
 Keretakan dan Ketegangan (kumpulan cerpen)
 Belitan Nasib (kumpulan cerpen)
 Pembunuhan dan Anjing Hitam (kumpulan cerpen)
 Pak Dullah in Extrimis (drama)
 Bentrokan Dalam Asrama (drama)
BABII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sastrawan-sastrawan yang mulai menulis pada dekade 50-an:

• Kirdjomuljo
• WS Rendra
• Ajib Rosidi
• Toto Sudarto Bachtiar
• Ramadhan KH
• Nugroho Notosusanto
• Subagio Sastrowardojo
• Mansur Samin
• N.H. Dini
• Trisno Juwo
• Rijono Praktikno
• Alexandre Leo
• Jamil Suherman
• Bokor Hutasuhut
• Bastari Asnin. Sularto
• Motinggo Busje
• Nasjah Djamin
• Mohamad Diponegoro
• Toha Mochtar
• Ratmono Sn
• Piek Ardydyanto
• Hartojo Andangdjaja.
Angkatan ‘66 dengan tokoh-tokohnya antara lain:
1. Taufiq Ismail dengan kumpulan puisinya “Tirani” dan “Benteng”.
2. Sapardi Joko Damono dengan kumpulan puisinya “Duka-Mu Abadi”.
3. Hartoyo Andangjaya dengan kumpulan puisinya “Buku Puisi”.
4. Bur Rasuanto dengan kumpulan puisinya “Mereka Telah Bangkit”.
Ciri-ciri puisi angkatan 50 antara lain,
1. Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada,
dengan gaya yang sederhana dari puisi liri,
2. Gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada,
3. Gaya ulangan mulai berkembang,
4. Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya angkatan 45,
5. Gaya slogan dan retorik.
DAFTAR PUSTAKA

Herman J.Waluyo
https://haloedukasi.com/sastrawan-angkatan-45
https://kartinimarlina.blogspot.com/2012/01/penyair-indonesia-dan-karyanya-angkatan.html

Anda mungkin juga menyukai