Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Teknik atau Proses Pembuatan Sediaan Histologi

Disusun Oleh :

Nama : Beatrice Fania Min Dala


NIM : PO530333310732
Tingkat : II B
Mata Kuliah : Sitohistoteknologi

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM

MEDIS POLTEKKES KEMENKES KUPANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa
karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Teknik atau Proses Pembuatan
Sediaan Histologi. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Sitohistoteknologi, Program Studi D-III Teknologi
Laboratorium Medis.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak memperoleh bantuan


dari berbagai layanan internet. Oleh karena itu, kami menyadari bahwa
dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempuma, untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
menyempurnakan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Kupang, Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................1
Latar Belakang................................................................................................................1
Rumusan Masalah..........................................................................................................2
Tujuan Penulisan............................................................................................................2
Manfaat Penulisan.........................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
LANDASAN TEORI...............................................................................................................4
Pengertian Sediaan Histologi....................................................................................4

Pengecatan/Pewarnaan Histologi.............................................................................4

Proses Pembuatan sediaan histologi.........................................................................9

Hasil Pengamatan sediaan Histologi.........................................................................18

BAB III...............................................................................................................................20
PENUTUP..........................................................................................................................20
Kesimpulan...................................................................................................................20
Saran............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah “Histologi” berasal dari Bahasa Yunani histos, yang berarti
jaringan dan logia,yang berarti “illmu yang mempelajari” atau pengetahuan.
Jadi secara harafiah histologi berarti pengetahuan atau ilmu mengenai
jaringan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Sekarang ini istilah histologi
di pergunakan secara luas meliputi semua cabang anatomi mikroskopik,
demikian pula pengertian yang di pakai.
Jadi histologi bukan hanya mencakup pengetahuan mengenai berbagai
jaringan, tetapi juga berbagai sel dan system organ. Dan karna histologi
mempelajari semua sel, jaringan,dan organ, tercakup didalamnya ilmu yang
mempelajari segi fungsi , selain strukturnya. Dalam pelajaran Histologi , ada
dua hal yang penting menyangkut : jenis mikroskop yang di pakai , dan
pembuatan sajian jaringan atau organ dengan cara yang sesuai untuk di lihat
dengan mikroskop.
Pembuatan preparat jaringan harus dipahami secara benar oleh seorang
laboran agar tidak terjadi kesalahan teknis yang dapat menganggu pengamatan
preparat dan diagnosa. Tujuan penyusunan Makalah ini adalah mengetahui
dan memahami langkah-langkah pembuatan sediaan preparat histologi dengan
pewarnaan Hematoksilin Eosin serta mengevaluasi hasil pembuatan dan
pewarnaan preparat.. Bahan yang digunakan di Laboratorium Histologi yaitu
air, akuades / RO water, formalin 10% / PBS Formalin, alkohol, etanol, xilol /
alkohol toluene dan toluen murni, parafin, gelatin, entelan DPX, larutan
hematoksilin dan eosin, acid alkohol, bluing solution. Tahapan pembuatan
preparat dimulai dari eutanasi, nekropsi, fiksasi, trimming, dehidrasi,
penjernihan, infiltrasi parafin, pengeblokan, pemotongan dan pewarnaan.

1
Pembuatan preparat jaringan yang dikerjakan secara manual atau
dengan alat otomatis hasil preparat jaringannya hampir sama, pengerjaan
dengan alat otomatis hasilnya lebih cepat dan tenaga yang dibutuhkan tidak
banyak. Hasil pewarnaan hematoksilin eosin adalah inti sel terwarnai biru
keunguan dan sitoplasma terwarnai merah muda atau merah. Hasil dari
pengamatan preparat jaringan kerusakan yang terjadi diantaranya adalah
jaringan mengalami sobek, tergores, pecah, lipatan, pewarnaan yang kurang,
atau sebagian jaringan ada yang hilang, dan terdapat spot hitam pada preparat
jaringan. Beberapa penyebab kerusakan diantaranya akibat dari tekanan
berlebih pada preparat, pisau mikrotom yang tumpul, suhu waterbath yang
terlalu rendah atau tinggi, pemrosesan jaringan yang salah seperti fiksasi,
infiltrasi parafin serta embedding, reagen dan larutan warna yang kadaluarsa
serta tidak disaring terlebih dahulu serta kesalahan teknis karena kurang teliti
yang dilakukan oleh laboran.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah dari


makalah Teknik atau Proses Pembuatan Sediaan Histologi adalah sebagai
berikut :

1. Apa itu sediaan Histologi?


2. Apa pengecetan atau pewarnaan Histolgi ?
3. Bagaimana proses pembuatan sediaan Histologi ?
4. Bagaimana hasil pengamatan dari Teknik pembuatan sediaan
Histologi ?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas , maka
penulis dapat memberitahukan tujuan penulisan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian sediaan histologi
2. Untuk mengetahui penegcetan atau pewarnaan Histologi

2
3. Untuk mengetahui proses pembuatan sediaan histologi
4. Untuk mengetahui hasil pengamatan dari Teknik pembutan sediaan
histologi

1.4. Manfaat Penulisan

Berdasarkan latar belakang , perumusan masalah , tujuan penulisan


maka manfaat yang dapat di ambil dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan penulis dan kalangan mahasiswa
terkait Teknik atau proses pembuatan sediaan histologi
b. Sebagai sumber informasi maupun refferensi dalam
penulisan makalah terkait Teknik atau proses pembuatan
sediaan histologi
2. Manfaat Praktis
a. Dapat menambah pengetahuan tentang sediaan histologi
b. Dapat mengetahui macam-macam pengecetan atau
pewarnaan Histologi
c. Dapat mengetahui proses pembuatan sediaan histologi
d. Dapat mengetahui hasil pengamatan dari Teknik pembutan
sediaan histologi

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Sediaan Histologi


Sediaan Histologik adalah irisan datar yang tipis pada jaringan atau
organ yang telah difiksasi dan di warnai diatas kaca objek. Potongan jaringan
atau organ ini biasanya terdiri dari struktur seluler, fibrosa , dan tubular. Sel-
selnya memperlihatkan bentuk , ukuran, dan lapisan yang beragam. Struktur
fibrosa padat dan di temukan di jaringan ikat, otot , dan saraf. Struktur tubular
berongga dan mencerimkan berbagai jenis pembuluh darah , ductus, dan
kelenjar tubuh.
Di jaringan dan organ sel, serat, dan saluran memiliki orientasi ruang
yang di acak dan merupakan bagian struktur tiga-dimensi.Selama persiapan
sediaan histologi, irisan tipis tidak memiliki kedalaman. Selain itu, bidang
irisan biasanya tidak memotong struktur-struktur ini secara tepat pada
potongan melintang. Hal ini menimbulkan variasi dalam penampakan sel ,
serat, dan saluran, bergantung pada sudut bidang irisan. Akibat factor-faktor
ini , kita akan sulit membayangkan struktur tiga-dimensi yang merupakan asal
dari sediaan kaca objek yang datar. Karna itu, visualisai dan interpretasi yang
tepat pada sediaan ini dalam perspektif tiga-dimensinya di kaca objek menjadi
kriteria penting untuk menguasai histologi.

2.2. Pengecatan/Pewarnaan Histologi


Pada umumnya pewarna yang dipakai adalah bahan kimia organic
kompleks yang memiliki manfaat yang berbeda.
1. Hematoksilin-Fosin (H-E)
 Pengecetan rutin. Inti : Biru/ungu gelap.
 Sitoplasma dan sabut-sabut : merah muda

4
 Tujuan Pengecatan Histologi Hematoksilin-Eosin : Untuk
mengetahui ada tidaknya morfologi sel abnormal dalam jaringan
yang diperiksa.
 Prinsip Pengecatan Histologi Hematoksilin-Eosin : Kromatin
dalam inti akan mengikat cat yang bersifat basa (hematoksilin) dan
protein sitoplasma akan mengikat cat yang bersifat asam (eosin)
sehingga sel akan berwarna merah muda dengan inti berwarna biru
keunguan.
Sumber :https://medlab.id/pengecatan-histologi-hematoksilin-
eosin/
 Sampel :
 Nomor registrasi : 123456
 Nama pasien : Ny. XX
 Jenis kelamin : Perempuan
 Usia : 40 tahun
 Asal Jaringan : Uterus
 Dokter pengirim : dr. Strange, Sp. PA
 Ukuran : 12 cm x 12 cm x 8 cm
Sumber : https://medlab.id/pengecatan-histologi-
hematoksilin-eosin/

 Alat dan Bahan :


 Chamber pengecatan
 Xylol
 Alkohol
 Kertas saring
 Kapas
 Objek glass
 Deck glass
 Cat hematoksilin

5
 Cat eosin Canada balsam (minyak terpentin / minyak
tusam)
 Label
 Prosedur Pengecatan Histologi Hematoksilin Eosin :
1. Deparafinisasi preparat yang telah kering dalam xylol
sebanyak 3 kali (masing-masing selama 10-15 menit).
2. Masukkan ke dalam alkohol 96% sebanyak 2 kali
(masing-masing selama 5 menit).
3. Cuci dengan air mengalir sampai alkohol hilang.
4. Masukkan ke dalam cat hematoksilin selama 7-10 menit.
5. Cuci dengan air mengalir sampai tidak luntur.
6. Celupkan ke dalam HCl sebanyak 2 kali celup untuk
dekolorisasi.
7. Cuci kembali dengan air mengalir.
8. Rendam di dalam air sebentar sampai warna menjadi biru.
9. Masukkan ke dalam cat eosin selam 3-5 menit.
10. Cuci dengan air mengalir.
11. Masukkan ke dalam larutan alkohol 1.
12. Masukkan ke dalam larutan alkohol 2.
13. Cuci dengan air mengalir.
14. Tekan preparat dengan kertas, lap dengan kapas.
15. Masukkan ke dalam xylol.
16. Tekan kembali preparat dengan kertas, lap dengan kapas.
17. Lakukan Mounting, dan beri nomor laboratorium.
Sumber : https://medlab.id/pengecatan-histologi-
hematoksilin-eosin/

2. Pengecetan Wright
Dipergunakan khusus untuk pengecetan sediaan darah dan
sumsum tulang, karna dapat memperlihatkan tanda-tanda khas sel
darah tertentu.

6
 Hasil : sama dengan Hematoksilin-Eosin, yaitu
 Inti : Biru/ungu Gelap
 Sitoplasma : Merah muda.
3. Mallory-azan (M-A)

Sabut jaringan ikat : Biru Sabut otot : Merah

Inti : Merah Sitoplasma : Merah Pucat

Sabut Otot terpotong melintang : Sitoplasma sel epitel : Merah Pucat


Merah
Inti sel epitel : Merah Sabut otot : Merah

Sabut Jaringan ikat : Merah Sabut Otot Terpotong memanjang :


Merah

4. Verhorf van Gieson ( VvG)


Pewarnaan Van Gieson merupakan metode pewarnaan
diferensial paling sederhana untuk kolagen dan jaringan ikat lainnya
seperti otot polos. Pewarnaan ini menggunakan campuran asam
pikrat (picric acid) dan asam fuchsin (acid fuchsin). Larutan asam
pikrat dan asam fuchsin adalah larutan gabungan yang mempunyai
peran masing-masing.
Larutan asam pikrat, molekul kecil akan menembus semua
jaringan dengan cepat tetapi hanya tertahan kuat di sel darah merah
dan otot. Sedangkan molekul yang lebih besar yang berasal dari
larutan fuchsin menggantikan molekul asam pikrat dari serat
kolagen, karena serat kolagen memiliki pori-pori lebih besar
memungkinkan molekul yang lebih besar untuk masuk.
Artikel ini di copy dari :
https://www.atlm-edu.id/2022/05/pewarnaan-van-gieson-van-
gieson-stain.html

7
© Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang - Silahkan baca kebijakan
kami di alamat https://www.atlm-edu.id/p/kebijakan-dan-
privasi.html

Sabut Elastis Hitam


Lainnya Kuning Pucat

5. Impregnasi (Ag.impr.)
Sabut-sabut retikuler ; pada jaringan limfo-sutikuler tampak
sebagai berikut :
 Jala halus : Berwarna Hitam
 Inti : Hitam
 Sabut-sabut kologen : Kuning tampak coklat
6. Periodic-Acid Schiff (PAS)
Sabut-sabut retikuler dan elastis : magenta( merah muda
keunguan , seperti merah jambu )
Pada Ginjal tampak sabut-sabut retikuler sebagai garis
berwarna magenta menempel pada membran basalis mengelilingi
saluran-saluran ginjal

7. Asam osmik ( Osmic Acid )

Lemak Hitam
Pada sediaan Saraf  Bola-bola lemak didalam sel-sel
lemak
 Sarung mielin pada sabut saraf
yang bermielin ( mielin = lemak )

2.3. Proses Pembuatan sediaan histologi


Rangkaian proses pembuatan preparat histologi melalui beberapa
tahapan diantaranya persiapan seperti euthanasia, nekropsi, fiksasi, trimming

8
dilanjutkan tahap pemrosesan jaringan seperti dehidrasi, penjernihan,
infiltrasi parafin, pengeblokan, pemotongan, pewarnaan, perekatan dan
pelabelan (Jusuf, 2009).
Eutanasia adalah tindakan membunuh hewan dengan meminimalkan
rasa sakit serta mempermudah kematian hewan yang menderita penyakit berat.
Prosedur eutanasi yaitu hewan kehilangan kesadaran dalam waktu cepat, efek
fisiologis rendah dan sesuai syarat dan tujuan penelitian. Eutanasia bisa
dilakukan dengan cara fisik dan zat anastesi dengan inhalasi serta gas – gas
bersifat non anastetik (Isbagio, 1992). Eutanasi yang dilakukan dengan metode
fisik misalnya stunning dan cervical dislocation.
Stunning dilakukan dengan memberikan sengatan listrik pada tulang
tengkorak pusat dengan tenaga yang cukup besar. Cervical dislocation
dilakukan dengan cara memberikan tekanan ke bagian posterior dasar tulang
tengkorak dan sumsum tulang belakang sehingga bagian posterior dasar tulang
tengkorak dan sum – sum tulang belakang terpisah (Isbagio, 1992). Pemakaian
zat anastesi dengan gas – gas bersifat non anastetik misalnya menggunakan
karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2) dan nitrogen. Pemberian
karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan perubahan irreversible pada
hemoglobin sel darah merah sehingga terjadi paralisa pada jantung dan pusat
respirasi, akibatnya hewan mati antara 3 – 5 menit. Penggunaan karbon
dioksida (CO2) mengakibatkan dilatasi pembuluh otak sehingga kolaps akan
terjadi pada waktu 3 – 10 detik pada hewan anjing. Pemberian nitrogen akan
menyebabkan paralisa pada pusat pernafasan yang diikuti kolaps hingga
akhirnya mati (Isbagio, 1992).
Nekropsi adalah teknik untuk mengetahui penyebab kematian,
mengetahui pengaruh suatu penelitian yang dilakukan terhadap organ coba.
Nekropsi dilakukan segera setelah kematian hewan untuk mencegah degenerasi
jaringan setelah kematian (Hedrich, 2004). Menurut Clifton (2011), prosedur
nekropsi terdiri dari observasi perubahan mikroskopik jaringan dan organ
secara in situ yaitu dengan melihat keadaan utuh organ dan melakukan koleksi
organ serta jaringan untuk diteliti lebih lanjut.

9
Fiksasi (Fixation) merupakan proses pengawetan protoplasma
sehingga struktur jaringan tetap stabil dan tidak mengalami perubahan paska
mati seperti autolisis yang disebakan enzim proteolitik dan pembusukan yang
disebabkan oleh kuman pembusuk dari luar tubuh. Fiksasi juga berfungsi
memberikan konsistensi keras sehingga jaringan dapat diiris tipis serta
pengaruh terhadap pewarnaan dan diferensiasi optik. Jaringan yang telah
difiksasi selama 24 jam akan tahan dengan perlakuan berikutnya. Larutan
fiksasi yang disebut fiksatif memiliki kemampuan mengubah indeks bias
bagian – bagian sel sehingga dapat dilihat di mikroskop (Suntoro, 1983;
Paulsen, 2000; Jusuf, 2009; Peckham, 2014). Larutan Formalin 10% Larutan
fiksatif yang lazim digunakan adalah formalin 4% - 10% dari pengenceran
formaldehida 37% atau 40%. Formaldehida memiliki sifat asam sehingga dapat
dinetralkan dengan basic magnesium carbonate. Formaldehida akan lebih baik
jika dicampurkan calcium chloride untuk mempertahankan bentuk mitokondria
dan apparatus golgi. Formaldehida sangat bagus untuk fiksatif inti sel, tapi
tidak untuk kromosom. Formaldehida menyebabkan iritasi mata dan hidung
karena gas yang sangat keras. Formulasi untuk membuat formalin 10% adalah
dengan mencampurkan 10 cc Formaldehida 40% dengan 90 cc Akuades
(Suntoro, 1983; Peckham, 2014). Larutan Posphat Buffer Saline - formalin
(PBS-formalin) Larutan fiksatif yang biasa digunakan adalah Posphat Buffer
Saline - formalin (PBS-formalin) yang merupakan larutan fisiologis yang bisa
digunakan dalam prosedur immunohistokimia. Formalin dikombinasikan
dengan PBS yang direkomendasi sebagai pilihan agen fiksatif terbaik
(Buchwalow, 2010). Kelebihan yang dimiliki larutan PBS Formalin ini adalah
jaringan dapat disimpan lebih lama dan meminimalkan proses autolysis.
Larutan bersifat isotonik dan tidak beracun terhadap sel serta bertujuan untuk
menjaga kadar pH dan mempertahankan osmolalitas sel. Jaringan direndam di
larutan fiksatif selama 24 jam. Jika suatu sel difiksasi menggunakan larutan
fiksatif dengan sifat hipertonik maka sel akan mudah menyusut, sedangkan jika
difiksasi dengan larutan fiksatif dengan sifat hipotonik maka sel akan mudah
mengembang, sehingga dianjurkan menggunakan PBS Formalin sebagai

10
larutan fiksatif yang baik dan fleksibel (Medicago, 2011). Lama waktu fiksasi
dengan larutan bouin adalah 1 – 12 jam tergantung tebal tipisnya jaringan.
Larutan boin seharusnya tidak digunakan untuk fiksasi jaringan biopsi ginjal
(Warsito dan Wuryastuti, 2014).
Pemotongan (Trimming) merupakan pemotongan sampel organ
menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga memudahkan tahap pembuatan
preparat selanjutnya (Pratomo, 2011). Jaringan yang telah difiksasi selama 24
jam ditiriskan pada saringan kemudian dipotong menggunakan pisau scalpel
dengan ketebalan 1x1 cm disusun ke dalam tissue cassete dan diberi label
(Muntiha, 2001).
Dehidrasi (Dehydration) merupakan tahap pembenaman jaringan
kedalam beberapa larutan etanol dengan konsentrasi bertingkat. Tujuan dari
peggunaan alkohol bertingkat adalah agar tidak terjadi perubahan yang tiba –
tiba pada sel jaringan (Suntoro 1983; Jhonson, 1994). Dehidrasi bertujuan
untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan yang telah
difiksasi sehingga dapat diisi dengan parafin atau zat lain untuk membuat blok
preparat. Setiap sel pada jaringan hidup mengandung 85% air sehingga parafin
tidak bisa masuk kedalam sel karena terhalang oleh air. Proses dehidrasi harus
dilakukan dengan benar agar tidak ada molekul air yang tertinggal sehingga
parafin bisa menempati posisi dalam jaringan agar didapatkan irisan jaringan
yang utuh dan baik. Reagen yang sering digunakan dalam proses dehidrasi ini
adalah etanol karena tidak menyebabkan pengerasan jaringan dan membuat
jaringan menjadi getas terhadap pemotongan yang tipis. Alkohol absolut
memiliki kemampuan memperkeras jaringan, sehingga jaringan tidak boleh
terlalu lama ditinggal di dalam alkohol absolut (Suntoro, 1983; Hariono, 2009).
Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam jaringan dalam larutan alkohol
bertingkat dimulai dari etanol 70%, 80%, 90%, 95% masing – masing selama 3
jam, dan etanol absolut I, II, III masing – masing 1 jam (Pratomo, 2011).
Penjernihan (Clearing) Penjernihan merupakan tahapan membuat jaringan
menjadi jernih dan transparan menggunakan pelarut organik seperti xilene atau
toluene. Tahap ini bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dan

11
digantikan dengan parafin. Proses mengeluarkan alkohol dari jaringan ini
sangat krusial karena bila di dalam jaringan masih tertinggal sedikit alkohol
maka parafin tidak bisa masuk ke dalam jaringan sehingga jaringan tidak
sempurna dalam proses blocking, pemotongan dan pewarnaan (Junqueira dan
Carneiro, 1992; Peckham, 2014).
Proses clearing dapat menggunakan larutan penjernih misalnya xilene
atau xilol dan toluene yang masing – masing memiliki kekurangan dan
kelebihan. Xilol memiliki kelebihan yaitu proses penjernihan cepat, mudah
didapat dan harga tidak terlalu mahal. Kekurangan dari xilol adalah jaringan
tidak begitu jelas dikarenakan perendaman yang terlalu lama dan akibat dari
perendaman pada alkohol absolut sebelumnya. Jaringan yang terlalu lama
direndam dalam xilol menyebabkan mudah rapuh, mengkerut dan sulit untuk
diiris. Penjernihan menggunakan toluene memiliki kelebihan yaitu mudah,
cepat, jaringan akan menjadi jernih atau transparan bila prosesnya telah selesai
dan tidak akan mengkerut walaupun jaringan direndam lama. Kekurangannya
adalah harga lebih mahal dan jaringan cepat keras dan sukar untuk diiris jika
terlalu lama direndam di toluene (Suntoro, 1983; Jusuf, 2009).
Proses penjernihan dilakukan dengan mencelupkan jaringan dalam
larutan xylen I, II dan III masing – masing selama 40 menit (Pratomo, 2011).
Infiltrasi Parafin (Embedding) Infiltrasi parafin yaitu proses perendaman
jaringan dalam parafin yang dicairkan pada suhu 58 – 60℃ selama 30 menit
sampai 6 jam dalam inkubator bertujuan untuk mengeluarkan cairan
pembening (clearing agent) dari jaringan dan diganti dengan parafin selain itu
juga membuat jaringan tahan terhadap pemotongan (Junqueira dan Carneiro,
1992). Parafin dipilih sebagai media karena dapat memberikan konsistensi
keras, irisan yang didapat lebih tipis daripada metode beku atau seloidin yaitu
mencapai rata – rata 6 mikron, irisan seri dan pemrosesan lebih cepat dan
mudah. Kekurangan parafin adalah jaringan menjadi keras, mengkerut dan
mudah patah, jaringan yang digunakan harus kecil, dan sebagian enzim akan
ikut larut (Suntoro, 1983).

12
Proses pembenaman dilakukan dengan merendam jaringan dalam
parafin I, II dan III masing – masing selama 30 - 60 menit dalam inkubator.
Tujuan digunakan parafin bertingkat adalah untuk mencegah tertahannya
sejumlah zat penjernihan di dalam jaringan, karena akan membuat jaringan
lunak dan sukar diiris (Suntoro, 1983).
Pengeblokan (Blocking) adalah proses pembuatan blok preparat agar
dapat dipotong dengan mikrotom menggunakan parafin. Pengeblokan bertujuan
mengganti parafin cair disertai dengan pengerasan jaringan. Penggunaan
parafin sebagai media untuk membuat jaringan keras memang didesain untuk
preparat yang diamati di mikroskop cahaya, sedangkan media pembenam
monomer plastik digunakan untuk mikroskop elektron atau TEM
(Transmission Electron Microscopy ) (Hammersen dan Sobotta, 1985; Jhonson,
1994). Parafin yang digunakan untuk pengeblokan titik cairnya sama dengan
parafin yang digunakan untuk infiltrasi parafin. Proses pengeblokan ini
dilakukan dengan menuangkan sedikit cairan parafin ke dalam cetakan
berbahan plastik atau piringan logam bentuk L. Secepatnya jaringan
dimasukkan dengan menggunakan pinset yang telah dipanaskan (agar parafin
tak beku) dan diatur posisinya di dalam cetakan. Parafin cair kemudian
dituangkan kembali hingga menutupi seluruh cetakan tersebut (Suntoro, 1983).
Pemotongan (Sectioning) adalah proses pemotongan blok preparat
dengan menggunakan mikrotom. Tujuan dari pemotongan blok adalah untuk
mendapatkan potongan jaringan yang tipis dengan ketebalan 3 – 8 µm.
Mikrotom adalah alat yang dapat mengiris potongan blok dengan tipis dan
sesuai dengan ukuran ketebalan yang diinginkan. Terdapat berbagai jenis
mikrotom misalnya yaitu sliding microtome, rotary microtome dan freezing
microtome (Suntoro, 1983; Paulsen, 2000). Mikrotom geser (sliding
microtome) Mikrotom geser adalah mikrotom yang bekerja dengan pisau yang
bergerak sedangkan jaringan tetap berada pada tempatnya. Pada umumnya
jaringan yang akan dipotong dengan mikrotom geser adalah jaringan tanpa
penanaman (embedding) terlebih dahulu sehingga tidak akan terjadi irisan pita
jaringan. Jaringan yang akan diiris diwarnai dengan pewarnaan tunggal ataupun

13
tanpa pewarnaan terlebih dahulu. Mikrotom geser banyak digunakan untuk
pengirisan jaringan tumbuh – tumbuhan. Jaringan yang diiris, pisau mikrotom
dan kuas untuk mengambil pita diusahakan tetap basah dengan air (Suntoro,
1983) Mikrotom putar adalah mikrotom yang paling sering digunakan karena
memiliki banyak keuntungan dan jenisnya paling cocok dengan metode blok
parafin. Mikrotom ini juga dapat memotong jaringan yang sangat besar dan
tingkat kesulitan yang besar. Blok jaringan yang disimpan dalam freezer suhu -
20℃ diambil untuk dilakukan pemotongan dengan mikrotom ketebalan 3 – 8
µm. Potongan diambil hati – hati dan diletakkan di waterbath berisi air dengan
suhu 46℃. Potongan slide dalam waterbath diambil menggunakan object glass
untuk kemudian diletakkan di hotplate yang selanjutnya akan diwarnai
(Muntiha, 2001; Steven dkk, 2013). Mikrotom beku (freezing microtome)
Mikrotom beku beku adalah mikrotom yang digunakan dalam pembuatan
sediaan irisan dengan metode beku. Cara kerja alat ini dengan menghubungkan
tabung berisi CO2 dingin melalui pipa karet. Pisau mikrotom bergerak ke
depan dan belakang sedangkan jaringan tetap berada di tempatnya. Jaringan
yang dipotong dengan mikrotom ini dapat difiksasi terlebih dahulu atau tidak
perlu difiksasi terlebih dahulu karena fiksasi dapat dilakukan setelah
pemotongan dan sebelum pewarnaan (Suntoro, 1983).
Evaluasi preparat setelah tahap pemotongan dilakukan untuk melihat
preparat jaringan baik atau tidak sebelum dilakukan proses selanjutnya.
Preparat jaringan yang berada di object glass diamati di bawah mikroskop dan
dilihat ada tidaknya kerusakan yang terjadi misalnya jaringan retak, tergores
atau terlipat sebelum dilakukan proses pewarnaan. Tahap ini bertujuan untuk
mengurangi kerugian akibat kerusakan jaringan selama pemrosesan jaringan
(Suntoro, 1983; Jusuf, 2009).
Pewarnaan (Staining) adalah teknik memberikan warna pada
komponen seluler dengan tujuan membedakan antar sel pada jaringan
(Waheed, 2012) . Warna adalah persepsi dari mata yang dapat dibedakan
berdasarkan panjang gelombang. Teknik pewarnaan ini membantu dalam
menghasilkan kontras dimana setiap warna memiliki afinitasnya masing –

14
masing (Steven dkk, 2013). Jenis – jenis zat pewarna yang dapat digunakan
dalam pewarnaan antara lain pewarna ada Alcian Blue (AB), van gieson,
‘azan’ azocarmine-anilin blue’ dan Hematoksilin Eosin. Alcian Blue (AB)
Pewarna Alcian Blue (AB) digunakan mendeteksi mukopolisakarida atau
karbohidrat yang bersifat asam yang terwarnai biru didalam sel – sel acinus
yang mensekresikan mucus yang terdapat dalam sel atau jaringan dengan
mengikat gugus hidroksil pada pH 2,5, sedangkan nukleus diwarnai kontra
dengan “Nuclear Fast Red” (Hammersen 1990; Kiernan 1990). Pewarnaan van
Gieson Pewarnaan van Gieson adalah pewarnaan dengan teknik trikrom lain
yang jelas mendiferensiasi antara serat – serat kolagen (berwarna merah) dan
seluruh cytoplasma (bewarna kuning).
Metode pewarnaan ini mendeteksi peningkatan jumlah serat – serat
jaringan ikat dengan cepat yang timbul dalam keadaan patologik seperti
fibrosis dan sclerosis (Hammersen 1990). Pewarna ‘azan’ azocarmine-anilin
blue’ adalah teknik pewarnaan yang memperlihatkan serat – serat jaringan ikat
(serat kolagen dan retikular) maupun zat mukosa dalam berbagai warna biru
sehingga berbeda jelas dengan dari nuclueus dan komponen cytoplasma yang
bewarna kemerahan (Hammersen 1990). Pewarna hematoksilin adalah jenis
pewarna inti yang paling umum digunakan yang berasal dari ekstrak pohon
logwood (Haematoxylin camphianum). Hematoksilin digunakan sebagai
pewarna dalam bentuk oksidasinya yaitu hematein (sehingga larutan
hematoksilin yang baru dibuat harus dibiarkan “matang” atau “tua” dulu agar
terjadi oksidasi baru digunakan). Hematoksilin merupakan pewarna inti yang
mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya
seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Proses oksidasi hematoksilin
dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawa yang bertindak
sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium
permanganat dan sodium iodat (Leeson, 1996; Jusuf, 2009; Peckam, 2014).
Pewarna eosin Pewarna eosin adalah salah satu jenis pewarna dengan sifat
asam dan bermuatan negatif yang dipakai untuk mewarnai sitoplasma. Eosin
memberikan warna merah atau merah muda ketika berikatan dengan struktur

15
basa dalam sel. Struktur sel yang terpulas meliputi sebagian besar protein
dalam sitoplasma dan beberapa serabut ekstraseluler (Peckam, 2014;
Leeson,1996)
Hematoksilin dan eosin Hematoksilin dan eosin adalah metode
pewarnaan yang berfungsi ganda. Fungsi pertama memungkinkan pengenalan
komponen jaringan tertentu dengan cara memulasnya secara differensial.
Fungsi kedua adalah dapat mewarnai dengan tingkat atau derajat warna
berbeda yang menghasilkan kedalaman warna yang berbeda (Peckam, 2014).
Pada pulasan Hematoksilin Eosin, kompleks pewarna hemaktosilin berwarna
ungu tua sedangkan pewarna eosin memberikan warna merah muda sampai
merah pada komponen jaringan yang tidak terpulas ungu-biru oleh
hemaktosilin. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa. Zat ini mewarnai
unsur basofilik pada jaringan. Eosin bersifat asam serta memulas komponen
asidofilik pada jaringan (Jusuf, 2009; Peckam, 2014). Pewarnaan preparat
histologi dapat dikerjakan menggunakan alat autostainer yaitu alat otomatis
untuk pengerjaan pewarnaan preparat histologi atau secara manual yaitu
dengan beberapa tahapan pencelupan kedalam larutan dalam staining jar.
Tahap pewarnaan otomatis dapat menggunakan autostainer yang merupakan
alat untuk proses pewarnaan jaringan histologi pada kegiatan histoteknik yang
telah diletakkan dikaca preparat dan telah melalui beberapa tahap proses.
(Rizgan dkk., 2016).
Perekatan (Mounting) preparat berfungsi untuk mengawetkan
jaringan yang telah diwarnai menggunakan entelan sehingga jaringan akan
awet lebih dari 5 tahun. Proses perekatan ini dilakukan dengan objek glass
berisi pita preparat ditetesi canada balsam kemudian ditutup dengan cover glass
(Jusuf, 2009). Entelan DPX cocok untuk semua teknik pewarnaan yang
kompatibel dengan penggunaan alkohol dan aromatik (xylene atau toluena)
sebagai agen clearing. DPX jelas, tidak berwarna dan tidak akan menghitam
preparat meski disimpan lama. DPX mengandung antioksidan yang
menghambat warna preparat memudar. spesimen slide dalam bentuk cair.
Entelan DPX memiliki indeks reflektif mirip dengan kaca sehingga preparat

16
jaringan dapat dilihat di bawah mikroskop. DPX adalah campuran dari
distyrene, plasticizer yang dilarutkan dalam toluena atau xilen (Anonim, 2017).
Canada balsam merupakan media perekatan untuk preparat jaringan alami yang
diperoleh dari pohon balsam cemara. Sifat optikyang dihasilkan hampir sama
dengan kaca sehingga preparat jaringan dapat dilihat di bawah mikroskop.
Slide jaringan yang dipasang permanen dengan Canada balsam telah disimpan
selama lebih dari satu abad. Canada balsam terdiri dari terpenes, carboxylic
acid dan estersnya (Anonim, 2017). Pelarut Reverse osmosis (RO) water RO
water adalah air yang diperoleh dari proses pemurnian air yang secara efektif
dapat memisahkan air dari berbagai macam komponen yang tidak diinginkan
seperti komponen organik, non organik, bakteri, virus, ion terlarut dan
partikulat sehingga didapatkan air dengan tingkat kemurnian tinggi. Sistem RO
telah terbukti sangat efektif mengatasi permasalahan kualitas air dibandingkan
metode pemurnian yang lain seperti karbon aktif, water softener, distilasi, UV,
dan netralisasi (Clemson, 1990; Kamrin dkk., 1999; William, 2003). Prinsip
dasar reverse osmosis adalah memberi tekanan hidrostatik yang melebihi
tekanan osmosis larutan sehingga pelarut dalam hal ini air dapat berpindah dari
larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi ke larutan yang memiliki
konsentrasi zat terlarut rendah. Sistem RO juga dikenal sebagai media filter
yang memiliki pori paling kecil dibandingkan filter-filter yang lain yaitu
0.0001 mikron (William, 2003). Akuades Akuades adalah air yang dimurnikan
dengan cara destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau
proses lain yang sesuai prosedur. Akuades dibuat dari air yang memenuhi
persyaratan air minum dan tidak mengandung zat tambahan lainnya (DepKes
RI, 1995). Akuades juga digunakan sebagai pelarut. Air dapat berinteraksi
dengan obat-obat dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis pada suhu
tinggi, bereaksi dengan logam alkali dan oksidannya seperti kalsium oksida dan
magnesium oksida. Akuades juga bereaksi dengan 19 garam anhidrat untuk
membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik tertentu
dan kalsium karbida (DepKes RI, 1979).

2.4. Hasil Pengamatan sediaan Histologi

17
Pengamatan hasil preparat sebelum pewarnaan Pengamatan preparat
jaringan di mikroskop tidak selalu mendapatkan hasil yang normal secara
histologi atau histopatologi. Pemrosesan jaringan yang panjang dari mulai
pengambilan organ sampai tahap perekatan atau mounting sering kali
mengalami kecacatan dan kerusakan preparat yang bisa menyebabkan
kesalahan dalam diagnosis histopatologi (Bindhu dkk, 2014).
Preparat histologi yang baik memiliki ciri – ciri seperti nukleus
bewarna biru tua, sitoplasma dan serat terwarnai merah muda, sel – sel lemak
tidak bewarna, sel – sel lemak akan menghilang ketika pemrosesan jaringan
dilakukan dengan benar, tidak memiliki artefak seperti lipatan, goresan,
presipitasi pewarnaan, robekan, dan terlihat kotoran akibat penyaringan larutan
yang tidak bersih (Bacha dan Bacha, 1990; Aughey dan Frue, 2001). Jaringan
sobek (separation) Jaringan sobek terjadi karena tekanan yang berlebihan,
ketegangan atau penyusutan dalam proses pengolahan menyebabkan
pemisahan dalam jaringan. Sobekan bisa terjadi karena suhu waterbath yang
tinggi atau pisau mikrotom yang tumpul karena masa pakai yang lama (Bacha
dan Bacha, 1990; Khan dkk., 2014). Jaringan pecah (crackling) Jaringan
dengan banyak seluler akan sering mengalami pecahan atau retakan. Pisau
mikrotom yang kurang tajam dan infiltrasi parafin yang kurang baik sehingga
menyebabkan jaringan pecah segala arah dan terdapat gelembung antara object
glass dengan potongan jaringan saat diletakkan di slide warmer (Bindhu dkk.,
2014; Khan dkk., 2014). Lipatan jaringan (folding) Jaringan terlihat tumpang
tindih dan tidak dalam fokus yang tajam. Lipatan jaringan dapat terjadi karena
suhu weaterbathkurang panas atau jaringan yang tidak 31. 19 dibiarkan
mengembang dengan baik saat berada di waterbath. Proses pemotongan yang
kurang sempurna seperti pisau mikrorom tumpul atau terdapat sisa – sisa
parafin di mata pisau serta pemotongan yang terlalu tipis (Bacha dan Bacha,
1990). Pewarnaan kurang (stain precipitate) Stain precipitate bisa disebabkan
karenan penggunaan larutan pewarna yang kadaluarsa sehingga sebagian warna
tidak terwarnai. Akumulasi pengendapan yang menempel pada permukaan
jaringan selama pemrosesan jaringan. Larutan pewarna yang dipakai tidak

18
disaring terlebih dahulu (Samuelson, 2007). Potongan tidak teratur (knife
marks) Infiltrasi parafin yang tidak benar, mata pisau yang tumpul, mikrotom
yang rusak dapat menyebabkan adanya patahan atau goresan pada jaringan
yang menyebabkan pita melipat dan sobekan sepanjang jaringan (Samuelson,
2007). Jaringan berlubang Jaringan berlubang disebabkan terdapatnya lubang
pada jaringan disebabkan oleh proses fiksasi, dehidrasi dan media embedding
yang kurang sehingga didapat sampel yang tidak sama rata. Embedding yang
tidak cocok menyebabkan terjebaknya udara di sekitar jaringan, sehingga
jaringan bergetar dan jatuh ketika proses pemotongan sehingga terjadi artefak
(Bindhu dkk., 2014).

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Sediaan Histologik adalah irisan datar yang tipis pada jaringan atau
organ yang telah difiksasi dan di warnai diatas kaca objek. Di jaringan dan
organ sel, serat, dan saluran memiliki orientasi ruang yang di acak dan
merupakan bagian struktur tiga-dimensi.Selama persiapan sediaan histologi,
irisan tipis tidak memiliki kedalaman.
 Prinsip Pengecatan Histologi Hematoksilin-Eosin : Kromatin
dalam inti akan mengikat cat yang bersifat basa (hematoksilin) dan protein
sitoplasma akan mengikat cat yang bersifat asam (eosin) sehingga sel akan
berwarna merah muda dengan inti berwarna biru keunguan. Sedangkan
molekul yang lebih besar yang berasal dari larutan fuchsin menggantikan
molekul asam pikrat dari serat kolagen, karena serat kolagen memiliki pori-pori
lebih besar memungkinkan molekul yang lebih besar untuk masuk

3.2.Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis mendapatkan banyak
pengetahuan yang sangat berharga mengenai Teknik atau proses pembuatan
sediaan Histologi . Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini tak

19
terlepas dari kesalahan. Oleh karnanya, pembuka sangat membuka apabila ada
yang ingin menyampaikan saran demi memperbaiki penulisan makalah ini
kedepannya

DAFTAR PUSTAKA

References
ARI INDRAWATI, D. A. (2017). TEKNIK PEMBUATAN DAN EVALUASI PREPARAT
HISTOLOGI DENGAN PEWARNAAN HEMTOKSILIN EOSIN DI LABORATORIUM
HISTOLOGI. TUGAS AKHIR, 4.

Aughey, E. d. (2001). Comperative Veterinary Histology : with clinical Correletes. London:


Manson.

Bacha, W. (1990). Color Atlas of Veternary Histology. London: Lea and Febiger.

Baker, J. (1970). Principles of biologycal microtechnique. London,Methuen.

Bevelander, G. (Edisi Ke-8). Dasar-dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.

C.Roland leeson, T. S. (Edisi 5). Buku Ajar Histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.

Clemson, E. (1190). Home water treatment systems.

Hammersen, F. d. (1985). Histologi, Atlas berwarna anatomi Mikroskopis. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran.

Johnson, K. d. (1994). Histology dan biologi Sel. Jakarta: Binarva Aksara.

L.C dan Carneiro, J. (1992). Histologi Dasar Basic Histology. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.

Mescher, A. (2012). Histologi dasar Junquiera teks and Atlas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.

Mescher, A. L. (2002). Histology Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.

20
Muntiha, M. (2001). teknik pembuatan preparat Histopatologi dari jaringan hewan
dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Paulsen, D. (2000). Histology and Cell Biology. New York: Medical Pubshing Divisian.

Suntoro, H. (1983). Metode Pewarnaan : Histology dan Histokimia.Bagian Anatomi dan


mikroteknik Hewan. Jakarta: Bhiratara Karya Aksara.

21

Anda mungkin juga menyukai