Anda di halaman 1dari 68

MODUL PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

Penyusun
Tim Dosen

Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Kupang
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan modul Farmakologi II untuk mahasiswa Tingkat II Program Studi DIII
Farmasi. Modul ini disusun berdasarkan Kompetensi DIII Farmasi dalam menjawab Visi dan Misi,
yang lebih menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan belajar (Student Center). Modul ini juga
dilengkapi dengan latihan soal untuk menguji pemahaman siswa terkait dengan materi yang
terdapat pada modul.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan modul ini. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan modul ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu proses
penyelesain modul ini, terutama dosen pengampu mata kuliah Farmakologi II. Semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya mahasiswa DIII Farmasi.

Kupang, Pebruari 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii

Daftar Isi .......................................................................................................................................... iii

Modul I Obat Asma.......................................................................................................................... 1

Modul II Obat Batuk ......................................................................................................................... 8

Modul III Obat Enzim untuk pengobatan ...................................................................................... 14

Modul IV Vitamin dan Mineral ....................................................................................................... 17

Modul V Hormon ............................................................................................................................ 30

Modul VI Antihistamin ................................................................................................................... 42

Modul VII Antiinflamasi ................................................................................................................. 50

Modul VIII Kortikosteroid ............................................................................................................... 50

Modul IX Toksikologi ...................................................................................................................... 60

iii
MODUL PRAKTIKUM ASMA

I. ASMA

II. Praktikum 1

III. Kompetensi Mata Kuliah

Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat asma

IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat asma
V. Teori
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel dan
elemen selular yang berperan. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hyperresponsiveness
yang menyebabkan episode wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk
terutama malam dan dini hari. Secara sederhana, Asma merupakan penyakit kronis saluran
pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus,
dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.
Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil
dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma.

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, apa sajakah faktor-faktornya?

1
Jenis kelamin, Umur pasien, Faktor keturunan (Penelitian genetik menunjukan adanya
hubungan reseptor IgE afinitas tinggi dan gen sitokin T-helper (Th2) kromosom 5), Faktor
lingkungan (tingkat prevalensi asma di daerah atau kawasan industri lebih tinggi. Kualitas udara
yang buruk (asap, uap dan debu) dapat menjadi penyebab meningkatnya resiko kejadian asma.
Pemaparan alergen dan iritan saluran nafas, seperti asap rokok, serbuk sari)
Apa saja gejala penyakit asma?
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
 batuk terutama pada malam atau dini hari
 sesak napas
 napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
 rasa berat di dada
 dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala
yang berat adalah:
 Serangan batuk yang hebat
 Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
 Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
 Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
 Kesadaran menurun
Penyebab Penyakit Asma
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat digolongkan menjadi :
 Asma alergi
Asma alergi umumnya berhubungan dengan sejarah penyakit alergi yang diderita seseorang dan atau
keluarganya (seperti rhinitis, urtikaria, dan eksim), memberikan reaksi kulit positif pada pemberian
injeksi antigen secara intradermal, peningkatan IgE dalam serum, serta memberikan respon positif
pada uji inhalasi antigen spesifik.
 Asma non alergi
Asma dapat pula terjadi pada seseorang yang tidak memiliki sejarah alergi, uji kulit negative, dan
kadar IgE dalam serumnya normal. Asma jenis ini antara lain dapat timbul ketika seseorang
menderita penyakit saluran nafas atas.
 Campuran asma alergi dan non alergi
Banyak penderita asma yang tidak dapat jelas dikelompokkan pada asma alergi maupun non alergi,
tetapi memiliki penyebab diantara kedua kelompok tersebut.

Klasifikasi berdasarkan organ yang diserang


Berdasarkan organ yang diserang, asma digolongkan menjadi :
 Asma bronchial
Asma bronchial (bronkus) merupakan serangan gangguan pernafasan dan terjadi kesulitan respirasi
karena penyempitan spastic bronkus dan pembengkakan mukosa yang di sertai pengeluaran lendir
kental dan kelenjar bronkus.
 Asma kardiak (kardium)
2
Asma kardiak merupakan serangan gangguan pernafasan pada penderita penyakit jantung akibat
tidak berfungsinya bilik kiri jantung dan bendungan pada paru-paru.

Klasifikasi berdasarkan gejala


Berdasarkan waktu timbulnya gejala, asma dapat dikelompokkan menjadi :
 Asma musiman
Merupakan asma yang muncul pada musim tertentu misalnya musim hujan, malam hari,
atau musim semi.
 Asma kronik
Pada asma kronik gejala timbul terus menerus
 Asma intermiten
Pada asma intermiten gejala timbul secara berkala (dapat dalam hitungan minggu, bulan,
tahun).

Diagnosa
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai
napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada
serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk
bernapas).
Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan
pirometri atau peak expiratory flow meter.
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1).
Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien  meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
2. Pengukuran peak flow meter  Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang
sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini
dianjurkan pada :
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat (Penghentian merokok, Menghindari kegemukan, Kegiatan fisik
misalnya senam asma
Terapi Farmakologi
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat asma dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
yaitu zat-zat yang menghindari degranulasi mast-cells (anti-alergika) dan zat-zat yang
meniadakan efek mediator (bronchodilator, antihistaminika dan kortikosteroida).

a. Anti alergika
Anti alergika adalah zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mast-cells sehingga tidak pecah dan
mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator peradangan lainnya.

3
Contoh kromoglikat dan nedokromil, antihistaminika (ketotifen dan oksatomida) dan β2-
adrenergika (lemah). Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis
alergis (hay fever).
Penggunaan: Kromoglikat sangat efektif sebagai pencegah serangan asma dan bronchitis yang
bersifat alergis. Untuk profilaksis yang layak obat ini harus diberikan 4 kali sehari dan efeknya
baru nyata sesudah 2-4 minggu. Penggunaannya tidak boleh dihentikan dengan tiba-tiba
berhubung dapat memicu serangan. Pada serangan akut kromolin tidak efektif karena tidak
memblok reseptor histamine.

b. Bronkhodilator

Beta 2 adrenergika

stabilisasi membran dan bronkhodilatasi dan praktis tidak bekerja terhadap reseptor-β1
(stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua receptor sebaiknya jangan digunakan lagi
berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, isoprenalin, dan orsiprenalin.
Pengecualian adalah adrenalin (reseptor α dan β) yang sangat efektif dalam keadaan kemelut.
Mekanisme kerjanya adalah:
yang menyebabkan aktivasi dari adenilat siklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosine
trifosfat (ATP) menjadi siklik adenosine monofosfat (C-AMP) dengan pembebasan energy yang
digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya c-AMP dalam sel menyebabkan
beberapa efek melalui enzim fosfokinase, antara lain bronchdilatasi dan penghambatan
pelepasan mediator oleh mast-cells (stabilisasi membrane).
Contoh: salbutamol, terbutalin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol, klenbuterol,
isoprenalin,. Kerja panjang: salmeterol dan formoterol.
Efek samping: kelainan ventrikel, palpitasi, mulut kering

Antikolinergika
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem kolinergis dan adrenergic. Bila
karena sesuatu hal reseptor β2 dari sistem adrenergic terhambat, maka sistem kolinergis akan
berkuasa dengan akibat bronchokontriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf
kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek
bronchodilatasi.
Penggunaan: Ipatropium dan tiotropium khusus digunakan sebagai inhalasi, kerjanya lebih
panjang daripada salbutamol. Kombinasi dengan β2-mimetika sering digunakan karena
menghasilkan efek aditif. Deptropin berdaya mengurangi HRB, tetapi kerja spasmolitisnya
ringan, sehingga diperlukan dosis tinggi dengan risiko efek samping lebih tinggi. Senyawa ini
masih digunakan pada anak kecil dengan hipersekresi dahak yang belum mampu diberikan
terapi inhalasi.
Contoh: Ipratropium, tiazinamium, deptropin
Efek samping: mengentalkan dahak, takikardia, mulut kering, obstipasi, sukar berkemih,
penglihatan kabur akibat gangguan akomodasi.

4
Derivat xantin
blokade reseptor adenosin dan seperti kromoglikat mencegah meningkatnya HRB sehingga
berkhasiat profilaktif. Penggunaannya secara terus menerus pada terapi pemeliharaan ternyata
efektif mengurangi frekwensi serta hebatnya serangan. Pada status asmatikus diperlukan
aminofilin dosis muat 5 mg/kg BB infus selama 20-40menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 0,5
mg/kg BB/jam untuk dewasa normal bukan perokok. Anak di bawah 12 tahun dan dewasa
perokok diperlukan dosis lebih tinggi, yaitu 0,8-0,9 mg/kgBB/jam.
Pemberian -adrenergik sangat
meningkatkan efek bronchodilatasi teofilin sehingga dapat digunakan dosis dengan risiko efek
samping lebih kecil.
Contoh: Teofilin, aminofilin, kolinteofilinat (partikel size 1-5 micron)
Perhatian: harus banyak minum karena berefek diuretic. Luas terapeutik sempit : Pada pasien
asma diperlukan kadar terapi teofilin sedikitnya 5-8 mcg/mL, efek toksik mulai terlihat pada
kadar15mcg/mL, lebih sering pada kadar di atas 20 mcg/mL, maka pengguna harus diperiksa
kadarnya dalam plasma. Efek samping: mual, muntah, pada OD efek sentral, gangguan
pernafasan, efek kardiovaskuler.

C. Kortikosteroida
Berdaya antiradang karena memblok enzim fosfolipase-A2 sehingga pembentukan mediator
peradangan prostaglandin dan leukotriene dari asam arachidonat tidak terjadi, juga pelepasan
asam arachidonat oleh mast-
-mimetika diperkuat.
Penggunaan: bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus juga pada infeksi bakteri
untuk melawan reaksi peradangan. Juga efektif pada reaksi alergi tipe IV (lambat). Untuk
mengurangi HRB, zat ini dapat diberikan per-inhalasi atau per-oral. Pada kasus gawat obat ini
diberikan secara IV (per infus), kemudian disusul dengan pemberian oral.
Penggunaan peroral-lama: menekan fungsi anak ginjal dan menyebabkan osteoporosis.
Maka hanya diberikan untuk satu kur singkat. Lazimnya pengobatan dimulai dengan dosis tinggi
yang dalam waktu 2 minggu dikurangi sampai nihil. Bila diperlukan, kur singkat demikian dapat
diulang lagi.
Contoh: hidrokortison, prednison, deksametason
inhalasi: beklometason, flutikason,budesonida.

D. Mukolitik dan ekspektoransia


Contoh: asetilsistein, bromheksin, ambroksol, KI dan amonium klorida Semua zat ini mengurangi
kekentalan dahak, mukolitik dengan merombak mukoproteinnya dan ekspektoransia dengan
mengencerkan dahak sehingga pengeluarannya dipermudah.
Akan dipelajari pada bab berikutnya.

e. Antihistamin
Obat-obat ini memblok reseptor histamine (H1-receptor blockers) dan dengan demikian
encegah bronchokontriksinya. Efeknya pada asma terbatas karena tidak melawan
ronchokontriksi dari mediator lain yang dilepaskan mast-cells. Banyak antihistamin juga berdaya
sedative dan antikolinergis, mungkin inilah sebabnya mengapa kini masih agak banyak

5
digunakan pada terapi pemeliharaan. Ketotifen dan oksatomida berdaya menstabilkan mast-
cells, oksatomida bahkan berdaya antiserotonin dan antileukotrien

f. Zat antileukotrien (anti-Lt)


Pada pasien asma leukotriene turut menimbulkan bronchokontriksi dan sekresi mucus. Zat
antagonis-leukotrien bekerja spesifik dan efektif pada terapi pemeliharaan terhadap asma Kerja
anti-leukotrien berdasarkan penghambatan sintesis Lt atau memblok reseptor Lt.

Contoh Lt-blokers: zileuton,setirizin, loratadin, azelastin, ebastin.


Contoh Lt-reseptor blokers: zafirlukast, pranlukast, montelukast.

VI. Langkah-langkah Praktikum


1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang (kelompok akan ditentukan
oleh mahasiswa)
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan brosur obat-obat asma untuk masing-masing golongannya
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan lengkap dengan lembaran kerja yang dikerjakan saat praktikum, diprint rapi, memuat
ACC pembimbing setiap pertemuan dan dikumpulkan sebelum Ujian Akhir semester.

Lembaran Kerja

Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ nama E.S
Obat aktif obat/ Kekuatan produsen spesifik

Catatan (mahasiswa mencatat apa saja yang dibahas pada saat praktikum. Harus diisi oleh
mahasiswa setiap pertemuan)

Pembimbing,

(___________)
Latihan
1. Jelaskan penyebab penyakit asma
2. Bagaimana terapi pengobatan untuk pasien asma?
3. Sebutkan penggolongan obat asma dan mekanisme kerjanya masing-masing!
4. Jelaskan penggolongan zat antileukotrien sebagai obat asma beserta contohnya masing-
masing
5. Mengapa antikolinergik dapat mengobati asma?

6
MODUL PRAKTIKUM BATUK

I. BATUK

II. Praktikum 2 -4

III. Kompetensi Mata Kuliah

Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat batuk

IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat batuk
V. Teori
Pada banyak gangguan saluran pernapasan, batuk merupakan gejala penting yang
ditimbulkan oleh terpicunya reflex batuk. Misalnya pada alergi (asma), sebab-sebab mekanik
(asap rorkok, debu) tumor paru, perubahan suhu yang mendadak dan rangsangan kimiawi (gas,
bau). Seringkali juga disebabkan oleh peradangan akibat infeksi virus seperti virus selesma
(comoncold), influenza, bronchitis, dan pharyngitis. Virus-virus ini dapat merusak mukosa
saluran pernapasan, sehingga menciptakan pintu masuk untuk infeksi sekunder oleh kuman,
misalnya pneumococci dan haemophilus. Batuk dapat mengakibatkan menjalarnya infeksi dari
suatu bagian paru ke yang lain dan juga merupakan beban tambahan bagi pasien penyakit
jantung.
Penyebab batuk lainyan adalah peradangan dari jaringan paru, tumor dan juga akibat efek
samping beberapa obat (penghambat ACE).
A. Pengertian batuk
Batuk adalah suatu reflex fisologi protektif yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan
membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu dan zat-zat perngsang asing yang dihirup,
partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi. Orang sehat hamper tidak sama sekali batuk
berkat mekanisme pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi yang berfungsi menggerakkan
dahak keluar dari paru-paru menuju batang tenggorok. Cilia ini bantu menghindarkan masuknya
zat-zat asing ke saluran pernapasan.
B. Jenis-jenis batuk
Batuk dapat dibedakan menjadi dua jenis batuk, yaitu batuk produktif dan nonproduktif.

Batuk produktif, merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi megeluarkan zat-zat
asing (kuman, debu, dan sebagianya) dan dahak dari batang tenggorok seperti duraikan diatas.
Batuk ini pada hakikatnya tidak boleh ditekan oleh obat pereda. Tetapi dalam praktik seringkali
batuk yang hebat mengganggu tidur dan meletihkan pasien ataupun berbahaya, misalnya setelah
pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk umumnya dilakukan terapi
simptomatis dengan terapi obat-obat batuk. Yaitu zat pelunak, ekspektoransia, mukolitika dan
pereda batuk.
7
Batuk non produktif, bersifat kering tanpa adanya dahak misalnya pada batuk rejan, atau juga
karena pengeluarannya memang tidak mugkin, seperti pada tumor. Batuk menggelitik ini tidak
ada manfaatnya, menjengkelkan dan sering kali mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk
demikian akan berulang terus karena pengeluaran udara yang cepat pada waktu batuk akan
kembali merangsang mukosa tenggorok dan farynx.
Antitusif, Penggolongan lain dari antitusif dapat dilakukan sesuai dengan titik kerjanya dalam
otak (SSP) atau diluar SSP, yakni zat-zat sentral dan zat-zat perifer.
Zat-zat sentral. Kebanyakan antitusif bekerja sentral dengan menekan pusat batuk disumsum
lanjutan dan mungkin juga bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi di otak dengan efek
menenangkan. Dengan demikian zat-zat ini dapat menaikan ambang bagi impuls batuk.

Lalu juga dapat dibedakan antara zat-zat yang dapat menimbulkan adiksi dan zat-zat yang
bersifat non adiktif.

Zat aditif : candu (pulvis opii, pulvis doveri), kodein. Zat-zat ini termasuk dalam kelompok obat
yang disebut opioid. Opioid memiliki sifat farmakologi dari candu atau morfin. Karena adanya
resiko ketagihan yang agak besar, candu kini tidak digunakan lagi. Kodein hanya dalam dosis
tinggi dan bila digunakan untuk jangkan waktu lama memiliki resiko adiksi.

Zat non adiktif : noskapin, dekstrometorfan, pentolsiverin. Antihistaminika dianggap juga


termasuk dalam kelompok ini. Misalnya prometasin dan difenhidramin.
Zat-zat perifer. Obat-obat ini bekerja diluar SSP (diperifer) dapat dibagi pula dalam beberapa
kelompok yang sudah diuraikan diatas yaitu emolliensia, ekspektoransia, mukolitika, anestetika
local dan zat-zat pereda.

C. Penggolongan Obat Batuk


1. GOLONGAN ANTITUSIF
Kodein

Obat ini banyak digunakan sebagai pereda batuk dan penghilsng rasa sakit biasanya dikombinasi
dengan asetosal yang memberikan efek potensiasi. Kodein juga dapat membebaskan histamine.

Efek samping : jarang terjadi pada dosis biasa dan terbatas pada opstipasi, mual dan muntah,
pusing, dan termangu-mangu. Pada anak kecil dapat terjadi konvulsi dan depresi pernapasan.
Dosis tinggi dapat menimbulkan efek sentral tersebut. Walaupun kurang hebat dan lebih jarang
daripada morfin, obat ini dapat pula mengakibatkan ketagihan.

Dosis : oral sebagai analgetik dan pereda batuk 3-5 dd 10-40 mg dan maksimal 200 mg sehari.

Pada diare 3-4 dd 25-40 mg.

Sediaan kombinasi dengan feniltoloksamin adalah kodipront dimana kedua obat terikat pada
suatu resin (damar), yang memberikan efek kerja panjang.
8
Noskapin
Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein tetapi tidak mengakibatkan depresi pernapasan
atau opstipasi, sedangkan efek sedatifnya dapat diabaikan. Resiko adiksinya ringan sekali.
Noskapin tidak bersifat analgetik dan merupakam pembebas histamine yang kuat dengan efek
bronchokontriksi dan hipotensi pada dosis besar.
Efek samping : jarang terjadi dan berupa nyeri kepala, reaksi kulit, dan perasaan lelah letih tidak
bersemangat.
Dosis : oral 3-4 kali sehari 15-50 mg, maks. 250 mg sehari.

Dektrometorfan
Berkahasiat menekan rangsangan batuk yang sama kuatnya dengan kodein, tetapi bertahan lebih
lama. Tidak berkhasiat analgetik, sedatif, sambelit, atau adiktif, oleh karena itu tidak termasuk
dalam daftar narkotika.
Efek samping : hanya ringan dan terbatas pada megantuk, termangu-mangu, pusing, nyeri kepala,
dan gangguan lambung usus.
Dosis : oral 3-4 dd 10-20 mg p.c (tidak ada sediaan tunggal)
Anak-anak 2-6 thun 3-4 dd 8 mg, 6-12 thun 3-4 dd 15 mg.

2. OBAT-OBAT GOLONGAN ANTIHISTAMIN


Prometazin : sebagai antihistaminikum berkhasiat meredakan rangsangan batuk berkat sifat
sedatif dan antikolinergiknya yang kuat. Obat ini terutama digunakan bagi anak-anak diatas usia
1 tahun pada batuk malam yang menggelitik. Perlu diperhatikan bahwa obat ini jangan diberikan
kepada anak kecil di bawah usia 1 tahun, karena dapat mengakibatkan depresi pernapasan dan
kematian mendadak.
Efek samping : antikolinergiknya dapat menyebabkan retensi urine dan gangguan akomodasi
pada manula.
Dosis : 3 dd 25-50 mg (garam HCl) d.c
Anak-anak diatas 1 tahun 2-4 dd 0,2 mg/kg.
Oksomemazin : adalah derivat dengan khasiat dengan penggunaan yang sama, efek
antikolinergiknya lemah.
Dosis : 2-3 dd 15 mg, anak-anak 1-2 thn 2,5-10 mg sehari, 2-5 thn 10-20 mg sehari, 5-10 thn 2-3
dd 10 mg.
Difenhidramin : sebagai zat antihistamin (H1-blocker), senyawa ini bersifat hipnotik-sedatif dan
dengan demikian meredakan rangsangan batuk.

Dosis : 3-4 dd 25-50 mg.

3. GOLONGAN MUKOLITIK
Astilsistein. Berkhasiat mencairkan dahak yang liat melalui pemutusan jembatan disulfide,
sehingga rabtai panjang antara mukoprotein terbuka dan lebih mudah dikeluarkan melalui proses
batuk. Asetilsistein juga mampu memperbaiki gerakan bulu gatar (silia) dan membantu efek
antibiotic ( doksisiklin, amoksisiklin, dan tiamfenokol). Zat ini terutama efektif terhadap dahak

9
yang kental sekali dan sangat bermaafaat bagi pasien COPD dan mucoviscidosis. Asetilsitein
juga merupakan zat Penawar atau antidotum terhadap keracunan parasetamol melalui
peningkatan persediaan glutation. Zat ini mengikat metabolit tiksit dari parasetamol dan dengan
demikian dapat menghindari necrosis hati bila diberikan dalam waktu 10 jam peroral setelah
intoksikasi.
Efek samping yang sering terjadi adalah mual muntah, maka penderita tukak lambung perlu
waspada. Sebagai obat inhalasi, zat ini dapat menimbulkan kejang brinchi pada penderita asma.
Pada dosis tinggi ( seperti pada intoksikasi parasetamol) dapat timbul reaksi anafilaktis dengan
rasa gatal, udema, hipotensi, dan bronchospasme.
Dosis : oral 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd 600 mg granulat
Anak-anak 2-7 thn 2 dd 200 mg, dibawah 2 thn 2 dd 100 mg. sebagai antidotum keracunan
parasetamol oral 150 mg/kg berat badan dari larutan 5%, disusul dengan 75 mg/kg setiap 4 jam.
Karbosistein. Adalah derifat dengan penggunaan yang sama tetapi khasiat mukolitiknya lebih
lemah. Diperkirakan bahwa efeknya terhadap lambung lebih jarang terjadi. Plasma ½ 2 jam.
Dosis : oral 3-4 dd 750 mg
Anak-anak 3 dd 100-375 mg.

Bromheksin. Berkhasiat mukolitik pada dosis yang cukup tinggi. Viskositas dahak dikurangi
melalui depolimerisasi serat-serat mokopolisakaridanya. Bila digunakan melului inhalasi efeknya
sudah tampak setelah 20 menit. Sedangkan peroral baru setelah beberapa hari dengan
berkurangnya rangsangan batuk.
Efek samping : berupa ganguang saluran cerna, pusing dan berkeringat, tetapi jarang terjadi. Pada
inhalasi dapat terjadi bronchokontriksi ringan.
Dosis : oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida),
Anak-anak 3 dd 1,6-8 mg tergantung dari usia.

4. GOLONGAN EKSPEKTORAN
Kalium iodide

Iodide menstimulasi sekresi mucus di cabang tenggorok dan mencairkannya, tetapi sebagai obat
batuk (hampir) tidak efektif. Namun obat ini banyak digunakan dalam sediaan batuk, khususnya
pada asma, walaupun resiko efek samping besar sekali.

Efek samping : berupa gangguan tiroid, urticarial dan iod-akne juga hyperkalemia(pada fungi
ginjal buruk).

Dosis : pada batuk oral 3 dd 0,5-1 g, maks. 6 g sehari. Bagi pasien yang tidak boleh diberikan
kalium, obat ini dapat diganti dengan natriumklorida dengan khasiat yang sama.

10
Ammonium klorida

Berkhasiat diuretic lemah yang menyebabkan acidosis, yaitu kelebihan asam dalam darah.
Keasaman darah merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi nafas meningkat dan gerakan
bulu getar (cilia) di saluran nafas distimulasi. Sekresi dahak juga meningkat. Maka senyawa ini
banyak digunakan dalam sediaan sirop batuk, misalnya obat batuk hitam(OBH)

Efek samping : hanya terjadi pada dosis tinggi dan berupa acidosis( khusus pada anak-anak dan
pada pasien ginjal) dan gangguan lambung (mual, muntah), karena sifat yang merangsang
mukosa.

Dosis : oral 3-4 dd 100-150 mg, maks. 3 g seharinya.

Guaifenesin (gliserilguaikolat)

Merupakan derivat guaikol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis
sediaan batuk popular. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot, seperti mefenesin.

Efek samping : kadang kala berupa iritasi lambung (mual, muntah ) yang dapat dikurangi bila
diminum dengan segelas air.

Dosis : oral 4-6 dd 100-200 mg.

VI. Langkah-langkah Praktikum


1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan brosure obat
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan lengkap dengan lembaran kerja yang dikerjakan saat praktikum, diprint rapi,
memuat ACC pembimbing setiap pertemuan dan dikumpulkan sebelum Ujian Akhir
semester.

11
Lembaran Kerja
Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ nama E.S
Obat aktif obat/ Kekuatan produsen spesifik

Catatan (mahasiswa mencatat apa saja yang dibahas pada saat praktikum. Harus diisi oleh
mahasiswa setiap pertemuan)

Pembimbing,

(___________)

Latihan
1. Jelaskan penyebab terjadinya batuk dan berikan masing-masing contohnya!
2. Bagaimana terapi pengobatan untuk pasien batuk?
3. Sebutkan penggolongan obat batuk dan mekanisme kerjanya masing-masing!
4. Mengapa dalam pengobatan asma, obat batuk juga menjadi salah satu alternative
pengobatan?

12
MODUL PRAKTIKUM ENZIM UNTUK PENGOBATAN

I. OBAT DIGESTIVA
II. PRAKTIKUM 5
III. Kompetensi Mata Kuliah
Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat gangguan pada saluran pencernaan
IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat Enzim
V. Teori singkat
Digestan/ Digestiva adalah obat yang berisi kombinasi enzim pencernaan sepeti
amilase, lipase atau protease yang berguna untuk membantu tubuh mencerna makanan
ketika pankreas tidak bisa menghasilkan enzim pencernaan yang cukup. Obat-obatan enzim
biasanya digunakan untuk pasien lansia atau anak-anak. Bisa juga digunakan untuk pasien-
pasien yang pasca operasi yang kondisi pencernaannya belum pulih atau bisa juga
digunakan untuk pasien-pasien yang mengalami gangguan pencernaan yang kondisi
pencernaannya perlu dipulihkan.
Obat digestan umumnya diberikan kepada penderita gangguan pencernaan, biasanya
mengakibatkan keluhan perut kembung, perut terasa penuh, mual dan sakit maag. Obat
digestan dapat digunakan sebagai sulplemen atau terapi pengganti enzim yang kurang.
Kondisi-kondisi yang dapat mengakibatkan enzim pencernaan berkurang adalah cystic
fibrosis, pankreas kronis, kanker pankreas dan pasca operasi daerah pankreas atau daerah
perut.
Obat-obatan enzim biasanya digunakan untuk pasien lansia atau anak-anak. Hal yang perlu
diperhatikan pada penggunaan obat enzim terkait dengan sifat enzim itu sendiri salah
satunya adalah termolabil sehingga pasien disarankan untuk tidak melarutkan preparat
enzim menggunakan air panas.
Macam-macam obat enzim yang beredar di pasaran seperti pada tabel 1.

13
Tabel 1. Obat enzim di pasaran
NO. NAMA GENERIK NAMA DAGANG SEDIAAN PABRIK
1. Pankreatic lipase- Pankreoflat Tablet salut gula Solvay
amylase, -protese Pankreon Comp. Solvay

2. Pancreatin, Bromelin, Benozym Kaplet salut gula Bernofarm


empedu Elsazym Otto

3. Pancreatin, Papain Fartizym Kaplet salut gula Kalbe


empedu Vitazym Farma
Kalbe
Farma
4. Amylase, protease, Enzyplex Tablet Westmont
lipase,
Asam desoksikolat,
Dimetilpoloksilosan,
Vit. B komplek

VI. Langkah-langkah Praktikum


1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan brosure obat
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan langsung dikumpulkan pada akhir jam praktikum.
Format laporan :
1. Judul Praktikum.
2. Waktu dan Tempat.
3. Tujuan Praktikum.
4. Konsep Teori.
5. Tabel Pengamatan.
6. Pembahasan dan Kesimpulan
7. Paraf Dosen Pembimbing

14
Lembaran Kerja:

Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan obat/ Brand name/ nama E.S
Obat aktif Kekuatan produsen spesifik

VII. Latihan
1. Sebutkan contoh obat-obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan
karena kekurangan enzim
2. Informasi apa yang perlu diberikan apabila pasien mendapat obat enzim

VIII. Petunjuk Jawaban Latihan


Bacalah modul dan beberapa sumber bacaan lainnya.

IX. Ringkasan

X. Tes Formatif

No Pertanyaan dan pilihan jawaban


1 Seorang anak mengalami gangguan pencernaan dan oleh dokter diberikan Elsazym.
Apa salah satu komposisi obat tersebut?
a. Amylase b. Protease c. Lipase d.Dimetilpoloksilosan e. Pancreatin
2 Apa komposisi Enzyplex?
a. Amylase, protease, lipase, asam desoksikolat, Dimetilpoloksilosan,
b. Pancreatin, Papain, empedu
c. Pancreatin, Bromelin, empedu
d. Pankreatic lipase-amylase,-protese
e. Pancreatin, Papain, amilase
3 Seorang anak mendapat obat Pankreon Comp. Kondisi anak memungkinkan untuk
minum obat dengan cara minum menggunakan air. Apa yang perlu Anda
sampaikan pada saat menyerahkan obat terkait cara penggunaan obat tersebut?
a. Obat dilarutkan dalam air panas
b. Obat dilarutkan dalam air matang yang telah dingin
c. Obat dicampur dalam bubur yang masih panas
d. Obat diminum bersama susu panas
e. Obat diminum bersama air es.

XI. Daftar Pustaka


Biomed, Priyanto M. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jabar : Leskonfi
Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. Bandung : Penerbit ITB.
Rahardja Kirana, Tjay Tan Hoan. 2007. Obat – Obat Penting, Edisi VI. Jakarta : Gramedia.
Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI.
15
MODUL PRAKTIKUM OBAT VITAMIN & MINERAL

I. PRAKTIKUM 6 dan 7
II. Kompetensi Mata Kuliah
Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat Vitamin dan mineral
III. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat Vitamin dan mineral
IV. Teori singkat
A. Vitamin
Vitamin adalah mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah sedikit yang digunakan untuk
pemeliharaan dan metabolisme tubuh. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh
tubuh ketika tubuh mengalami defisiensi atau saat tubuh sedang sakit,dan dibutuhkan
dalam jumlah banyak oleh ibu hamil dan menyusui. Dalam keadaan sehat, vitamin dan
mineral hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit karena vitamin dan mineral sudah
diperoleh dari makanan yang dikomnsumsi. Vitamin berfungsi untuk metabolism agar
tubuh tetap sehat dan membantu kerja ensim. Vitamin yang diperoleh memiliki
fungsinya masing-masing, ini disebabkan karena setiap vitamin memiliki reseptor
masing-masing yang berbeda sehingga ketika melewati sel yang membutuhkan vitamin
ini maka reseptor dari vitamin ini akan berikatan dengan Gaba dari sel yang
membutuhkan vitamin dengan demikian terjadi metabolisme dan bermanfaat bagi
tubuh. Vitamin bersifat tidak stabil atau mudah rusak.
Penggolongan vitamin:
Vitamin digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Vitamin yang larut dalam air (vitamin B, dan C )
a. Vitamin B (dibagi menjadi beberapa golongan yaitu);
1) Vitamin B1/ tiamin
Sumber: terdapat pada hampir semua tumbuhan dan semua jaringan hewan
yang dimakan, didapati berlimpah pada padi-padian yang tidak terlalu
dibersihkan kulit arinya, hati dan daging, makanan tertentu yang diperkaya
vitamin B1 diantaranya tepung-tepungan, mentega, jagung
Kebutuhan: pada manusia dewasa membutuhkan rata-rata 0,5 mg / 1000 kal.
kebutuhan tergantung anak-anak > dewasa) aktivitas (makin besar kebutuhan
kalori, makin besar pula kebutuhan akan vitamin B) besarnya tubuh (makin besar
tubuh, kebutuhan vitamin B1 semakin besar pula) kehamilan dan laktasi
(kebutuhan meningkat), diet lemak dan protein mengurangi kebutuhan
tiamin,diet karbohidrat meningkatkan kebutuhan tiamin dan pada keadaan
demam (kebutuhan meningkat).

16
Defisiensi: Kekurangan vitamin B1 akan menyebabkan; gangguan pertumbuhan,
polineuritis yang dapat disertai gangguan kardiovaskuler dan edema, gangguan
saluran cerna, misal: turunnya nafsu makan, gangguan pencernaan dan
obstipasi.
2) Vitamin B2/ riboflavin / laktoflavin
Sumber: terdapat dalam susu, daging, hati, ginjal, jantung, ikan dan telur, buah-
buahan. Vitamin B2 dapat disintesa semua tumbuhan dan banyak
mikroorganisme, tetapi tidak dapat disintesa oleh manuasia
Kebutuhan: vitamin B2 pada anak-anak dan dewasa 0,4 – 1,8 mg/hr. Defisiensi :
Kekurangan vitamin B2 dapat menyebabkan; fisura pada sudut mulut (cheilosis),
pada lipatan telinga dan hidung, lidah bengkak dan merah (glossitis), perlukaan-
perlukaan kulit, vaskularisasi kornea, fotofobi, mata kering dan merah.
3) Vitamin B3/ asam pantotenat
Vitamin B3 terdapat dalam segala macam makanan & ada di jaringan tubuh
(dapat disintesa oleh flora usus) di dalam ASI mengandung ± 0,26mg/100mL.
Derivat, d-Pantotenol (dekspantenol, bepanthen). Berkhasiat mempercepat
penyembuhan luka. Dosis: 5-10mg/hari, dalam salep 2-5%
4) Vitamin B5/ niasin / asam nikotinat
Sumber: terdapat dalam daging, hati, ikan, telur, tumbuh-tumbuhan yang
mengandung asam nikotinat (gandum, ragi, kulit ari beras dan kacang-kacangan)
merupakan sumber niasin yang baik, buah dan sayuran hanya sedikit
mengandung niasin, sebagian besar hewan dan tumbuhan dapat mensintesa
niasin dari triptofan (tetapi pada jagung kandungan triptofan rendah niasin juga
rendah).
Kebutuhan: vitamin B5 pada anak-anak 5 – 16 mg/hr, dewasa : 12 – 20 mg/hr,
bumil & buteki meningkat karena dipengaruhi oleh jumlah protein (AA triptofan
dalam diet) vitamin B5 berperan sebagai koenzim pada reaksi transfer electron.
Defisiensi vitamin B5 dapat menyebabkan pellagra (dermatitis), gangguan saraf,
lidah kemerahan, diare, kemunduran mental. Kelebihan vitamin B5 dapat
menyebabkan Hipervitaminosis B5 (hipervitaminosis asam nikotinat dapat
menyebabkan kulit kemerahan, gatal.
5) Vitamin B6/ piridoksin
Sumber: terdapat dalam kuning telur, daging, ikan, susu, hati, kacang-kacangan,
padi-padian, gandum, kubis, bakteri usus juga memproduksi piridoksin, tetapi
belum ditentukan seberapa jauh dapat digunakan tubuh.
Kebutuhan vitamin B6, pada orang dewasa yang makan protein ± 100 g/hr,
pemberian piridoksin diperkirakan cukup 2 mg/hr, anak-anak : 0,3 – 1,2 mg/hr,
bumil & buteki : 2,5 mg/hr.

17
Defisiensi vitamin B6 jarang terjadi. Pada penyakit TBC vitamin B6
dikombinasikan dengan pemberian obat INH jangka panjang untuk mengurangi
efek samping obat INH. Kekerangan vitamin B6 dapat menyebabkan penyakit
Pellagra, Pada Bayi pemanasan susu akan merusak piridoksal dan piridoksamin
sehingga dapat terjadi gejala muntah, diare, pembesaran perut dan kejang.
Orang dewasa dan bumil sulit diketahui.
Kelebihan vitamin B6 dapat menyebabkan Hipervitaminosis B6,disamping itu
dosis piridoksin 1 – 2 g/hr dapat meracuni saraf.
6) Vitamin B7/ biotin/ vitamin H
Sumber: terdapat dalam banyak makanan, disintesa flora usus sebagai ko-enzim
bagi sejumlah reaksi transkarboksilasi penting untuk metabolisme protein,
karbohidrat & lemak. Putih telur mengandung avidin yg mengikat biotin oleh
kerena itu konsumsi telur mentah dapat menyebabkan defisiensi vitamin K
dengan gejala rambut rontok, otot lemah. Dosis: profilaksis 150-300 g;
defisiensi 5-10mg/hari
7) Vitamin B9/asam folat
Sumber: terdapat dalam tumbuh-tumbuhan / sayuran ( sumber utama), ragi,
hati dan ginjal, sumber lainnya: daging, gandum, umbi-umbian, tomat, pisang,
nasi dan jagung.
Kebutuhan: vitamin B9 dewasa : 400 μg/hr, bumil & butek meningkat dan anak-
anak tergantung umur dan berat badan.
Difesiensi: asam folat menyebabkan anemi megaloblastik, glositis dan gangguan
gastro itrestinal. Pemberian asam folat pada anemi pernisiosa (karena defisiensi
vitamin B12) dapat menyembuhkan aneminya tetapi tidak menyembuhkan
gejala neurologisnya. Hal ini eratnya hubungan dengan metabolisme kobalamin
(B12) dan asam folat (B9) pada anemia megaloblastik, gejala klinik defisiensi
kedua vitamin ini sukar dibedakan. Pemberian asam folat 300 – 500 μg/hr pada
anemia karena defisiensi asam folat akan memberi respon hematologi yang baik,
tetapi dosis ini belum memberi respon pada defisiensi vitamin B12. Kebutuhan
asam folat lebih tinggi untuk ibu hamil dan menyusui. Hasil dari penelitian
terakhir dikatakan bahwa kebutuhan akan asam folat sebaiknya dipenuhi sejak
awal oleh wanita (ibu) yang merencanakan kehamilan.
8) Vitamin B12/siano kobalamin / anti anemia pernisiosa
Sumber: terdapat dalam hati, susu, daging, telur, ikan, tiram. Kebutuhan vitamin
B12 pada orang dewasa 3 μg/hr dan bumil & buteki 4 μg/hr.
Fungsi vitamin B12 adalah sebagai koenzim, berperan pada hematopoiesis, yaitu
kobalamin berperan tidak langsung pada pembentukan sel-sel darah melalui
aktivasi koenzim asam folat, pada hewan vitamin B12 berperan mempercepat
pertumbuhan. Defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan anemia.
18
b. Vitamin C umumnya terdapat dalam buah-buahan (jeruk, tomat, dll) dan sayuran segar
berdaun hijau. Asam askorbat dapat disintesa pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan
hampir semua hewan, kecuali primata dan marmot yang diduga kekurangan enzim untuk
merubah asam L gulonat menjadi asam askorbat. Vitamin dalam tubuh berfungsi untuk
pembentukan kolagen pada kulit, sebagai anti oksidan disamping itu untuk
mempercepat peroses penyembuhan luka.
Kebutuhan vitamin C pada dewasa 45 mg/hr, pada anak-anak 35 mg/hr, pada ibu hamil
60 mg/hr.
Defisiensi vitamin C dapat menyebabkan terjadi gangguan pembentukan jaringan
kolagen dan dinding kapiler sehingga mudah terjadi pendarahan dan anemia.
2. Vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).
a. Vitamin A
Sumber : terdapat dalam sayuran dan buah yang berwarna hijau dan kuning (kaya
karoten) sebagai sumber pro vitamin A di anatarany margarin, susu, kuning telur, keju,
ginjal, hati ikan. Vitamin A mengandung retinal dan retinoid acid, retinal merupakan
komponen penglihatan rhodopsin pada sel-sel batang (rod cells) sedangkan asam
retinoat diperlukan untuk pertumbuhan, yaitu menimbulkan respon penambahan
jumlah reseptor, dan merangsang diferensiasi sel Ca embrional dan secara reversibel
menghambat pertumbuhan sel kanker mammae manusia (kanker payudara). Kurangya
kemampuan tubuh dalam memetabolisir vitamin A dapat menyebabkan keracunan
dengan gejala sebagai berikut; Tekanan intra kranial meningkat (headache, nausea,
ataxia, dan anorexia,Hepatomegali dan perubahan histologi hepar, Calcium homeostasis
terganggu, penebalan tulang panjang, hypercalcemia dan kalsifikasi jaringan lunak, kulit
kering, desquamasi, dan alopecia.
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan buta senja (buta warna hijau buta warna
muda night blindness. Pat ). Defisiensi kronik dapat menyebabkan
xerophthalmia,keratinisasi kornea dan kulit dan penurunan sistem immune.
Kebutuhan vitamin A pada Laki-laki : 5.000 IU/hr, wanita : 4.000 IU/hr, anak-anak : 1.400
– 3.500 IU/hr, ibu hamil 6.000 IU/hr, buteki : 8.000 IU/hr 1 IU ekivalen dengan aktivitas
0,3 μg retinol Kadar vitamin A darah: 50 – 200 IU / 100 mL.
b. Vitamin D
Sumber : Vitamin D terdapat dalam hati ikan, susu, telur ,penambahan vitamin D dari
luar pada diet, penyinaran makanan yang mengandung provitamin D. Pada manusia,
penyinaran kulit oleh sinar UV menghasilkan vitamin D. dalam makanan yang biasa
dimakan mengandung vitamin D dalam jumlah yang kecil karena vitamin D dapat
dibentuk sendiri oleh tubuh, yaitu dengan penyinaran UV (dari lampu atau matahari)
pada kulitKebutuhan vitamin D, Pada Anak-anak: 400 – 800 IU/hr (1 IU = aktivitas 0,025
μg kristal murni vitamin D3). Metabolisme vitamin D tergantung pada konsentrasi
kalsium dan fosfat plasma. Vitamin berperan dalam mengontrol homeostasis kalsium,
19
meningkatkan absorpsi kalsium di intestinal, menurunkan ekskresi kalsium, memobilisasi
bone mineral. Terlibat dalam sekresi insulin, sintesis dan sekresi parathyroid and thyroid
hormones, menghambat produksi interleukin yang diaktivasi oleh sel T dan sel B,
differensiasi monocyte precursor cells proliferasi.
Defisiensi vitamin D pada anak-anak: Ricketsia (gangguan proses penulangan / osifikasi
sehingga tulang melengkung kaki berbentuk X atau O), pada dewasa: osteomalacia
(tulang rapuh, kadar Ca darah menurun sehingga terjadi perubahan ratio Ca / P karena
ekskresi kalsium lebih besar dari ekskresi fosfat. Pemberian vitamin D dalam jumlah
besar pada umumnya tidak berbahaya, tetapi juga tidak menguntungkan seperti pada
bayi dapat menyebabkan kalsifikasi jaringan-jaringan lunak seperti paru-paru dan ginjal
hiperkalsemia sedangkan pada dewas terjadi kerapuhan tulang dan batu ginjal.
c. Vitamin E
Sumber: terdapat dalam tumbuh-tumbuhan (bibit gandum, padi, minyak kacang, minyak
jagung, minyak biji kapas, kecambah) dan hewan (daging, mentega, susu,
telur)Kebutuhan vitamin E,pada dewasa (laki-laki = 15 IU; wanita = 12 IU) pada ibu hamil
lebih banyak sedangkan anak-anak: 4 – 15 IU (tergantung umur dan jenis kelamin)1 IU α
tocoferol ~ aktivitas biologis 0,67 mg tocoferol. Vitamin E pada hewan tingkat tinggi
(unggas, sapi) diperlukan untuk kesuburan sehingga disebut vitamin antisterilitas atau
faktor kesuburan (fertility factor. Pada manusia berperan sebagai antioksidan. Fungsi
biokimiawi vitamin E dan selenium adalah mencegah kerusakan elemen-elemen seluler
dan subseluler oleh peroksidase, sebagai kofaktor dalam transfer elektron pada respirasi
sel dan membran eritrosit dan ikut mempertahankan integritas otot-otot, jaringan hati
dan sel darah merah.
Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan gangguan reproduksi, distrofi otot (karena
gangguan integritas otot), gangguan eritrosit (mudah terhemolisis). Kelbihan vitamin E
pada dosis yang sangat besar menyebabkan mata kabur dan pusing.
d. Vitamin K
disebut juga vitamin koagulasi. Vitamin yang larut dalam lemak, stabil terhadap panas,
peka terhadap sinar (sehingga botol penyimpanannya harus berwarna gelap).
Ada 3 macam vitamin K:
1) Vitamin K1/Filoquinon
Sumber: terdapat pada minyak tumbuhan dan daun berwarna hijau,
2) vitamin K2/Menaquinon (misal: Farnoquinon)
Sumber: terdapat pada jaringan hewan dan dapat disintesa bakteri usus
3) vitamin K3/ Menadion
Vitamin K ini yang diproduksi sintetis dan larut air. Pada umumnya vitamin K
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan berwarna hijau, tomat ,keju, kuning telur, hati,
disintesa oleh bakteri usus. Kebutuhan vitamin K belum dapat ditentukan dengan
pasti karena defisiensi vitamin K jarang terjadi. Kelebihan vitamin K pada pemberian
20
dosis menadion berlebihan menyebabkan pemecahan eritrosit (tidak terjadi pada
vitamin K1.

Tabel 1. Vitamin yang beredar dipasaran

Nama Brended Indikasi Sediaan


generic

Vitamin A Vitamin A Untuk kulit dan sebagai  Topical


Kimia Farma obat jerawat, komedo, n Retin-A, Muface,
anti kerut pada penuaan Jeraklin, Skinovit,
disamping itu untuk Tracne, Trentin, dan
Acevit pertumbuhan, yaitu Vitacid
menimbulkan respon
 Oral
penambahan jumlah
Vitamin A Kimia
reseptor, dan
Adebion, Farma, Acevit,
merangsang diferensiasi
Adebion, kb cecar,
sel Ca embrional dan
scott emulsion
secara reversibel
kb cecar
menghambat Sediaan :25000-
pertumbuhan sel kanker 50000 UI
mammae manusia
scott (kanker payudara)
emulsion

Vitamin D Calciplex D untuk pemenuhan Calciplex D


vitamin pada kehamilan
Vit D2 5000 UI
dan menyusui, untuk
,kalsium 1mg,/ml Inj
metabolisme tubuh,
pertumbuan tulang & gigi Vial 15 ml

• Calporosis
Vit D 100 UI ,kalsium
Calporosis 500 mg /kaplet

• Vitalac D
vit D3 100
mg,kalsium 400 mg,
magnesium 150 mg.

21
Vitalac D

Vitamin E Evere Memelihara kesehatan • Evere


kulit, antioksi Vit E 100 UI,selenium
danmencegah kerusakan 1.1 mcg,vit B 6 10
elemen-elemen seluler mg
dan subseluler oleh
Evere 250 • Evere 250
peroksidase, sebagai Vit E natural 250 UI,
kofaktor dalam transfer ( tab buih )
elektron pada respirasi sel
dan membran eritrosit • Evigra forte
dan ikut DL-a-tekoferol 400
Evigra forte mg antioksidan
mempertahankan
integritas otot-otot,
• Nulakta
jaringan hati dan sel Vit e 4 mg,minyak
darah merah ikan 18/12 EPA
Nulakta /DHA/373
mg,pepermint oil 3
mg

Vitamin K Vitamin K untuk mencegah dan Vitamin K kimia


kimia farma mengobati pendarahan farma
pada neonatus, ekstraksi
Isi Menadiaone 10
gigi,hipoprotombinemia
mg/ml atau dragee (
tab na bisulfite ,inj:
HCl

Ds : Drag : sehari 3 x
1 drag. Inj 5-10 mg
dosis tunggal IM.

Vitamin B Alanin Vitamin B1 sebagai Alanin dan alanin F


vitamin saraf, vitamin B3
Isi:tiamin
berkhasiat mempercepat
tetrahidrofurfuril
alanin F penyembuhan luka
disulfida basa 5
vitamin B5 berperan

22
sebagai koenzim pada mg/tab
reaksi transfer electron,
Becombion Becombion syrup
untuk metabolisme
syrup extralisin
sedangkan untuk salep
extralisin
untuk menyembuhkan Isi : VB1 5mg,VB2 2
borok. Vitamin B7/H mg,v B3 20 mg,v B 5
terdapat dalam Terdapat 3 mg, v B6 2,5 mg
Livron dalam banyak v12 3 mcg ,lysyn hcl
makanan,disintesa flora 375 mcg
usus sebagai ko-enzim
Liconam bagi sejumlah reaksi Livron
(berlico) transkarboksilasi penting
Isi :v B1 1,5 mg,B2
untuk metabolisme
0,25 mg B6 0,25 mg,
protein, karbohidrat &
b5 05 mcg v C 12,5
Gromaliton lemak vitamin B11 nutrisi
mg B5 1,5 mg,B3 10
pada bayi dan ibu hamil
mg,B11 0,5 mg, Fe
vitamin B12 adalah (II) glukonat 7,5 mg,
Folaplus sebagai koenzim, tembaga (II) sulfat
berperan pada 0,68 mg, hati kering
hematopoiesis, yaitu 100 mg.
kobalamin berperan tidak
Liconam (berlico)
langsung pada
pembentukan sel-sel Isi vitamin B6 10 mg
Arcored darah melalui aktivasi
Gromaliton
koenzim asam folat, pada
hewan dan Isi : vA 325 UI,vD 65
mempercepat UI v B1 3 mg.B2 0,5
pertumbuhan. mg,B12 50 mcg,B7
0,5/ 5 ml

Folaplus

Asam folat 400


mg,vB6 6 mg,v B12
25 mcg,

Arcored

Isi : vitamin B 12

23
1000 mcg

Vitamin C Vitalong C pembentukan kolagen Vitalong C (Vit C 500


pada kulit, sebagai anti mg),
oksidan disamping itu
Vitamin C ipi (vit C 50
vitamin C ipi untuk mempercepat
mg),
proses penyembuhan
luka. Vitamin C kimia
vitaminC farma ( vit C 100 mg)
kimia farma Nova vitamin C ( vit C
25 mg)
nova vitamin
C Biferce tab
efervecent (vit C
1000 mg )
biferce tab
efervecent

B. Mineral
Mineral adalah merupakan senyawa esensial untuk berbagai proses seluler tubuh.
Tanpa adanya mineral, tubuh kita tidak mungkin dapat berfungsi dengan semestinya. Mineral
juga berperan penting dalam pembentukan structural dari jaringan keras dan lunak, kerja
system enzim, konstraksi otot dan respon syaraf serta dalam pembekuan darah.
Penggolongan mineral
1. Makro mineral
Makromineral adalah mineral-mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang cukup
besar. Mineral makro dibutuhkan dengan jumlah > 100 mg per hari. Yang termasuk di
dalam kelas makromineral antara lain Natrium, kalsium, clorida, fosfor, magnesium, besi,
iodine dan kalium.
2. Mikromineral
adalah mineral-mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit , mineral mikro
dibutuhkan dengan jumlah <100 mg per hari , yang termasuk di dalam mikromineral
antara lain tembaga, cobalt, mangan, fluorin, dan zink.
Uraian masing-masing mineral:
a. Natrium
adalah zat mineral sebagai pembentuk garam di dalam tubuh dan sebagai
penghantar impuls dalam serabut syaraf dan tekana osmosis pada sel yang menjaga
keseimbangan cairan sel dengan cairan yang ada di sekitarnya.
b. Kalsium
24
adalah zat mineral yang mempunyai fungsi dalam membentuk tulang dan gigi. Selain
itu bertanggung jawab pada kontraksi otot, impul saraf, kerja jantung, dan
pembekuan darah. Kalsium dapat berinteraksi dengan tetrasiklin membentuk
kompleks yang menyebabkan tetrasiklin sulit di absorbsi, oleh karena itu perlu
diperhatikan agar pasien tidak meminum susu ketika sedang mengkonsumsi obat
antibiotic (tetrasiklin )
c. Chlor
digunakan tubuh kita untuk membentuk HCl atau asam klorida pada lambung. HCl
memiliki kegunaan membunuh kuman bibit penyakit dalam lambung dan juga
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.
d. Yodium
berperan penting untuk membantu perkembangan kecerdasan atau kepandaian
pada anak. Yodium juga dapat membatu mencegah penyakit gondok, gondong atau
gondongan. Yodium berfungsi untuk membentuk zat tirosin yang terbentuk pada
kelenjar tiroid.
e. Kalium
kita butuhkan sebagai pembentuk aktivitas otot jantung.
f. Magnesium
berfungsi mendukung struktur tulang, hati, menjaga keseimbangan alkalin tubuh.
Fungsi atau kegunaan dari magnesium adalah sebagai zat yang membentuk sel darah
merah berupa zat pengikat oksigen dan hemoglobin.
g. Fosfor
juga berfungsi untuk pembentukan tulang dan membentuk gigi.
h. Zat besi /Fe
Penting untuk formasi hemoglobin, transportasi oksigen, peran Fe dalam
pembentukan eritrosit dikombinasikan dengan vitamin C. Zat besi saat di konsumsi
dalm bentuk fero dan akan diubah menjadi feri,feri didalam tubuh sulit diabsorbsi
oleh karena itu untuk mencegah perubahan fero menjadi feri maka dikombinasikan
dengan vitamin C, atau dengan kata lain vitamin C dibutuhkan untuk
mempertahankan Fe(fero) agar muadah diabsorbsi oleh tubuh.
i. Zinc
berfungsi sebagai pemelihara beberapa jenis enzim, hormon dan aktifitas indera
pengecap atau lidah kita. Selain itu juga berperan dalam Sintesis protein, transportasi
karbondioksida, memengaruhi fungsi seksual, metabolisme karbohidrat,
menyembuhkan luka. Zinc berperan dalam pembentukan sisistem imun, sehingga
pada penderita diare untuk menkonsumsi zinc selama kunag lebih 10 hari untuk
mengembalikan sitem imunnya.
j. Tembaga
pada tubuh manusia berguna sebagai pembentuk hemo globin pada sel darah merah
25
k. Mangan
berfungsi untuk mengatur pertumbuhan tubuh kita dan sistem reproduksi.
l. Sodium
Menjaga keseimbangan elektrolit, volume cairan tubuh, dan impul saraf.
m. Tembaga
zat ini memiliki andil dalam membentuk protein di dalam tubuh

Tabel 2. Contoh Sediaan obat Mineral


Sediaan Indikasi

Superton Kurang gizi, astenia, anemia, kehamilan,


penyembuhan.
Dosis : 2-3 dd 200 mg (65 mg
Fe) p.c.

Vitaton multi Biasa dikombinasikan dengan vitamn B-


kompleks.
Dosis : 3 dd 48 mg Fe

Ferro gradumet anemia kekurangan zat Besi dibuat dalam


bentuk lepas terkontrol
Dosis : sehari 1 tablet.

Aktazet Defisiensi vitamin B kompleks, vitamin C,


vitamin E dan Zn
Isi : Vitamin E, vitamin C, asam
folat,vitamin
B1&B2,nikotinamid,vitamin B6,
vitamin B12,CA-Vantotenat, Zn.

Dosis :

1 kplet @hari pada waktu atau


sesudah makan

Albion suplemen untuk mmenuhi kebutuhan zat


besi, vitamin dan mineral spt anemia dan
Isi : zat besi, asam folat, vit-c, vit-
suplemen pada masa kehamilan dan
b12, Mn, Cu
laktasi
Dosis : sehari 1 kap.

26
Becom-zet defisiensi vit-B kompleks, vit-C, vit-E dan
Zn.
Isi : vit-B1, vit-b2, niasin, vit-b6,
vit-b12, vit-C, Vit-E, as.
Pantotenat, as. Folat, Zn.

V. Langkah-langkah Praktikum
1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan brosure obat
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan langsung dikumpulkan pada akhir jam praktikum.
Format laporan :
1. Judul Praktikum.
2. Waktu dan Tempat.
3. Tujuan Praktikum.
4. Konsep Teori.
5. Tabel Pengamatan.
6. Pembahasan dan Kesimpulan
7. Paraf Dosen Pembimbing

Lembaran Kerja:

Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ E.S


Obat aktif obat/ Kekuatan nama produsen spesifik

VI. Latihan
1. Jelaskan penggolongan obat vitamin sertakan contoh obatnya
2. Jelaskan penggolongan obat mineral sertakan contoh obatnya

V. Petunjuk Jawaban Latihan


Bacalah modul dan beberapa sumber bacaan lainnya.

VI. Ringkasan
Vitamin adalah zat yang diperlukan dalam jumlah sedikit yang digunakan untuk pemeliharaan
dan metabolisme tubuh. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tubuh ketika tubuh
mengalami defisiensi atau saat tubuh sedang sakit,dan dibutuhkan dalam jumlah banyak juga
oleh ibu hamil dan menyusui. Mineral merupakan senyawa esensial untuk berbagai proses
27
seluler tubuh. Sama seperti vitamin, mineral juga dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.
Mineral berperan penting dalam pembentukan struktural dari jaringan keras dan lunak, kerja
system enzim, konstraksi otot dan respon syaraf serta dalam pembekuan darah.

VII. Tes Formatif

No Pertanyaan dan pilihan jawaban


1 Seorang Bapak penderita TBC mengkonsumsi obat TB, salah satu efek samping yang
dirasakan adalah kesemutan pada kaki dan tangan. Salah satu vitamin dapat
digunakan untuk mengobati keluhan tersebut. Apa nama vitamin tersebut?
a. Vitamin B6 b. Vitamin B3 c. Vitamin C d. Vitamin D e. Vitamin E
2 Kekurangan salah satu vitamin dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Apa
nama vitamin tersebut?
a. Vitamin B6 b. Vitamin B3 c. Vitamin C d. Vitamin D e. Vitamin E
3 Zat besi saat di konsumsi dalam bentuk fero dan akan diubah menjadi feri,feri
didalam tubuh sulit diabsorbsi oleh karena itu untuk mencegah perubahan
fero menjadi feri maka dikombinasikan dengan:
a. Ca b. K c. P d. Vitamin C e. Zn

VIII. Daftar Pustaka


Anonim.2010. ISO, Indonesia volume 46. Jakarta : PT.ISVI

Tjay, Than Hoan dan Kirana Rahardja. 2004. Obat-Obat Penting Edisi VI. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.

Ratih Kumala Sari, “Vitamin dan Mineral”

28
MODUL OBAT HORMON

I. HORMON & Kontrasepsi


II. Praktikum 9 & 10
III. Kompetensi Mata Kuliah
Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat hormon
IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat hormon

Teori Singkat
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa
salah satu praktik kefarmasian meliputi pelayanan informasi Obat yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini pun diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian bahwa Pekerjaan Kefarmasian
diantaranya adalah pelayanan informasi Obat. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan. Untuk itu,
Tenaga kefarmasian dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang
kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan
Obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care)
dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola Obat namun dalam pengertian yang lebih
luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan Obat
yang benar dan rasional.
Kesediaan hormon banyak digunakan sebagai terapi substitusi guna menggantikan
kekurangan yang terjadi akibat hipofungsi suatu kelenjar endokrin, misalnya insulin pada
penyakit diabetes dan estrogen pada masa setelah menopause. Di klinik jumlah terbanyak
yang digunakan sebagai obat pada gangguan yang tidak bersifat endokrin, tetapi berdasarkan
kegiatannya yang khas. Misalnya, penggunaan kortikosteroida pada antara lain gangguan
yang berkaitan dengan peradangan dan hormon kelamin wanita dalam pil antihamil.
Setelah selesai memelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
tentang beberapa obat hormon. Untuk lebih mudahnya, teori akan dibagi menjadi 2 topik,
yaitu hormon adenohipofisis dan hormon kortikosteroida.
Topik I, yaitu Hormon Adenohipofisis menjelaskan: faal, pengaturan, indikasi, dan
kontraindikasi, serta sediaan dari hormon pertumbuhan, prolactin, dan gonadotropin.
Topik II, yaitu Hormon Kortikosteroid menjelaskan: biosintesis, kimia, danpengaturan
sekresi, mekanisme kerja, farmakokinetik, indikasi, efek samping, serta sediaan dari
Adrenokortikotropin (ACTH), Adrenokortikosteroid, dananalog sintetiknya, serta zat-zat
berkhasiat menghambat kortikosteroid.

29
Topik 1 Hormon Adenohipofisis
A. Hormon
Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang masuk ke dalam
peredaran darah tanpa saluran untuk memengaruhi jaringan target secara spesifik.
Jaringan yang dipengaruhi umumnya terletak jauh dari tempat hormon tersebut
dihasilkan, misalnya Hormon pemacu folikel (FSH, folicle stimulating hormon) yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior hanya merangsang jaringan tertentu di ovarium.
Hormon pertumbuhan (GH, growth hormon, somatotropin) mempunyai lebih dari satu
organ target sebab GH memengaruhi berbagai jenis jaringan dalam badan. Jaringan target
suatu hormon sangat spesifik karena sel-selnya mempunyai receptor untuk hormon
tersebut.

B. Sumber Hormon
Sumber hormon alami adalah ternak sapi, babi dan biri-biri. Beberapa hormon demikian
khas sifatnya sehingga yang berasal dari binatang tidak efektif pada manusia, misalnya
GH, FSH dan luteinizing hormon (LH).
Hormon yang berasal dari hewan dapat menimbulkan reaksi imunologis. Saat ini untuk
menghasilkan hormon alami dipakai cara rekayasa genétika. Melalui rekayasa genétika,
dinucleic acid (DNA) mikroba dapat diarahkan untuk memproduksi rangkaian asam
amino yang urutannya sesuai dengan hormon manusia yang diinginkan. Dengan cara ini
dapat dibuat hormon alami dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat. Hormon hasil
rekayasa genétika tidak menimbulkan reaksi imunologis karena sama dengan hormon
manusia asli. Cara ini Sangat membantu pengadaan hormon yang di alam ini jumlahnya
sangat sedikit, misalnya GH (Ascobat, 2007, 421).

C. Analog dan Antagonis Hormon


Analog suatu hormon adalah zat sintetik yang berikatan dengan hormon tertentu. Analog
hormon Sangat mirip dengan hormon alam dan sering kali arti klinisnya lebih penting
daripada hormon alamnya sebab mempunyai beberapa sifat yang lebih menguntungkan.
Misalnya, estradiol merupakan hormon alam yang masa kerjanya sangat pendek,
sedangkan etinil estradiol adalah analog hormon yang masa kerjanya lebih panjang
sehingga lebih berguna di klinik. Hormon semisintetik didapat dengan mengubah struktur
kimia hormon alam secara sederhana.
Hormon sintetik dan semisintetik dibuat untuk mendapatkan sifat tertentu yang tidak
dimiliki oleh hormon alam, misalnya tahan terhadap enzim pencernaan, masa kerja yang
lebih panjang atau efek samping yang lebih ringan. Hal ini dimungkinkan karena analog
sintetik dan semisintetik rumus kimianya tak dikenali oleh enzim pemecah, tetapi masih
dapat berikatan dengan reseptor spesifik hormon alami.
Beberapa zat dapat memengaruhi sintesis, sekresi maupun kerja hormon pada sel target.
Pengaruh ini dapat berupa rangsangan maupun hambatan, dengan hasil akhir berupa
peningkatan atau penurunan aktivitas hormon bersangkutan. Antitiroid menghambat
sintesis hormon tiroid dan berguna untuk pengobatan penyakit hipertiroidisme.
Sulfonilurea merangsang sekresi insulin. Contoh obat yang menghambat kerja obat pada
sel target adalah klomifen yang meniadakan umpan balik oleh estrogen sehingga sekresi
gonadotropin dari hipofisis tetap tinggi. Obat yang menghambat sintesis, sekresi maupun
kerja hormon pada reseptornya disebut antagonis hormon (Ascobat, 2007, 421).

30
D. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja hormon pada taraf selular tergantung jenis hormonnya mengikuti salah
satu mekanisme di bawah ini.
a. Mekanisme Kerja Hormon Peptida
Reseptor hormon peptida terdapat pada membran plasma sel target. Reseptor ini
bersifat spesifik untuk hormon peptida tertentu. Interaksi hormon dengan reseptornya
mengakibatkan perangsangan atau penghambatan enzim adenilat siklase yang terikat
pada reseptor tersebut. Interaksi hormon reseptor ini mengubah kecepatan sintesis
siklik adenosin monofosfat (c-AMP) dari adenosin trifosfat (ATP). Selanjutnya c-
AMP berfungsi sebagai mediator intrasel untuk hormon tersebut dan seluruh sistem
ini berfungsi sebagai suatu mekanisme spesifik sehingga efek spesifik suatu hormon
dapat terjadi. C-AMP memengaruhi berbagai proses dalam sel, hasil akhirnya
tergantung dari kapasitas serta fungsi sel tersebut. C-AMP menyebabkan aktivasi
enzim-enzim protein kinase yang terlibat dalam proses fosforilasi pada sintesis protein
dalam sel. C-AMP memengaruhi kecepatan proses ini. Metabolisme c-AMP menjadi
5-AMP dikatalisis oleh enzim fosfodiesterase (PDE) yang spesifik. Dengan demikian,
zat-zat yang menghambat enzim PDE ini kadang-kadang dapat menyebabkan
timbulnya efek mirip hormon (hormon like effects).
Hormon yang bekerja dengan cara di atas adalah hormon tropik adenohipofisis,
misalnya gonadotropin, melanocyte stimulating hormon (MSH), beberapa releasing
hormons dari hipotalamus, glukagon, hormon paratiroid, dan kalsitonin.
b. Mekanisme Kerja Hormon Steroid
Hormon steroid melewati membran sel masuk ke dalam sitoplasma setiap sel, baik sel
target hormon steroid maupun sel lainnya. Tetapi reseptor hormon steroid hanya
terdapat di dalam sitoplasma sel target. Bila hormon steroid berikatan dengan reseptor
sitoplasma maka kompleks hormon-reseptor tersebut setelah mengalami modifikasi
akan ditranslokasi ke tempat kerjanya (site of action) di dalam inti sel, yaitu pada
kromatin. Selanjutnya terjadilah beberapa hal yang berhubungan dengan peningkatan
sintesis protein sesuai dengan fungsi masing-masing sel target.
c. Mekanisme Kerja Lain Hormon pertumbuhan mempunyai mekanisme kerja yang agak
kompleks karena juga berkaitan dengan beberapa zat lain.

E. Penggunaan Terapi
Indikasi utama hormon ialah untuk terapi pengganti kekurangan hormon, misalnya pada
hipotiroid. Bila mekanisme pengaturan sistem endokrin dipahami, hormon beserta agonis
maupun antagonisnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik pengobatan
maupun diagnosis penyakit.
Pengaturan sistem endokrin terjadi dalam beberapa tingkatan; sekresi hormon dalam satu
tingkatan akan memengaruhi sekresi hormon dalam tingkatan yang lain. Misalnya, sekresi
estrogen baru terjadi bila ada sekresi FSH, begitu pula sekresi FSH akan berkurang bila
sekresi estrogen atau kadar estrogen berlebihan. Pengaruh estrogen terhadap sekresi FSH
ini adalah contoh suatu mekanisme umpan balik (feedback mechanism). Mekanisme ini
digunakan dalam klinik, misalnya pada usaha pencegahan ovulasi dalam obat kontrasepsi
hormonal, yaitu dengan pemberian hormon estrogen atau progesteron sehingga produksi
dan sekresi FSH berkurang dengan akibat tidak ada pematangan folikel dan tidak ada
ovulasi.

31
Penggunaan lain adalah berdasarkan efek farmakologik yang tidak berhubungan dengan
efek fisiologiknya. Sebagai contoh adalah penggunaan kortikosteroid dalam berbagai
penyakit atas dasar efek antiradang dan efek imunosupresi hormon tersebut.
Antagonis hormon dalam klinik digunakan untuk diagnosis dan terapi. Contohnya,
tiourasil digunakan dalam hipertiroidisme, metirapon digunakan untuk membedakan
hipofungsi korteks adrenal primer atau sekunder.
Walaupun hormon merupakan zat yang disintesis oleh badan dalam keadaan normal, tidak
berarti bahwa hormon bebas dari efek toksik. Pemberian hormon eksogen yang tidak tepat
dapat menyebabkan gangguan keseimbangan hormonal dengan segala akibatnya. Terapi
dengan hormon yang tepat hanya mungkin dilakukan bila dipahami segala kemungkinan
kaitan aksi hormon dalam tubuh pasien (Ascobat, 2007, 422-423).

F. Sediaan Hormon Adenofisis


Sintesis dan sekresi hormon hipofisis anterior (hormon adenohipofisis) selain dikontrol
oleh hipotalamus, dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain oleh obat, yaitu hormon
alamiah, analog dan antagonis hormon. Hubungan antara hipofisis anterior dengan
jaringan perifer yang dipengaruhinya merupakan contoh sempurna mekanisme umpan
balik. Hormon hipofisis anterior mengatur sintesis dan sekresi hormon dan zat-zat kimia
di sel target; sebaliknya hormon yang disekresi tersebut mengatur juga sekresi
hipotalamus dan/atau hipofisis. Konsep ini mendasari penggunaan hormon untuk
diagnosis dan terapi kelainan endokrin di klinik. Interaksi berbagai hormon ini juga
menjelaskan mekanisme terjadinya efek samping beberapa jenis obat. Hormon hipofisis
anterior sangat esensial untuk pengaturan pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi,
metabolisme, dan respons terhadap stres.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok, yaitu:
1. Hormon somatropik yang meliputi hormon pertumbuhan (GH = somatropin),
prolaktin (PRL), dan laktogen plasenta (PL);
Sediaan Somatotropin :
a. Somatrem
b. Somatropin
c. Somatomedin C (IGF-1).
2. Hormon glikoprotein, yaitu tirotropin (tiroid stimulating hormon, TSH), luteinizing
hormon (LH), hormon pemacu folikel (folicle stimulating hormon, FSH), dan
gonadotropin plasenta manusia (human chorionic gonadotropin, HCG). Hormon
glikoproprotein terdiri dari dua subunit, yaitu α dan β, yang masing-masing
mempunyai gugus karbohidrat dan asam sialat. Spesifisitas hormon ini ditentukan
oleh subunit β dan gugus karbohidratnya;
Sediaanhormon gonadotropin:
a. Menotropin (Pergonal) adalah sediaan gonadotropin yang berasal dari urin wanita
mati haid/menopause (Human Menopausal Gonadotropin/HMG), mengandung
aktivitas FSH dan LH sama banyak. Untuk induksi ovulasi harus bersama HCG
masingmasing 75 IU IM/hr selama 9-12 hari diikuti 10000 IU HCG, ulang
beberapa siklussampai berhasil, mungkin perlu dosis yang lebih besar.
b. Tes kehamilan semuanya didasarkan pada adanya HCG dalam kemih dan dikenal
tesbiologis serta tes imunokimiawi. HCG terbentuk 6 hari sesudah pembuahan. 9-
11 hariseusai ovulasi HCG sudah dapat dideteksi dalam urin. Tes kehamilan yang

32
beredar diIndonesia adalah: Testpack Plus, Acon HCG Card dan Sensitif, ke
tiganya sensitivitas 25mIU/ml, Plasmatec (UK) dan Trusty (Blue Cross).
c. Suntikan gonadotropin korion (HCG Pregnyl) berasal dari urin wanita
hamil,mengandung 1500 unit/mg. Dosis untuk merangsang ovulasi diberikan
5000-10000 IUsatu hari setelah pemberian menotropin.
d. Gonadotropin serum kuda hamil mengandung sekurang-kurangnya 100
unit/mg.Sediaan FSH murni bertujuan untuk mendapatkan ovum sebanyak-
banyaknya,misalnya pada proses bayi tabung. Setelah cukup banyak ovum
tersedia baru diberikanLH untuk merangsang ovulasi.
e. Urofollitropin adalah suatu preparat menotropin untuk injeksi yang telah
dihilangkankomponen LHnya, jadi hanya mengandung FSH 75 IU (Ascobat,
2007, 430-431).
f. Folitropin sk (Puregon, Gonal-F), adalah preparat sel ovarium hamster cina
hanyamengandung FSH.
g. Cetrorelix (Cetrotide, Serono) adalah antagonis LHRH yang bertujuan
mencegahterjadinya
ovulasi.(http://www.ukmi.nhs.uk/NewMaterial/html/docs/cetrorel.pdf, 8-7-11)
h. Lutrofin-alfa (Luveris), adalah human LH sangat murni yang diperoleh dari sel-sel
ovarium hewan hamster China dengan teknologi DNA. Digunakan untuk
menunjangproduksi estradiol dan menstimulasi pemasakan folikel.
3. Kortikotropin (adenokorticotropin hormon, ACTH), melanotropin (melanocyte
stimulating hormon, MSH), lipotropin (LPH), dan hormon-hormon lain.

Topik 2. Acth dan Kortikosteroida


Adrenokortikotropin (ACTH) dan adrenokortikosteroid berasal dari kelenjar yang berlainan,
namun dalam topik ini akan dibicarakan bersama karena fungsi fisiologik dan efek
farmakologiknya sangat berhubungan. Juga dibahas beberapa analog sintetiknya dan beberapa
senyawa yang dapat menghambat biosintesis kortikosteroid.
Fungsi fisiologik kelenjar adrenal yang penting dikenal sejak tahun 1855 ketika Addison melihat
gejala klinik pasien dengan kerusakan kelenjar hipofisis dancortex adrenal,yang kemudian
disebut sebagai Addison disease. Foster dan Smith (1926) mengamati bahwa hipofisektomi pada
hewan menyebabkan terjadinya atrofi korteks adrenal dan keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian ekstrak hipofisis anterior yang dibuktikan dengan pertambahan berat, perubahan
kimia danmorfologi korteks adrenal. Cushing (1932 ) menemukan gejala hiperkortisisme akibat
hipersekresi kortikosteroid atau penggunaan kortikosteroid berlebihan, gejala tersebut dikenal
sebagai sindrom Cushing. Hench (1949) adalah orang pertama yang berhasil memperlihatkan
efek terapi kortison dan ACTH pada artritis rheumatoid. (Suherman, 2007, 496).

a. Acth
ACTH terdiri dari rantai lurus polipeptida yang pada manusia terdiri dari 39 asam amino.
Pada keadaan basal kecepatan sekresi ACTH diatur oleh mekanisme umpan balik negatif
hormon korteks adrenal (terutama kortisol) dalam darah dan oleh corticotrophin releasing
hormon (CRH) yang diproduksi di hipotalamus (median eminens).
ACTH tidak efektif bila diberikan per-oral karena akan dirusak oleh enzim proteolitik dalam
saluran cerna. Pada pemberian IM, ACTH diabsorbsi dengan baik. Pada manusia masa
paruhnya kira-kira 15 menit. ACTH yang ditemukan dalam urine tidak mempunyai aktivitas
biologis yang berarti, ini menunjukkan bahwa hormon tersebut mengalami inaktivasi di
jaringan.
33
Mekanisme Kerja Setelah ACTH bereaksi dengan receptor hormon yang spesifik di
membran sel korteks adrenal, terjadi perangsangan síntesis adrenokortikosteroid pada
jaringan target tersebut melalui peningkatan adenil-siklase sehingga terjadi peningkatan
síntesis siklik-AMP (c-AMP). Tempat kerja c-AMP pada steroidogenesis adalah pada proses
pemecahan rantai cabang kolesterol dengan oksidasi, proses ini menghasilkan pregnenolon
(Tjay, 2007, 723).

Indikasi ACTH banyak digunakan untuk membedakan antara insufisiensi adrenal primer
dan sekunder. Pada insufisiensi primer, kelenjar adrenal mengalami gangguan sehingga
pemberian ACTH tidak akan menyebabkan peninggian kadar kortisol dalam darah.
Sebaliknya, pada insufisiensi sekunder gangguan terletak di kelenjar hipófisis sehingga
pemberian ACTH akan menyebabkan peninggian kadar kortisol darah. Penggunaan ACTH
menyebabkan jaringan bukan hanya memperoleh glukokortikoid, tetapi juga
mineralokortikoid dan androgen. Karena alasan tersebut di atas, ACTH jarang digunakan
untuk pengobatan yang bertujuan mendapatkan efek glukokortikoid. Sekarang ACTH masih
digunakan antara lain untuk mengatasi: neuritis optika, miastenia gravis, dan sklerosis
multipel.

Efek Samping ACTH dapat menyebabkan timbulnya berbagai gejala akibat peningkatan
sekresi hormon korteks adrenal. Selain itu, hormon ini dapat pula menyebabkan reaksi
hipersensitivitas, mulai dari yang ringan sampai syok dan kematian. Reaksi terhadap
kosintropin lebih jarang terjadi. Peningkatan sekresi mineralokortikoid dan androgen
menyebabkan lebih sering terjadi alkalosis hipokalemik (akibat retensi Na) dan akne bila
dibandingkan dengan pemberian kortisol sintetik.

Sediaan Kortikotropin USP, larutan steril untuk pemakaian IM atau IV. Sediaan ini berasal
dari hipófisis mamalia. Kortikotropin repositoria, merupakan larutan ACTH murni dalam
gelatin untuk suntikan IM atau SK, dengan dosis 40 unit, diberikan sekali sehari.
Kortikotropin seng hidroksida USP, suspensi untuk pemberian IM, dengan dosis 40 unit,
diberikan sekali sehari. Kosintropin, péptida sintetik yang dapat diberikan IM atau IV, dosis
0,25 mg ekivalen dengan 25 unit. (Suherman, 2007, 499).

b. Adrenokortikosteroid dan analog sintetisnya


Biosintetesis kortikosteroid yaitu Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol yang
kemudian dengan bantuan berbagai enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan
21 atom karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol yang
digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal
maupun setelah pemberian ACTH.
Mekanisme Kerja Kortikosteroid bekerja dengan memengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki sel melewati membrane plasma secara difusi pasif. Hanya di
jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma
sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan
konformasi, lalu bergerak menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini
menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini akan
menghasilkan efek fisiologik steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon
steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik. Pada jaringan lain, misalnya sel
limfoid dan fibroblast hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya
34
menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik
(Suherman, 2007, 500).

Indikasi Glukokortikoid terutama digunakan berdasarkan berbagai khasiatnya sebagai


berikut.
1. Terapi substitusi
Digunakan pada insufisiensi adrenal, seperti pada penyakit Addison yang bercirikan rasa
letih, kurang tenaga dan otot lemah akibat kekurangan kortisol. Dalam hal ini, diberikan
hidrokortison karena efek mineralnya paling kuat.
2. Terapi non spesifik
Berdasarkan khasiat antiradang, daya imunosupresif, daya menghilangkan rasa tidak
enak (malaise) serta memberikan perasaan nyaman dan segar pada pasien (sense of well
being). Untuk ini biasanya digunakan predniso(lo)n, triamsinolon, deksametason, dan
betametason dengan kerja mineralokortikoid yang dapat diabaikan. Terapi nonspesifik
disamping secara oral yang diminum dalam satu dosis pagi hari mengikuti ritme
circadian dan parenteral juga banyak digunakan secara lokal.
Secara oral dan parenteral glukokortikoid ampuh dalam mengatasi gangguan-gangguan
berikut.
1. Asma hebat yang akut atau kronis, misalnya pada status asthmaticus, kerjanya lebih
lambat daripada β2-mimetika. Inhalasi (spray, aerosol) merupakan terapi baku (standar)
pada asma kronis, umumnya bersama suatu β2-mimetikum.
2. Radang usus akut (colitis ulcerosa, penyakit Crohn)
3. Penyakit auto-imun, dimana sistem imun terganggu dan menyerang jaringan tubuh
sendiri. Kortikoid menekan reaksi imun dan meredakan gejala penyakit, misalnya pada
rema, MS (multiple sclerosis), SLE (systemic lupus erythematosus), scleroderma,
anemia hemolitis, colitis dan penyakit Crohn.
4. Sesudah transplantasi organ, bersama siklosporin dan azatioprin untuk mencegah
penolakannya oleh sistem imun tubuh.
5. Kanker, bersama onkolitika dan setelah radiasi X-ray, untuk mencegah pembengkakan
dan udema (khususnya deksametason).
Secara local glukokortikoid banyak digunakan pada:
1. Peradangan mata (conyunctivitis, keratitis, blepharitis). Obat yang digunakan untuk
terapi singkat adalah hidrokortison, prednisolon, deksametason, betametason dan
fluormetolon. Obat-obat ini memiliki aktivitas relatif lemah dan tidak atau sedikit
diserap ke dalam darah. Mengingat risiko dan efek sampingnya (katarak dan glaucoma)
maka tidak boleh digunakan pada gangguan mata lain (gatal-gatal, mata merah).
2. Peradangan telinga (otitis media dan otitis externa kronis) adakalanya terkombinasi
dengan antibiotika.
3. Peradangan mukosa hidung (rhinitis), pilek, dan polip untuk menghambat atau
mencegah pertumbuhannya, digunakan dalam bentuk spray hidung.
4. Pengembangan dan udema bronchi pada asma. Dalam bentuk aerosol-berdosis dengan
beklometason, budisonida, dan flutikason disemprotkan ke dalam tenggorok dan
berefek local di bronchi.
5. Rektal pada wasir yang meradang. Dalam bentuk supositoria biasanya digunakan
hidrokortison atau triamsinolon dikombinasi dengan anestetik local umumnya lidokain.
Sebagai lavemen/klisma mengandung betametason atau prednisolon, digunakan pada
radang usus besar (colitis ulcerosa).

35
6. Peradangan sendi (bursitis dan synovitis), secara intra-artikuler (diantara sendi-sendi)
disuntikkan hidrokortison atau triamsinolon guna mencapai efek lokal.
7. Dermal, berkat efek anti-radang dan antimitotisnya, zat ini dapat menyembuhkan
dengan efektif bermacam bentuk eksim, dermatitis, psoriasis (penyakit sisik) dan
prurigo (bintil-bintil gatal). Aktivitas kerjanya tergantung pada kekuatan obat
(triamsinolon lebih kuat dibanding hidrokortison), kadar obat (triamsinolon 0,1% lebih
kuat dari yang 0,05%), jenis penyakitnya (eksim mudah kambuh bila digunakan
fluokortikoida khasiat kuat), daya penetrasi kebagian kulit yang mana (hidrokortison di
kulit lengan bawah diresorpsi 1% dari dosis dibanding 6% bila dioleskan di muka),
basis salep yang digunakan (salep lebih baik dari krim karena bertahan lebih lama di
kulit), cara penggunaan (oklusi/tutup kulit dengan plastic 10 kali lebih penetrasi
dibanding hanya dioles), serta adanya zat-zat tambahan (urea, asam laktat,
propilenglikol, asam salisilat) yang bersifat keratolitis atau penghidratasi selaput tanduk.
(Tjay, 2007, 730-731).

Kontraindikasi Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolute


kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan,
keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relative dapat dilupakan, terutama
pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari
atau beberapa minggu, kontraindikasi relative, yaitu diabetes mellitus, tukak
peptic/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lain patut
diperhatikan. Dalam hal yang terakhir ini, dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko
dan keuntungan sebelum obat diberikan (Suherman, 2007, 513).

Efek Samping Efek samping kortisol terutama tampak pada penggunaan lama dengan dosis
tinggi, yakni melampaui 50 mg sehari atau dosis setaraf dengan derivate sintetisnya. Efek ini
menyerupai gejala dari suatu gangguan yang disebabkan oleh produksi kortisol faal
berlebihan, yakni sindroma Cushing. Sindroma Cushing sering kali disebabkan oleh suatu
tumor di hipofisis dan hiperproduksi ACTH. Gejala utamanya adalah retensi cairan di
jaringan-jaringan yang menyebabkan naiknya berat badan dengan pesat, muka menjadi
tembam dan bundar (“muka bulan”), adakalanya kaki-tangan gemuk (bagian atas). Selain itu,
terjadi penumpukan lemak di bahu dan tengkuk. Kulit menjadi tipis, lebih mudah terluka,
dan timbul garis kebiru-biruan (striae).

36
Sediaan

2. Pelaksanaan Praktikum
Mahasiswa melengkapi tabel informasi obat hormon sebagai berikut:

No. Golongan obat Nama Indikasi Mekanisme Efek Kontraindikasi


obat kerja samping
1
222
333 ……

3. Latihan
Mahasiswa menjelaskan dan memberikan informasi obat hormon di depan dosen dan teman
sekelas.

4. Petunjuk Mengerjakan Soal Latihan


Pahami/Hapalkan setiap informasi obat hormon sesuai tabel informasi yang telah mahasiswa
lengkapi.

37
5. Tes Formatif
1) Obat bekerja dengan memengaruhi sintesis, sekresi merangsang atau menghambat kerja
hormone pada sel target. Contoh obat yang menghambat kerja hormone pada sel target
adalah
a. Klomifen
b. Sulfonil-urea
c. Antitiroid
d. Etinil-estradiol
2) Untuk dapat bekerja hormone mula-mula harus berikatan dengan reseptornya, sesudah itu
terjadi perubahan kecepatan pembentukan mediator intrasel. Salah satu mediator intrasel
adalah ….
a. ATP
b. ADP
c. C-AMP
d. AMP
3) Reseptor hormone steroid terletak di ….
a. Membrane sel
b. Sitoplasma
c. Kromatin
d. Ektoplasma
4) Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok, yaitu hormon somatropik, hormon glikoprotein dan kortikotropin. Contoh
hormone somatropik adalah ….
a. TSH
b. LH
c. ACTH
d. PRL
5) Kekurangan hormone pertumbuhan (GH) menyebabkan ….
a. Kekerdilan
b. Akromegali
c. Gigantisme
d. Diabetes melitus
6) GH terutama memengaruhi metabolisme karbohidrat (KH) dan lemak. Efek anti insulin
GH diperlihatkan dengan ....
a. Menghambat pelepasan asam lemak
b. Merangsang ambilan asam amino
c. Meninggikan gula darah
d. Mempercepat penutupan epifisis
7) Bromokriptin bekerja dengan menghambat ….
a. Sintesis
b. Sekresi
c. Efek
d. Ekskresi
8) Selain bromokriptin, obat yang dapat memengaruhi kadar prolactin adalah ….
a. Estradiol
b. Kondrosis
c. Somatomedin
d. Klorpromazin
38
9) Hormon gonadotropin yang merangsang ovulasi adalah ….
a. FSH
b. LH
c. HCG
d. TSH
10) Tes kehamilan mengandung hormone ….
a. Menotropin
b. Urofollitropin
c. HCG
d. Gonadotropin
11) Insufisiensi adrenal primer diobati dengan agonis hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
….
a. Korteks adrenal
b. Hipotalamus
c. Hipofisis anterior
d. Hipofisis posterior
12) Sediaan ACTH yang jarang menimbulkan reaksi hipersensitivitas adalah ….
a. Kortikotropin USP
b. Kortikotropin repositoria
c. Kortikotropin seng hidroksida USP
d. Kosintropin
13) Untuk aktif kortison harus diubah menjadi hidrokortison. Kortison akan berkhasiat jika
digunakan melalui cara per ….
a. Kulit
b. Mata
c. Rektum
d. Oral
14) Secara oral dan parenteral kortikosteroid digunakan sebagai terapi substitusi pada
penyakit
a. Addison
b. Kanker
c. Asma
d. Multiple sclerosis
15) Penggunaan kortikosteroid akan menyebabkan efek samping dibawah ini, kecuali ….
a. Peningkatan berat badan
b. Atrofia kulit dengan striae
c. Osteoporosis
d. Hiponatremia
16) Nama generik yang dapat digunakan secara oral, parenteral, topical dan topical pada mata
adalah ….
a. Kortisol
b. Kortisol sipionat
c. Kortison asetat
d. Triamsinolon
17) Pada penggunaan aminoglutetimid perlu ditambahkan kortisol fisiologik untuk ….
a. Menyebabkan gangguan produksi kortisol, aldosteron, dan seks-steroid
b. Mengatasi keadaan hiperkortisol akibat tumor adrenal
c. Menghambat konversi kolesterol menjadi pregnenolon
39
d. Mencegah insufisiensi adrenal

6. Kunci Jawaban
1) A
2) C
3) B
4) D
5) A
6) C
7) B
8) D
9) B
10) C
11) A
12) D
13) D
14) A
15) D
16) A
17) D

7. Daftar Pustaka

Indijah S. W, Fajri Purnomo, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakologi, Pusdik
SDM Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan, Sumber Daya
Manusia Kesehatan, Jakarta Selatan

40
MODUL OBAT ANTIHISTAMIN

I. Antihistamin
II. Praktikum 11
III. Kompetensi Mata Kuliah
Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat antihistamin
IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat antihistamin

Teori Singkat
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa
salah satu praktik kefarmasian meliputi pelayanan informasi Obat yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini pun diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian bahwa Pekerjaan Kefarmasian
diantaranya adalah pelayanan informasi Obat. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan. Untuk itu,
Tenaga kefarmasian dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang
kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan
Obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care)
dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola Obat namun dalam pengertian yang lebih
luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan Obat
yang benar dan rasional, agar anda dapat memahami dengan baik mekanisme kerja obat
antihistamin maka perlu anda mempelajari histamine dan reaksi yang ditimbulkannya.

A. Histamin
Histamine pada manusia merupakan mediator yang penting pada reaksi alergi tipe
segera (immediate) dan reaksi inflamasi. Selain itu, histamine memiliki peran penting dalam
sekresi asam lambung, berfungsi sebagai suatu neurotransmitter dan neuromodulator.
Histamin merupakan 2-(4-imidazolil) etilamin yang terdapat baik pada tanaman maupun
jaringan hewan serta merupakan komponen dari beberapa racun dan secret sengatan binatang.
Histamin dibentuk dari asam amino L-histidin dengan cara dekarboksilasi oleh enzim histidin
dekarboksilase, dan memerlukan piridoksal fosfat sebagai kofaktor. Hampir semua jaringan
memiliki histamine dalam keadaan terikat dan inaktif, terutama terdapat dalam „mast cells”
(Inggris. mast = menimbun) yang penuh dengan histamine dan zat-zat mediator lain.
Mast-cells banyak ditemukan di bagian tubuh yang bersentuhan dengan dunia luar,
yaitu di kulit, mukosa mata, hidung, saluran nafas (bronkhia, paru-paru), usus. Dalam
keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak. Di luar tubuh manusia histamine
terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat), dan makanan (keju tua). Histamin dapat
dibebaskan dari mast-cells oleh bermacam-macam factor, misalnya oleh suatu reaksi alergi
penggabungan antigen-antibody (Gambar 1) dari zat-zat kimia dengan daya membebaskan
histamine (histamine liberators), misalnya racun ular/tawon, enzim proteolitis dan obat-obat
41
tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin, klordiazepoksida), kecelakaan dengan cedera serius
dan sinar uv dari matahari.

Gambar 1. Mast-cell dan reaksi antigen-antibodi (Obat-obat penting, halaman 814)

B. Reaksi Alergi
Reaksi alergi (Latin, alergi = berlaku berlainan) atau dengan kata lain disebut hiper
sensitivitas pada 1906 dicetuskan oleh Von Pirquet yang menggambarkan reaktivitas khusus dari
tuan rumah (host) terhadap suatu unsur eksogen, yang timbul pada kontak ke dua kali atau
berikutnya. Reaksi hiper sensitivitas ini meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan alergi serta
merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi. Pada
hakikatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat “merusak”, berfungsi melindungi organisme
terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh.
Gambar 1 memperlihatkan bila suatu protein asing (antigen) masuk ke dalam darah
seseorang yang berbakat hipersensitif, maka limfosit-B akan membentuk antibodies dari tipe IgE
(disamping IgG dan IgM). IgE ini juga disebut regain, mengikat diri pada membrane mast-cells
tanpa menimbulkan gejala. Apabila antigen (elergen) yang sama atau yang mirip rumus
bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenalinya dan mengikat padanya. Hasilnya
adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran mast-cell (degranulasi). Sejumlah sel
perantara (mediator) dilepaskan, yaitu histamine beserta serotonin, bradikinin dan asam
arakhidonat (yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotriene). Zat-zat itu menarik
macrofag dan netrofil ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu. Di samping itu, juga
mengakibatkan gejala vasodilatasi pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas membrane
(pembengkakan), berakibat lekosit mudah bergerak. Salah satu ciri peradangan adalah demam
(latin, calor), yang mengakibatkan perbanyakan organisme menurun serta aktivitas sel tangkis
meningkat. Mediator tersebut secara langsung atau melalui saraf otonom menimbulkan
bermacam-macam penyakit alergi penting seperti asma, rhinitis alergica (hay-fever), dan eksim.
Dalam keadaan gawat dapat timbul suatu reaksi anafilaksis (Yun. Ana = tanpa, phylaxis =
perlindungan). Pada shock-anafilaksis masuknya antigen yang pertama kali menyebabkan tubuh
tanpa perlindungan terhadap masuknya antigen berikutnya. Kadar histamine dapat meningkat
dengan drastic, seperti pada peristiwa kecelakaan dengan banyak kehilangan darah atau cedera
bakar hebat. Nah khan bisa sejawat maklumi kenapa kita mudah terkena serangan histamine
42
karena tempatnya banyak dan mudah dicapai. Tapi sebetulnya kita beruntung punya histamine
yang dengan reaksi peradangannya, memberi tahu bahwa kita terkena sengatan lebah atau digigit
nyamuk, sakit atau gatal, sehingga kita bisa mengambil tindakan penyembuhan lebih awal.

C. Penggolongan reaksi alergi


Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya dalam 4 tipe
hipersensitivitas, yaitu:
1) Tipe I: gangguan alergi (reaksi segera, “immediate”) berdasarkan reaksi allergenantibody
(IgE), disebut juga alergi atopis atau reaksi anafilaksis, terutama berlangsung di saluran napas
(serangan polinosis, rhinitis, asma) dan di kulit (eksim resam = dermatitis atopis) jarang di
saluran cerna (alergi makanan) dan di pembuluh darah (shock-anafilaksis). Mulai reaksinya
cepat, dalam waktu 5-20 menit setelah terkena allergen. Gejalanya bertahan lebih kurang 1
jam.
2) Tipe II, autoimunitas (reaksi sitolitis). Antigen yang terikat pada membrane sel bereaksi
dengan IgG atau IgM dalam darah, komplek IgG-antigen menyebabkan komplemen aktif
yang menyebabkan sel musnah (cytos = sel, lysis = melarut). Reaksi terutama berlangsung di
sirkulasi darah. Contohnya gangguan autoimun akibat obat, misalnya anemia hemolitis
(akibat penisilin), agranulositosis (akibat sulfonamide), arthritis rheumatic, SLE (systemic
lupus erythematodes) akibat hidralazin atau prokainamida. Reaksi autoimun jenis ini
umumnya sembuh dalam waktu beberapa bulan setelah obat dihentikan. Timbulnya penyakit
autoimun adalah bila sistem imun tidak mengenali jaringan tubuhnya sendiri dan
menyerangnya. Gangguan ini bercirikan terdapatnya auto-antibodies atau sel-sel T autorekatif
dan lazimnya dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan organ spesifik (anemia perniciosa,
Addison‟s disease) dan nonorgan spesifik (mis SLE, MS dan rema).
3) Tipe III, gangguan imun-kompleks (reaksi Arthus). Pada peristiwa ini, antigen dalam
sirkulasi bergabung terutama dengan IgG menjadi suatu imun kompleks, yang diendapkan
pada endotel pembuluh. Di tempat itu sebagai respons terjadi peradangan, yang disebut
penyakit serum yang bercirikan urticaria, demam, dan nyeri otot serta sendi. Reaksinya
dimulai 4-6 jam setelah terpapar dan lamanya 6-12 hari. Obat-obat yang dapat menginduksi
reaksi ini adalah sulfonamide, penisilin, dan iodide. Imun kompleks dapat terjadi di jaringan
yang menimbulkan reaksi local (Arthus) atau dalam sirkulasi (gangguan sistemik).
4) Tipe IV (reaksi lambat, „delayed‟). Antigen terdiri dari suatu kompleks hapten + protein, yang
bereaksi dengan T-limfosit yang sudah disensitisasi. Limfokin tertentu (= sitokin dari
limfosit) dibebaskan, yang menarik makrofag dan netrofil sehingga terjadi reaksi peradangan.
Proses penarikan ini disebut kemotaksis. Mulai reaksinya sesudah 24-48 jam dan bertahan
beberapa hari. Contohnya adalah reaksi tuberculin dan dermatitis kontak.
Hanya tipe IV berdasarkan imunitas seluler. Tipe I-III berkaitan dengan immunoglobulin dan
imunitas humoral (Lat. humor = cairan tubuh). Tabel dibawah ini meringkaskan
penggolongan reaksi alergi.

43
D. Antihistamin
Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamine (penghambatan saingan) Terdapat 2
reseptor histamine, yaitu reseptor-H1 dan reseptor-H2.
Perangsangan pada reseptor histamine akan berefek:
Reseptor H1: 1. kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim. 2. vasodilatasi vascular,
penurunan Tekanan Darah dan peningkatan denyut jantung. 3. Peningkatan permeabilitas
kapiler cairan dan protein berakibat udema. 4. hipersekresi ingus dan airmata, ludah, dan
dahak 5. stimulasi ujung saraf menyebabkan eritema dan gatal.
Reseptor H2: hipersekresi asam lambung.
Berdasarkan itu maka antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antagonis reseptor-H1
(H1-blockers atau antihistamin) dan antagonis reseptor-H2 (H2-blockers atau zat penghambat
asam).
1) H1-blockers
H1-blockers (antihistaminika klasik) mengantagonis histamine dengan jalan memblok
reseptor-H1 di otot licin dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih,
dan Rahim. Begitu pula melawan efek histamin di kapiler dan ujung saraf (gatal). Efeknya
adalah simtomatis, antihistaminika tidak dapat menghindarkan timbulnya alergi.
Antihistaminika dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap Sistem Saraf
Pusa, yaitu:
a. Obat generasi ke-1 yang berkhasiat sedative terhadap SSP dan kebanyakan memiliki
efek antikolinergis: prometazin, oksomemazin, tripelenamin, klorfeniramin,
difenhidramin, klemastin, siproheptadin, azelastin, sinarizin, meklozin, hidroksizin,
ketotifen, dan oksatomida.
b. Obat generasi ke-2: bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan cerebro spinal)
maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Plasma T1/2-nya lebih panjang
sehingga dosisnya cukup 1-2 kali sehari. Efek anti alerginya selain berdaya
antihistamin juga berdaya menghambat sintesis mediator radang, seperti prostaglandin,
leukotriene, dan kinin. Contoh obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, fexofenadine,
akrivastin, setirizin, loratidin, levokabastin, dan emedastin.
2. H2-blockers (penghambat asam)
Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah
44
menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terap tukak lambungusus untuk
mengurangi sekresi HCl dan pepsin juga sebagai pelindung tambahan pada terapi dengan
kortikosteroid. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung
(cisaprida) pada penderita refluks.
Penghambat asam yang banyak digunakan adalah: simetidin, ranitidine, famotidine,
nizatidin, dan roksatidin. Gambar 2 memperlihatkan perangsangan reseptor H1 dan H2
histamin terhadap organ serta diperlihatkan sifat hipnotik, antikolinergik, dan anti-
emetiknya.

Gambar 2. Perangsangan reseptor H1 dan H2 histamin beserta zat antihistamin


(Lullmann, Color Atlas of Farmakologi, halaman 115)

E. Penggunaan
Lazimnya degan antihistaminika selalu dimaksudkan dengan H1-blockers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga berkhasiat antikolinergis, antiemetis, daya menekan SSP
(sedative), antiserotonin, dan local anestetik.
1) Asma: cegah degranulasi mast-cells: ketotifen dan oksatomida.
2) Urticaria : kerja antiserotonin + sedativ + anestetik lokal: alimemazin, azatadin, dan
oksatomida.
3) Stimulasi nafsu makan (Merupakan efek samping yang dimanfaatkan) : antiserotonin:
siproheptadin, pizotiven, azatadin, dan oksatomida.
4) Sedativum : menekan SSP: menekan rangsang batuk: prometazin dan difenhidramin.
5) Antiparkinson : daya antikolinergis: difenhidramin.
6) Mabuk jalan dan pusing : efek antiemetik dan antikolinergik: siklizin, meklizin, dan
dimenhidrinat.
7) Antivertigo: sinarizin (penghambat kanal kalsium).
8) Preparat kombinasi selesma: CTM.

F. Efek Samping
1) Efek sedatif-hipnotis: prometazin dan difenhidramin kecuali generasi ke-2.
2) Interaksi obat ketokonazol dengan eritrosin (inductor enzim) menyebabkan kadar
ketokonazol meningkat mengakibatkan aritmia berbahaya.

45
3) Efek sentral lain: pusing, gelisah, letih-lesu, dan tremor, pada Over Dosis dapat
menyebabkan konvulsi dan koma.
4) Gangguan saluran cerna: mual, muntah, diare, anoreksia, dan sembelit atasi dengan
penggunaan sesudah makan (pc).
5) Efek antikolinergis: mulut kering, gangguan akomodasi, dan sal.cerna, retensi kemih, hati-
hati pada pasien glaukoma dan hipertrofi prostat.
6) Efek antiserotonin: nafsu makan dan Berat Badan meningkat. Dikontraindikasikan dengan
penderita obesitas.
7) Sensibilisasi: pada dosis tinggi, menyebabkan penurunan daya stabilisasi membrane,
memperlihatkan efek paradoksal (sebaliknya) berakibat merusak membran dan menjadi
bersifat histamin liberator.
Perhatian:
AMAN bagi wanita hamil dan menyusui: sinarizin, hidroksizin, siklizin, meklozin,
ketotifen, mebhidrolin, dan siproheptadin.
Masuk ke dalam ASI: terfenadin, setirizin dan loratadin.

G Penggolongan Antihistamin
Menurut struktur kimia histamine yang mengandung etilamin maka rumus dasar
Antihistamin:
R – X – C – C – N – (R1, R2)
Yang juga terdapat pada asetil kolin: CH3 – CO - O – C – C – N – (CH3)3
Epinefrin/katekolamin: 3,4-di-OH-fenil-CH(OH)-CH2-NHCH3.
Tabel dibawah ini menunjukkan golongan berdasarkan rumus kimianya, keterangan khasiat dan-
lain-lain serta kadar/dosis dalam bentuk sediaannya.
Tabel Zat antihistamin dalam golongannya, khasiat serta kadar bentuk sediaannya

46
47
8. Pelaksanaan Praktikum
a. Tiap Mahasiswa mengerjakan lembaran kerja seperti form dibawah ini:
Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ E.S
Obat aktif obat/ Kekuatan nama produsen spesifik
….. …… ….. …… …… ……

b. Mahasiswa mengerjakan soal latihan dan berdiskusi dengan dosen pembimbing tiap kelas.
c. Laporan lengkap dengan lembaran kerja yang dikerjakan saat praktikum, diprint rapi, di
scan dan dikumpulkan pada aplikasi online
d. Latihan :
1. Jelaskan tentang terjadinya reaksi alergi pada tubuh manusia!
2. Jelaskan perbedaan mekanisme kerja antihsitamin AH1 dan AH2!
3. Jelaskan macam antihistamin yang digunakan dalam pengobatan influenza dan macam
antihistamin yang juga mempunyai efek antiemetic!
4. Jelaskan efek samping dan interaksi obat secara umum dari obat antihistamin AH1 dan
AH2!

9. Daftar Pustaka

Indijah S. W, Fajri Purnomo, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakologi,
Pusdik SDM Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan, Sumber
Daya Manusia Kesehatan, Jakarta Selatan

48
MODUL PRAKTIKUM ANTIINFLAMASI NON STEROID DAN
KORTIKOSTEROID

I. Antiinflamasi Non Steroid dan Kortikosteroid

II. Praktikum 12 & 13

III. Kompetensi Mata Kuliah

Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat Antiinflamasi Non Steroid dan


Kortikosteroid

IV. Tujuan

Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat Antiinflamasi Non Steroid dan
Kortikosteroid

Teori
Definisi Inflamasi

Inflamasi atau radang adalah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung
suatu agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Inflamasi juga merupakan proses
sentral dalam pathogenesis dan merupakan suatu fungsi pertahanan tubuh terhadap
masuknya organisme maupun gangguan lain, serta merupakan suatu reaksi lokal tubuh
terhadap suatu iritasi atau keadaan non fisiologis, dimana merupakan keadaan
perubahan dinamik yang konstan yaitu suatu reaksi dari jaringan hidup guna melawan
berbagai macam rangsangan.(1) Seperti reaksi oleh infeksi mikrobial, zat fisik, zat kimia,
jaringan nekrotik, dan reaksi imunologik.(2)
Jenis Inflamasi
Inflamasi dibagi dalam dua fase yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis, dimana
berdasarkan pada lamanya proses peradangan, gejala klinis yang timbul, dan respon
alami dari efek inflamasi.
1. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah respon langsung terhadap adanya radang. Respon ini relatif
sangat singkat, hanya beberapa jam atau hari. Gejala-gejala yang berhubungan
49
dengan proses inflamasi akut sebagian besar disebabkan oleh produksi dan
pelepasan berbagai mediator kimia. Inflamasi akut ini terbatas pada tempat
terjadinya radang yang menimbulkan gejala-gejala luka. Waktu dan kecepatan
terjadinya eksudat dan edema pada lokasi inflamasi akut bervariasi menurut
tingkat keparahan radang yang terjadi. Gejala-gejala terjadinya inflamasi akut
meliputi akumulasi cairan dan komponen plasma dalam jaringan, stimulasi
platelet intramuscular, pelepasan leukosit.(3)
2. Inflamasi kronik
Inflamasi kronik adalah inflamasi yang disebabkan oleh rangsangan yang
menetap dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Inflamasi kronik dapat
timbul karena inflamasi akut yang tidak reda, dapat juga timbul karena adanya
respon yang sejak awal bersifat kronik.(4,6)
Inflamasi kronik dapat dikatakan sebagai tahap kedua dari inflamasi akut atau
sebagai respon imun terhadap antigen asing. Kondisi dimana respon inflamasi
yang terjadi tidak mampu mengeliminasi agen yang berbahaya atau agen yang
dapat merusak jaringan kembali ke keadaan normal, sehingga dalam prosesnya
berubah menjadi kronik. Komponen selular respon inflamasi kronik, yaitu
makrofaga, plasma sel, limfosit, dan pada keadaan tertentu, eosinofil.(5)
Penyebab terjadinya inflamasi kronik, yaitu :
a) Infeksi yang persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu yang memiliki
toksisitas rendah dan menimbulkan reaksi imun.
b) Kontak yang lama dengan bahan yang tidak dapat hancur yang potensial
toksik.
c) Reaksi imun terhadap jaringan individu sendiri yang dapat menyebabkan
penyakit autoimun.(4)
Gejala Inflamasi
Beberapa gejala proses inflamasi yang sudah di kenal yaitu :
a) Panas (Kalor)
Terjadi karena pelepasan IL-1, TNF, dan IL-6 mengaktivasi makrofag dan limfosit. IL-1 dan
TNF berinteraksi dengan reseptor vaskuler di pusat pengatur suhu di hipotalamus, yang

50
menginduksi produksi PGE2 lokal dan mengakibatkan stimulus saraf simpati,
vasokontriksi pembuluh darah kulit dan demam.(4)
b) Kemerahan (rubor)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang
mensuplai darah kedaerah tersebut melebar dengan demikian lebih banyak darah
mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau
sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini, yang
dinamakan hiperemis atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh
baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti
histamin.(7,8)
c) Edema (tumor)
Yaitu kelebihan cairan di jaringan interstisial atau rongga serosa, dapat berupa eksudat
yaitu cairan radang ekstraseluler yang mengandung protein berkonsentrasi tinggi, berat
jenis spesifik di atas 1.020, atau transudat yaitu cairan yang berkadar protein rendah dan
berat jenis spesifik di bawah 1.012. pada hakekatnya cairan ini adalah ultrafiltrasi plasma
darah dan terjadi akibat ketidak seimbangan tekanan hidrostatik di endotel vaskuler. (4)
d) Nyeri (Dolor)
Prostaglandin (PG) hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan
hiperglesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya
dan menimbulkan nyeri yang nyata.(9)
e) Perubahan fungsi (Fungsi Laesa)
Merupakan bagian yang lasim pada reaksi peradangan. Terlihat dari, bagian yang
bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal, yang seharusnya berfungsi secara normal.(8)

Suatu proses yang berhubungan dengan radang, yaitu terjadinya degenerasi (kemunduran) atau
kematian jaringan (nekrosis), terjadi pelebaran kapiler yang disertai luka pada dinding kapiler

51
yang disertai oleh radang dinding kapiler, terkumpulnya cairan plasma, sel darah dan sel
jaringan pada tempat radang yang disertai oleh poliferasi sel jaringan makrofag, fibroblast,
terjadinya proses fagositosis dan perubahan imunologik.(7)

Noksius

Kerusakan sel
Emigrasi leukosit

Pembebasan mediator radang Proliferasi

Gangguan sirkulasi lokal Eksudat Perangsangan reseptor nyeri

Merah Panas Pembengkakan Gangguan Nyeri

Gambar 7.1 Patogenesis dan Gejala suatu Peradangan.(10)


Mediator Inflamasi
Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimia yang dilepaskan secara
lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), factor kemotaktik, bradikinin, leukotrien
dan PG. penelitian terakhir menunjukkan autakoid lipid PAF (platelet-activating factor) juga
merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, terjadi lisis membran
lisozim dan enzim pemecah.(9) Peran dari masing-masing mediator dapat dikelompokan dalam
mediator inflamasi akut dan mediator inflamasi kronis.(11)

Tabel 7.1 Mediator-mediator Inflamasi akut (11)

Mediator Sumber Efek utama

Histamine Granul basofil dan sel mast, Mendorong vasodilatasi


dilepaskan pada respon cedera, arteriol lokal, meningkatkan
adanya mikroorganisme dan permeabilitas kapiler lokal,
pelepasan bahan kimia oleh neutrofil. mendorong pembentukan
eksudat.

Bradykinin Protein plasma, kininogen Sama seperti histamin, juga


meningkatkan kemotaksis
leukosit dan neutrofil untuk
pelepasan enzim lisosom,
52
Prostaglandin Molekul asam lemak, dihasilkan oleh meningkatkan nyeri,
asam arakidonat, ditemukan di meningkatkan produksi kinin.
seluruh membran, dihasilkan oleh Merangsang pembuluh darah
enzim lisosom dari neutrofil dan jenis untuk mempengaruhi mediator
sel lainnya. inflamasi; memproduksi radikal
bebas yang dapat
menyebabkan inflamasi;
merangsang nyeri.

Leukotriene Basofil dan sel mast oleh LTs menyebabkan peningkatan


(LTs) penghancuran membran fosfolipid. permeabilitas, berperan dalam
pelekatan fagositosis pada zat-
zat patogen, dan sebagai agen
kemotaksis yang menarik
fagosit.

PAF (Platelet Dihasilkan oleh platelet dan sel-sel Inflamasi, menimbulkan rasa
Activating endotel nyeri, merangsang aktivitas
Factor) firoblast dan memperbaiki
kerusakan jaringan.

Tabel 7.2 Mediator-mediator Inflamasi kronis (11)

Mediator Sumber Efek utama


Interleukin 1,2,3 Makrofag, limfosit T Aktivasi limfosit, produksi
prostaglandin
GM-CSF’ Limfosit T, sel endotel, firboblas Aktivasi makrofag dan
granulosit
TNF-α Makrofag Produksi prostaglandin

Interferon Makrofag, sel endotel, limfosit T Aktivasi sel NK, fagositosis

PDGF Makrofag, sel endotel, fibroblast, Kemotaksis fibroblast,


patelet proliferasi

Terapi Farmakologi
Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau
mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara, yaitu menghambat
pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah
radang, dan menghambat pelepasan prostaglandin dari tempat pembentukannya (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).
Berdasarkan kerja terapeutiknya maka obat antiinflamasi dibagi menjadi 2 golongan utama
yaitu obat Antiinflamasi – Kortikosteroid dan obat Antinflamasi Non Steroid (AINS).
53
1. Obat Kortikosteroid
Merupakan obat antiinflamasi steroid-glucorticoid yang bekerja dengan cara menghambat
enzim fosfolipase A2 yaitu enzim yang membebaskan asam arakhidonat dari membran
fosfolipid, sehingga menekan terbentuknya mediator-mediator inflamasi seperti
prostaglandin dan histamin. Selain itu efek dari obat-obat ini yaitu juga menghambat
motilitas makrofag, menghambat permeabilitas vaskuler, menghambat motilitas neutrofil,
menghambat aktivitas komplemen dan menstabilkan lisosom
Contoh Obat kortikosteroid : Metil prednisolon, prednison, dexamethason, triamcinolon
betametason, , hidrokortison, mometasone, beclometasone, budesonide, cidesonide,
flunisolide, fluticasone.
Beberapa efek samping penggunaan kortikosteroid yang sering terjadi termasuk akibat
pemakaian jangka panjang yaitu Iritasi Lambung, ”moon” face, sistem imun menurun, dan
osteoporosis serta terhambatnya pertumbuhan pada anak.
Berikut beberapa efek samping kortikosteroid :

2. Obat Antiinflamasi Non Steroid (AINS) (13)


Merupakan Obat Antiinflamasi non steroid yang bekerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase (COX), sehingga tidak terbentuk mediator-mediator seperti prostaglandin
(PG) (mediator inflamasi dan nyeri), Tromboxan (TXA) (mediator pembekuan darah/
agregation platelet) dan Prostasiklin (mediator dissagregation platelet).
Terdapat dua bentuk dari COX yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1, merupakan isoform utama
yang terdapat di banyak sel dan jaringan normal seperti di sel epitel lambung, dan menjadi
sumber pembentukan prostaglandin dan Tromboxan. Penghambatan pembentukan
prostaglandin maupun tromboxan, maka akan memberikan efek samping berupa nyeri
54
lambung (maag) dan hambat pembekuan darah (darah encer). hal ini juga merupakan efek
samping dari NSAID yang bekerja dengan menghambat spesifik enzim COX-1 maupun non
spesifik (COX-1 maupun COX-2).
COX-2 terbentuk akibat adanya induksi oleh sitokin dan mediator-mediator inflamasi. obat-
obat yang bekerja secara selektif hanya menghambat COX-2 ini, lebih selektif dalam
menghambat prostanoid yang terkait inflamasi dibandingkan dengan yang terlibat dalam
regulasi fisiologi, sehingga lebih toleran terhadap gastrointestinal (tidak mengiritasi
lambung). Studi lebih lanjut mengenai NSAID selective COX-2 ini, ternyata selain
menghambat pembentukan prostaglandin yang menyebabkan inflamasi secara selektif,
ternyata juga menekan pembentukan prostasiklin yang berperan dalam regulasi
disagregation platelet (mengencerkan darah), akibatnya menimbulkan efek samping berupa
darah menjadi mudah membentuk thrombus (membeku) yang berdampak pada gangguan
kardiovaskuler. (MBunga, 2015).
Contoh Obat
1. NSAID Non Selective COX-1 dan COX-2 : (12)
1. Turunan asam salisilat : asam asetil salisilat (aspirin) ”dosis besar”, benorilat, diflusinal
2. Turunan asam propionat : asam tioprofenat, fenbufen, ibuprofen
3. Turunan asam fenamat : asam mefenamat, meklofenamid
4. Turunan asam fenil asetat : diklofenak, fenklofenak
5. Turunan asam asetat inden/indol : indometasin, sulindak, tolmetin
6. Turunan pirazolon : azapropazon, fenil butazon, oksifenbutazon
7. Turunan oksikam : piroksikam, meloxicam, tenoksikam
2. NSAID spesifik COX-1 : Aspirin dosis rendah (80 – 100 mg)
3. NSAID spesifik COX-2 : Celecocib, Etoricocib, Etodolac

55
Perhatikan dan Pelajari Gambar
Mekanisme Inflamasi dan Terapi Farmakologi Focus on Spesifik dan Non Spesifik COX-1 dan COX-2

2) Langkah-langkah Praktikum
1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan brosure obat yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan lengkap dengan lembaran kerja yang dikerjakan saat praktikum, diprint rapi,
memuat ACC pembimbing setiap pertemuan dan dikumpulkan sebelum Ujian Akhir
semester.

Lembaran Kerja
Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ nama E.S
Obat aktif obat/ Kekuatan produsen spesifik

56
Catatan (mahasiswa mencatat apa saja yang dibahas pada saat praktikum. Harus diisi oleh
mahasiswa setiap pertemuan)

Pembimbing,

(___________)
Latihan
1. Jelaskan penyebab Inflamasi
2. Bagaimana terapi pengobatan Inflamasi?
3. Sebutkan penggolongan obat Antiinflamasi Non steroid (AINS), mekanisme kerjanya
serta efek samping.
4. Sebutkan penggolongan obat Antiinflamasi steroid (Kortikosteroid), mekanisme
kerjanya serta efek samping.

Literature

1. Sudoyo, W.A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, ed.4, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, Jakarta, 2006, 1107-1116, 1315-1318

2. Robbins dan Kumar, Buku Ajar Patologi I, ed.5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1999, 31-57

3. Rubin,E, Essential Phatology, ed.3, USA, Lippincott Williams and wilkins, 2001, 24-46

4. Abrams.G.D, Respon Tubuh Terhadap Cedera, Peradangan dan perbaikan, Dalam


Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1995, 25-57

57
5. Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Patologi, Penerbit PT Repro
Internasional, Jakarta, 1973, 46-52

6. Price and Wilson, Patofisiologis Konsep Klinis Prose-proses Penyakit, ed.6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2002, 56-79

7. Ganiswara sulistia.G, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, FKUI, Jakarta, 1995, 207-219

8. Mutchler.E, Dinamika Obat, ed 5, ITB, Bandung, 1991, 177-211

9. Katzung B.G, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed 8, Salembah Medika, Jakarta, 1995, 474-493

10. Shcherner R.A and White House M.W, Anti Inflammatory Agents Chemistry and
Pharmacology, Vol II. Academic press. New York. 1974. 34-110, 219-253, 235-243

11. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Farmakologi dan Terapi,
ed.4, Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1995, 207-222

12. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007

13. Mbunga, Dominus. 2015, Aktivitas analgetik ektrak air, etanol 96% dan etanol 70% daun
binahong pada Tikus Jantan putih Galur Wistar. Institut Teknologi Bandung

58
MODUL PRAKTIKUM TOKSISITAS OBAT DAN MAKANAN

I. TOKSIKOLOGI

II. Praktikum 14

III. Kompetensi Mata Kuliah

Mahasiswa mampu mengetahui antidotum keracunan obat dan makanan

IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan penanganan awal keracunan
V. Teori
Apa perbedaan racun dan makanan?
Makanan secara general dikonotasikan ke dalam bahan yang aman bagi tubuhnya jika disantap,
bermanfaat serta diperlukan oleh tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya.
Sedangkan kata racun merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan
mengambarkan berbagai bahan ”zat kimia” yang dengan jelas berbahaya bagi badan.
Kata racun ”toxic” adalah bersaral dari bahasaYunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam
bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam
peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat racun. Di dalam ”Papyrus Ebers (1552
B.C.)“ orang Mesir kuno memuat informasi lengkap tentang pengobatan dan obat. Di Papyrus ini
juga memuat ramuan untuk racun, seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium,
terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan tembaga). Sedangkan di India (500 - 600
B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembaga, besi, emas, timbal, perak, seng,
bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata Samhita banyak menulis racun dari makanan,
tananaman, hewan, dan penangkal racun gigitan ular. Hippocrates (460-370 B.C.), dikenal
sebagai bapak kedokteran, disamping itu dia juga dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia
banyak menulis racun bisa ular dan di dalam bukunya juga menggambarkan, bahwa orang Mesir
kuno telah memiliki pengetahuan penangkal racun, yaitu dengan menghambat laju penyerapan
racun dari saluran pencernaan. Disamping banyak lagi nama besar toksikolog pada jaman ini,
terdapat satu nama yang perlu mendapat catatan disini, yaitu besar pada jaman Mesir dan
Romawi kuno adalah Pendacious Dioscorides (A.D. 50), dikenal sebagai bapak Materia Medika,
adalah seorang dokter tentara. Di dalam bukunya dia mengelompokkan racun dari tanaman,
hewan, dan mineral. Hal ini membuktikan, bahwa efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh
zat racun (tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal perkembangan beradaban manusia.
59
Oleh manusia efek toksik ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh
diri. Untuk mencegah keracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan
upaya pencegahan atau menawarkan racun. Usaha ini seiring dengan perkembangan toksikologi
itu sendiri. Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini baru dimulai oleh Maimonides
(1135 - 1204) dalam bukunya yang terkenal Racun dan Andotumnya. Sumbangan yang lebih
penting bagi kemajuan toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan
sesudahnya. Paracelcius adalah nama samara dari Philippus Aureolus Theophratus Bombast von
Hohenheim (1493-1541), toksikolog besar, yang pertama kali meletakkan konsep dasar dasar
dari toksikologi. Dalam postulatnya menyatakan: “Semua zat adalah racun dan tidak ada zat
yang tidak beracun, hanya dosis yang membuatnya menjadi tidak beracun”. Pernyataan ini
menjadi dasar bagi konsep hubungan dosis reseptor dan indeks terapi yang berkembang
dikemudian hari. Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan
toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan sesudahnya. Paracelcius adalah nama samaran
dari Philippus Aureolus Theophratus Bombast von Hohenheim (1493-1541), toksikolog besar,
yang pertama kali meletakkan konsep dasar dasar dari toksikologi. Dalam postulatnya
menyatakan: “Semua zat adalah racun dan tidak ada zat yang tidak beracun, hanya dosis yang
membuatnya menjadi tidak beracun”. Pernyataan ini menjadi dasar bagi konsep hubungan dosis
reseptor dan indeks terapi yang berkembang dikemudian hari.

Contoh Gangguan keracunan :


keracunan karbon monoksida ”CO”. Karbon monoksida mempunyai tempat ikatan yang sama
dengan oksigen pada heme. Kompleks hemoglobin dengan karbon monoksida disebut karboksi
hemoglobin. Kompleks ini menujukkan kecendrungan ikatan yang lebih kuat dari pada ikatan
oksigen pada heme. Pendudukan CO pada heme berarati dapat menurunkan bahkan
meniadakan kemampuan eritrosit untuk mentranpor oksigen. Keracunan CO dapat
mengakibatkan dari efek perasaan pusing, gelisah sampai kematian.
pembentukan methemoglobin dan sulfhemoglobin. Methemoglobin adalah suatu hasil oksidasi
hemoglobin yang tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mengangkut oksigen.
Banyak zat, seperti amina aromatik atau senyawa nitro aromatik yang dalam organisme
direduksi menjadi amina aromatik, sulfonamida, asetanilid, asam aminosalisilat, nitrofurantion,
primakuina, kinina atau nitrit, menyebabkan pembentikan methemoglobin dari hemoglibin. Jika
methemoglobin terbentuk dalam jumlah sedikit makan di dalam eristrosit dapat direduksi
kembali menjadi hemoglobin. Tetapi jika jumlah methemoglobin naik sampai jumlah tertentu,
kemampuan regenerasi eristrosit tidak akan cukup dan dengan demikian kemampuan darah
untuk mentranspor oksigen akan berkurang dengan nyata. Disamping methemoglobin, juga ada
yang disebut sulfhemoglobin, yang dengan methemoglobin menunjukkan kesamaan tertentu
dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengangkut oksigen. Pembentukan sulfhemoglobin
terjadi jiika senyawa yang mengandung sulfur (contoh sulfonamida) dan zat pembentuk
methemoglibin (contoh asetanilid atau turunannya) bersama-sama digunakan.
60
Pernahkah anda mendengar tentang Teratogenik?
Adalah suatu keabnormalan yang terjadi pada janin yang timbul selama fase perkembangan
embrio (fetus) atau bisa diatikan dengan pembentukan cacat bawaan. Hal ini mulai menarik
dunia setelah terjadi bencana talidomid yang terjadi pada akhir 1950-an sampai awal tahun
1960-an,. Seperti yang telah disampaikan pada bab 1 , efek yang terjadi adalah terlahir janin
dengan pertumbuhan organ tubuh yang tidak lengkap. Jenis kerusakan tidak hanya tergantung
dari zat penyebab tapi juga tergantung pada fase perkembangan embrio, yaitu fetus, tempat
zat teratogenik bekerja.

Gambar skematik periode perkembangan, pada periode ini senyawa teratogen berbahaya
pada embrio manusia atau fetus. Kotak hitam menunjukkan periode berbahaya yang tinggi,
kotak putih adalah periode kepekaan yang lebih rendah

Lembaga terkemuka dunia mengeluarkan standar seperti yang dikeluarkan oleh Lembaga
pengawas obat dan makanan Amerika ( US FDA = United States Food and Drug Administration )
mengeluarkan “FDA Pregnancy Risk Factor” , dimana standar ini dapat diterima secara
international.
“FDA Pregnancy Risk Factor” merupakan kategori dari FDA mengenai resiko penggunaan obat
dalam kehamilan. Kategori adalah sebagai berikut:
Kategori A: Studi terkontrol pada wanita gagal memperlihatkan resiko terhadap janin pada
trimester ke-1 (dan tidak ada bukti mengenai adanya resiko pada trimester berikutnya), dan
kemungkinan bahaya terhadap janin sangat kecil.
Kategori B: Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko
terhadap janin. Tetapi tidak ada studi terkontrol wanita hamil atau studi terhadapreproduksi
hewan percobaan yang memperlihatkan adanya efek samping (selain dari penurunan tingkat
kesuburan) yang tidak dipastikan dalam studi terkontrol pada wanita hamil trimester pertama
(dan tidak ada bukti mengenai adanya resiko trismester berikutnya)
61
Kategori C: Studi pada hewan percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita atau
studi terhadap wanita dan hewan percobaan tidak dapat dilakukan. Obat hanya dapat diberikan
jika manfaat yang diperoleh sebanding dengan besarnya potensi resiko terhadap janin.
Kategori D: Ada bukti positif mengenai resiko terhadap janin manusia, tetapi manfaat yang
diperoleh dari penggunaan obat pada wanita hamil lebih besar dari resikonya (misalnya jika
obat diperlukan untuk mengatasi kondisi yang mengancam jiwa atau untuk penyakit serius
dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan)
Kategori X: Studi pada hewan percobaan atau manusia memperlihatkan adanya abnormalitas
pada janin dan atau terdapat bukti mengenai resiko terhadap janin berdasarkan pengalaman
pada manusia. Dan resiko penggunaan obat pada wanita hamil benar-benar melebihi
manfaatnya. Obat ini dikontra indikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan
untuk hamil.

Suatu zat yang dapat menyebabkan alergi dikenal sebagai allergen. Alergen bisa masuk ketubuh
melalui kulit, hidung, mulut, ataupun disuntik melalui injeksi. Allergen yang umum yaitu:
tanaman, serbuk sari, sengatan tawon, gigitan serangga, obat,dan makanan. Simptom (gejala)
alergi yang umum terjadi antara lain termasuk:
- gatal, - bersin-bersin,
- kulit merah, - mata berair,
- pilek, - bengkak,
- sulit bernapas, - mual, muntah.
Banyak reaksi alergi yang ringan yang dapat diobati dirumah, dan dapat menggunakan obat
anti alergi seperti: ctm, difenhidramin HCl.

VI. Langkah-langkah Praktikum


1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan lembaran kerja yang sudah dilengkapi.
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan lengkap dengan lembaran kerja yang dikerjakan saat praktikum, diprint rapi,
memuat ACC pembimbing setiap pertemuan dan dikumpulkan sebelum Ujian Akhir
semester.

62
Lembaran Kerja
Nama Zat Mekanisme Perkiran dosis Tanda/ gejala Terapi
Keracunan toksik
Alcohol (Etil)

Anti histamin

Arsen trioksida

Asam kuat

Basa Kuat

Boraks

Fenobarbital/
barbiturat

Formalin

63
Insektisida
(organofosfat)

Golongan
karbamat(baygon)

Jamur

jengkol

Methanol

Merkuri

Minyak tanah

Morfin

Warfarin

64
Parasetamol

Karbon
monoksida

Catatan (mahasiswa mencatat apa saja yang dibahas pada saat praktikum. Harus diisi oleh
mahasiswa setiap pertemuan)

Pembimbing,

(___________)
Latihan

1. Buatlah uraian singkat perkembangan ilmu toksikologi sampai menjadi suatu ilmu modern.
2. Siapa yang pertama kali meletakkan konsep dasar pada bidang toksikologi, dimana konsep
tersebut sampai saat ini masih relapan dan mendasari teori hubungan tokson dan reseptor,
jelaskan hubungan konsep tersebut dangan hubungan dosis, reseptor dan efek?
3. berikan contoh kasus keracunan dan bagaimana penanganannya?

65

Anda mungkin juga menyukai