Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sebagai usaha sadar dan sistematis dalam mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa

“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta

tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang diperuntukkan

bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak berkebutuhan khusus

adalah anak yang memerlukan layanan pendidikan yang spesifik yang

berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Layanan pendidikan

kebutuhan khusus harus disesuaikan dengan jenis dan tingkat

kelainannya, karena masing-masing jenis dan tingkat kelainan anak

membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda. Salah satu jenis ABK

yang dimaksud adalah anak yang mengalami hambatan berkomunikasi

serta berinteraksi yang biasa disebut anak autia.

Anak autis adalah anak yang memilki hambatan interaksi sosial

yang mempengaruhi beberapa aspek seperti, bagaimana ia melihat dunia

1
2

dan bagaimana ia belajar melalui pengalamannya. Gejala yang

menunjukkan bahwa anak tersebut autis diketahui sebelum anak

mencapai usia tiga tahun. Gejala yang sangat menonjol ditunjukkan oleh

anak autis ialah sikap yang cenderung tidak memperdulikan lingkungan

dan orang lain di sekitarnya, menolak berkomunikasi dan berinteraksi,

serta asyik hidup dalam dunianya sendiri.

Sinaga & Pardede (2021) autis memiliki gangguan syaraf otak yang

mengacu pada masalah interaksi sosial, komunikasi, dan bermain

imajinasi yang muncul sejak anak usia di bawah 3 tahun. Gangguan pada

interaksi sosial ini menyebabkan anak autis terlihat berbeda denggan

anak normal pada umumnya. Gangguan pada komunikasi yaitu terjadi

pada komunikasi verbal (lisan/dengan kata–kata) maupun non verbal

(tidak mengerti arti dari gerak tubuh, ekspresi wajah, dan

nada/warna/intonasi suara). Gangguan pada imajinasi menyebabkan anak

autis kesulitan dalam beraktivitas dan bermain, di mana bermain dan

beraktivitas anak autis berbeda dengan anak normal, misalnya hanya

mencontoh dan mengikuti suatu hal secara kaku dan berulang–ulang.

Setiap guru maupun sekolah memiliki target yang sama yaitu untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki siswa dan dapat menerapkan

keselarasan berprilaku sesuai norma-norma masyarakat. Prilaku dan

interaksi sosial anak yang semakin baik menunjukan kualitas pendidikan

yang baik pada sekolah tersebut. Perkembangan sosial yang baik itu
3

terdapat pada anak yang mengalami gangguan komunikasi, interaksi, dan

bahasa seperti pada anak Autis.

Adaptasi, satu kata yang erat hubungannya dalam kegiatan

interaksi antara sesama manusia yakni proses penyesuaian diri. Dalam

kegiatan penyesuaian diri tersebut pada masing-masing individu memiliki

cara yang berbeda-beda. Setiap individu yang menjalankan perannya

sebagai makhluk sosial dalam masyarakat pastinya akan melakukan

proses penyesuaian diri atau adaptasi dengan masyarakat lainnya agar

terjalin interaksi yang berlangsung secara terus menerus.

Islam telah memberi pedoman dan mengatur tata tertib, bagaimana

orang harus bergaul dan berhubungan satu dengan yang lain untuk

menjaga kelestarian hubungan yang baik dan mencegah terjadinya hal-hal

yang menimbulkan kesalahfahaman sehingga menimbulkan keretakan

dalam pergaulan. Pedoman yang dimaksud dengan pedoman dalam hal

ini adalah al-Qur’an. Al-Qur‟an adalah Kitab suci yang berisi petunjuk dari

Allah bagi umat manusia, karena itu subjek utamanya adalah pengkajian

terhadap manusia beserta bentuk-bentuk kehidupan sosialnya. Selain itu,

Al-Qur’an juga menjelaskan bagaimana pentingnya menjalin hubungan

(interaksi) antar sesama manusia tanpa memandang perbedaan. Hal ini

dijelaskan dalam AL-Qur’an Surah Al-Hujurat (49) ayat 13 yang berbunyi:


4

َ َ َ َّ ً ْ ُ ُ ْ ُ ٰ ْ َ َ َ ٰ ْ ُ َّ َ َ ْ ْ ُ ٰ ْ َ َ َّ َّ َ ُّ َ ٰٓ
ُ
‫يايها الناس ِانا خلقنكم ِمن ذك ٍر وانثى وجعلنكم شعوبا وقباۤىِٕل‬

ُ َ ‫ْ َ ه‬ ُ َ ْ َ َّ ْ ُ َ َ
َ ‫اّٰلل ا ْت ٰقىك ْمۗاَّن ه‬
ٌ‫اّٰلل َعل ْي ٌم َخب ْير‬ ِ ‫د‬ ‫ن‬‫ع‬ ْ
‫م‬ ‫ك‬ ‫م‬ َ ‫لتع َارفواۚ ِان اك‬
‫ر‬
ِ ِ ِ ِ ِ

Terjemahan:

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah

orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

lagi Mahateliti.”

Ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa manusia diciptakan

terdiri dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa,

agar mereka saling mengenal. Shihab (2007) mengatakan bahwa menurut

alQur‟an, manusia secara fitrah adalah makhluk sosial dan hidup

bermasyarakat merupakan suatu keniscayaan bagi mereka. Subhani

(2013) ayat ini juga menyajikan kesetaraan di antara orang-orang mukmin,

terlepas dari perbedaan etnis dan ras, serta menyoroti pentingnya

keyakinan rohani (iman) di atas ketundukan fisik (Islam), termasuk juga

anak berkebutuhan khusus.


5

Hikmah terbesar dari perbedaan itu harus diarahkan atau

difokuskan untuk mendapatkan kemuliaan. Bukan untuk memporoleh

kehinaan dan penderitaan karena menjadikan perbedaan sebagai ajang

permusuhan. Jadi perbedaan suku, bangsa dan lain-lain itu bukan menjadi

alasan untuk berselisih yang pada gilirannya menjadi bermusuhan. Tetapi

perbedaan itu dapat dibingkai sebagai perekat untuk mencari sesuatu

yang terbaik atau termulia di dalam kehidupan ini, yaitu menjadi manusia

muttaqin.

Proses adaptasi dalam masyarakat sudah dimulai sejak masa

anak-anak. Tetapi seringkali proses adaptasi atau penyesuaian diri ini

tidak berlangsung sesuai dengan yang dikehendaki. Hal tersebut

dikarenakan adanya berbagai macam faktor baik secara internal maupun

eksternal yang mempengaruhi proses adaptasi sosial atau penyesuaian

diri.

Proses penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial menurut

Alexander (1964) ada dalam beberapa langkah efektif, di antaranya:

persepsi yang akurat terhadap realitas, kemampuan untuk mengatasi

kecemasan dan stres, citra diri yang positif, kemampuan untuk

mengekspresikan perasaannya, dan hubungan antar pribadi yang baik.

Menurut Haber & Runyon (1984) karakteristik penyesuaian diri dianggap

baik apabila ia mampu mempersepsikan dirinya sesuai dengan realitas.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggl 5

September 2022 di SLB Negeri 1 Gowa diketahui terdapat 9 anak autis


6

yang mengalami hambatan pada interaksi sosial, perilaku serta bahasa

dan komunikasi, sehingga anak kurang mampu dalam beradaptasi sosial

dalam lingkungan sosial di SLB Negeri 1 Gowa. Akan tetapi terdapat

beberapa anak autis yang sudah mulai mampu dalam beradaptasi sosial

dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Sehingga proses adaptasi

anak autis di lingkungan sosial sekolah cukup mampu meningkatkan

interaksi sosial anak autis dalam lingkungan sosial di SLB Negeri1 Gowa.

Didukung oleh anak berkebutuhan khusus lainnya yang mampu mengajak

anak autis dalam berinteraksi, sehingga dengan mudah anak autis dalam

beradaptasi sosial dalam lingkungan sosial di SLB Negeri 1 Gowa.

Hal tersebut dikuatkan dengan tiga orang guru wali kelas anak

autis, yang mengatakan bahwa terdapat enam orang anak autis sudah

mampu melakukan interaksi sosial dengan satu atau dua orang anak

berkebutuhan khusus lainnya. Dimana terdapat beberapa metode yang

digunakan oleh guru dalam meningkatkan interaksi sosial anak autis agar

anak autis mampu beradaptasi sosial dalam lingkungan sosial SLB Negeri

1 Gowa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2021)

mengemukakan bahwa interaksi sosial anak meningkat secara signifikan

anak menjadi siswa di sekolah inklusi, di mana perkembangan

komunikasi, interaksi, dan perilaku sosial anak meningkat. Faktor

eksternal dan internal yang mendukung interkasi sosial dapat memberikan

pengaruh baik dalam perkembangan interaksi sosial anak. Sejalan


7

dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2018) keterampilan sosial

dapat ditingkatkan dengan pemberian permainan tradisonal.

Berdasarkan uraian di atas sebagai latar persoalan, maka penulis

ingin mengkaji secara mendalam melalui penelitian dengan judul

“Adaptasi Sosial Anak Autis Dalam Lingkungan Sosial Di SLB Negeri 1

Gowa”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka rumusan masalah

pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pola adaptasi sosial anak autis dalam lingkungan sosial di

SLB Negeri 1 Gowa ?

2. Bagaimana peran guru dalam meningkatkan adaptasi sosial anak autis

dalam lingkungan sosial di SLB Negeri 1 Gowa ?

3. Dampak adaptasi sosial anak autis dalam lingkungan sosial di SLB

Negeri 1 Gowa ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan pola adaptasi sosial anak autis dalam

lingkungan sosial di SLB Negeri 1 Gowa.

2. Untuk menjelaskan peran guru dalam meningkatkan adaptasi sosial

anak autis dalam lingkungan sosial di SLB Negeri 1 Gowa.


8

3. Untuk menjelaskan dampak adaptasi sosial anak autis dalam

lingkungan sosial di SLB Negeri 1 Gowa.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

Secara teoritis hasil penelitian ini menjadi sumber informasi dan

penambahan pengetahuan tentang adaptasi sosial anak autis dalam

lingkungan sosial di sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi sekolah

dalam meningkatkan adaptasi sosial anak autis dalam lingkungan

sosial sekolah.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

meningkatkan daya kritis dan analisis peneliti sehingga dapat

menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.5 Definisi Operasional

1. Adaptasi Sosial

Adaptasi sosial merupakan penyesuaian diri anak dalam

lingkungan sosial yang baru. Setiap individu diharapkan mampu

beradaptasi dengan lingkungan baru, agar dapat menciptakan hubungan

sosial yang baik dengan individu lainnya di lingkungan sekitar Setiap


9

individu juga diciptakan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan

dan membantu untuk bertahan hidup.

2. Anak Autis

Anak autis adalah anak yang mengalami hambatan dalam interaksi

sosial, perilaku serta bahasa dan komunikasi. Anak autis kurang dalam

melakukan kontak sosial, anak autis lebih suka menyendiri serta

menghindar terhadap interaksi maupun komunikasi dengan orang lain

sehingga menganggap orang lain sebagai benda.

3. Lingkungan Sosial

Untuk mencapai keberhasilan belajar lingkungan sosial merupakan

salah satu faktor penunjang. Tempat dan lingkungan belajar yang nyaman

dan memudahkan peserta didik untuk berkonsentrasi. Dengan

mempersiapkan lingkungan yaang tepat peserta didik akan mendapatkan

hasil yang lebih baik dan dapat menikmati proses belajar peserta didik

lakukan. Lingkungan belajar dapat di artikan sebagai segala sesuatu yang

berada di luar diri anak, dalam hal ini yaitu lingkungan sosial di sekolah

dan di luar sekolah.

Anda mungkin juga menyukai