Anda di halaman 1dari 26

KETERAMPILAN PERAWATAN BEDAH KEBIDANAN

                                 MAKALAH

            

DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

KKPK (KETERAMPILAN KLINIK PRAKTIK KEBIDANAN)

                                Disusun oleh:

                         Seli sofianti (21011357)

                          Nur Laila (21011356)

                        Dian Anggraini (21011335)

POLITEKNIK ‘AISYIAH PONTIANAK

                           2020/2021
KATA PENGANTAR     

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Keterampilan perawatan
bedah kebidanan" dengan tepat waktu. Adapun tujuan makalah ini di buat untuk memenuhi
tugas ibu Sella Ridha A, MKM (Mars) pada mata kuliah KKPK Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah Pengetahuan tentang keterampilan perawatan bedah dalam
kebidanan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan Terimakasih kepada
ibu Sella Ridha A, MKM (Mars) Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah KKPK yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang di tekuni. Penulis menyadari, mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat
kesalahan yang belum di sadari. Maka Penulis meminta saran dan kritik dari kawan-kawan
ataupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna, Sekian Terimakasih.

Pontianak, 08 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI:
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………....
….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….
…..1
A. Latar Belakang……………………………………………………………………….……..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………..1
C. Tujuan Penulisan………………………………………...…………………………….……
1
D. Manfaat Penulisan…………………………………………………………………….
…….1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….
…...2
A. Komplikasi Pada Luka Bedah………………………………………………………….
…. .2
B. Macam-Macam luka dan penangganannya dalam praktik kebidanan…………………...…3
C.Perawatan luka dalam Praktik Kebidanan…………………………………………………..8
D. Penjahitan Luka…………………………………………………………………………….8
BAB III PENUTUP……………………………………………………...…………….……..14
A.
Simpulan…………………………………………………………………………………..14
B.
Saran………………………………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
…..……15

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai dari prabedah
(pre-operasi), bedah (intra-operasi) dan pasca bedah (post-operasi). Prabedah merupakan masa
sebelum dilakukan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien
di meja bedah. Intra bedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja
bedah dan berakhir saat pasien dibawa keruang pemulihan. Pascabedah merupakan masa setelah
dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihandan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya.      

B. Rumusan Masalah
1. Apa komplikasi/masalah yang terjadi pada luka bedah?
2. apa macam-macam luka dalam praktik kebidanan?
3. Apa perawatan luka dalam praktik kebidanan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui komplikasi/masalah yang terjadi pada luka bedah.
2. Untuk mengetahui macam-macam luka dalam praktik kebidanan.
3. Untuk mengetahui perawatan luka dalam praktik kebidanan.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang di ambil dari penulisan makalah tentang keterampilan perawatan bedah
kebidanan yaitu untuk menambah pengetahuan tentang komplikasi luka bedah, mengetahui
macam-macam luka, dan perawatan luka dalam praktik kebidanan itu sendiri.

    

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komplikasi pada luka bedah
Komplikasi Penyembuhan Luka / Masalah yang terjadi pada Luka Bedah Komplikasi
penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.

1. infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan.
Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan
dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan adanya pelepasan jahitan, darah sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Waspadai terjadinya perdarahan tersembunyi yang akan mengakibatkan hipovolemia.
Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48
jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan
terjadi, penambahan tekanan luka dan perawatan balutan luka steril mungkin diperlukan.
Pemberian cairan dan intervensi pembedahan juga mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi


Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence
adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh
melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma,
gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko
klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi
sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus
segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien
disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka

2
B. Macam-macam Luka dan penanganannya dalam Praktek Kebidanan
Jenis luka berdasarkan penyebabnya yang sering dijumpai dalam praktik
kebidanan adalah luka mekanik: luka insisi (incised wound) dan luka gores (lacerated wound).
Luka insisi karena pembedahan dapat dijumpai pada kasus: kelahiran bayi dengan section
caesarea, masektomi, laparotomi (pada kasus: histerektomi, tubektomi, miomektomi, dll), dan
kasus yang lain. Sedangkan luka gores terjadi pada kasus luka di jalan lahir (mukosa vagina,
perineum) dan atau pada cerviks karena kelahiran bayi. Jenis luka gores dapat juga terjadi pada
kasus robekan uterus karena tetania uteri. Luka pada perineum yang disengaja untuk melebarkan
jalan lahir atau disebut episiotomy, termasuk dalam jenis luka insisi.

Luka dibagi 2 jenis yaitu luka mekanik dan luka non mekanik:

Sedangkan luka mekanik terbagi 9 jenis yaitu:

1. Vulnus excoriasi (Luka lecet)

a) Pengertian : Jenis luka yang satu ini derajat nyerinya biasanya lebih tinggi dibanding
luka robek, mengingat luka jenis ini biasanya terletak di ujung-ujung syaraf nyeri di kulit.

b) Cara penanganan : Pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka terlebih
dahulu menggunakan NaCl 0,9%, dan bersiaplah mendengar teriakan pasien, karena jenis luka
ini tidak memungkinkan kita melakukan anastesi, namun analgetik boleh diberikan. Setelah
bersih, berikan desinfektan. Perawatan jenis luka ini adalah perawatan luka terbuka, namun
harus tetap bersih, hindari penggunaan IODINE salep pada luka jenis ini, karena hanya akan
menjadi sarang kuman, dan pemberian IODINE juga tidak perlu dilakukan tiap hari, karena akan
melukai jaringan yang baru terbentuk.

3
2. Vulnus punctum (Luka tusuk)

a) Pengertian : Luka tusuk biasanya adalah luka akibat logam, nah yang harus diingat
maka kita harus curiga adalanya bakteri clostridium tetani dalam logam tersebut.

b) Cara penanganan : Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah jangan asal
menarik benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan tempat lain ataupun
mengenai pembuluh darah. Bila benda yang menusuk sudah dicabut, maka yang harus kita
lakukan adalah membersihkan luka dengan cara menggunakan H2O2, kemudian didesinfktan.
Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun dimodifikasi sehingga ada aliran udara yang
terjadi.

3. Vulnus contussum (luka kontusiopin)

a) Pengertian : luka kontusiopin adalah luka memar, tentunya jangan diurut ataupun
ditekan-tekan, karena hanya aka mengakibatkan robek pembuluh darah semakin lebar saja.

b) Cara penanganan : Yang perlu dilakukan adalah kompres dengan air dingin, karena
akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga memampatkan pembuluh-
pembuluh darah yang robek.

4. Vulnus insivum (Luka sayat)

a) Pengertian : luka sayat adalah jenis luka yang disababkan karena sayatan dari benda
tajam, bisa logam maupun kayu dan lain sebgainya. Jenis luka ini biasanya tipis.

b) Cara penanganan : yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan memberikan


desinfektan.

4
5. Vulnus schlopetorum

a) Pengertian : jenis luka ini disebabkan karena peluru tembakan, maka harus segera
dikeluarkan tembakanya.

b) Cara penanganan : jangan langsung mengeluarkan pelurunya, namun yang harus


dilakukan adalah membersihkan luka dengan H2O2, berikan desinfektan dan tutup luka. Biarkan
luka selama setidaknya seminggu baru pasien dibawa ke ruang operasi untuk dikeluarkan
pelurunya. Diharapkan dalam waktu seminggu posisi peluru sudah mantap dan tak bergeser
karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.

6. Vulnus combustion (luka bakar)

a) Pengertian : adalah luka yang disebabkan akibat kontaksi antara kulit dengan zat panas
seperti air panas(air memdidih), api, dll.

b) Cara penanganan : Penanganan paling awal luka ini adalah alirkan dibawah air
mengalir, bukan menggunakan odol apalagi minyak tanah. Alirkan dibawah air mengalir untuk
perpindahan kalornya. Bila terbentuk bula boleh dipecahkan, perawatan luka jenis ini adalah
perawatan luka terbuka dengan tetap menjaga sterilitas mengingat luka jenis ini sangat mudah
terinfeksi. Dan ingat kebutuhan cairan pada pasien luka bakar.

5
7. Luka gigitan.

a) Pengertian : luka jenis ini disebabkan dari luka gigitan binatang, seperti serangga, ular,
dan binatang buas lainya. Kali ini luka gigitan yang dibahas adalah jenis luka gigitan dari ular
berbisa yang berbahaya.

b) Cara penanganan : mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban
dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar sebagian besar dapat
dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak dianjurkan mengisap tempat gigitan, hal ini dapat
membahayakan bagi pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian mukosa
mulutnya. Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan pembebatan( ikat) pada
bagian proksimal dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah semakin tersebarnya racun ke
dalam tubuh yang lain. Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat kesehatan yang lebih maju
untuk perawatan lanjut.

8. Laserasi atau Luka Parut.

a) Pengertian : Luka parut disebabkan karena benda keras yang merusak permukaan
kulit, misalnya karena jatuh saat berlari.

b) Cara penanganan : Cara mengatasi luka parut, bila ada perdarahan dihentikan terlebih
dahulu dengan cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan kasa steril atau
saputangan/kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka dengan air dan sabun. Luka
dibersihkan dengan kasa steril atau benda lain yang cukup bersih. Perhatikan pada luka, bila
dijumpai benda asing ( kerikil, kayu, atau benda lain ) keluarkan. Bila ternyata luka terlalu
dalam, rujuk ke rumah sakit. Setelah bersih dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon
iodine atau kasa anti-infeksi.

6
9. Terpotong atau Teriris

a) Pengertian : Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan oleh benda
tajam, bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak, apalagi kalau ada pembuluh
darah arteri yang putus terpotong.

b) Cara penanganan : menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan


menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa steril atau kain yang
bersih. Bila ada pembuluh nadi yang ikut terpotong, dan cukup besar, dilakukan pembalutan
torniquet. Pembalutan dilakukan dengan menempatkan tali/ikat pinggang/saputangan pada
bagian antara luka dan jantung secara melingkar, kemudian dengan menggunakan sepotong
kayu/ballpoint tali/ikat pinggang/saputangan tadi diputar sampai lilitannya benar-benar kencang.
Tujuan cara ini untuk menghentikan aliran darah yang keluar dari luka. Setelah itu, luka ditutup
dan rujuk ke rumah sakit. Pembebatan torniquet dilakukan pada lengan atas atau paha.
Pembebatan di tempat lain tidak akan efektif. Pada luka yang teriris dioles anti infeksi kemudian
ditutup kasa steril.

Luka non-mekanik yang terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan
listrik. Kondisi luka dapat disebabkan oleh karena terjadinya abrasi, kontusio, insisi, laserasi,
terbuka, penetrasi, pukulan, sepsis dan lain-lain, Kartika (2015). Menurut WHO (2014)
persentase terbesar sebanyak 24% pada kasus kecelakaan lalu lintas serta yang terkecil pada
kasus cedera akibat perang sebanyak (2%), Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012
menemukan bahwa 90% cedera luka yang menyebabkan kematian terjadi pada negara dengan
pendapatan menengah ke bawah.

7
C. Perawatan Luka dalam Praktek Kebidanan
Pengertian Perawatan Merawat luka merupakan tindakan penanganan luka yang
terdiri dari membersihkan luka, Perawatan luka dalam praktik kebidanan pada dasarnya sama
dengan perawatan luka pada umumnya. Lebih jelasnya akan dijelaskan pada poin ketiga tentang
perawatan luka operasi. Hal yang berbeda adalah perlakuan pada kasus luka gores (lacerated
wound): luka pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, yang meliputi teknik
penjahitan yang dilakukan dan perawatan luka. menutup dan membalut luka dengan tujuan
meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi. Tujuan dari perawatan luka,
yaitu :

a. Melindungi luka dari trauma mekanik

b. Mengimobilisasi luka dari trauma mekanik

c. Menghambat atau membunuh mikroorganisme

d. Memberikan lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka

e. Mencegah perdarahan

f. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis pasien Perawatan luka dalam praktik
kebidanan pada dasarnya sama dengan perawatan luka pada umumnya. Hal yang
membedakan adalah perlakuan pada kasus luka gores (laceratedwound), seperti luka pada
uterus, serviks, mukosa vagina, dan perinium.

D. Penjahitan Luka 

1. Definisi 
a. Suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka (menutup luka) dengan benang, 
sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis. 
b. Teknik yang digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur 
anatomi yang terpotong. 
c. Penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau 
terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang. 

8
9
2. Tujuan Penjahitan 
a. Penutupan ruang mati 
b. Meminimalkan risiko perdarahan dan infeksi 
c. Mendekatkan tepi kulit untuk hasil estetika dan fungsional 
d. Mendukung dan memperkuat penyembuhan luka sampai meningkatkan kekuatan 
tarik mereka.

3. Prinsip Umum Penjahitan Luka 
a. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu 
sama lain dengan hati-hati. 
b. Tegangan dari tepi-tepi kulit harus seminimal atau kalau mungkin tidak ada sama sekali.
Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan, kulit secara hati-hati sebelum
dijahit.
c. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengan memakai traksi ringan 
pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit. 
d. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat diserap 
atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu menjahit kulit. 
e. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai daripada 
jahitan yang lebih besar dan berjauhan. 
f. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh karena itu 
jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam5 hari), sedangkan jahitan 
pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10 hari atau lebih. 
g. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin. 
h. Pemakaian forsep dan trauma jaringan (pincet cirugis) diusahakan seminimal mungkin. 

10
4. Komplikasi Penjahitan 
a. Overlapping: terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka 
menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila 
sembuh maka hasilnya akan buruk. 
b. Nekrosis: jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga 
menyebabkan kematian jaringan. 
c. Infeksi: infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah 
terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal. 
d. Perdarahan: terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi. 
e. Hematoma: terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak 
dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan 
bengkak. 
f. Dead space (ruang/rongga mati): yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena 
penjahitan yang tidak lapis demi lapis. 
g. Sinus: bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada 
jahitan multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing. 
h. Dehisensi: adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan 
yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk. 
i. Abses: infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah. 

5. Alat dan Bahan dalam Penjahitan Luka 
Bahan habis pakai yang digunakan dalam penjahitan luka diantaranya: benang jahit 
(catgut, side), kassa steril, anestesi local, dan larutan antiseptic. Alat-alat yang digunakan dia
ntaranya: needle/ jarum jahit, needle holder/ nalpoeder, pincet 
anatomis, gunting jaringan/ gunting benang, bengkok, doek lubang steril dan sarung 
tangan steril. 
Benang dan jarum yang digunakan dalam menjahit luka, disesuaikan dengan jenis luka 
dan letak luka berada. 

6. Teknik Penjahitan 
Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan keadaan/ 
kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan dibedakan menjadi : 

11
a. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu) 
Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada teknik 

penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak digunakan karena 
sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau 
bagiantubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan 
saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi. 
Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. 
Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, 
dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, 
dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya. 
Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut: 
1) Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya, 
kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua. 
2) Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua 
secara tipis, 
menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat k
ulit sisi yang pertama 
3) Dibuat simpul dan benang diikat. 

b. Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur) 
Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua 
simpul. 
Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini 
sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil 
kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, 
dan sebaiknya tidak dipakai untuk menjahit kulit. 
Teknik jahitan jelujur dilakukan sebagai berikut: 
1) Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka yang terikat tetapi 
tidak dipotong 
2) Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa mengikat atau 
memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul 
3) Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis jahitan 

12
4) Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada simpul terakhir 
pada akhir garis jahitan

c. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terku
nci/ Feston) 
Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal sebagai stitch 
bisbol à karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa 
digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan 
simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat. 
Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan teknik jahitan jelujur, 
bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan 
sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya. 

d. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis) 
Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan kosmetik, untuk 
menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan luka 
dengan tegangan besar. 
Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga 
yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka. 
Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja. 
Teknik ini dilakukan sebagai berikut : 
a) Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka kelu
ar di daerah 
dermis kulit salah satu dari tepi luka 
b) Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi y
ang lain, secara 
bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, un
tuk kemudian 
dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain 
c) Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada 
kedua sisi secara 
parallel di sepanjang luka tersebut. 

13
e. Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal) 
Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal. Prinsip 
teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan. 
Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, 
dan mengurangi ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik penjahitan ini 
adalah penggarisan silang. Risiko penggarisan silang lebih besar karena peningkatan 
ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4 dan exit point dari jahitan di kulit. 
Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di bawah 
luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. 
Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya 
tepi-tepi luka oleh jahitan ini. 
Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti simpul, sebelum 
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. 
keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan yang kuat. 
Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari 
(sebelum pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk mengurangi risiko jaringan 
parut. Penggunaan bantalan pada luka, dapat meminimalkan pencekikan jaringan 
ketika luka membengkak dalam menanggapi edema pascaoperasi. 
Menempatkan/mengambil tusukan pada setiap jahitan secara tepat dan simetris 
sangat penting dalam teknik jahitan ini.   

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Perioprasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prebedah


(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah (postoperasi). Prabedah merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan
berakhir sampai pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang
dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang
pemulihan.Pascabedah merupakan  masa setelah dilakukan  pembedahan yang dimulai sejak
pasien memasuki ruang pemulihan  dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling
ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi,
perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Tindakan prebedah, bedah, dan pasca bedah yang dilakukan secara tepat dan
berkesinambungan akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan
kesembuhan pasien. 

B. SARAN

15
Mahasiswa dapat memahami dan mewujudkan peran tenaga Kesehatan yang profesional,
serta dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang bidan maupun perawat.
Dan mengembangkan ilmunya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta, EGC.

Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan


Bedah. Jakarta, EGC.

Johnson, Ruth, Taylor. 1997. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta, EGC.

Kaplan NE, Hentz VR. 1992. Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds, An
Illustrated Guide. USA, Boston, Little Brown.

Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth


edition, Menlo Park, Calofornia.

Oswari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta, Gramedia.

Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta, EGC.

Kusmiyati. 2007. Penuntun Belajar Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan.


Yogyakarta, Fitramaya.

17
18
19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai